ABSTRAK
Setiap ahli hukum memiliki cara jalan berfikir berbeda. Begitu juga
dengan hli hukum Islam. Mereka berbeda dalam cara pengambilan hukum,
memahami dalil, dan cara menggunakan dalil. Dari cara mereka tersebut bisa kita
lihat juga bagaimana jalan pemikiran pada ahli tersebut. Disini pemakalah akan
membahas bagaimana pemikiran hukum Islam melalui pemikiran Imam Abu
hanifa dengan mazhab hanafinya serta pemikiran Imam Malik bin Anas pada
mazhab maliki nya. Disini juga akan mengupas bagaimana cara mereka
mengeluarkan suatu produk hukum dari dalil-dalil yang mereka teliti sesuai
dengan cara mereka berfikir.
A. Pendahuluan
Nama lengkapnya Abu Hanifah Al-Nu‟man ibn Tsabit ibn Zutha Al-Kufi.
Ia lahir pada tahun 80 H/699 M di Anbar, kota yang termasuk bagian dari propinsi
Kufah.1 Ayahnya berasal dari keturunan Persia. Nama kecilnya Nu‟man. Beliau
dikenal dengan gelarnya Abu Hanifah, artinya orang yang selalu membawa dawat,
1
Demikian kata Hanifah menurut bahasa Persi.
Persi”.
bagian wilayah Persia. Ketika Tsabit masih dalam kandungan, ia dibawa ke Kufah
dan menetap di sini hingga Abu Hanifah lahir. Konon ketika Zutha bersama
anaknya Tsabit berkunjung kepada Ali ibn Abi Thalib, dengan serta merta kedua
orang ini didoakan agar mendapat keturunan yang luhur dan mulia.
Abu Hanifah tumbuh di kota Kufah. Di kota ini ia mulai belajar dan
Namanya An-Nu‟man bin Zauthi at-Tamimi al-Kufi, kepala suku dari Bani
Tamim bin Tsa‟labah, biasa dipanggil Abu hanifah, kemasyhuran nama tersebut
2. Karena semenjak kecilnya sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang
2
3. Menurut bahasa Persia, Hanifah berarti tinta. Imam Hanafi sangat rajin menulis
Abu Hanifah.
Imam ahli Al-ra‟yi (Imam Ahli Logika). Dia adalah keturunan orang-orang Persia
yang merdeka. Dia dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah di Kufah, saat pemerintahan
Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Dia hidup di dua zaman pemerintahan besar,
yaitu pemerintahan Bani Umayah dan Bani Abbasiyah. Dia adalah generasi Atba‟
At-tabi‟in. Ada pendapat lain mengatakan bahwa ia adalah tabi‟in karena pernah
Malik bin Anas bin Amir al-Asbahi. Al-asbahi merupakan nisbat terhadap suatu
dilahirkan pada 94 H. Ibn Khalikan dan yang lain berpendapat bahawa imam
Malik berkata :"Aku dilahirkan pada 93 H". Dan inilah riwayat yang paling benar
(menurut al-Sam'ani dan ibn farhun). Dalam kitab al-muwaththa‟ juga disebutkan
3
bahwa Imam Malik dilahirkan pada tahun 93 H. Adapun Malikiah adalah aliran
Ayahnya berasal dari kabilah dzi asbah yang ada di yaman sdangkan
ibunya bernama aliyah binti syuraik dari kabilah azdi. Dalam buku lain dikatakan
bahwa nama ibu imam malik adalah al-ghalit binti syarik bin Abdul rahman bin
syarik al-azdiyyah.
awwal tahun 179 hijriyah ada juga pendapat yang mengatakan bahwa beliau
meninggal pada 11, 13, dan 14 bulan rajab. Belau meninggal dunia karna sakit
selam 20 hari.
B. Permasalahan
Dalam Jurnal ini akan menitik beratkan permasalahan kepada poin yang
C. Pembahasan
2 . M Hanafi dan muchlis, Biografi Lima Madzhab Imam Malik, (Tangerang: Lentera
Hati, 2013), hal. 46
4
Mazhab Hanafi dikenal sebagai Imam Ahlurra’yi serta fiqih dari Irak. Ia
dikenal banyak menggunakan ra’yu, qiyas, dan istihsan. Dalam memperoleh suatu
hukum, yang tidak ada dalam nash, kadang-kadang ulama dalam mazhab ini
“Fiqih Hanafi membekas kepada ahli Kufah (negeri Imam Abu Hanifah
tidak ada nash, ijma, dan qaul sahabat kepada qiyas, dan apabila qiyasnya
apa-apa yang telah dilakukan umat Islam dan apa-apa yang telah diyakini oleh
kasus tertentu. Mereka dapat mendahulukan qiyas apabila suatu hadist mereka
nilai sebagai hadist ahad. Yang menjadi pedoman dalam menetapkan hukum
1) Al-Qur‟an
3) Fatwa sahabat
4) Qiyas
5) Istihsan
3 . Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996, hal.14
5
6) „Ijma
mengupas masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antara latar
belakangnya adalah:
beliau tidak terlalu yakin atas keshahihan suatu hadits, maka beliau lebih
di mana beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan
hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum
era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti
hadits.‟
Sebagai seorang sufi, Abu Hanifah tentu mempunyai pokok pikiran yang
patut kita contoh dan kita teladani. Diantara pokok pikiran Abu Hanifah adalah:
6
“Amalkanlah apa yang pernah kalian pelajari, karena teori tanpa praktek ibarat
oleh Abu Hanifah adalah istihsan. Secara bahasa, istihsan merupakan bentuk
masdar dari kata istahsana, yang berarti menganggap baik terhadap sesuatu.
Sedangkan menurut istilah, istihsan adalah beralih dari penggunaan sebuah dalil
dari qiyas jali ke qiyas khafi, atau dari penggunaan suatu qiyas kepada qiyas yang
meninggalkan suatu hukum yang telah ditetapkan oleh Syara‟ dan kemudian
menetapkan hukum lain karena ada dalil yang lebih cocok dan lebih kuat sesuai
tetapi tetap berlandaskan pada dalil dalil syara‟, bukan berdasar pada hawa nafsu.5
Imam Malik dan Ahmad ibn Hanbal termasuk ulama yang menyepakati
tataran yang sangat minimalis. Sementara asy-Syafii dan az-Zahiri termasuk yang
Dari pokok pikiran itu dapat kita ambil pelajaran bahwa setiap perilaku,
tingkah laku, dan ibadah yang kita lakukan harus dibarengi denga teori ilmu yang
berkaitan dengan apa yang kita kerjakan tersebut, karena setiap perbuatan yang
kita lakukan disertai dengan ilmu, akan menampakkan hasil yang baik dan
memuaskan.
4 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Kairo: Maktabah ad-Dakwah alIslamiyyah,
t.t.), hlm. 79
5 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fikih, cet13 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2010), hlm., 401
7
Pemikiran Hukum Imam Malik
sebagai orang yang pertama kali menghimpun hadist yaitu kitab al-Muwaththa‟.
fiqhnya penjelasan yang pasti dengan nash al-qur‟an, hadist dan fatwa sahabat
berkata bahwa Malik adalah orang yang paling memelihara hafalannya pada
zamannya.
Kadi Iyadh mengatakan bahwa: ” Bila anda perhatikan dengan teliti, orang
pertama yang menempuh jalan para imam mujtahid dan metodologi pengambilan,
dan ijtihad mereka dalam fiqh dan hukum, dialah Imam Malik”. Adapun metode
1. Al-Qur‟an
Seperti halnya imam madzhab yang lain, imam malik meletakkan al-Qur‟an di
atas semua dalil karena al-Qur‟an merupakan syariat dan hujjahnya. Imam Malik
mengambil dari:
Nas yang tegas yang tidak menerima takwil dan mengambil bentuk
lahirnya.
8
Mafhum muwafaqoh atau fahwa al-khitab, yaitu hukum yang semakna
dengan satu nas (al-qur‟an dan hadis) yang hukumnya sama dengan yang
dalil yang disebutkan dalam nas (al-qur‟an dan hadist) pada sesuatu yang
2. Sunnah
Sunnah mutawatir
Sunnah masyhur, baik pada masa tabi‟in maupun tabi‟ al-tabi‟in. Tingkat
Khabar(hadis) ahad yang didahului atas praktek penduduk Madinah dan kias.
Jika praktek ini benar-benar dinukilkan dari Nabi SAW., maka hal ini
dipandang sebagai hujjah. Sehubungan dengan hal itu, praktek penduduk Madinah
yang dasarnya ra‟yu (akal, penalaran) bisa didahulukan atas khabar ahad.
9
penyelewengan dari sunnah. Para sahabat yang berada di Madinah bergaul dengan
Nabi Muhammad Saw dan mengembangkan tradisi hidup Nabi yang kemudian
diwariskan kepada tabi‟in dengan cara yang sama. Pewarisan itu berlangsung
4. Fatwa sahabat
Fatwa ini dipandang sebagai hadis yang wajib dilaksanakan. Dalam kaitan
ini, Imam Malik mendahulukan fatwa sebagian sahabat dalam soal manasik haji
dan meninggalkan sebagian yang lain, dengan alasan sahabat yang bersangkutan
tidak melaksanakannya karena tidak ada perintah dari Nabi SAW. Selain itu,
Imam Malik juga mengambil fatwa tabi‟in besar, tetapi tidak disamakan
penyamaan hukum perkara, yakni hukum perkara yang tdak ditegaskan. Hal ini
ketetapan hukum berdasar kias. Jika dalam kias ada keharusan menyamakan suatu
hukum yang tidak tegas, maka maslahat juz‟iyah mengharuskan hukum lain dan
madzhab Maliki, istihsan itu sifatnya lebih umum yang mencakup setiap
maslahat, yaitu hukum maslahat yang tidak ada nas, baik dalam tema itu dapat
10
diterapkan kias atau tidak, sehingga pengertian istihsan itu mencakup al-maslahah
al-mursalah. Hal ini selaras dengan pendapat Iskandar Usman yang mengatakan
melarang aurat seseorang. Akan tetapi bila dalil umum ini tetap diperlakukan
sampai melarang melihat aurat seseorang dalam pengobatan, maka hal itu akan
mengakibatkan hilangnya maslahat yang ingin diwujudkan oleh dalil itu, karena
ketegasan nash al-Qur‟an dan sunnah, tetapi dirujukkan pada tujuan-tujuan moral
dan pemahaman menyeluruh dari nash-nash itu. Contoh dari penggunaan teori ini
dapat dilihat pada tindakan Umar bin Khattab terhadap beberapa orang Yaman
yang membunuh satu orang. Ketika itu, sekelompok orang Yaman mengadakan
konsspirasi dalam pembunuhan satu orang. Tidak ad nash yang menegaskan kasus
ini, yang ada adalah ”an nafsu bin nafsi”(satu jiwa dengan satu jiwa). Setelah
mendikusikan masalah ini dengan Ali bin Abi Thalib, umar memutuskan qisas
terhadap orang-orang yang terlibat dalam konspirasi itu. Sikap itu, kata Umar
pertumpahan darah dan terjadinya hukum rimba. Kemaslahatan ini ini juga
merupakan suatu kemaslahatan yang menjadi sasaran utama Al-Qur‟an. Sebab jka
orang-orang yang terlibat itu tidak dibunuh, maka cara konspirasi seprti itu akan
dianggap sebagai cara paling aman untuk menghindar dari qisas. Dan inilah yang
11
6. Az-Zara’i
Yaitu sarana yang membawa pada hal-hal yang diharamkan maka akan
menjadi haram pula, sarana yang membawa pada hal-hal yang dihalalkan maka
akan menjadi halal juga, dan sarana yang membawa pada kerusakan maka
Maliki adalah:
a. Sarana yang secara pasti membawa pada kerusakan, contohnya menggali sumur
di belakang rum ah
b. sarana yang diduga kuat akan mengantarkan pada kerusakan contoh jual beli
c. sarana yang jarang membawa kerusakan contoh menggali sumur di tempat yang
d. sarana yang banyak mengantarkan pada kerusakan tapi tidak dipandang umum,
contoh jual beli dengan tenggang waktu yang dapat membawa pada praktek
riba.
Imam Malik hanya ada lima atau yang disebut ushul al-khomsah yaitu al-qur‟an,
sunnah, perbuatan penduduk Madinah, fatwa sahabat, kias dan istihsan tanpa az-
zara’i.
Beberapa hal yang menarik yang dapat diamati dari pemikiran dan dasar-
12
1. Imam Malik mendahulukan orang-orang Madinah sebelum ia melakukan
pemikiran ijihadnya dengan ra‟yu dan qiyas. Bagi Imam Malik, perbuatan
yang diduga kuat merupakan pengaruh dari pemikiran tokoh fikih sahabat,
Dalam teori ini dapat diketahui bahwa Imam Malik di satu sisi sangat kuat
13
4. Imam Malik sangat toleran terhadap penggunaan hadits ahad. Ini
merupakan salah satu indikator bahwa tradisi bahwa tradisi orang Madinah
D. Kesimpulan
masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antara latar belakangnya
adalah:
beliau tidak terlalu yakin atas keshahihan suatu hadits, maka beliau lebih
di mana beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan
hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum
era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti
hadits.‟
6 Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2011. Hal 300-
301
14
Beberapa hal yang menarik yang dapat diamati dari pemikiran dan dasar-
pemikiran ijihadnya dengan ra‟yu dan qiyas. Bagi Imam Malik, perbuatan
yang diduga kuat merupakan pengaruh dari pemikiran tokoh fikih sahabat,
Dalam teori ini dapat diketahui bahwa Imam Malik di satu sisi sangat kuat
15
4. Imam Malik sangat toleran terhadap penggunaan hadits ahad. Ini
merupakan salah satu indikator bahwa tradisi bahwa tradisi orang Madinah
16
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996
Fikri, Ali. Kisah-kisah Imam Madzab, Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Hanafi, Muhammad dan Muchlis, Biografi Lima Madzhab Imam Malik,
Tangerang: Lentera Hati, 2013
Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqih , Kairo: Maktabah ad-Dakwah
alIslamiyyah, t.t.
Ismatullah, Dedi, Sejarah Sosial Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2011
Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fikih, cet13 ,Jakarta: Pustaka Firdaus, 2010
17