Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM PERDATA ISLAM

“AKIBAT PERKAWINAN”

Dosen Pengampu :

Elfrida Ade Putri, S.H.,M.H.

Disusun Oleh :

Syawalludin (202110115091)

Kelas : 3A2

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat-Nya sehingga Makalah Hukum Perdata islam dapat saya selesaikan
dengan baik. tidak lupa kamu mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Elfrida
Ade Putri, S.H.,M.H. selaku dosen saya yang telah memberikan pengarahan,
bantuan, bimbingan serta dukungan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini,
serta kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah
ini. Saya selaku penulis sangat berharap informasi dan materi yang terdapat dalam
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di
dunia, melainkan Allah SWT, Tuhan yang maha sempurna, karena itu kami
memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami
selanjutnya. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
saya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 18 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Hukum Perkawinan ................................................................................ 3
B. Akibat Hukum dalam Perkawinan ......................................................... 5
BAB III Analisis ................................................................................................. 7
A. Kronologi ................................................................................................. 7
B. Analisis ....................................................................................................... 7
Kesimpulan ..................................................................................................... 8
Saran ............................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974


tentang perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Adapun penjelasan perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 2
dijelaskan bahwa perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau miitsaaqan gholiidhan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah.
selain pengertian diatas, ada pula pengertian perkawinan menurut
beberapa Ahli :

1. Menurut Prof. Subekti, S.H perkawinan adalah pertalian yang sah antara
seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.
2. Menurut Prof. Ali Afandi perkawinan adalah suatu persetujuan
kekeluargaan.
3. Menurut Prof. Mr. Paul Scholten perkawinan adalah hubungan hukum
antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal,
yang diakui oleh negara.
4. Menurut Prof Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H perkawinan yaitu suatu
hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang
memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan Hukum
Perkawinan.

1
5. Menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H perkawinan adalah suatu
hubungan antara orang wanita dan pria yang bersifat abadi.
6. Menurut K. Wantjik Saleh, S.H perkawinan adalah ikatan lahir-batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri.

Dari beberapa definisi diatas dapat maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita untuk membentuk suatu keluarga dalam jangka waktu yang lama.
sedangkan yang dimaksud dengan Hukum Perkawinan adalah hukum yang
mengatur mengenai syarat-syarat dan caranya melangsungkan perkawinan,
berserta akibat-akibat hukum bagi pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan
tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Hukum perkawinan berdasarkan UUP No 1 Tahun 1974 dan
KHI !
2. Apa saja akibat hukum dalam perkawinan ?
3. Berikan contoh kasus berserta analisisnya !

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Perkawinan

Hukum perkawinan adalah hukum yang mengatur mengenai syarat-syarat


dan cara melangsungkan perkawinan, berserta akibat-akibat hukum bagi para
pihak -pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut.

1. Syarat-Syarat perkawinan berdasarkan Undang-Undang No 1 tahun 1974


tentang Perkawinan :
1) Adanya persetujuan kedua calon pempelai diatur dalam pasal 6 ayat 1
dimana syarat perkawinan ini memberikan jaminan agar tidak terjadi lagi
adanya perkawinan paksa dalam masyarakat kita.
2) Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum
berusia 21 tahun diatur dalam pasal 6 ayat 2, ayat 3, ayat 4 ayat 5 ketentuan
yang ada dalam pasal tersebut yang mensyaratkan adanya izin dari kedua
orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun, karena
perkawinan bukan semata-mata menyatukan kedua mempelai sebagai suami-
istri, namun perkawinan juga menyatukan antara keluarga mempelai pria dan
keluarga mempelai wanita.
3) Usia Calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan calon mempelai
wanita sudah mencapai 16 tahun diatur dalam pasal 7 ayat 1, Ketentuan ini

3
adalah untuk mencegah terjadinya perkawinan anak-anak yang masih
dibawah umur.
4) Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam
hubungan darah/keluarga yang tidak boleh kawin diatur dalam pasal 8,
ketentuan dalam pasal ini untuk meminialisir melahirkan anak cacat atau
mempunyai kekurangan.
5) Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain diatur dalam
pasal 9, ketentuan pasal ini untuk mencegah terjadinya mempunyai ikatan
selain mempelai.
6) Bagi suami istri yang bercerai, lalu kawin lagi satu sama lain dan bercerai
lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang
mereka untuk kwain ketiga kalinya diatur dalam pasal 10, meskipun
perceraian itu diperbolehkan, namun sedapat mungkin perceraian itu tidak
terjadi dalam rumah tangga, ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk
mencegah tindakan kawin cerai berulang kali sehingga suami maupun isteri
benar-benar saling menghargai satu sama lain.
7) Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda
diatur dalam pasal 11, ketentuan ini untuk menentukan dengan pasti siapa
ayah dari anak yang lahir selama tenggang waktu itu.

2. Syarat-syarat perkawinan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam


1) Usia calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri
sekurang-kurangnya berumur 16 tahun diatur dalam pasal 15 ayat 1, ketentuan
dalam pasal ini agar terjadinya kemaslahatan dalam keluarga dan rumah
tangga.
2) Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum
berusia 21 tahun diatur dalam pasal 15 Ayat 2 ketentuan yang ada dalam pasal
tersebut yang mensyaratkan adanya izin dari kedua orang tua/wali bagi calon
mempelai yang belum berusia 21 tahun, karena perkawinan bukan semata-
mata menyatukan kedua mempelai sebagai suami-istri, namun perkawinan

4
juga menyatukan antara keluarga mempelai pria dan keluarga mempelai
wanita.
3) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan calon mempelai diatur
dalam pasal 16, ketentuan ini bertujuan agar tidak terjadi pemaksaan dalam
perkawinan.
4) Adanya wali nikah dalam perkawinan diatur dalam pasal 19,20,21,22,23 ,
wali nikah adalah hal yang sangat penting dan menentukan karena tidak sah
nikah tanpa adanya wali bagi pihak pengantin perempuan.
5) Adanya saksi nikah dalam perkawinan diatur dalam pasal 26, saksi nikah
sangat penting sebab saksi ini yang sangat menentukan sah tidaknya ijab kabul
yang dilakukan oleh calon mempelai laki-laki dengan wali pihak calon
mempelai wanita.
6) Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam
hubungan darah/keluarga yang tidak boleh kawin diatur dalam pasal 39,
ketentuan dalam pasal ini untuk meminialisir melahirkan anak cacat atau
mempunyai kekurangan.

B. Akibat Hukum dalam Perkawinan

Hak adalah sesuatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami atau istri
yang diperoleh dari hasil perkawinannya, sedangkan kewajiban adalah hal-hal yang
harus dilaksanakan atau diadakan oleh salah seorang dari suami atau istri untuk
memenuhi hak dari pihak yang lain. Hak dan kewajiban mulai berlaku sejak
dilakukannya ijab kabul dalam perkawinan kewajiban suami terhadap istri dalam hal
menanggung (a) nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri, dan (b) biaya rumah
tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri mulai berlaku sesudah tamkin
sempurna dari istri (pasal 80 ayat 5 KHI).

5
1. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974.
Hak dan kedudukan suami istri diatur dalam pasal 31 yaitu hak dan kedudukan
istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan ruamh
tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Masing-masing pihak
yang berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Suami adalah kepala keluarga
dan istri adalah ibu rumah tangga. Adapun kewajiban suami istri yakni memikul
kewajiban luhur untuk menengakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari
susunan masyarakat dan wajib saling mencintai, menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir bathin. Pasal 34 ayat (1) menjelaskan bahwa kewajiban suami adalah
melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga
sesuai dengan kemampuannya, sedangkan pasal 34 ayat (2) menjelaskan bahwa
kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
2. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Kompilasi Hukum Islam.
Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga. Hak dan
kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Masing-masing pihak
yang berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Kewajiban suami istri dalam
pasal 77 adalah sebagai berikut :
a) Menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang
menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat.
b) Saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir
bathin.
c) Mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan
jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
d) Memilihara kehormatannya.

6
BAB III

Analisis

A. Kronologi
Pada Minggu 15 November 2020, Sule menikahi Nathalie Holscher di Tsamara Resto,
Jatisampurna, Bekasi. Pernikahan ini memang sudah direncanakan setelah Sule melamar
Nathalie. Momen bahagia keduanya tampak terpancar saat Sule mengucap ijab kabul
hingga akhirnya sah menjadi suami Nathalie Holscher.
Anak pertama Sule dan Nathalie Holscher lahir pada 11 Desember 2021.
Menurut keterangan keluarga, Nathalie Holscher menjalani proses persalinan lewat
operasi caesar.
Persalinan kali ini jadi kehamilan kedua bagi Nathalie Holscher setelah menikah
dengan Sule.Sebelumnya, Nathalie sempat mengumumkan kehamilan pada
Desember 2020. Sayang, janin yang ia kandung gugur di Januari 2021.
Pada tanggal 3 juli 2022 Nathalie melayangkan gugat cerai terhadap
sosok Sule Gugatan cerai tersebut dilayangkan Nathalie terhadap Sule ke Pengadilan
Agama Cikarang, Jawa Barat. Tak sampai dua bulan Nathalie resmi menjadi janda.

B. Analisis

1. Hak Asuh Anak

Setelah resmi bercerai, hak asuh Adzam, Putra pertama Sule dari
Pernikahannya dengan Nathalie jatuh ke tangan Nathalie hal ini sesuai dengan Pasal
105 Kompilasi Hukum Islam
Dalam hal terjadinya perceraian:
a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak
ibunya;
b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih
diantara ayah
atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;
c. biaya pemeliharaanditanggung olehayahnya.

2. Hak dan Kewajiban Sule dan Nathalie terhadap Adzam

7
Berdasarkan ketentuan Pasal 41 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
disebutkan bahwa akibat dari putusnya suatu perkawinan karena perceraian adalah :

a) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.
b) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan
yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat
memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut
memikul biaya tersebut.
c) Pengadilan dapat menwajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajian bagi bekas isteri

Maka berdasarkan pasal tersebut Sule dan Nathalie masih sama-sama mempunyai
kewajiban dalam mengurus Adzam dari segi pendidikan hingga biaya hidup Adzam
sampai Adzam beranjak dewasa.

Kesimpulan
Perkawinan dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Hukum perkawinan adalah hukum yang mengatur mengenai syarat-syarat dan
cara melangsungkan perkawinan, berserta akibat-akibat hukum bagi para pihak -pihak
yang melangsungkan perkawinan tersebut.
Hak adalah sesuatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami atau
istri yang diperoleh dari hasil perkawinannya sedangkan kewajiban adalah hal-hal yang
harus dilaksanakan atau diadakan oleh salah seorang dari suami atau istri untuk
memenuhi hak dari pihak yang lain.

Saran
Saran dari penulis Ketika sudah melangsungkan perkawinan sebaiknya jangan sampai
cerai karena pernikahan merupakan sesuatu hal yang sacral dan tidak bisa dipermainkan, jika

8
terpaksa harus bercerai maka harus menerima resiko dari perceraian dan juga harus bertanggung
jawab kepada anak dari perkawinan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Hukum Perdata Islam, Elfirda Ade Putri, S.H., M.H.

Putri,Elfrida Ade.(2020). Hukum Perdata Islam. Yogyakarta: Peneribit Deepublish.

https://www.kompas.com/hype/read/2022/08/04/083251466/sidang-perceraian-sule-
dan-nathalie-holscher-bukan-putri-delina-penyebabnya?page=all

UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Kompilasi Hukum Islam

Anda mungkin juga menyukai