Anda di halaman 1dari 15

Makalah

MAHAR PERNIKAHAN DENGAN AYAT AL-QUR’AN

Dosen Pengampu:

Dr.Juli Julaiha Pulungan P M.A

Di Susun Oleh: Kelompok 2

Aida Adhariah
Lili Khairani
M. Guntur Amar Rasyid

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

MEDAN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah Swt.yang atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul ”Mahar Pernikahan dengan Ayat Al-Qur’an”. Kemudian
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah Saw.

Serta penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai belah pihak, oleh
karna itu pada kesempatan ini izinkan penulis menyampaikan terimakasih kapada semua pihak
yang telah membantu, semoga Allah membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik.

Sehingga makalah yang kami selesaikan ini tentu pastinya masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karna itu saran untuk perbaikan tentunya sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua. Aamiin.

Rabu, 27 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
A. Pengertian Mahar.............................................................................................................................5
B. Pendapat Fuqaha Tentang Mahar Mengajarkan Al-Qur’an..............................................................9
PENUTUP.................................................................................................................................................11
A. Kesimpulan....................................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik
pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah
Swt., sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembangbiak, dan melestarikan hidupnya.1

Budaya mahar dipercaya sudah ada sejak zaman purbakala seiring dengan berkembangnya
peradaban manusia, meskipun tidak ada sumber resmi yang menyebutkan secara jelas. Di zaman
jahiliyah hak perempuan itu dihilangkan dan disia-siakan. Sehingga walinya dengan semena-
mena dapat menggunakan hartanya, dan tidak memberikan kesempatan untuk mengurus
hartanya, dan menggunakannya. Lalu Islam datang menghilangkan belenggu ini, kepadanya
diberikan hak mahar.2

Makna mahar lebih dekat kepada syariat agama dalam menjaga kemuliaan peristiwa suci atau
perkawinan. Salah satu dari usaha Islam ialah memperhatikan dan menghargai kedudukan
wanita, yaitu memberinya hak untuk memegang urusannya. Berkenaan dengan mahar ini Allah
Swt. berfirman:

َ ‫َو ٰا تُوا النِّ َسٓا َء‬


‫صد ُٰقتِ ِه َّن نِ ۡحلَ ‌ةً ؕ فَاِ ۡن ِط ۡبنَ لَـ ُكمۡ ع َۡن َش ۡى ٍء ِّم ۡنهُ ن َۡفسًا فَ ُكلُ ۡوهُ هَنِ ۡ ٓيــًٔـا َّم ِر ۡ ٓیـــٴًﺎ‬

Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
(maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan
senang hati. (QS. An-Nisa’ : 4).3

Mahar dalam agama Islam dinilai dengan menggunakan nilai uang sebagai acuan, hal ini
disebabkan karena mahar merupakan harta dan bukan semata-mata sebagai sebuah simbol.
Wanita dapat meminta mahar dalam bentuk harta dengan nilai nominal tertentu seperti uang
1
Slamet Abidin dan Aminuddin. 1999. Fiqh Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 9
2
Sayyid Sabiq. 1981. Fiqh Sunnah 7. Penerjemah: Mahyuddun Syaf, Bandung: PT Alma‟arif,
hlm. 53
3
Departemen Agama RI, 2012, Al-Qur’an dan Terjemhannya: Bandung: CV Diponegoro, hlm. 77

4
tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, atau benda berharga lainnya. Mahar juga dapat berupa
mushaf Al-Qur'an serta seperangkat alat shalat. Agama Islam mengizinkan mahar diberikan oleh
pihak laki-laki dalam bentuk apa saja (cincin dari besi, sebutir kurma, atau pun jasa), namun
demikian mempelai wanita sebagai pihak penerima memiliki hak penuh untuk menerima ataupun
menolak mahar tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu mahar dan bagaimana hukumnya?
2. Apakah boleh menggunakan hafalan Al-Quran untuk mahar pernikahan?
3. Bagaimana tanggapan para ulama Mengenai hal tersebut?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu mahar dan bagaimana hukumnya.
2. untuk mengetahui hukumnya jika kita menggunakan Al-Qur’an sebagai mahar.
3. untuk mengetahui pendapat para ulama mengenai hal tersebut pula.

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahar
Mahar secara bahasa artinya mas kawin, yaitu sesuatu yang diserahkan seorang suami kepada
istrinya dalam akad nikah. sedangkan secara istilah,

‫ بتراضيهما أو الحاكم‬، ‫أنه العوض في النكاح سواء سمي في العقد أو فرض بعده‬

mahar artinya barang yang diserahkan dipernikahan, baik disebutkan dalam akad atau
diwajibkan setelahnya, dengan keridhaan kedua mempelai atau keridhaan hakim.

a. Disyariatkannya Mahar dalam Pernikahan

Mahar hukumnya wajib dalam pernikahan, sebagaimana dalam firman Allah swt:

َ ‫َو ٰا تُوا النِّ َسٓا َء‬


ً‫صد ُٰقتِ ِه َّن نِ ۡحلَ ‌ةً ؕ فَاِ ۡن ِط ۡبنَ لَـ ُكمۡ ع َۡن َش ۡى ٍء ِّم ۡنهُ ن َۡفسًا فَ ُكلُ ۡوهُ هَنِ ۡ ٓيــًٔـا َّم ِر ۡ ٓیـــٴ‬
Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
(maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan
senang hati. (QS. An-Nisa’ : 4).4

Juga Nabi saw bersabda:

‫ فلهَا الم ْه ُر بما استح ّل من‬، ‫دخل بها‬


َ ‫ فإن‬، ‫ فنكاحُها باط ٌل‬، ‫ فنكاحُها باط ٌل‬، ‫ فنكاحُها باط ٌل‬، ‫بغير إذنَ وليّها‬
ِ ْ ُ‫أيُّما امرأ ٍة ن‬
‫كحت‬
‫فرجها‬
ِ

“wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil, nikahnya batil,
nikahnya batil. Jika si lelaki masuk kepada si wanita, maka si wanita berhak meneriman mahar
atas apa yang telah dihalalkan padanya, yaitu farji-nya”. ( HR. At Tirmidzi 1102, ia berkata:
“hasan” )

Syaikh Abdul Azhim Al Badawi mengatakan: “maka mahar adalah hak istri yang wajib dipenuhi
suami. Dan mahar adalah harta milik istri, tidak halal bagi siapa saja, baik ayahnya atau orang
lain, untuk mengambil darinya sedikitpun. Kecuali jika si wanita merelakan jika mahar tersebut
diambil”.

b. Hafalan Al-Qur’an sebagi Mahar

4
Departemen Agama RI, 2012, Al-Qur‟an dan Terjemhannya: Bandung: CV Diponegoro, hlm. 77

6
Menjadikan hafalan Al-Qur’an sebagai mahar pernikahan, sering dianggap sebagai sesuatu
yang sangat mulia dan berharga. Banyak para muslimah mengelu-elukan mahar pernikahannya
adalah berupa hafalan Al-Qur’an, terutama surah Ar-Rahman. Bahkan ada yang mensyaratkan
calon suaminya harus menghafalkan surah ini untuk dijadikan mahar dipernikahan mereka, kalau
tidak, dia tidak mau menikah kecuali calon suami sudah memenuhi permintaannya tersebut

Hal seperti ini sah-sah saja, karena mahar merupakan hak wanita. Bagi calon suami yang ingin
memperistri sang dambaan hati, maka mau tidak mau harus memenuhi permintaan calon istrinya.

Namun apa benar hafalan Al-Qur’an sebagai mahar termasuk mengikuti sunnah nabi SAW? Ini
yang menjadi titik pertanyaannya. Pernahkah Nabi SAW ataupun shahabat misalnya,
memberikan mahar yang berwujud demonstrasi hafalan A-Quran?

Biasanya orang-orang merujuk pada hadits berikut ini :

ٌ‫ َجا َء ْتـهُ ا ْمـ َرَأة‬- ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسـلَّ َم‬


َ - ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬:‫ي‬ ِ ‫َار ع َْن َسه ِْل ب ِْن َس ْع ٍد الس‬
ِّ ‫َّاع ِد‬ ِ ‫ك ع َْن َأبِي َح‬
ٍ ‫از ِم ْب ِن ِدين‬ ٌ ِ‫َمال‬
ْ ‫ُول هَّللا ِ َز ِّوجْ نِيهَا‬
‫إن لَ ْم تَ ُك ْن‬ َ ‫ال يَا َرس‬ ْ ‫ُول هَّللا ِ إنِّي قَ ْد َوهَبْت نَ ْف ِسي لَك فَقَا َم‬
َ َ‫ت قِيَا ًما طَ ِوياًل فَقَا َم َر ُج ٌل فَق‬ ‫ت يَا َرس َـ‬ْ َ‫فَقَال‬
ْ ‫ هَــلْ ِع ْنـدَك ِم ْن َشـ ْي ٍء ت‬- ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسـلَّ َم‬
َ ‫َصـ ُدقُهَا إيَّاهُ؟ فَقَـ‬
‫ـال َمــا ِع ْنـ ِدي إاَّل‬ َ - ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫اجةٌ فَق‬
َ ‫لَك بِهَا َح‬
‫ فَ ْالتَ ِمسْ َشـ ْيًئا فَقَــا َل َمــا‬،‫إزَار لَك‬
َ ‫إن َأ ْعطَيْتهَا إيَّاهُ َجلَسْت اَل‬
ْ - ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ - ِ ‫َاري هَ َذا فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ِ ‫إز‬
ْ‫ هَــل‬- ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس ـلَّ َم‬ َ ‫َأ ِج ُد َش ْيًئا فَقَا َل ْالتَ ِمسْ َولَوْ خَاتَ ًما ِم ْن َح ِدي ٍد فَ ْالتَ َم‬
َ - ِ ‫س فَلَ ْم يَ ِج ْد َش ْيًئا فَقَا َل لَهُ َرسُو ُل هَّللا‬
‫ص ـلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيـ ِه‬ َ ‫َم َعك َش ْي ٌء ِم ْن ْالقُرْ آ ِن؟ فَقَا َل نَ َع ْم َم ِعي سُو َرةُ َك َذا َوس‬
َ - ِ ‫ُورةُ َك َذا لِ ُس َو ٍر َس َّماهَا فَقَا َل لَهُ َر ُس ـو ُل هَّللا‬
ِ‫ قَ ْد َأ ْنكَحْ تُ َكهَا بِ َما َم َعك ِم ْن ْالقُرْ آن‬- ‫سلَّ َم‬
َ ‫َو‬

Imam Malik meriwayatkan dari Abi Hazim bin Dinar, dari Sahal bin Sa’ad As-Sa’idy:
Bahwasanya Rasulullah SAW didatangi seorang wanita, dan wanita ini berkata kepada
Rasulullah: Wahai Rasulullah, aku serahkan diriku kepadamu. Mendengar itu, Rasulullah SAW
terdiam lama. Maka berdirilah seorang laki-laki seraya berkata: Wahai Rasulullah, jika engkau
tidak menginginkan wanita itu, maka nikahkan saja saya dengannya. Lalu Rasulullah SAW
bertanya: Apakah kamu punya sesuatu untuk dijadikan mahar untuk wanita itu? Laki-laki itu
menjawab: Saya tidak punya apa-apa kecuali sarung ini. Rasulullah kemudian menjelaskan: Jika
kamu jadikan sarung itu sebagai maharnya, maka kamu tidak punya sarung lagi untuk dipakai.
Ambillah sesuatu yang lain. Laki-laki itu berkata : Saya tidak punya apa-apa lagi. Rasulullah pun
kembali berkata: Carilah sesuatu, meskipun itu hanya sekedar cincin dari besi. Laki-laki inipun

7
mencari-cari sesuatu untuk mahar, namun tidak juga mendapatkannya. Akhirnya beliau SAW
bertanya: Apakah kamu punya sesuatu dari Al-Quran? Dia menjawab: Ya, saya punya surah ini,
dan surah ini. Dia menyebutkan surah-surahnya. Lalu Rasulullah pun berkata: Saya nikahkan
kamu dengan wanita itu dengan mahar apa yang kamu miliki dari Al-Qur’an.5

Untuk memperjelas, ada beberapa penafsiran ulama tentang hadis yang diriwayatkan Sahal bin
Sa’ad As-Sa’idy di atas, dan bagaimana pendapat para fuqaha tentang mahar hafalan Al-Quran.

Dimana Sulaiman bin Khalaf (w.474) dalam kitabnya Al-Muntaqa Syarh Al-Muwatha, beliau
menjelaskan ada beberapa hukum yang terdapat dalam hadis tersebut, diantaranya :6

1. Sebuah pernikahan tidak sah tanpa mahar, kecuali bagi Nabi SAW. Karena nabi tidak
mengingkari ucapan wanita tersebut yang ingin menghibahkan atau minta dinikahi oleh
nabi tanpa meminta mahar dari beliau, sedangkan ketika ada sahabat yang ingin menikahi
wanita ini, justru nabi mengharuskan adanya mahar. Hal ini diperkuat oleh ayat Al-
Ahzab, ayat 50.
2. Hendaklah meminta mahar sesuatu benda yang bernilai, sedikit atau banyak. ketika laki-
laki tidak mampu, maka berilah keringanan, sebagaimana mana nabi SAW lakukan.
Sebelum meminta mahar yang meskipun hanya cincin dari besi. Nabi memerintahkan
untuk mencari sesuatu yang lebih berharga dari cincin besi terlebih dahulu. Kalau sudah
tidak ada, maka baru setelah itu meminta dalam jumlah yang lebih rendah meski berupa
cincin besi, dan itu serendah-rendahnya mahar.
3. Hendaklah mahar disegerakan penyerahannya, karena nabi tidak menawarkan laki-laki
ini mengakhirkan penyerahan maharnya. Tapi justru menikahkannya dengan apa yang
ada pada laki-laki tersebut saat itu juga.
4. Ketika nabi SAW menawarkan Al-Qur’an dijadikan mahar, menunjukkan dua
kemungkinan. Pertama, bahwa manfaat bisa menjadi mahar, ketika seseorang sudah tidak
memilki benda berharga lagi sebagai maharnya. Kedua Karena nabi tahu seseorang
tersebut tidak memilki apapun selain Al-Qur’annya.

5
Malik, Muwatha Al- Imam Malik, ( Beirut-Lubnan, Darel Ihya At-Turats Al-‘Araby, 1406H/1985M), Jilid 2, hal
526
6
Sulaiman bin Khalaf (w.474), Al-Muntaqa Syarh Al-Muwatha, (Mesir, Matba’ah As-Sa’adah, 1332 H) Cet 1, jilid
3, hal 275.

8
5. Maksud Perkataan nabi SAW: “Saya nikahkan kalian dengan apa yang kamu miliki dari
Al-Qur'an”, memiliki dua penafsiran.

Pertama, mengajarkan Al-Qur’an yang dia hafalkan atau sejumlah ayat atau surah yang dia
miliki kepada istrinya. Manfaat pengajaran yang dia berikan kepada istri tentang Al-Qur’an
tersebutlah mahar sesungguhnya. Dan ini menunjukkan bahwa mahar boleh berupa manfaat.

Tafsiran kedua, menjadikan Al-Qur’an sebagai mahar hanya berlaku atau khusus bagi sahabat
ini, tidak bagi yang lainnya dari umat nabi Muhammad SAW.

Jadi, Tafsiran pertama yang lebih tepat dan kuat, ditinjau dari segi lafaz dan maknanya.

Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan, Pentingnya keberadaan mahar. Sehingga ketika mahar
tidak bisa berupa harta, dengan manfaat juga dibolehkan, untuk terpenuhinya mahar dalam
pernikahan.

Kemudian, menjadikan mahar Al-Qur’an bukanlah sebuah keputusan yang diambil oleh pihak
wanita begitu saja, dianjurkan terlebih dahulu mereka meminta mahar berupa harta atau benda
yang bernilai, ketika sang calon suami tidak mampu, barulah meminta mahar berupa manfaat,
sebagai bentuk memberikan keringanan bagi calon suami. Sebagaimna Rasulullah
memperbolehkan mahar seorang sahabatnya berupa hafalan Al-Qur’an karena kondisi dia yang
faqir, tidak memiliki apapun atau yang layak menjadi mahar.

Adapun maksud menjadikan mahar Al-Qur’an berdasarkan tafsiran yang lebih tepat adalah
mengajarkan tentang hafalan Al-Qur’an kepada istri, bukan semata-mata hafalannya diberikan
diperdengarkan ketika akad. Wajib bagi seorang laki-laki yang memberikan mahar hafalan Al-
Qur’an kepada istrinya mengajarkan hafalannya tersebut, dari segi bacaan dan makna atau
kandungannya kepada istri. Jasa mengajarnya inilah yang dihargai dan menjadi mahar
sesungguhnya.

Namun tetap harus dicatat bahwa masih banyak para ulama yang menolak mahar berupa jasa,
termasuk jasa mengajarkan Al-Quran sekalipun. Sebagian tetap mengharuskan mahar berupa
harta secara fisik.

9
B. Pendapat Fuqaha Tentang Mahar Mengajarkan Al-Qur’an
1. Madzhab Hanafi

Imam Az-Zaila’I (w. 743H) salah seorang ulama Hanafiyah mengatakan dalam kitabnya
“Tabyinul Haqaiq” sebagai berikut:

Telah kami jelaskan, bahwasanya Hadis rasulullah “Saya nikahkan kalian berdua dengan apa
yang kamu miliki dari Al-Qur'an” tidak bisa menjadi hujjah dan bukan juga dalil bahwasanya
nabi menjadikan qur’an tersebut sebagai mahar, karena maknanya adalah saya nikahkan kamu
dengan berkah Al-Qur’an yang ada padamu, atau karena engkau dari Ahli Al-Qur’an.
Sebagaimana pernikahan Abi Thalhah dengan Ummu Sulaim karena keislamannya. Karena
mengajarkan Al-Qur’an merupakan suatu ibadah, tidak bisa ibadah tersebut menjadi mahar.
Karena seseorang beribadah untuk dirinya sendiri, seperti pahala mengajarkan iman, shalat
dan puasa. Dan karena firman Allah: “Maka bagi kalian setengar mahar yang diwajibkan atas
kalian”.7

Imam Az-Zaila'i menjelaskan dalam Madzhab Hanafi tidak diperkenankan mahar berupa
mengajar Al-Qur’an, karena kalau seandainya terjadi perceraian setelah akad pernikahan,
sebelum terjadi hubungan suami istri, pihak istri harus mengembalikan setengah mahar,
sedangkan kalau maharnya berupa jasa atau manfaat, bagaimana membaginya?

Pendapat ini diperkuat juga oleh pendapat Imam Al-Kasani dalam kitab “Badai’ Ash- Shana’I fi
Tartib Asy-Syarai’ :

‫وا بَِأ ْم َوالِ ُكم‬


‫َأن تَ ْبتَ ُغ ْـ‬

“Hendaklah Kalian mencari para isteri dengan harta kalian”(QS. An Nisa: 24)

”Syarat mahar harus berupa harta, sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa, ayat 24 “

2. Madzhab Maliki

Senada dengan madzhab Hanafi, menurut madzhab Maliki, mahar tidak bisa berupa jasa
mengajarkan Al-Qur’an. Ad-Dardir dalam kitabnya “Asy-Syarh Al-Kabir” mengatakan:

7
Az-Zaila’I, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzun Daqaiq, jilid 2, hal 146

10
Mengajarkan istri Al-Qur’an, yaitu seperti menikahinya dengan bacaan Al-Qur’an, ataupun
menjadikan pahala bacaan Al-Qur’an sebagai mahar, maka yang demikian fasid berdasarkan
kesepatan (madzhab).8

3. Madzhab Asy-Syafi’i

Berbeda dari jumhur ulama, ulama madzhab Syafi’I justru membolehkan mahar berupa manfaat,
termasuk manfaat mengajarkan Al-Qur’an. Sebagaimana yang dinukil dari Imam An-Nawawi
(w.676H), dalam Kitabnya Al-Majmu’ atau Raudhatut Thalibin . Imam An-Nawawi
menyebutkan,

ِ ْ‫ َو َذلِكَ َكتَ ْعلِ ِيم ْالقُر‬،‫صدَاقًا‬


‫آن‬ َ ُ‫ َجازَ َج ْعلُه‬،‫ُكلُّ َع َم ٍل َجا َز ااِل ْستِْئ َجا ُـر َعلَ ْي ِه‬

”Setiap jasa yang bisa disewa, boleh untuk dijadikan mahar, seperti jasa mengajarkan Al-
Qur’an”. Kemudian beliau menyebutkan syarat-syarat mahar yang berupa hafalan Al-Qur’an.9

Dijelaskan Secara Spesifik ayat atau surah yang dijadikan mahar. Bisa dengan dua cara,

Pertama: Dijelaskan berapa jumlah Al-Qur’an yang dijadikan mahar, seluruhnya ataukah tujuh
ayat pertama atau terakhir saja.

Kedua: Ditentukan berapa lama waktu dia memberikan mahar tersebut. Misalkan maharnya
berupa mengajarkan istri Al-Qur’an selama sebulan.

Wajib Bagi suami mengajar sang istri hafalan Al-Qur’an yang dijadikan mahar.

4. Madzhab Hambali

Al-Mardhawi dalam kitabnya Al-Inshof menyebutkan:

Jika suami memberi mahar berupa mengajarkan al qur'an kepada istrinya, maka ini tidak sah. ini
adalah pendapat resmi madzhab dan mayoritas ulama madzhab Hambali.10

5. Madzhab Adz-Dzhohiri

Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla bil Atsar menyebutkan:


8
Ad-Dardir, Asy-Syarh Al-Kabir, jilid 2, hal 309
9
An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, jilid 16, hal 238
10
Al- Mardhawi, Al-Inshof, Jilid 8, hal 234

11
Segala sesuatu yang bisa dibagi dua, lebih sedikit atau lebih banyak. dapat menjadi mahar,
walaupun itu biji gandum atau biji tepung. Begitu juga semua jenis pekerjaan yang halal seperti
mengajarkan qur'an atau ilmu yang lain, atau mendirikan bangunan atau menjahit dan
sebagainya, selama keduanya ridha.11

11
Ibnu Hazm, Al-Muhalla Bil Atsar, jilid 9, hal 91.

12
13
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menjadikan Al-Qur'an sebagai mahar berdasarkan tafsiran jumhur ulama adalah mengajarkan
tersebut beserta kandungannya kepada sang istri. Mengajarkan Al-Qur’an sebagai mahar pun
masih termasuk ranah khilaf para ulama, karena dia berupa manfaat bukan benda berwujud. Dan
tak satupun mereka berbeda ketika mahar berupa harta. Dalam usul fiqih, keluar dari ranah khilaf
lebih utama. Artinya lebih baik mahar dalam pernikahan berupa harta atau benda, tidak berupa
manfaat atau jasa.

Dalam mahar dibolehkan negosiasi antara kedua belah pihak, pihak wanita dan laki-laki, mahar
ditentukan sesuai kemampuan laki-laki. Dan hendaklah pihak wanita memberi keringanan dalam
mahar, bukan memberatkan. Sebagaimana hadis nabi SAW :

ً‫َأ ْعظَ ُم النِّ َسا ِء بَ َر َكةً َأ ْي َس ُره َُّن َمُئونَة‬

Wanita yang paling banyak berkahnya adalah yang paling mudah maharnya. (HR.Ahmad)

Dimana untuk menikahi seorang gadis hendaklah menggunakan mahar yang sesuai ketentuan
syariat yang ada yaitu berupa materi. Berusaha semampu mungkin untuk memberikan mahar
yang bermanfaat untuk calon istri walaupun itu hanya dari besi.

Setiap yang menjadikan Al-Qur’an sebagai mahar perlu mengetahui kewajibannya. Tidak
sekedar membacakan hafalan tersebut ketika akad, tapi harus mengajarkan kepada istrinya ayat-
ayat atau surah yang dia jadikan mahar beserta kandungannya.

B. Saran
Demikianlah isi dari pada makalah kami semoga apa yang terdapat di dalamnya menjadi sumber
ilmu yang bermanfaat bagi kita semuanya. dan tentunya masih banyak kekurangan yang terdapat
pada makalah kami dikarenakan kami pun masih dalam tahap pembelajaran yang lebih lanjut
lagi. Oleh kare itu sangatlah dibutuhkannya penelitian yang lebih dalam lagi mengenai hal
tersebut dan juga perlu adanya kritikan dan saran dari semuanya. Sekian, Terimakasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Aminuddin. 1999. Fiqh Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia.

Sabiq, Sayyid. 1981. Fiqh Sunnah 7. Penerjemah: Mahyuddun Syaf, Bandung: PT Alma’arif.

Departemen Agama RI, 2012, Al-Qur‟an dan Terjemhannya : Bandung: CV Diponegoro.

Malik, Muwatha Al- Imam Malik, (Beirut-Lubnan, Darel Ihya At-Turats Al-‘Araby,
1406H/1985M), Jilid 2.

Sulaiman bin Khalaf, Al-Muntaqa Syarh Al-Muwatha, (Mesir, Matba’ah As-Sa’adah, 1332 H)
Cet 1, jilid 3.

Az-Zaila’I, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzun Daqaiq, jilid 2.

15

Anda mungkin juga menyukai