MAHAR NIKAH
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
SUMI ( 12104045 )
FAKULTAS SYARIAH
2022/2023
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah yang maha
kuasa atas berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “MAHAR NIKAH” pada tahun ajaran 2022 ini tepat pada waktunya
tanpa halangan suatu apapun.
Saya ucapkan terima kasih juga kepada dosen pengampu mata kuliyah
“FIQIH MUNAKAHAT” yaitu Bapak ZAID AL-AMIN, S.H.I,M.A. Saya sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
kita semua khususnya bagi saya sendiri. Bahkan saya juga berharap lebih jauh lagi
supaya makalah ini dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, Saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah saya buat di masa yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
mahar seperti apa yang ingin diberikan kepada setiap pasangannya. Mahar
sendiri bisa dibayar dengan berupa emas, jasa, alat shalat serta yang lainnya.
Mahar merupakan pemberian wajib berupa materi (boleh barang atau uang)
persetujuan kedua belah pihak, dengan penuh kerelaan hati oleh calon suami
kepada calon istrinya sebagai tulang punggung keluarga dan rasa tanggung
Sehingga suami akan terbiasa dengan pemberian materiil selama kehidupan rumah
tangga. Begitu pun dengan tradisi di Indonesia, pemberian mahar adalah berupa
pemberian materiil, tapi ada beberapa masyarakat yang berbeda dalam pemberian
mahar.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahar
kata shidaq atau shaduqat dari rumpun kata shidiq, shadaq, bercabang juga
perasaan jujur, putih hati. Jadi artinya harta yang diberikan dengan putih
hati, hati suci, muka jernih kepada mempelai perempuan ketika akan
menikah. Arti yang mendalam dari makna mahar itu ialah laksana cap atau
farīah, haba, ajr, ‘uqr, ‘alāiq, thaul, dan nikah. Kata shadaq, nihlah, farihah,
dan ajr disebutkan dalam al-Quran, sedangkan kata mahar, aliqah, dan uqr
ada dalam as-Sunnah. Shadaq berasal dari kata shidq (jujur; kesungguhan).
1 . Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, cet ke-5, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 84-85.
adalah harta yang diberikan kepada perempuan dari seorang laki-laki ketika
pemberian seorang suami kepada istrinya sebelum, sesudah atau pada waktu
maskawin adalah nama suatu benda yang wajib diberikan oleh seorang pria
pernyataan persetujuan antara pria dan wanita untuk hidup bersama sebagai
suami istri.2
2. Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, cet ke-5, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 84-85
3. Mazhab Hambali mengemukakan, bahwa mahar adalah “sebagai
dari mempelai pria kepada mempelai wanita, baik bentuk barang, uang, atau jasa
yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dan di dalam Pasal 32 Kompilasi
Pada dasarnya mahar tidaklah merupakan syarat dari akad nikah, tetapi
merupakan suatu pemberian yang berifat semi mengikat, yang harus diberikan
suami kepada istri sebelum terjadi hubungan suami istri, walaupun dalam keadaan
Dengan kata lain, mahar merupakan tanda simbolis atas kesiapan suami
untuk memberi nafkah kepada istri dan anaknya, oleh karnanya mahar tidak harus
banyak dan bukan sebagai harga dari seorang perempuan dan akad jual beli
pembahasan selanjutnya.
3 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam (Hukum Perkawinan, Kewarisan, dan
Perwakafan) Cet. 3, (Bandung : CV. Nuansa Aulia, 2012), hal. 9.
B. Syarat-syarat Mahar Nikah
1. Harta atau bendanya berharga. Tidak sah mahar dengan harta atau
benda yang tidak berharga, walaupun tidak ada ketentuan banyak atau
sedikitnya mahar. Akan tetapi apabila mahar sedikit tapi bernilai maka
Rasulullah ﷺbersabda:
صداق امرأة
َ «من أعطى في: قال-صلى هللا عليه وسلم- أن النبي-رضي هللا عنهما- عن جابر بن عبد هللا
dua telapak tangannya untuk mahar seorang wanita, maka halal baginya
Pada umumnya mahar itu dalam bentuk uang atau juga menggunakan
barang berharga lainnya. Namun bukan berarti bentuk maskawin itu harus selalu
berupa barang. Akan tetapi maskawin juga bisa menggunakan jasa sebagaimana
yang telah di jelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sebab, Islam mensyari’atkan
untuk meringankan mahar adalah dengan tujuan untuk tidak memberatkan calon
suami, yang sesuai dengan keadaan calon suami dan tidak memberatkan.
Contoh maskawin/mahar berupa jasa dalam Al-Qur’an adalah pada hadist berikut
ini: Nabi ﷺbersabda, “Pergilah, sungguh aku telah menikahkan kamu dengannya,
Hadits tersebut memberikan gambaran bahwa mahar itu hanya berupa uang dan
barang saja. Akan tetapi juga bisa menggunakan jasa yang berupa hafalan seperti
karena itu tidak mempunyai nilai menurut pandangan syari’at Islam. Itu
hasil ghosob tidak sah. Harus diganti dengan mahar mitsil, tetapi akad
4. Mahar itu tidak boleh berupa sesuatu yang tidak diketahui bentuk, jenis
dan sifatnya.
4 . (Hadits Hasan Riwayat Ibnu Majah no. 3660, Ahmad (2/509) dan lain-lain. Lihat ash-Shahihah no. 1598).
C. Macam-Macam Mahar
1. Mahar Musamma
jumlahnya dalam shighat akad. Jenis mahar ini dibedakan lagi menjadi dua
yaitu:
pembayarannya.
2. Mahar Mitsil.
yang pernah diterima oleh keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga
pengantin wanita.
saudara laki-laki, para bibi dari pihak bapak, jika dia tidak memiliki
5 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat “Seri Buku Daras”, Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm. 87-88.
harta dan kecantikannya seperti mahar saudara perempuan sekandung
atau sebapak. Selain itu menjadi patokannya adalah persamaan dari segi
mereka, maka diambil yang pertengahan darinya karena ini adalah suatu
keadilan.
bibinya dan anak saudara pamannya yang sama dan sepadan umurnya,
atau jumlahnya.
suami istri berselisih dalam jumlah atau sifat mahar tersebut dan
tidak diselesaikan.6
6 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 85.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
hartanya.
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, cet ke-5, (Jakarta: Kencana, 2014),
hal. 84-85.
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat “Seri Buku Daras”, Jakarta: Prenada
Media, 2003, hlm. 87-88.
Al-Amin, Yusuf Hamid. 1994. Maqashid Al-A’mmah Al-Syari’ah Al-
Islami. Beirut : Dar al-Kutub al-Alamiyah.
Al-Baihaqi, Ahmad Ibn Al-Hassan Ibn Ali. tt. Sunan Al-Kubra Juz 3. Beirut: Dar
al-Fikr.
Al-Bukhari, Hafidz Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismal. 1998. Shahih
Bukhari. Riyadh: Baitul Afkar Addauliyah.
Al-Fauzan, Saleh. 2005. Fiqih Sehari-Hari. Jakarta: Gema Insani Press.
Al-Hamdani, H.S.A. 1989. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Jakarta:
Pustaka Amani.