Disusun Oleh :
Lina Nur Rohmah (2120210072)
Muhammad Rezza Al Rasyid (2120210081)
Izza Aliyatul Muna (2120210082)
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Kencana Prenada Media Grougp, 2006, hlm.
285.
2
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer,
4
perkawinan merupakan cara yang tepat supaya dapat terhindar dari perkawinan
yang di larang.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pencegahan Perkawinan
3
Mukmin Mukri, PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN, Vol.13, Jurnal
Perspektif, 2020, hlm. 103.
4
Faisal, PEMBATALAN PERKAWINAN DAN PENCEGAHANNYA, Vol. 4, No.1, Jurmal
Hukum Islam Dan Perundang-Undangan, 2017, hlm. 9-10.
6
Administrasi tersebut berisi syarat-syarat yang harus di penuhi,
syarat-syarat tersebut diantaranya yaitu sebagai berikut:5
• Surat persetujuan dari calon pengantin.
• Surat keterangan asal-usul atau akta kelahiran dari calon pengantin.
• Surat keterangan orang tua.
• Surat keterangan untuk menikah (Model NI)
• Surat izin nikah apabila yang menikah adalah anggota TNI atau POLRI
• Akta cerai apabila yang akan menikah janda atau duda
• Surat kematian suami atau istri apabila yang akan menikah adalah janda
atau dudanya di karenakan di tinggal mati.
• Surat dispensasi dari pengadilan apabila yang akan menikah belum
cukup umur.
• Surat dispensasi dari camat apabila pernikahannya di laksanakan sejak
H-10 sejak pengumuman.
• Surat keterangan tidak mampu apabila yang akan menikah tidak mampu
• Paspor, Surat status dari negara asal dan Surat izin dari kedutaan negara
asal apabila yang akan menikah adalah orang asing.
Pada pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
pelaksanaan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pasal
tersebut menjelaskan bahwa orang yang mendaftarkan nikah atau orang yang
memberikan kehendak nikah ke KUA ataupun PPN yaitu calom pengantin,
orang tua, atau yang mewakilinya. Jadi yang harus mendaftarkan nikah yaitu
wali, calon pengantin laki-laki maupun calon pengantin perempuan.6
2. Memasang pengumuman kehendak nikah.
Sebelum di laksanakannya suatu pernikahan di butuhkan suatu
pengumunan. Hal tersebut mempunyai maksud agar khalayak umum dapat
mengetahui jika akan di laksanakannya suatu pernikahan. Lembaga
pemerintah yaitu KUA telah menyatakan bahwa pernikahan tersebut dapat di
5
Dirjen Bimas Islam Depag. RI, Pedoman Penghulu (Jakarta: Dirjen Bimas RI, 2008), hlm.
37-38.
6
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12.
7
laksanakan. Apabila terdapat kelasahan antara calon pengantin laki-laki dan
valon pengantin perempuan setelah di ketahuinya pengumuman tersebut agar
bisa langsung memberitau pihak Lembaga pemerintah yaitu KUA.
Memasang pengumuman kehendak nikah, telah di jelasakan pada
Pasal 8 Peraturan Perintah No. 9 Tahun 1975, berbunyi:
“Setelah di pehuniha tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan serta
tiada sesuatu halangan perkawinan, pegawai pencatat menyelenggarakan
pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan
dengan cara menempelkan surat pengumuman menurut formular yang di
tetapkan pada kantor pencatatan perkawinan pada suatu tempat yang sudah
di tentukan dan mudah di baca oleh umum.” 7
Tujuan dari pengumuman kehendak nikah yaitu agar khalayak umum
pengetahui bahwasanya akan di laksanakannya suatu pernikahan dan
mengajukan keberatan-keberatan apabila pernikahan tersebut berlangsung.
Hal tersebut agar dapat di ketahui bahwa apakah pernikahan tersebut
bertentangan dengan hukum agama maupun kepercayaan apabila terdapat
adanya pertentangan dengan aturan yang tercantum pada peraturan
perundang-undangan yang lainnya.
Memasang pengumuman kehendak nikah telah di jelaskan pada
peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975, tapi pada pasal 13 peraturan mentri
agama No. 11 Tahun 2007 juga telah mengatur bahwa Memasang
pengumuman kehendak nikah harus di pasang selama 10 hari dan di
laksanakan di tempat tertentu seperti KUA ataupun di tempat lain yang bisa
di ketahui banyak orang maupun di tempat tinggal calon pengantin laki-laki
dan calon pengantin perempuan juga di perbolehkan.8
3. Memeriksa Kembali kebenaran pernyataan calon mempelai atau wali pada
saat pendaftaran sebelum proses akad nikah di laksanakan.
Cara yang di gunakan pada saat pendaftaran sebelum proses akad
nikah di laksanakan yaitu mengajukan pertnyaan dengan cara mengoreksi
7
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12.
8
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 5.
8
antara surat-surat dengan administrasi lainnya apakah sama atau tidak.
Administrasi yang di maksud di antaranya seperti ijazah, KK, KTP, dan lain
sebagainya. Calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan harus
datang pada saat melaksanakan akad nikah dan mengidentifikasi suara.
4. Mengumumkan pada saksi bahwa calon pengantin beserta atau wali pada saat
calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan siap untuk di
nikahkan dan sebelumnya saksi harus mengetahui tentang fungsi dan tugas
yang akan dilakukan pada saat di laksanakannya akad nikah.
Sebelum di laksanakannya akad nikah dilaksanakannya pengarahan
dari seorang penghulu. Penghulu memberikan penjelasan kepada semua
orang yang hadir agar dapat menjadi saksi bahwa mereka bertugas mengawasi
tentang bagaimana rukun dan syarat yang telah tercantum untuk sahnya suatu
pernikahan itu sudah di penuhi ataukan masih ada sesuatu yang menjadi
halangan saat melaksanakan pernikahan.
Saksi dalam pernikahan itu berjumlah dua orang saksi. Terdapat
syarat-syarat yang harus di penuhi oleh seorang saksi dalam pernikahan.
Dalam pasal 19 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Agama Nomor 11 tahun
2007 telah menjelaskan tentang syarat-syarat yang harus di penuhinya oleh
seorang saksi diantaranya yaitu sebagai berikut:9
• Saksi harus laki-laki.
• Saksi harus muslim.
• Saksi harus minimal berusia 19 tahun.
• Saksi harus berakal.
• Saksi harus merdeka.
• Saksi harus adil.
Penghulu memberikan penjelasan kepada saksi bahwa saksi
mempunyai hak untuk menunda maupun membatalkan akad nikah. Hal
tersebut bisa di lakukan oleh saksi apabila pada saat terlaksannya akad nikah
terdapat rukun dan syarat-syarat untuk sahnya melaksanakannya akad nikah
9
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 5.
9
ada yang belum di penuhi dan ada halangan saat pernikahan. Apabila saksi
mengatakan tidak sah maka penghulu tidak boleh meresmikan pernikahan
tersebut.
5. Memberitahu kepada semua orang yang hadir tentang rukun dan syarat-syarat
nikah.
Memberitahu kepada semua orang yang hadir tentang rukun dan
syarat-syarat nikah supaya seua orang yang hadir mengetahui bahwa
pernikahan tersebut sudah sah telah memenuhi rukun dan syarat-syarat nikah
apakah masih ada sesuatu yang menghalangi pernikahan tersebut.
Sama halnya Penghulu memberikan penjelasan kepada saksi tentang
fungsi mupun tugas majelis perkawinan. Sebelum di laksanakannya akad
nikah dilaksanakannya pengarahan dari seorang penghulu. Penghulu
memberikan penjelasan kepada semua orang yang hadir agar dapat menjadi
saksi bahwa mereka bertugas mengawasi tentang bagaimana rukun dan syarat
yang telah tercantum untuk sahnya suatu pernikahan itu sudah di penuhi
ataukan masih ada sesuatu yang menjadi halangan saat melaksanakan
pernikahan. Supaya terhindar dari pembatalan perkawinan.
6. Melakukan penolakan nikah jika di temukan penghalang nikah.
Apabila terdapat penghalang pernikahan pada saat pendaftaran nikah
ataupun pada saat pemeriksaan. Maka dari pihak Lembaga pemerintah dari
KUA memberikan penolakan atau pembatalan nikah. Contohnya pada saat
seseorang yang akan menikah belum cukup umur. Pada Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa seseorang yang menikah itu
minimal 21 tahun.10 Apabila umurnya belum ada 21 tahun maka harus
meminta surat dispensasi kepada pengadilan.11
Tentang penolakan pernikahan sesuai Bab X tentang pencegahan
perkawinan Pasal 64 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi:
10
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1.
11
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 5.
10
“Pejabat yang di tunjuk untuk mengawasi perkawinan berkewajiban
mencegah perkawinan bila rukun dan syarat perkawinan tidak terpenuhi”12
Penolakan kehendak nikah Pasal (1) dan (2) Peraturan Menteri Agama
No. 11 Tahun 2007 bahwa jika rukun dan syarat-syarat dari pernikahan tidak
terpenuhi maka kehendak pernikahannya di tolak dan di batalkan. Sehingga
tidak boleh melaksanakan penikahan. Kemudian penolakan tersebut harus di
beritahukan kepada calon pengantin laki-laki beserta wali dari calon
pengantin laki-laki. Harus di beritahukan dengan menyertakan alasan-alasan
yang mengakibatkan penolakan tersebut.
7. Menayakan setuju atau tidaknya calon mempelai untuk menikah.
Pada Pasal 6 ayat (1) Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974
juga menjelaskan tentang persyaratan perkawinan bahwa perkawinan harus
terdapat persetujuan antara calon pengantin laki-laki dan calon pengantin
perempuan. Hal tersebut juga di sebutkan pada pasal (6) Peraturan Menteri
Agama No. 11 Tahun 2007.
Dengan demikian penghulu harus menanyakan kepada calon
pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan tentang setuju atau
tidaknya mereka melaksanakan pernikahan. Jika salah satu dari mereka ada
yang menolak untuk menikah maka pernikahan tersebut tidak bisa di
lanjutkan. Hal tersebut telah menunjukan bahwa Lembaga pemerintah yaitu
KUA telah menjalankan tugasnya sesuai yang dengan peraturan yang telah di
atur di dalan peraturan perundang-undangan.
Suatu perkawinan yang sah memiliki Akibat hukum terhadap suami, istri
dan anak berkaitan dengan kedudukan suami, istri dan harta serta kedudukan anak,
orang tua dan perwalian.
12
Instuksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991.
11
1. Kedudukan Suami Istri dan Harta.
Hak dan kewajiban suami istri telah diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW) Bab V (lima) Pasal 103-118. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dalam Pasal 103 memulai dengan kaidah bahwa suami dan istri harus setia
satu sama lain, tolong menolong dan bantu-membantu. Dengan terikatnya suami
istri dalam perkawinan berarti mereka terikat dalam suatu perjanjian secara timbal
balik untuk memelihara dan mendidik anak (Pasal 104), kedudukan suami adalah
sebagai kepala dalam persatuan suami istri (Pasal 105). Suami wajib menerima
istrinya dalam rumah kediamannya (Pasal 107) sedangkan kedudukan istri harus
tunduk pada suami (Pasal 106). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bertitik
tolak dari hubungan istri semata. 13
Berbicara mengenai hak dan kewajiban istri-suami maka hak dan kewajiban
tersebut dapat dipisahkan menjadi dua kelompok, Pertama hak dan kewajiban yang
berupa kebendaan, yaitu mahar dan nafkah. Kedua hak dan kewajiban yang bukan
13
Juliana Pretty Sanger, Akibat Hukum Perkawinan Yang Sah Didasarkan Pada Pasal 2
Uu. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Manado: Lex Administratum, 2015), hal. 198
12
kebendaan. Yang merupakan hak dan kewajiban yang berupa kebendaan antara lain
adalah:
b) Harta Perkawinan
14
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang hak Atas Benda, (Bandung, PT.
Intermasa, 1986), hal. 13
13
harta bersama telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Peraturan Pelaksana Undang-undang Perkawinan yaitu dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Perjanjian perkawinan ini di atur
dalam Pasal 29 ayat (1) yang menyebutkan: (1) Pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat
mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan,
setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 139 Pasal 119
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata harta persatuan pribadi suami istri berlaku
persatuan bulat. Persatuan bulat di rasa ideal bagi sepasang calon suami istri yang
hendak melangsungkan perkawinan secara perdata. Tetapi jelas tidak sesuai dengan
asas harta kekayaan pribadi suami istri menurut budaya dan karakter Bangsa
Indonesia.
a) Kedudukan Anak
14
lahir di luar perkawinan juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya.15
Salah seorang atau kedua orang tua dapat di cabut kekuasaannya terhadap
seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang
15
Martha Eri Safira, Hukum Perdata, (Ponorogo, CV. Nata Karya, 2017), hal. 40-41
16
Juliana Pretty Sanger, Akibat Hukum Perkawinan Yang Sah Didasarkan Pada Pasal 2
Uu. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Manado: Lex Administratum, 2015), hal. 202
15
lain, keluarga, anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah
dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal:
Perwalian berasal dari kata wali yang mempunyai arti seseorang atau orang
lain selaku pengganti orang tua, yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak
yang belum dewasa dalam melakukan perbuatan hukum. Perwalian ada apabila
seorang anak atau beberapa orang anak tidak berada di bawah kekuasan orang
tuanya sama sekali. Dalam KUHPerdata pengaturan perwalian dicantum dalam
Buku Kesatu, Bab 15, Bagian Kedua sampai dengan Bagian Ketiga Belas, mulai
Pasal 331 sampai dengan Pasal 418a. Anak, yang berada di bawah perwalian
yaitu;17
a. Anak sah, yang orang tuanya telah meninggal dunia salah satu atau
keduanya.
b. Anak sah, yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaan sebagai orang
tua.
c. Anak sah, yang orang tuanya telah bercerai, atau
d. Anak yang lahir di luar perkawinan.
17
Ishak, Perwalian Menurut Konsep Hukum Tertulis Di Indonesia, (Banda Aceh: Kanun
Jurnal Ilmu Hukum, 2017), hal. 574-577
16
• Pertama, perwalian menurut undang-undang (wettelijke voogdij) yaitu
perwalian oleh orang tua yang masih hidup setelah salah seorang meninggal
dunia terlebih dahulu (Pasal 345 KUHPerdata).
• Kedua, perwalian karena wasiat orang tua (testtamentair voogdij) yaitu
perwalian yang dengan surat wasiat oleh salah seorang dari orang tuanya (Pasal
355 KUHPerdata).
• Ketiga, perwalian yang ditunjuk oleh hakim (datieve voogdij) (Pasal 359
KUHPerdata).
Menurut ketentuan Pasal 379 KUHPerdata, orang yang tidak boleh menjadi wali;
(583) Hak dan Kewajiban Wali dilihat dari ketentuan pasal-pasal KUHPerdata yang
mengatur mengenai perwalian, maka kewajiban wali antara lain;
17
i. Menyerahkan seluruh harta kekayaan kepada anak jika telah berumur 21
tahun atau telah kawin.
Perwalian sebagai pengganti kekuasaan orang tua terhadap anak dan harta
kekayaan, jika perwalian dilakukan oleh orang tua, maka orang tua berhak untuk
menikmati harta kekayaan si anak. Dalam tiap perwalian di Indonesia Balai Harta
Peninggalan (Weeskamer), menurut undang-undang menjadi wali pengawas
(tooziende voogd). Dalam Pasal 415 KUHPerdata disebutkan, dalam daerah hukum
tiap-tiap pengadilan negeri, ada sebuah Balai Harta Peninggalan, yang daerah dan
tempat kedudukannya sama dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan.
18
Heidy Amelia Neman, Pertanggungjawaban Hukum Wali Tidak Melaksanakan
Kewajiban Pada Anak Di Bawah Perwaliannya, (Salatiga: Jurnal Ilmu Hukum: Alethea, 2021),
hal.149
18
berada di bawah kekuasaan wali. Menurut UU No. 1 Tahun 1974, bahwa anak tidak
berada di bawah kekuasaan orang tua karena: (a) Orang tua telah meninggal dunia
kedua-duanya. (b) Orang tua kedua-duanya tidak cakap melakukan tindakan
hukum. (c) Orang tua dicabut kekuasaan orang tua kedua-duanya.
Meskipun ada beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang
mengatur tentang perwalian, namun hak wali tidak ada pengaturannya, maka
perwalian sebagai pengganti kekuasaan orang tua terhadap yang belum berumur 18
tahun atau belum kawin, maka dapat dikatakan bahwa wali berhak untuk dihormati
oleh anak dan juga berhak untuk menikmati harta benda anak yang berada di bawah
perwaliaannya. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
tidak diatur secara tegas sebab berakhirnya perwalian, dapat dikatakan bahwa
perwalian berakhir karena;
1. Anak telah mencapai umur 18 tahun atau telah kawin atau anak meninggal
dunia.
2. Wali meninggal dunia, atau,
19
3. Perwalian dicabut karena wali sangat melalaikan kewajiban atau berkelakuan
buruk terhadap anak.
Dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 ditentukan, bahwa wali
dapat dicabut kekuasaannya dalam hal-hal: 19
D. Pengampuan
19
Abdul Hakim Siagian, Hukum Perdata, (Medan: CV. Pustaka Prima, 2020), hal. 35-37
20
P.N.H. Simanjuntak. Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: KENCANA, 2017) hlm. 24
20
Pasal 452 ayat (1) KUHPerdata menjelaskan Orang yang ditempatkan di
bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa. Tetapi
ada pengecualian terhadap akibat hukum tersebut, yakni pada Pasal 452 ayat (2)
Bila seseorang yang karena keborosan ditempatkan di bawah pengampuan hendak
melangsungkan perkawinan, maka ketentuan-ketentuan Pasal 38 dan 151 berlaku
terhadapnya. Ini berarti Orang yang ditaruh di bawah pengampuan karena boros,
masih bisa melangsungkan perkawinan dan membuat perjanjian kawin yang
dibantu oleh pengampunya.21
1. Oleh kematian;
2. Oleh tidak hadirnya si suami atau si isteri selama sepuluh tahun, yang
disusul oleh Perkawinan baru isteri atau suaminya. Sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab 18;
3. Oleh keputusan Hakim setelah pisah meja dan ranjang dan pendaftaran
Catatan Sipil, Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini;
4. Oleh perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 3 bab ini.
21
Ibid,
21
KUHPerdata Perceraian perkawinan sekali-kali tidak dapat terjadi hanya dengan
persetujuan bersama.
a. Zina
b. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan iktikad jjaha
c. Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atas
dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah
perkawinan.
d. Melukai berat atau penganiaya, dilakukan oleh suami atau istri
terhadap istri atau suaminya, yang demikian, sehingga
membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, atau sehingga
mengakibatkan lukaluka yang membahayakan.
22
Tinuk Dwi Cahyani. Hukum Perkawinan, (Malang: UMM Press, 2020) hlm 75
22
2. Putusnya Perkawinan Karena Perceraian
Perceraian merupakan putusnya ikatan lahir batin antara suami dengan Isteri
yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami
dengan isteri.
Pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 Menjelaskan :
23
Ibid, hlm 77
24
Ibid, hlm 79
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkawinan dapat dicegah apabila ada orang yang tidak memenuhi syarat-syarat
untuk melangsungkan perkawinan. Yang dapat mencegah perkawinan adalah
keluarga dari garis keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali pengampu dari
salah seorang calon mempelai dan pihak pihak yang berkepentingan. Suatu
perkawinan yang sah memiliki Akibat hukum terhadap suami, istri dan anak berkaitan
dengan kedudukan suami, istri dan harta serta kedudukan anak, orang tua dan
perwalian.
Perwalian menurut hukum perdata terdiri dari 3 macam, yaitu: perwalian menurut
undang-undang, perwalian karena wasiat orang tua, perwalian yang ditunjuk oleh
hakim. Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mulai Pasal 50 sampai Pasal 54,
kewajiban wali yaitu; mengurus anak yang berada di bawah penguasaannya dengan
sebaik-baiknya, mendidik anak dengan sebaik-baiknya, menghormati agama dan
kepercayaan anak, mengurus harta benda anak, membuat daftar harta benda anak dan
mencatat perubahan-perubahannya, mengganti kerugian terhadap harta benda anak
karena kelalaian atau kesalahannya, menyerahkan seluruh harta benda anak jika anak
telah berusia 18 tahun atau telah kawin.
Menurut Pasal 433 KUHPer, setiap orang dewasa yang menderita sakit
ingatan, boros, dungu dan mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan. Orang
yang ditaruh di bawah pengampuan karena boros, masih bisa melangsungkan
perkawinan dan membuat perjanjian kawin yang dibantu oleh pengampunya.
Menurut KUHPerdata Pasal 199, perkawinan dapat putus karena: kematian, tidak
hadirnya si suami atau si isteri selama sepuluh tahun, yang disusul oleh Perkawinan
baru isteri atau suaminya, keputusan Hakim setelah pisah meja dan ranjang dan
pendaftaran Catatan Sipil, dan perceraian. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Pasal 38 dinyatakan bahwa perkawinan dapat putus karena: kematian,
perceraian, dan atas putusan pengadilan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, Tinuk Dwi. Hukum Perkawinan, (Malang: UMM Press, 2020)
Dirjen Bimas Islam Depag. RI, Pedoman Penghulu (Jakarta: Dirjen Bimas RI,
2008)
Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perdata Tentang hak Atas Benda, (Bandung, PT.
Intermasa, 1986)
Safira, Martha Eri. Hukum Perdata, (Ponorogo, CV. Nata Karya, 2017)
Sanger, Juliana Pretty. Akibat Hukum Perkawinan Yang Sah Didasarkan Pada
Pasal 2 Uu. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Manado: Lex
Administratum, 2015)
Siagian, Abdul Hakim. Hukum Perdata, (Medan: CV. Pustaka Prima, 2020)
25