DOSEN PENGAMPU:
OLEH:
(20103050093)
YOGYAKARTA
2022/2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat allah Swt. Yang
melimpahkan taufik serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ii dengan
sebaik mungkin kendatipun sangat sederhana.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kehadirat junjungan kita semua nabi
Muhammad saw. Sebaik-baiknya insan lintang pemimpin bagi ummat manusia terutama
ummat islam karena berkat beliau kita masih bisa menikmati nikmatnya islam.
Dalam makalah ini saya membahas tentang “komparasi pencatatan perkawinan antara
undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 dan UU NO. 26 tahun 2006”. Selanjutnya saya
haturkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu saya menyelesaikan makalah ini.
Namun pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan karena tidak ada
kesempurnaan sedikitpun di dunia ini. Dengan ini saya mengharap kritik dan saran untuk
lebih memotivasi saya kedepannya, terutama untuk dosen pembimbing bapak Eko Mardiono,
S. Ag., M.SI. dan semoga saja makalah ini bermanfaat bagi ita semua, amiin….
Contents
KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
BAB 1..............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................5
C. Tujuan Kepenulisian...........................................................................................................5
BAB 2..............................................................................................................................................6
ISI....................................................................................................................................................6
A. Pengertian pencatatan perkawinan.....................................................................................6
B. Ketentuan pencatatan perkawinan antara (UU Perkawinan NO. 1 tahun 1974 dan UU no
23 tahun 2006).............................................................................................................................7
1. Undang-undang perkawinan (No. 1 Tahun 1974)...........................................................7
2. UU No. 23 Tahun 2006...................................................................................................11
C. Persamaan dan perbedaan................................................................................................12
D. Kekurangan dan kelebihan...............................................................................................13
BAB 3............................................................................................................................................14
PENUTUP.....................................................................................................................................14
A. Kesimpulan........................................................................................................................14
B. Saran..................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sahnya suatu perkawinan itu apabila sah menurut agama. Di Indonesia pada saat ini
telah memiliki hukum perkawinan nasional yang telah berlaku bagi seluruh wilayah
Indonesia. Sebagaimana dijelaskan pada undang- undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan. Praktek pemerintah yang mengatur tentang pencatatan perkawinan dan
dibuktikannya dengan akta nikah. Dalam hukum Islam menggunakan metode
maslahahmursalah. Hal ini karena meski secara formal tidak ada ketentuan ayat atau
sunnah yang memerintahkan pencatatan, namun kandungan maslahatnya sejalan
dengan tindakan syara’ yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi manusia. Dapat
ditegaskan bahwa pencatatan perkawinan merupakan ketentuan yang perlu diterima
dan dilaksanakan oleh semua pihak.Dalam pasal 2 ayat 2 UU nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan, menyatakan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Atas dasar inilah, apabila seseorang ingin melakukan perkawinan, maka dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dengantujuan untuk
mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya
yang diatur melalui perundang-undangan, untuk melindungi martabat dan kesucian
(misaq al-ghalid) perkawinan, dan lebih khusus lagi perempuan dalam kehidupan
rumah tangga melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah,
yang masing-masing suami istri mendapat salinannya.
B. Rumusan Masalah
ISI
A. Pengertian pencatatan perkawinan
Yang kita lihat dari pasal 2 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974 menyatakan pula bahwa
tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam penjelasan umum disbutkan bahwa pencatatan perkawinan adalah
sama halnya dengan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseoranh
seperti kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan suatu
akta resmi yang juga dimuat dalam daftar percatatan. Perbuatan pencatatan tidak
menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan, tetapi menyatakan bahwa
peristiwa itu ada dan terjadi, jadi semata-mata bersifat administrative.2
Merujuk pada pasal 2 ayat 1 dan 2 yang menentukan bahwa suatu perkawinan
harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan keercayaannya
masing-masing dan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka ketentuan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pilih
keberlakuannya apabila hanya memenui salah satu saja maka peristiwa
perkawinan tersebut belum memenuhi unsur hukum yang di tentukan oleh
undang-undang.
3
Novita aulialubis. Pencatatan perkawinan dan fase perkawinan. 13 maret 2021, diperbarui : 13 maret 2021.
(Pencatatan Perkawinan dan Fase Perkawinan Halaman 1 - Kompasiana.com)
2. UU No. 23 Tahun 2006
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Undang- Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan merupakan produk hukum yang
bersifat dialektik terkait dengan pro dan kontra perkawinan beda agama. Meskipun tidak
membuka peluang perkawinan beda agama yang seluas-luasnya, akan tetapi telah membuat
lubang kecil dinding pemisah antara yang haq dengan yang batil untuk menjaga moral umat
Islam, dan yang menjadi tameng moral diamanatkan pada hakim apakah memberikan izin
untuk menikah beda agama atau tidak.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam ketentuannya, meninjau pada Undang-Undang No.1 Tahun 1974
tentang Pencatatan Perkawinan menyatakan bahwa Ketentuan pencatatan
perkawinan diatur dalam Pasal 2 UU 1/1974 yang menyatakan:
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing
agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturanperundang-undangan yang berlaku. Sementara Undang-Undang
Administrasi Kependudukan merupakan rangkaian kegiatan penataan dan
penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui
Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi
Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan
pembangunan sektor lain.
Dalam perspektif persamaan dan perbedaanya, hal yang saling bersinggungan
antara UU Perkawinan dengan UU Administrasi Kependudukan adalah masalah
perkawinan. Sementara perbedaanya yakni: Undang-Undang Perkawinan
mengatur tentang perkawinan, syarat-syarat perkawinan, sahnya perkawinan,
pembatalan perkawinan dan lain-lain. Sedangkan Undang-Undang Administrasi
Kependudukan mengatur tentang kelahiran, perubahan nama, perkawinan,
perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, kematian dan lai-lain. Dalam
perspektif kelebihan dan kekurangannya menurut pandangan hukum, Undang-
Undang Perkawinan mengatur tentang keabsahan perkawinan dan pengakuan dari
negara melalui buku nikah. Sedangkan Undang-Undang Administrasi
Kependudukan hanya memberikan pengakuan bahwa telah dilakukannya
perkawinan beda agama dan negara diwajibkan mencatat perkawinan tersebut.
Akan tetapi tidak menyatakan bahwa perkawinan beda agama adalah sah.
B. Saran
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan dalam konteks perkawinan
secara umum dan pencatatan perkawinan secara khusus, telah diatur sedemikian rupa
agar menjadi perundang-undangan yang aplikatif dalam kehidupan dengan melihat
ditawarkannya solusi terhadap masalah seperti pernikahan yang tidak tercatat dan akta
yang hilang. Penyusunan yang dilakukan juga telah diatur agar sesuai dengan konteks
yang menjadi latar awal undang-undang yang terkait, seperti UU Pencatatan
Administrasi Kependudukan yang kemudian membahas terkait pencatatan pernikahan
dalam konteks administrasi yang dilakukan pemerintahan. Barang tentu kedua hal ini
dibuat guna mudahnya aplikasi dan pencarian sehingga masyarakat mudah dalam
menerapkan dan menaati undang-undang, namun hal ini tidak serta merta menjadi hal
yang 100% begitu nyatanya.
Sebelum mematuhi undang-undang tentu harus mengetahui terlebih dahulu
seperti apa undang-undang tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman, namun dalam
proses memahami undang-undang yang mencakup permasalahan perkawinan secara
umum dan pencatatan perkawinan secara khusus ini terdapat permasalahan yang kami
temukan yaitu susahnya mencari informasi dikarenakan terpencarnya undang-undang.
Dilihat dari UUP yang mencakup peraturan dari undang-undang lain namun tidak
mencantumkan undang-undang mana yang dimaksud, hal ini menjadi kesulitan atau
jika setidaknya tidak sulit maka bisa dikatakan keribetan tersendiri karena proses
pencarian yang berliku-liku. Maka saran yang bisa dimasukkan terkait permasalahan
yang terjadi yakni kodifikasi atau pengumpulan secara khusus masalah pernikahan
yang dibahas dan disebutkan secara rinci dari a-z tanpa perlu melihat-lihat ke sumber
yang lain dan kemudian memahamkan secara mudah dan ringkas.
DAFTAR PUSTAKA
Dainori. Studi komparasi hukum pencatatan perkawinan dalam islam dan di negara
kontemporer. Jpik vol.4, maret 2021, hal: 3.
K. Wantjik Saleh, “Hukum Perkawinan di Indonesia”, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1976, hlm.
16
Novita aulialubis. Pencatatan perkawinan dan fase perkawinan. 13 maret 2021, diperbarui :
13 maret 2021. (Pencatatan Perkawinan dan Fase Perkawinan Halaman 1 - Kompasiana.com)