PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
MUH. ADAM
NIM. 183111001
Pembimbing I Pembimbing II
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 5
D. Kajian Pustaka .................................................................................. 6
E. Defenisi Operasional ........................................................................ 7
F. Sistimetika Penulisan ....................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bahkan sampai sekarang akan tetap ada, yakni kebersamaan antara seorang wanita
dengan seorang laki-laki dengan pernikahan yang biasa disebut dengan keluarga.
Sebab pernikahan merupakan proses atau perjalanan hidup manusia. Berikut ini,
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita
Pengertian lebih luas, Pernikahan merupakan salah satu ikatan lahir antara
laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan
Artinya:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-
laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,
dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.2
1
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung : CV. Nuansa Aulia), h.
76.
2
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: CV Pustaka
Agung Harapan, 2013), h. 77.
1
2
Tujuan pernikahan, salah satu syaratnya adalah bahwa para pihak yang
akan melakukan pernikahan telah matang jiwa dan raganya. Oleh karena itu, di
Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 adalah bukan karena belum baligh atau belum
Makna di bawah umur lebih cenderung pada batasan yang ditentukan oleh
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Bab II pasal 7 ayat
(1) di atas.
Tujuan kemaslahatan dari pembatasan umur minimal untuk melakukan
nikah bagi warga negara dimaksudkan agar orang yang akan menikah diharapkan
sudah memiliki kematangan dalam berpikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik
yang memadai. Selain itu yang harus dihindari adalah kemungkinan keretakan
rumah tangga yang berakhir dengan perceraian dapat dihindari, hal ini agar tujuan
pernikahan yang menekankan pada aspek kebahagiaan lahir dan batin dapat
terwujud.
masih memberikan kemungkinan. Hal ini diatur dalam Bab II Pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, yaitu adanya
dispensasi dari Pengadilan bagi yang belum mencapai batas umur minimal
tersebut.
3
Amiur Nuruddin dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No 1/1974 sampai KHI (Bandung: Prenada
Media Group, 2006), h.74.
4
yang dimintakan oleh salah satu pihak orang tua dari kedua belah pihak yang
akan melakukan pernikahan.
lainnya dengan alasan bahwa hukum masing-masing agama dan kepercayaan dari
yang bersangkutanmemperbolehkannya.
alasan, ada sebagian masyarakat yang menilai nikah di bawah umur adalah hal
yang wajar, dengan alasan belum ada kekhawatiran yang besar akibat dari nikah
juga dengan berbagai macam alasan misalnya, mengalami masalah dalam hal
pendidikan seperti putus sekolah atau tidak bisa menjadi orang tua yang baik, jika
aneh tetapi sudah menjadi hal yang biasa. Dispensasi nikah yang diberikan oleh
untuk menikahkan anaknya meski belum mencapai usia yang ditetapkkan oleh
nikah.
5
yang menjadi alasan penulis dalam mengangkat judul ini, selain dari faktor-faktor
nikah di bawah umur ada hal-hal yang menjadi perhatian utama yaitu terjadi
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
dibawah umur.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan teoretis
Dapat memberikan sumbangsi pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum
pada umumnya dan hukum Islam pada khususnya, dan memberikan
manfaat dalam masalah-masalah pernikahan khususnya masalah nikah di
bawah umur. Selain itu skripsi ini diharapkan bisa dijadikan bahan referensi
ataupun bahan diskusi yang dapat menambah wacana dan wawasan para
mahasiswa fakultas agama Islam, maupun masyarakat serta berguna bagi
perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam rangka mengembangkan
analisa tentang akibat hukum perkawinan dibawah umur.
b. Kegunaan praktis
D. Kajian Pustaka
Untuk lebih validnya sebuah karya ilmiah yang memiliki bobot yang
tinggi, maka perlu dijelaskan beberapa rujukan atau sumber tulisan yang
yang ada kaitannya dengan proposal skripsi ini merupakan sumber yang sangat
penting untuk menyusun beberapa pokok pembahasan yang dimaksudkan.
7
maupun jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul skripsi yang akan diteliti, yaitu:
2. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Oleh Ahmad Rofiq. Buku ini lebih fokus
menguraikan materi Hukum Perkawinan Islam yang sedikit banyaknya
E. Definisi Operasional
4
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h.
50.
8
F. Sitematika Penulisan
Garis besar isi terbagi ke dalam lima bab. Namun, pada proposal ini
penulis hanya membagi tiga sub bab. Adapun sub bab sebagai berikut:
latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka
dan syarat perkawinan, dasar hukum dan tujuan perkawinan, batas usia menikah
keilmiahan penelitian ini yang mencakup uraian beberapa hal, yaitu : jenis
penelitian, lokasi penelitian /kehadiran peneliti, data dan sumber data, teknik
5
Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
bentuk riset, artikel ilmiah, maupun buku. Dari banyak literatur tentang
pernikahan dibawah umur yang ada, penulis hanya mengambil beberapa sumber
yang dilihat relevan dengan judul penulis. Selebihnya, hal tersebut dilakukan
skripsi ini.
analisis isi peraturan perkawinan. Dan juga membahas tentang konsekuensi dari
dalam hal kebutuhan. Ini merupakan implementasi dari al-zari’ah untuk mencegah
agar tidak terjadi masalah yang lebih besar lagi. Namun, perkawinan anak sering
menimbulkan dampak negatif bagi pengantin wanita baik secara sosial, ekonomi,
maupun psikologis.1
1
Hasan Bastomi, “Pernikahan Dini dan Dampaknya (Tinjauan Batas Umur Perkawinan
menurut Hukum Islam Dan Hukum Perkawinan Indonesia)”, Jurnal Yudisia 7, No. 2 (2016),
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Yudisia/article/download/2160/1788. diakses tanggal 30
September 2022.
9
10
dari perkawinan anak di bawah umur, dan pandangan Ulama Majalengka terhadap
Dampak dari perkawinan anak di bawah umur terdampat dua dampak yang
ditimbulkan, yakni dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positifnya adalah terhindar dari perbuatan zina dan
meringankan beban hidup orang tua. Dampak negatif yang ditimbulkan berhenti
di bawah umur yaitu ada yang memperbolehkan dan ada yang tidak membolehkan
bawah umur biasanya masih bersifat egois dan masih menggunakan harta dari
orang tua. Agar terciptanya sebuah keluarga yang bahagia dan kekal mestinya
Pegawai Pencacat Nikah (PPN) yang berperan sebagai pencatat dan pengawas
2
Asep Danidi Mulyana,”Pernikahan Dini dalam Perspektif Ulama Majalengka”, Skripsi
Sarjana, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2016. diakses tanggal 30 September 2022.
11
setiap perkawinan harus lebih jeli dan tegas dalam menjalankan tugas dan
perannya.3
bernegara dan bermasyarkat, yang diatur baik hukum islam maupun hukum
positif. Batas usia untuk melaksanakan perkawinan telah diatur di dalam Pasal 7
ayat (1) Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. realitanya
maupun pedesaan dengan alasan yang bervariasi, seperti faktor pendidikan, faktor
1. Pengertian Perkawinan
Selain itu pernikahan dinilai tidak hanya sekedar jalan yang amat mulia untuk
mengatur kehidupan menuju pintu perkenalan, akan tetapi menjadi jalan untuk
3
Rahmatiah HL, “Studi Kasus Perkawinan Di Bawah Umur”, Jurnal Al- Daulah 5, No. 1,
(2016), http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/download/1447/1339. diakses
tanggal 30 September 2022.
4
Zulfiani, “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak di Bawah Menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan 12, No. 2 (2017),
http://ejurnalunsam.id/index.php/jhsk/article/view/136. diakses tanggal 30 September 2022.
12
Perkawinan dalam bahasa arab adalah nikah.5 Nikah atau ziwaj dalam
bahasa arab di artikan dengan kawin. Kalimat nikah atau tazwij di artikan dengan
perkawinan.
isteri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong-menolong dan memberi
bersetubuh. Perkawinan atau disebut juga dengan pernikahan berasal dari kata
seorang wanita dan saling tolong menolong di antara keduanya serta menentukan
kebahagiaan hidup kelurga yang meliputi rasa kasih sayang dan ketentaraman
5
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta : Penyelenggara Penterjemah Al-
Quran, 1973), h. 467.
6
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta : Kencana, 2003), h. 8.
7
Ibid,
8
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam (Bandung : CV. Pustaka Setia, t.t), h. 13.
13
Perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu aqad yang sangat kuat
atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.11
9
Abdur Rachman Ghazali, Fiqih Munakahat, op.cit
10
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat
danUndang-Undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2007), h. 37.
11
Kompilasi Hukum Islam Nomor 1 tahun 1991.
14
maksud pernikahan adalah : ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami Isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
1. Sayuti Thalib : Perkawinan ialah suatu perjanjian yang suci, kuat dan
kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan membentuk kelurga yang kekal, santun
menyantuni, kasih mengasihi, tentram dan bahagia. 13
2. Ibrahim Hasan : Nikah adalah menurut asal dapat juga berarti akad
dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita,
sedangkan menurut arti lain adalah persetubuhan.14
3. Yunus : Perkawinan adalah akad antara calon laki-laki dan calon istri
untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang di atur oleh syariat.15
pernikahan yang dilakukan sebelum usia 19 tahun bagi perempuan dan 19 tahun
bagi laki-laki. Batasan usia ini adalah batasan usia minimum menikah yang
pada batas usia pernikahan dini. Batas usia yang ditetapkan mengacu pada
usia pengantin laki-laki masih di bawah 19 tahun dan usia pengantin perempuan
12
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
13
Sayuti Thalib, Hukum Kekelurgaan Indonesia, (Jakarta : Ui-Press, 2001), h. 47.
14
Ibrahim Hasan, Fiqh Perbandingan Dalam Masalah Talak dan Rujuk (Jakarta :
Ihya’ulumuddin, 2014), h. 65.
15
Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam (Jakarta : Hidayah Karya Agung, 2017), h. 1.
16
Martyan Mita Rumekti dan V Indah Sri Pinasti, Peran Pemerintah Daerah (Desa)
Dalam Menangani Maraknya Fenomena Pernikahan Dini di Desa Plosokerep Kabupaten
Indramayu, Jurnal Pendidikan Sosiologi 2016. Diakses tanggal 30 September 2022.
15
usia anak mencapai 19 tahun, sebelum anak matang secara fisik, psikologis, dan
dilakukan pada usia kurang dari 18 tahun yang terjadi pada usia remaja.
usia ideal menikah yang dianjurkan bagi laki-laki usia 25 tahun karena dianggap
cukup dewasa secara jasmani dan rohani, bagi perempuan pada usia 20 tahun
pernikahan yang 20 dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan yang masih
Bab I pasal 1 ayat 1dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan usia dini adalah
menegaskan bahwa anak usia dini merupakan bagian dari usia remaja.18
17
https://www.unicef.org/protection/57929_58008.html. Diakses tanggal 30 September
2022.
18
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
16
umur terbagi menjadi dua bagian, yang pertama perkawinan dibawah umur asli,
yaitu perkawinan di bawah umur yang benar-benar dilaksanakan oleh kedua belah
pihak untuk menghindarkan diri dari dosa tanpa adanya maksud semata-mata
hanya untuk menutupi perbuatan zina yang telah dilakukan oleh kedua mempelai,
sebagai kamuflase dari kebejatan perilaku kedua mempelai, perkawinan ini hanya
dini adalah merupakan pernikahan yang dilakukan oleh remaja atau anak yang
dibawah usia 19 tahun tanpa adanya kesiapan psikis, fisik, mental, serta materi
yang belum bisa dipenuhi oleh seorang remaja yang akan melakukan sebuah
pernikahan
yang dimaksud dengan rukun adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan
sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam
Sedangkan Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam
menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua
17
kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan
sesuatu yang harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan umpamanya rukun
dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila
keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang berbeda
dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan
Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam arti syarat yang berlaku
untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri sendiri dalam
diantaranya :
Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat, hal ini bisa
dilihat beberapa pendapat berikut ini :
Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
a. Wali dari pihak perempuan
b. Mahar (maskawin)
c. Calon pengantin laki-laki
d. Calon pengantin perempuan.
e. Sighat akad nikah.
19
Amir Syarifuddin, op.cit,
20
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat I, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1999), h. 64.
18
Imam Syafi’i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
a. Calon pengantin laki-laki.
b. Calon pengantin perempuan.
c. Wali.
d. Dua orang saksi.
e. Sighat akad nikah.
Imam Hanafiah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja (yaitu akad
yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki), yaitu:
a. Sighat (ijab dan qabul).
b. Calon pengantin perempuan.
c. Calon pengantin laki-laki.
d. Wali dari pihak calon pengantin perempuan.
Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena
calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan digabung menjadi satu
seperti terlihat di bawah ini:
a. Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan, yakni mempelai
laki-laki dan mempelai perempuan.
b. Adanya wali.
c. Adanya dua orang saksi.
d. Dilakukan dengan sighat tertentu.21
Syarat pernikahan juga terjadi perbedaan pandangan, misalnya : pendapat
dari Muktabah Abu Salmah Al-Atsari yang memberikan penjelasan dari syarat-
21
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, op.cit, h. 47.
22
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum fiqih Lengkap), (Bandung: Sinar Baru
Algasindo, 2004), h. 384.
19
Maka tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya dua orang saksi yang
adil. Imam Tirmidzi berkata: “Itulah yang dipahami oleh para sahabat Nabi dan
para Tabi’in, dan para ulama setelah mereka. Mereka berkata: “Tidak sah menikah
tanpa ada saksi”. Dan tidak ada perselisihan dalam masalah ini diantara mereka.
23
Ibid,
24
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum fiqih Lengkap),op.cit, h. 27.
20
sehingga wanita boleh memilih pasangan yang dinilai cocok bagi hidupnya, jadi
mubah (boleh).25 Pada dasarnya arti “nikah” adalah akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara
Dasar hukum perkawinan antara lain firman Allah swt. Dalam QS. An-nur
ayat 32.
nabi sejak dahulu sampai Nabi Muhammad SAW. Q.S Ar-Ra’d ayat 38,
menyangkut dengan hukum nikah, yaitu seperti yang diriwayatkan oleh Jama’ah
25
Mardani, Hukum Perkawinan Islam: di Dunia Islam Modern, (Yokyakarta: Graha Ilmu,
2011), h. 4.
26
Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer Buku Ptertama, (Jakarta: LSIK, 1994), h. 53.
22
Nikah itu sunnahku, siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia tidak
mengikuti jalanku.
Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para ulama Malikiyah
mutaakhkhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunnat
untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan yang lain. Perbedaan
pendapat ini disebabkan adanya penafsiran dari bentuk kalimat perintah dalam
Namun demikian, kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakannya,
maka melakukan pernikahan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunnat, haram,
dan isterinya, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah
haram. Termasuk juga hukumnya haram pernikahan bila seseorang menikah
dengan maksud untuk menelantarkan orang lain, misalnya wanita yang
dinikahi itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat menikah dengan
orang lain.
4) Pernikahan itu yang Hukumnya Makruh.
Orang yang mempunyai kelebihan untuk melakukan perkawinan juga cukup
mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan
dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak menikah. Hanya saja orang ini
tida mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami
isteri dengan baik.
5) Pernikahan itu yang Hukumnya Mubah.
Orang yang mempunyai kelebihan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak
melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya
juga tidak akan menelantarkan isteri. Perkawinan orang tersebut hanya
didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga
kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum mubah ini
juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk
menikah itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan
melakukan pernikahan, seperti mempunyai keinginan tetapi belum
mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi
belum mempunyai kemauan yang kuat.
dikatakan bahwa hukum asal dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah.
Namun dengan melihat kepada sifatnya sebagai sunnah Allah dan sunnah
Rasul, tentu tidak mungkin dikatakan bahwa hukum asal perkawinan itu hanya
2. Tujuan Perkawinan
untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
24
hukum agama dan kepercayaan yang dianutnya.28 Kompilasi Hukum Islam Pasal
mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang,
jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan
juga mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dalam ketentraman jiwa bagi
Pada hakikatnya perintah itu memiliki tujuan yang mulia dan penuh
kemanfaatan bagi manusia, agar tercapai maksud dan tujuan yang mulia.
dan tabiaat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan secara sah
dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta kasih
28
Trusto Subekti, Bahan Pembelajaran Hukum Keluarga dan Perkawinan, (Fak Hukum
Unsoed Purwokerto, 2005), h. 24.
29
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undan-undang Perkawinan (Yogyakarta :
Liberty, 2002), h. 20.
26
berpasang-pasangan, hidup berumah tangga yang damai dan teratur, untuk itulah
maka harus diadakan ikatan yang suci dan kokoh dan sangat sakral, yakni
pelaksanaan akad nikah. Apabila akad nikah telah berlangsung dengan benar dan
sah, maka di antara mereka berjanji dan bersedia akan membina rumah tangga
yang damai dan sejahtera penuh kasih sayang, saling asih, asah dan asuh di antara
yang baru kedepan dengan baik dan teratur, begitu secara terus menerus yang
pada akhirnya membentuk keluarga yang semakin benar. Demikian hikmah Allah
hubungan cinta dan kasih sayang yang kemudian mengikatkan diri dengan melalui
jalur ikatan pernikahan yang sah. Akhirnya membentuk suatuk keluarga yang
sayang (rahmat). Lebih dari itu, munculnya generasi baru menjadi dambaan bagi
suami istri. Merananya hati yang mendambakan anak itu di lukiskan dalam do’a
yang tersebut dalam firman Allah swt. Dalam QS. Al- Furqan : 74
30
Romli Dewani, Fiqih Munahat,op.cit, h. 27.
27
Terjemahannya:
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada
Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati
(Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Dapat dipahami bahwa dengan perkawinan tercapailah rasa kasih sayang
antara yang satu dengan yang lain. Bahwa tujuan perkawinan supaya suami istri
tinggal di rumah dengan damai serta cinta mencintai antara satu dengan yang lain.
Sebagi kelanjutan bahwa tujuan perkawinan tidak lain mengikuti perintah Allah,
Indonesia III Tahun 2009 tidak terdapat ketentuan secara eksplisit mengenai batas
usia pernikahan, baik batasan usia minimal maupun maksimal. Walau demikian,
dalam rangka memperoleh keturunan dan ini bisa tercapai pada usia dimana calon
mempelai telah sempurna akal pikirannya serta siap melakukan proses reproduksi.
Islam sendiri sebetulnya tidak ada batasan yang jelas terkait usia saat
menikah yang ideal. Hampir semua mazhab fikih membolehkan nikah ketika
sudah memenuhi syarat dan rukun yang ditetapkan. Nabi Muhammad SAW tidak
31
Baligh adalah batas dimana seseorang mulai terbebani banyak kewajiban (taklif),
terutama kewajiban dalam ibadah, semisal shalat, puasa, haji, dll. Baligh juga menjadi syarat bagi
28
perempuan dan 15 (lima belas) tahun bagi laki-laki. Sedangkan Abu Hanifah usia
minimal baligh adalah 17 (tujuh belas) tahun untuk lakilaki dan 18 (delapan belas)
tahun untuk perempuan. Konteks fikih, baligh ditandai oleh haid bagi perempuan
dan mimpi basah bagi anak laki-laki.32 Batasan ini kemudian digunakan sebagai
pernikahan. Seperti halnya dapat kita lihat dalam UU Perkawinan Indonesia yang
fisik, asupan gizi, alam, perkembangan hormonal yang dipicu oleh rangsangan
otak dan faktor turunan, serta pergaulan. Terlepas dari keyakinan agama,
pinggul, dan ukuran rahim) masih butuh 10 (sepuluh) tahun lagi. Ketika sudah
sahnya sebuah transaksi (mu’amalah). Umumnya, para ulama fikih menandai baligh dengan ciri-
ciri biologis, seperti batas umur, menstruasi bagi perempuan atau mimpi basah bagi laki-laki.
32
Mukti Ali, Roland Gunawan, Ahmad Hilmi, Jamaluddin Mohammad, Fikih Kawin
Anak: Membaca Ulang Teks Keagamaan Perkawinan Usia Anak-anak, (Jakarta: Rumah Kitab,
2015), h. 91.
29
sempurna. Dengan pikirannya yang sudah matang seperti itu, maka dia akan dapat
secara definitif. Usia selayaknya pernikahan adalah usia kecakapan berbuat dan
menerima hak. Seperti halnya contoh dari buku Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yaitu pada Bab XVI dalam hal kedewasaan “Bahwa dengan kedewasaan
seorang anak yang di bawah umur boleh dinyatakan dewasa, atau kepadanya
Untuk lebih jelasnya, apabila seorang anak itu sudah menunjukkan sikap
dewasa padahal si anak itu masih di bawah umur enam belas tahun, maka anak
tersebut boleh saja melakukan pernikahan di bawah umur. Asalkan si anak itu
tahu tentang kehidupan berumah tangga itu seperti apa, dan kondisi mental dan
usianya, asalkan apabila si anak siap untuk melangsungkan sebuah rumah tangga,
maka boleh-boleh saja, dan kondisi mental dan fisiknya harus sudah menunjukkan
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Secara umum pernikahan adalah ikatan yang mengikat dua insan lawan
jenis yang masih remaja dalam suatu ikatan keluarga. Pernikahan dini adalah
33
Niniek Suparni, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2005), h. 133.
30
pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita yang umur
Usia dini merujuk pada usia remaja. WHO memakai batasan umur 10-20
tahun sebagai usia dini. Sedangkan pada Undang-undang Perlindungan Anak (UU
PA) Bab 1 Pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan usia dini
bahwa anak usia dini adalah bagian dari usia remaja.34 Dari segi program
mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah. Sementara itu, menurut
sampai 21 tahun. Remaja adalah suatu masa dimana individu dalam proses
34
Undang-Undang Perlindungan Anak (PA) (Jakarta: Kementrian Pemberdayaan dan
Perlindungan Anak RI), h. 4.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah jenis deskriptif kualitatif
yang mempelajari masalah-masalah yang ada serta tata cara kerja yang berlaku.
mengenai keadaan yang ada.1 Hal ini senada yang disampaikan Djaman Satori dan
benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data
penelitian yang mengasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan
31
32
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Pengambilan data penelitian kualitatif dilakukan secara alami
utama, metode kualitatif dengan analisis data secara induktif serta lebih
1. Lokasi Penelitian
Kabupaten Morowali. Dikarenakan ada berapa kasus yang terjadi yakni dibawah
5
Hamid Patalima, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 2.
6
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 60.
7
Ibid, h. 158.
33
2. Kehadiran Peneliti
pada akhirnya peneliti juga yang menjadi pelopor hasil penelitiannya. Hal ini
dikarenakan agar dapat lebih dalam memahami latar penelitian dan konteks
penelitian.
surat izin penelitian sebagai salah satu persyaratan. Dalam mengajukan surat
penelitian dari pihak kampus kepada Kecamatan Bahodopi setempat, dalam hal
ini kepada Camat Bahodopi yang berwenang dalam mengambil keputusan atas
8
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (Format-Format Kualitatif dan
Kuantitatif), (Surabaya : Air Langga Press, 2001), h. 142.
34
berikut:
Data adalah suatu atribut yang melekat pada suatu obyek tertentu,
melalui suatu metode / instrument pengumpulan data. Data merupakan salah satu
komponen riset, artinya tanpa data tidak akan ada riset. Data yang dipakai dalam
riset haruslah data yang benar, karena data salah akan menghasilkan informasi
yang salah.10
Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh. Menurut Lofland
sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan,
9
S. Margono, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rineke Cipta, 2000), h. 38.
10
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Fokus Groups sebgai instrument
Penggalian data Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 8.
11
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h.49.
35
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari sumbernya dan
diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan.12 Data primer juga
merupakan data yang diambil langsung dari lapangan, yaitu data yang berasal
hasil dari wawancara langsung kepada informan.13 Adapun data primer yang
2. Data Sekunder
teks, dan literatur lainnya. Selain itu peneliti juga memperoleh data dari hasil
instansi.
Data sekunder dapat berupa informasi dari orang tua dan pegawai
kecamatan, serta bahan tambahan yang diambil dari buku-buku, teks, dan literatur
data tersebut masih relevan untuk gunakan sebagai bahan rujukan penulis.
1974, Kompilasi Hukum Islam serta peraturan- peraturan yang relevan dan yang
12
J. Supranto, Metode Ramalan Kuantitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 8.
13
Ibid,
14
Ibid,
36
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapat data. Tanpa
data yang akurat, maka diperlukan adanya metode pengumpulan data yang
pencatan terhadap keadaan atau perilku objek sasaran yang dilakukan secara
Jadi observasi ini dilakukan sebagai obyek penelitian, metode ini digunakan
juga sebagai data utama dari data-data yang diperoleh melalui interview
(wawancara).
perasaan sebagainya yang dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara
yang terlibat.
data yang relevan dari sejumlah dokumen resmi atau arsip penting yang dapat
pertama, sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan dari pada
18
Komaruddin, Kamus Istilah Karya Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 115.
19
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:
Alfabeta, 2010), h. 147.
20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h. 135.
38
penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial,
yang penting untuk dilaporkan. Adapun metode yang digunakan sebagai berikut:
1. Metode Induktif, yaitu metode analisa data yang dimulai dari pengetahuan-
bersifat umum.
Metode indukatif yang dimaksudkan penulis dalam penelitian ini, bertolak dari
Berfikir secara indukatif yang berankat dari fakta-fakta yang khusus serta
21
Ahmad Tanzeh, Pengantar Penelitian, (Surabaya, Elkaf 2006), h. 69.
22
Hadi Sutrisno, Metodologi Research (Jogjakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi
UGM, 2001), h. 42.
39
penelitian. Oleh karena itu, data harus benar-benar valid. Ukuran validitas suatu
penelitian terdapat pada alat untuk menjaring data, apakah sudah tepat, benar,
sesuai dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Alat untuk menjaring data
23
Djam’an Satori dan Aan Komariah, op.cit, h. 164.
DAFTAR PUSTAKA