Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

‫الر ِح ْي ِم‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬
َّ ِ ‫ّللا‬
‫ب ِ ْس ِم ه‬
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT sebab kerena

limpahan rahmat hidayah-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah

dengan judul “perkawinan dibawah umur’’ ini. Shalawat serta salam tidak lupa

kita kirimkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW sebagai king of the

king, king of the world yang telah menggulung tikar-tikar kejahilihan dan mampu

membentangkan tikar–tikar kebenaran. Berdasarkan pentujung dan hidayah dari

sang Pencipta yaitu Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Selanjutnya dengan rendah hati kami memohon kritik dan saran dari

pembaca apabila terdapat hal yang ganjil, agar selanjutnya dapat kami revisi

kembali. Karena kami menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik sang Pencipta

yaitu Allah SWT. Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada

setiap pihak yang telah mendukung serta membatu kami selama proses

menyelesaikan makalah hingga rampungnya makalah ini.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kami berharap supaya makalah

yang telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Dan bernilai ibadah disisi Allah SWT. Wallahul Muaffieq Ila Aqwamith Thariq.

Watampone, 27 Oktober 2019

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Pernikahan 3

B. Dasar Hukum perkawinan 8

C. Dampak perkawinan dibawah umur 13

BAB III PENUTUP 19

A. Simpulan 19

B. Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan harus dapat dipertahankan

oleh kedua belah pihak agar dapat mencapai tujuan dari pernikahan tersebut. Dengan

demikian, perlu adanya kesiapan-kesiapan dari kedua belah pihak baik secara mental

maupun material. Untuk menjembatani antara kebutuhan kodrati manusia dengan

pencapaian esensi dari suatu perkawinan, Undang-undang Perkawinan telah menetapkan

dasar dan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah satunya yaitu yang

tercantum dalam 1 Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang

Perkawinan yang berbunyi : “Perkawinan hanya diizinkan apabilah pria dan wanita sudah

mencapai umur 19 tahun.” Ketentuan ini diadakan ialah untuk menjaga kesehatan suami

istri dan keturunannya, karena itu dipandang perlu diterangkan batas umur untuk

perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan. Salah satu asas atau prinsip perkawinan

yang ditentukan dalam Undang-undang Perkawinan adalah bahwa calon suami isteri itu

harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat

mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat

keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan yang masih

di bawah umur. Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah

kependudukan. Ternyata batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin,

mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur

yang lebih tinggi.

1
Pasal (7) Undang-Undang nomor 16 tahun 2019

1
Dalam konteks hak anak, sangatlah jelas seperti yang tercantum dalam Pasal 26

ayat 1 butir c UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa

orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan di

usia anak-anak. Pada prespektif hak anak pencantuman kalimat tersebut merupakan

keharusan yang harus menjadi perhatian bersama, hal ini disebabkan anak-anak yang

terpaksa menikah dalam usia yang masih tergolong anak dilihat dari aspek hak anak,

mereka akan terampas hak-haknya, seperti hak bermain, hak pendidikan, hak untuk

tumbuh berkembang sesuai dengan usianya dan pada akhirnya adanya keterpaksaan

menjadi dewasa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanah pengertian perkawinan ?

2. Bagaiamanah dampak negatif perkawinan anak dibawah umur ?

3. Bagaimanah syarat perkawinan ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui akibat hukum perkawinan dibawah umur .

2. Untuk mengetahui apa dampak perkawinan dibawah umur.

3. Untuk mengetahui syarat-syarat perkawinan .

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pernikahan

1. Pengertian pernikahan

Secara etimologi kata nikah (kawin) mempunyai beberapa arti yaitu berkumpul,

bersatu, bersetubuh, dan akad. Adapun kata nikah secara terminology, menurut imam

syafi‟i nikah yaitu akad yang dennganya menjadikan halal hubungan seksual antara

pria dengan wanita . menurut imam Hanafi ni kah yaitu akad yang menjadikan halal

hubungan seksual sebagai suami antara seorang pria dengan wanita. Menurut imam

malik nikah adalah akad yang yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk

membolehkan wathi’(bersetubuh),bersenang-senang, dan menikmati apa yang ada

dalam diri wanita ang boleh menikah denganya . menurut imam hanafi nikah adalah

akad dengan menggunkan lafaz nikah atau tazwij untuk membolehkan manfaat,

bersenang-senang dengan wanita .2 Pernikahan juga di bahas dan diatur oleh undang-

undang, adapun undang-undang yang membahas mengenai pernikahan yaitu undang-

undang no 1 tahun 1974, di dalam undang-undang tersebut di ayat 1 menerangkan

perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan yang Maha Esa.3 Dan pernikahan menurut KHI adalah akad yang sangat

atau miitsaaqan gholiidhan untuk untuk menaati perintah Allah dan melaksanakan

ibadah yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,

mawadah, dan rahmah . Dari penegrtian-pengertian diatas dapat diambil pengertian

bahwa pernikahan adalah akad yang sangat kuat yang mengadung ketentuanketentuan

2
Undang-undang no 1 tahun 1947 pasal 1
3
Kompilasi hukum islam pasal 2

3
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah dan katakata yang semakna

dengan untuk membina rumah tangga yang sakinah dan untuk menaati perintah Allah

swt dan melakukanya merupakan ibadah.

2. Syarat Perkawinan

Perkawinan memiliki tujuan yang sangat penting didalamnya yaitu untuk

mendapatkkan keturunan yang sah bagi melanjutkan generasi yang akan datang dan

untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih

sayang. Selain tujuan perkawinan, perkawinan memiliki hikmah yang bisa kita

temukan yaitu menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diizinkan

syara‟ dan menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual.Untuk

melaksanakan perkawinan harus memenuhi syarat dan rukun yang di tetapkan baik

secara agama maupun negara. Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum,

terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi

hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya

merupakan sesuatu yang harus diadakan. Tujuan perkawinan adalah untuk

mendapatkan keturunan dan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakῑnah, mawaddah dan wᾱrahmah. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan

syarat dalam perkawinan.4

Dan syarat perkawinan ini diatur dalam Pasal 6 sampai Pasal 12 Undang-

undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Adapun syarat-syarat pada pokoknya

adalah sebagai berikut:

1. Adanya persetujuan dari kedua calon mempelai

2. Umur calon mempelai untuk laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun

berdasarkan undang-undang nomor 16 tahun 2019

4
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 6

4
3. Ada izin dari kedua orang tua atau walinya bagi calon mempelai yang belum

berumur 21 tahun

4. Tidak melanggar larangan perkawinan

5. Berlaku asas monogamy

6. Berlaku waktu tunggu bagi janda yang hendak menikah lagi

3. Pernikahan dini

Pernikahan dini di dalam undang-undang tidak ditemukan istilah penegertian

penikahan dini atau pernikahan di bawah umur, istilah ini muncul setelah adanya

undang-undang No 1 Tahun 1974 yang mengatur pernikahan. 5 Di dalam undang

Undang-Undang tersebut dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 16 tahun 2019

diterangkang bahwa perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria dan wanita berumur

19 tahun (semblan belas). Jadi menurut undang-undang dikatakan pernikahan dini

apabila salah satu atau kedua calon mempelai berusia di bawah 19 tahun, pernikahan

di bawah umur ini di bolehkan oleh Negara dengan syarat dan ketentuan

tertentu.pernikahan usia muda atau pernikahan di bawah umur dapat diartikan

menikah dengan usia yang masih sangat muda yaitu sangat di awal waktu tertentu,

dalam artian masih dalam kadaan kehidupanya yang belum mapan secara sikis dan

psikologi. Bahwa dalam masyarakat yang majemuk yang tingkat pendidikanya belum

memadai, terutama masyarakat pedesaan, tidak heran kalau sebagian besar masyarakat

masih berpegang pada tradisi, kebiasaan lama oleh leluhur masih kental dipegangnya

anatara lain ingin cepat mengawinkan anaknya. Dan di dalam undang-undang sendiri

juga tidak menutup total celah untuk melangsungkan pernikahan akan tetapi undang-

undang membuka peluang terjadinya pernikahan di bawah umur melalui proses

dispensasi nikah oleh pengadilan, dizinkan atau tidaknya tergantung pada hati nurani

5
Undang-undang nomor 16 tahun 2019.

5
hakim yang memeriksa dan memutus di pengadilan. Begitu pula dengan fiqih

munakahat secara normati membolehkan adanya pernikahan dini meskipun demikian

haruslah mempertimbangkan maslahat dan mudhorotnya. perkawinan bisa sakinah,

mawadah dan warohmah.

4. Usia Ideal Menikah

Menikah adalah mempersatuan antara laki-laki dan perempuan untuk

membangun keluarga atau rumah tangga yang harmonis atau sakinah mawaddah dan

warahmah, untuk bisa menciptkan semua itu perlu banyak faktor pendukung dalam

pernikahan salah satunya adalah usia, dimana usia juga ikut andil dalam menciptakan

keluarga yang harmonis karena dalam melakukan pernikahan harus siap baik dari sikis

dan psikis, Batas usia dalam melaksanakan perkawinan sangatlah penting karena

didalam perkawinan menghendaki kematangan psikologis. Usia perkawinan yang

terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya

kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga. Perkawinan

yang sukses sering ditandai dengan kesiapan memikul tanggung jawab. Penentuan

batas umur untuk melangsungkan pernikahan sagatlah penting. Karena suatu

perkawinan menghendaki kematangan biologis dan psikologis, maka dari penjelasan

umum undang-undang perkawinan dinyatakan bahwa calon suami istri itu harus telah

masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar suapaya dapat

mewujudkan perkawinan secara baik tanpa berahir perceraian dam mempunyai

keturunan yang sehat. Selain pembatasan umur dalam pasal 6 ayat 2 UU perkawinan

mencantumkan ketentuan yang mengahruskan setiap orang pria wanita yang belum

mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, mendapatkan izin kedua orang tua untuk

melangsungkan pernikahan, apabila izin tidak dapat diperoleh oleh orang tua,

pengadilan dapat memberikan izin tersebut. Pernikahan yang dilakuan diusia muda

6
atau seorang remaja secara teori sangat rawan dengan permaslahan karena dalam diri

remaja masih sangat labil dalam bertindak, karena emosi dalam diri remaja belum

terbentuk sempurna emosianalitas remaja berada diantara emosionalitas anak-anak dan

orang dewasa. Selain dari sudut pandang emosional dari sudut pandang kesehatan pun

juga mempunyi pengaruh untuk pernikahan yang di lakukan di usia remaja, masalah

kesehatan berkaiatan erat dengan si perempuan karena apabila seorang perempuan

menikah muda kemungkinan akan terjadi kehamilan di usia remaja yang menjadi

masalah pokok karena memiliki resiko tinggi saat melahirkan, kecacatan bayi, bahkan

kematian ibu atau anak.. Jadi secra teori orang bisa dianggap dewasa minimal berusia

21 tahun karena dalam diri orang dewasa umumnya menunjukan kematagan jasmani

dan rohani. Orang telah memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap, telah

memikirkan secara bersungguhsungguh tentang hidup berkeluarga dan telah

menerjunkan diri kedalam masyarakat.6 Mengutip dari anjuran BKKBN bahwa usia

yang ideal utuk melangsungkan pernikahan yaitu 20-25 untuk perempuan dan 25-30

untuk pria, jika merujuk dari anjuran itu secara teori kemungkinan. untuk

membentuk keluarga yang harmonis bisa tercapai karena dari segi usia udah dewasa,

kemungkinn kematangan dari emosi, kesiapan bertanggung jawab, ekonomi,

kematangan berfikir itu sudah bisa terpenuhi, akan teapi lain halnya dengan undang-

undang pernikahan disitu undang-undang memberi batasan minimum menikah yaitu

19 tahun bagi laki-laki dan perempuan tetapi di kelanjutan pasalnya berbunyi jika usia

calon pengantin kurang dari 21 wajib Mubasyaroh, Analisis Faktor Penyebab

Pernikahan Dini dan Dampaknya Bagi Pelakunya .pernikahan ideal-berkisar 21-25-

tahun . meminta ijin kepada orang tua, jadi secara tidak langsung jika usai belum 21

tahun itu belum dianggap dewasa maka dari itu harus meminta ijin orang tua. Jadi

6
http://m.republika.ac.id/berita/nasional/umum/17/03/06/omduca359-bkkbn-usia-
pernikahanideal-berkisar-2125-tahun

7
alangkah baiknya usia ideal untuk melakukan pernikan jika sudah dewasa karena

kemungkinan kesiapan berkeluarga lebih matang.

B. Perkawinan dibawah umur dalam pndangan Hukum Negara

a. Dasar Hukum perkawinan dibawah umur

Urusan pernikahan juga diatur oleh Negara bertujuan untuk ketertiban

administrasi dan mengatur pernikahan yang dilakukan di suatu Negara tersebut, begitu

pula dengan Indonesia mempunyai aturan atau undangundang yang mengatur tentang

pernikahan dan itu dijadikan dasar hukum pernikahan menururt hukum positif, adapun

dasar hukum perkawinan yang berlaku sekarang ini anatra lain :

1. Buku I dari kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu Bab IV sampai dengan

Bab IX. b. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

2. Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

3. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun

1974 tentang perkawinan.

4. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang perubahan dan tambahan

Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983 tentang izin perkawinan dan

perceraian bagi pegai negeri sipil.

5. . Instuksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia (pasal 1-170 KHI).

6. undan-undang nomor 6 tahun 2019 tentang perubahan undang-undang nomor 1

tahun 1947 pasal 7 tentang pernikahan bahwah perkawinan hanya diizinkan jika

pihak pria dan wanita berumur 19 tahun (sembilan belas).

Dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2019 Pasal 7 ayat 1

disebutkan bahwa:

8
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur
19 tahun (sembilan belas tahun).
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas usia pernikahan tersebut

tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan, hal ini dimaksudkan agar

kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari segi pisik dan mental untuk

menjalani rumah tangga, meskipun kenyataannya belum tercapai. Hukum

perkawinan di bawah umur Menurut Peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia.

Pada prinsipnya Negara membuat batasan umur minimal untuk kawin

bagi warga Negara Indonesia adalah dimaksudkan agar orang yang akan

menikah diharapkan sudah memilki kematangan berfikir, kematangan jiwa dan

kekuatan fisik yang cukup memadai, yang penting dapat tercapai aspek

kebahagiaan. Jadi “perkawinan dibawah umur”, sebenarnya belum memenuhi

syarat untuk usia perkawinan.

Negara menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “anak” adalah seseorang

yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Setiap

anak mempunyai hak dan kewajiban seperti yang tertuang dalam Pasal 4 UU No. 23

Tahun 2002 tentang hak-hak anak yang menyatakan, bahwa:

“setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipsi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan 16 diskriminasi”.7

Pasal 7 ayat 1 No.23 Tahun 2002 menyatakan bahwa:

“setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka


pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat, bakat,
demi pengembangan diri”. 8

Kemudian Pasal 13 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002 menyatakan bahwa:

7
Pasal 7 ayat 1 No.23 Tahun 2002
8
Pasal 13 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002

9
setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain maupun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman,
kekerasan dan penganiayaan, ketidak adilan, perlakuan salah lainnya.9

Bahkan orang tua juga mempunyai kewajiban dan bertanggung jawab

terhadap anak seperti yang tertulis di Pasal 26 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002: orang

tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak.

b. Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan bakat dan

minatnya

c. Mencegah terjadinya perkawinan usia anak.

Definisi usia anak menurut Konvensi Internasionl Tahun 1989 adalah “Anak

adalah setiap orang yang berumur kurang dari 18 tahun”. Hukum Negara Indonesia

juga telah menentukan bahwa masa anak dimulai sejak anak dalam kandungan sampai

umur 18 tahun.10 Aturan ini ditulis dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

tentang Perlidungan Anak.

Pandangan yang salah terhadap anak berdampak pada perlakuan terhadap

anak-anak yang pada gilirannya akan berdampak pula pada situasi masyarakat secara

luas. Menurutnya dalam pandangan Yayasan Pemantauan Hak Anak (YPHA),

“standar Internasional tentang batas usia kedewasaan telah diadopsi oleh hukum

positif Indonesia. Konsekuensinya, semua peraturan yang menyangkut tentang anak

dan perlindungan anak harus diharmonisasi dengan UU Perlindungan anak, termasuk

dalam penenetapan batas usia kedewasaan perkawinan”.

Tinjauan Norma Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan

Konstitusi karena menjadi landasan dan dasar hukum dibenarkannya adanya

perkawinan anak dalam hal ini anak perempuan yang belum mencapai 18 tahun. Pada

9
Pasal 26 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002
10
Pasal 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak

10
hal usia kedewasaan jika seseorang sudah usia 18 tahun sesuai dengan Pasal 131 ayat

(2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-undang Negara kita telah

mengatur batas usia perkawinan, pemerintah mengganggap Pasal 7 ayat (1) UU No.16

Tahun 2019 tentang Perkawinan yang mengatur batas usia perkawinan sebagai

kesepakatan Nasional yang merupakan kebijakan (Open Legal Policy) pembentuk

Undang-undang. Sementara hukum Islam tidak menyebutkan batas usia perkawinan,

namun secara umum disebutkan akil baligh yang meliputi lima prinsip yaitu

perlindungan terhadap , jiwa kedua mempelai, beratanggung jawab, memenuhi

kesehatan untuk melahirkan, untuk mendapat keturunan baik dan sehat.11

Jika melihat UU Negara Pasal 45 KUHP, dan berdasarkan Undang-Undang

Peradilan Anak.

“Apabila seorang yang di bawah umur dituntut karena melakukan tindak pidana ketika
umurnya belum cukup 16 tahun, hakim boleh memerintahkan supaya anak tersebut
dikembalikan kepada orang tunya, walinya atau pemeliharaannya dengan tidak
dikenakan suatu hukuman. Hal ini berarti usia 16 tahun masih dianggap usia anak dan
belum pantas dikenakan hukum pidana, dan juga berarti belum umur 16 tahun belum
pantas untuk menikah”.

Kenyataannya yang terjadi di tengah masyarakat sebagaimana telah disebutkan

di atas hampir diseluruh tanah air, batas usia perkawinan lebih rendah bagi seorang

wanita untuk menikah yang mengakibatkan laju perkembangan penduduk semakin

cepat, terutama di Jawa Barat. Atas dasar itu Undang-undang perkawinan bagi laki-

laki usia 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Pembatasan ini hakekatnya mencegah

perkawinan dibawah umur (dini) dan menunjang keberhasilan program Keluarga

Berencana secara Nasional.

perbedaan batas usia antara Undang-undang perkawinan dan Undang-undang

lainnya seperti12 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak sebagaimana telah

11
Pasal 45 KUHP
12
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak

11
disebutkan yang menentukan batas usia anak 18 memang dimungkinkan. Sebab

berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan perundang-

undangan terkait perbedaan batas usia ini disesuaikan materi muatan yang akan diatur.

Oleh karena itu menurutnya pemerintah beranggapan pemohon bahwa frasa “16

tahun” dalam Pasal ayat (1) UU Perkawinan menimbulkan ketidak pastian,

ketidakserasian, dan ketidak seimbangan hukum dan berpotensi menimbulkan ketidak

adilan adalah keliru. Justru menurut Mualimin, diberikan pengaturan batas umur

perkawinan memberi kepastian hukum dan mencegah perkawinan dibawah umur.13

b. Asas-asas Pernikahan

Dalamm perkawinan diatur pula adanya suatu ketentuan yang menjadi dasar atau

asas-asas dari implemntasi suatu perkawinan. Adapun asas-asas mengenai perkawinan

yang diatur dalam penjelasan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan sebagai berikut :

1. Undang-undang ini menganut asas monogamy, hanya yang di kenendaki,

hanya yang di kenendaki, yang bersangkutan di izinkan seorang suami dapat

beristri lebih dari satu orang.

2. Asas-asas dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan

adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri

perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat

mengembangkan kepribadianya membantu dan mencapai kesejahteraan

spiritual dan materi.

3. Sebagai asas yang fundamental ialah suatu perkawinan sah bila dilakukan

menurut hukum masing-masing Agamadan kepercayaanya. Dan disamping

itu perkawinan harus dicatat menurut perundangundangan yang berlaku.

13
http://ilmu-arqura.blogspot.co.id/pengertian-pernikahan-tujuan-hikmahdan.html?m=1
25 2.

12
4. Asas yang tidak kalah pentinya Undang-undang perkawinan ini menganut

asas bahwa calon ssuami istri itu harus telah matang jiwa raganya untuk dapat

melangsungkan perkawinanya, suapaya dapat mewujudkan tujuan pernikahan

secara baik tanpa ada perceraian.

5. Selanjutnya sebagai asas pokok perkawinan ialah untuk membentuk keluarga

yang bahagia kekal dan sejahtera, sehingga Undang-undang ini berprinsip

mempersulit terjadinya perceraian.

6. Sebagai asa perkawinan yang tidak boleh dikesampingkan ialah hak dan

kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukann suami, baik

dalam kehidupan rumah tangga mauapun dunia pergaulan 26 masyarakat,

sehingga dengan demikian segala sesuatu dapat dirundingkan bersama oleh

suami dan istri . hanya yang di kenendaki, yang bersangkutan di izinkan

seorang suami dapat beristri lebih dari satu orang.

C. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan izin perkawinan

dibawah umur

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi pengabulan dispensasi hukum oleh

pengadilan

1. Hamil Terlebih Dahulu

banyaknya remaja mudah dalam menerima budaya Barat dan mengadopsi

budaya Barat secara mentah-mentah, tanpa melihat dahulu mana yang baik dan

berguna serta mana yang buruk dan menghancurkan generasi muda seperti gaya

berpacaran anak muda zaman sekarang. Pacaran sudah menjadi gaya hidup remaja.

Jika tidak berpacaran takut dianggap kuno. seperti inilah yang dapat membuat anak

yang belum cukup umur dapat hamil terlebih dahulu dan perkawinanlah satu-satunya

jalan keluar demi menutup aib keluarga serta masa depan si calon bayi yang

13
dikandung. Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya perkawinan bagi seorang

anak yang belum cukup usia untuk melakukan perkawinan. Bagi perempuan yang

belum cukup usia untuk melakukan perkawinan memang tidak diperbolehkan tetapi

jika telah terjadi hal seperti hamil terlebih dahulu maka ini merupakan hal yang

sangat kasuistis yang sangat mendesak atau keadaan darurat yang harus segera

dikawinkan. Kasus seperti ini, hakim tidak kuasa menolak untuk memberikan

dispensasi kawin karena mempunyai dampak yang cukup serius ke depan apalagi

dari pihak wanita dan keluarganya, karena dari pihak wanitalah yang paling banyak

menanggung akibatnya.

Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan izin dispensasi perkawinan

di bawah umur adalah sebagai berikut:

Telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama:

1. Syarat utama:

a. Membawa surat bukti penolakan dari KUA (Kantor Urusan Agama) .

b. Membawa surat pemberitahuan adanya halangan/ kekurangan pernikahan

dari KUA

c. Membawa Kartu keluarga, buku nikah bagi kedua orang tua, dan akte

kelahiran anak.

2. Syarat yang mendukung

Tidak ada halangan untuk menikah Bagi calon mempelai, baik calon istri atau

calon suami yang akan melangsungkan perkawinan terdapat halangan untuk me nikah

atau tidak menurut hukum agama Islam, 14sebagaimana yang diatur dalam Undang-

undang Perkawinan Pasal 8, tentang larangan perkawinan, yaitu: Perkawinan dilarang

antara dua orang yang:

14
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 8

14
a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas

b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,

antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara

neneknya

c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan

bibi/paman susuan;

e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari

isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku,

dilarang kawin.

Dampak negatif pernikahan dibawah umur

a) faktor yang mendorong terjadinya pernikahan

1. Masalah ekonomi keluarga

Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan ekonomi keluarga yang

kurang memungkinkan sehingga orang tua akan menikahkan anaknya dengan

seorang laki-laki yang dianggap mampu dlam segi ekonomi, kesulitan ekonomi

menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pernikahan dini, keluarga yang

mengalami kesulitan ekonomi akan cenderung menikahkan anaknya pada usia

yang masih muda, pernikahan ini diharapkan menjadi solusi kesulitan ekonomi

yang dialami oleh keluarga, dengan menikah diharapkan akan mengurangi beban

ekonomi keluarga.

2. Faktor perjodohan

15
Walaupun orang tua mempunyai untuk memilihkan jodoh kepada anaknya

akan tetapi tidak bisa semena-mena karena pernikahan harus sesuai dengan hati

tidak boleh ada paksaan dan juga harus memperhitungankan usia anak.

3. Faktor pendidikan

Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, Dan Anak Tingkat

pendidikan yang rendah sehingga mendorong untuk cepat menikah. Karena mereka

tidak memahami bagaimana sejatinya pernikahan bukan semata-mata karena seks

akan tetapi banyak tanggung jawab yang harus di pikul oleh orang tua. Karena

kurangnya pengetahuan maka merasa ingin cepat-cepat menikah. Dan mengenai

hukum pernikahan sendiri itu bergai macam nikah tidak hanya berhukum wajib

bahkan ada yang haram, jadi faktor prndidikan sangat penting khususnya

pendidikan agama untuk mempelajari hal seperti itu dan mengenai batasanbatasan

laki-laki dan perempuan , dan pendidikan akan sebagai benteng untuk memjga diri

dari pergaulan yang buruk. Maka peran pendidikan juga sangat penting dalam

kasus pernikahan di bawah umur.

4. Faktor pergaualan bebas

Pergaualan bebas merupakan perilaku menyimpang yang terjadi umumnya

pada anak muda. Hal ini dikatakan bebas karena melanggar batas norma yang ada,

ehingga pergaulan bebas ini adalah momok tersendiri bagi orang tua karena cemas

akan pengauh itu terjadi pada anak meraka. Dorongan seks yang tinggi dan rasa

penasaran yang dialami oleh remaja menyebabkan banyak remaja yang terjerumus

pada pergaulan bebas. Terjadinya hamil di luar nikah, karena anak-anak melakukan

hubungan yang melanggar norma memaksa mereka untuk pernikahan dini guna

memperjelas anak yang dikandung pernikahan ini memaksa mereka untuk menikah

dan bertanggung jawab untuk berperan sebagai suami istri serta menjadi ayah dan

16
ibu, dan ini akan berdampak penuaan dini karena mereka belum siap lahir dan

batin. Dari bebrapa faktor pernikahan di bawah umur yang tertera diatas, yang

terjadi di Kecamatan Pegandon yaitu karena pergaulan bebas, kebebasan media,

lemahnya pengawasan orang tua sehingga terjadilah suatu keadaan yang tidak

diinginkan yaitu hamil diluar nikah hampir sebagian besar meraka menikah karena

sudah hamil, untuk memperkuat pernyataan mengenai faktor utama pernikahan di

bawah umur .

b) praktek pernikahan dibawah umur Kecamatan Sibulue

kasus pernikahan di bawah umur dalam kurun waktu lima tahun belakang

ini, yaitu : Pertama pasangan MR dengan US mereka adalah warga desa tadang palie

, meraka menikah tahun 2013 pada usia yang laki-laki berusia 18 tahun dan

perempuan berusia 17 tahun setelah wawancara orang tua si korban,ibunya

mengatakan bahwa ‘’bukan tanpa alasan saya menikahkan anak saya ,Lebih baik

saya nikahkan anak saya sekarang dari pada terlambat akan membuat saya malu’’

padahal menurut ketentuan undang-undang bahwa batas minimum untuk si

priadan wanita belum memenuhi syarat menikah, banyak dari mereka yang tidak

paham mengenai hukum.cara utma bagi mereka untuk melangsungkan pernikahan

itu dengan cara h ’’dicurikan umur’’ dalam artian bahwa ditambahkan usianya

kedua calon mempelai agar pernikahan itu dapat berlangsung. mereka tidak tau

bahwa menambah usia seseorang termasuk penipuan dalam hal pemalsuan

berkas,hal ini bisa di perkarakan dijalur hukum .jika dihubungkan dengan Undang-

undang nomor 16 tahun 2019 apakah diterapkan dengan baik atau tidak jelas

bahwasanya aturan itu tidak menjadi tolak ukur apakah bagi mansyarakat dalam

menikahkan anaknya di usia muda karena adanya banyak faktor salah satunya yaitu

hamil diluar nikah.

17
Dispensasi kawin yang diajukan di Pengadilan Agama penyebabnya yaitu

ada karena hamil diluar nikah dan khawatir akan timbulnya fitnah. Akan tetapi

hampir sebagian dispensasi kawin yang adalah sebab hamil diluar nikah.

18
BAB III

PENUTUP

A.kesimpulan

1. Secara etimologi kata nikah (kawin) mempunyai beberapa arti yaitu berkumpul,

bersatu, bersetubuh, dan akad. Adapun kata nikah secara terminology, menurut

imam syafi‟i nikah yaitu akad yang dennganya menjadikan halal hubungan

seksual antara pria dengan wanita. menurut imam hanafi nikah adalah akad

dengan menggunkan lafaz nikah atau tazwij untuk membolehkan manfaat,

bersenang-senang dengan wanita Pernikahan juga di bahas dan diatur oleh

undang-undang, adapun undang-undang yang membahas mengenai pernikahan

yaitu undang-undang no 1 tahun 1974, di dalam undang-undang tersebut di ayat 1

menerangkan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan

seorang sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha esa.

2. .faktor ekonomi keluarga,faktor perjodohan ,faktor pergaulan bebas dan faktor

pendidikan

3. syarat perkawinan ini diatur dalam Pasal 6 sampai Pasal 12 Undang-undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Adapun syarat-syarat pada pokoknya adalah

sebagai berikut:

a. Adanya persetujuan dari kedua calon mempelai

b. Umur calon mempelai untuk laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun

berdasarkan undang-undang nomor 16 tahun 2019

c. Ada izin dari kedua orang tua atau walinya bagi calon mempelai yang belum

berumur 21 tahun

d. Tidak melanggar larangan perkawinan

19
e. Berlaku asas monogamy

f. Berlaku waktu tunggu bagi janda yang hendak menikah lagi

B.Saran

Dari makalah yang kami susun, kami sangat menyarangkan agar kiranya

dalam membacanya agar bisa fokus. Karena tidak menutup kemungkinan, dalam

makalah yang sudah kami buat ini terdapat kekurangan-kekurangan. Maka dari

itu, Kami meminta kritik beserta saran yang bersifat membangun. Agar pada

penulisan berikutnya bisa lebih baik lagi. Terimakasih atas perhatiannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Pasal (7) Undang-Undang nomor 16 tahun 2019

Undang-undang no 1 tahun 1947 pasal 1

Kompilasi hukum islam pasal


http://m.republika.ac.id/berita/nasional/umum/17/03/06/omduca359-
bkkbn-usia-pernikahanideal-berkisar-2125-tahun
Pasal 7,13,26, ayat 1 No.23 Tahun 2002
Pasal 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak

Pasal 45 KUHP
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak
http://ilmu-arqura.blogspot.co.id/pengertian-pernikahan-tujuan-
hikmahdan.html?m=1 25 2

21

Anda mungkin juga menyukai