Anda di halaman 1dari 13

HUTANG MAHAR PENIKAHAN DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat


Pengajuan Skripsi
Program Studi Ahwal Syakhsiyah

Oleh :
M. MUKHLIS MAHSAN

NIM/NIMKO: 13.2.01.0209/6414010113013

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM INDONESIA (STAIINDO)
JAKARTA
1438 H / 2017 M
1

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan muara atas rasa saling kasih dan mencintai


antara lelaki dan perempuan yang diciptakan oleh Tuhannya. Sudah menjadi
kodrat iradah Allah, manusia diciptakan berjodoh-jodoh dan diciptakan oleh
Allah mempunyai keinginan untuk berhubungan antara pria dan wanita.1
Pernikahan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak, berkembang biak,2 dan berlangsung dari generasi ke
generasi berikutnya sehingga dapat melestarikan eksistensi3 dalam hidupnya.
Hal ini tertera dalam surat An-Nisa’ ayat: 1

‫اَي َأهُّي َا النَّ ُاس ات َّ ُقوا َربَّمُك ُ اذَّل ِ ي َخلَ َقمُك ْ ِم ْن ن َ ْف ٍس َوا ِحدَ ٍة َو َخلَ َق ِمهْن َا َز ْوهَج َا َوب َ َّث ِمهْن ُ َما ِر َجااًل‬
١:‫﴿النساء‬  ‫ َّن اهَّلل َ اَك َن عَلَ ْيمُك ْ َر ِقي ًبا‬  ‫ون ِب ِه َواَأْل ْر َحا َم‬ َ ُ‫ َوات َّ ُقوا اهَّلل َ اذَّل ِ ي ت َ َس َاءل‬  ‫﴾ َك ِث ًريا َو ِن َس ًاء‬
‫ِإ‬

Artinya : tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu
(Adam), dan Allah ciptakan pasangannya (Hawa) dari dirinya dan dari
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengaan namanya kamu saling
minta, dan (peliharalah) hubungan kekelurgaan. Sesungguhnya Allah
menjaga dan mengawasimu. (Qs. An-Nisa’: 1)4
Tujuan pernikahan ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam
rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis
dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera yakni
kasih sayang antar anggota keluarga.
Untuk mencapai ketentraman, saling cinta, dan kasih sayang dalam
rumah tangga diperlukan saling menghormati dan memahami satu sama lain,
begitu pula antara suami dan istri harus ada saling pengertian satu sama lain

1
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Bogor : Kencana, 2003), hlm. 27.
2
Sayyid sabiq, fiqih sunnah, 4 jilid ed. Hassan Albanna (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006),
jilid 2: 477.
3
Eksistensi adalah: keberadaan. Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ( Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), hal. 378.
4
Tim Penyusun Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (jakarta : CV, Adi Aksara
Abadi indonesia , 2011), hal. 110.
2

daintaranya memenuhi hak dan kewajibannya. Salah satu kewajiban suami


terhadap istrinya adalah memberikan mahar terhadap istrinya.
Ini adalah kewajiban yang tidak boleh diabaikan oleh suami. 5
Demikian juga firman Allah dalam surat An-Nisa’: 24

َ ‫ات ِم َن ال ِن ّ َسا ِء اَّل َما َملَ َك ْت َأيْ َمانُمُك ْ ۖ ِك َت‬


‫اب اهَّلل ِ عَلَ ْيمُك ْ ۚ َوُأ ِح َّل لَمُك ْ َما َو َر َاء َذٰ ِلمُك ْ َأ ْن‬ ُ َ‫َوالْ ُم ْح َصن‬
‫ِإ‬
‫تَبْتَغُوا ِبَأ ْم َوا ِلمُك ْ ُم ْح ِص ِن َني غَرْي َ ُم َسا ِف ِح َني ۚ فَ َما ا ْس َت ْم َت ْعمُت ْ ِب ِه ِمهْن ُ َّن فَآتُوه َُّن ُأ ُج َوره َُّن فَ ِريضَ ًة ۚ َواَل ُجنَ َاح‬
‫عَلَ ْيمُك ْ ِفميَا تَ َراضَ ْيمُت ْ ِب ِه ِم ْن ب َ ْع ِد الْ َف ِريضَ ِة ۚ َّن اهَّلل َ اَك َن عَ ِلميًا َح ِكميًا‬
‫ِإ‬

Artinya: Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang


bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu
miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain
(perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan
hartamu untuk menikahinya bukan untuk zina. Maka karena kenikmatan yang
telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka
sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu
telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sungguh Allah maha
mengetahui, maha bijaksana. (Qs. An-Nisa’: 24)6
Islam sangat memerhatikan dan menghargai kedudukan wanita dengan
memberikan hak kepadanya yaitu hak untuk menerima mahar (maskawin).
Suami diwajibkan memberikan mahar kepada isrti.7
Hal ini tertera dalam surat An-Nisa’ :4

٤:‫﴿النساء‬  ‫فَ ْن ِطنْب َ لَمُك ْ َع ْن يَش ْ ٍء ِمنْ ُه ن َ ْف ًسا فَلُك ُو ُه َه ِنيًئا َم ِريًئا‬  ً ‫﴾ َوآتُوا ال ِن ّ َس َاء َصدُ قَاهِت ِ َّن حِن ْ ةَل‬
‫ِإ‬

Artinya : berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu


nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepad kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,
5
Ade Firmansyah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Mahar”,
http://blogspot.co.id/2012/03/tinjauan-hukum -islam-terhadap-mahar, di akses tanggal 09
maret 2017 .
6
Tim Penyusun Kementrian Agama RI, hal.
7
Sayyid sabiq, fiqih sunnah, jilid 3, 40.
3

maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi
baik akibatnya. (Qs. An-Nisa’ :4)8

Maksudnya berikanlah mahar kepada istri sebagai pemberian wajib


bukan pembelian atau ganti rugi. Jika setelah menerima mahar tanpa paksaan
dan tipu muslihat, lalu ia memberikan sebagian maharnya kepadamu, maka
terimalah dengan baik. Hal itu tidak disalahkan dan tidak berdosa. Bila istri itu
memberikan karena paksaan, takut atau terkicuh, maka itu tidak halal
menerimanya.
Mahar adalah salah satu hak istri yang bersifat material dalam suatu
perkawinan. Mahar adalah sadaq yaitu pemberian yang berupa materi, baik
berupa harta atau jasa dari seorang mempelai laki-laki kepada seorang
mempelai wanita untuk dimanfaatkan menurut syara’ yang dibayarkan baik
secara tunai ataupun ditangguhkan.9
Mahar merupakan pemberian dari calon mempelai pria kepada calon
mempelai wanita, baik berupa barang, uang maupun jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum islam. Dalam masyarakat di indonesia umumnya
kelurga pihak waita akan meminta mahar dengan menyebut nominal uang atau
meminta barang yang bernilai dan dapat dimiliki oleh wanita yang akan
dinikahi.
Mahar dalam islam bukan sebagai adat kebiasaan seperti pada zaman
jahiliyah, hak perempuan itu dihilangkan dan disia-siakan sehingga walinya
semena-mena dapat menggunakan hartanya dan memberikan kesempatan
untuk mengurus harta serata menggunakannya. Islam datang dan
menghilangkan belenggu ini. Istri diberi hak mahar. Suami diwajibkan
memberikan mahar kepadanya, bukan kepada ayahnya. Orang yang paling
dekatpun tidak dibenarkan menjamah sedikitpun harta bedanya tersebut
kecuali dengan ridhonya.

Tidak ada ketentuan pasti yang disepakati para ulama’ tentang batas
maksimal pemberian mahar, demikian juga batasan minimalnya. Yang jelas
8
Tim Penyusun Kementrian Agama RI, hal. 114.
9
Data Rental, studi komparasi antara pendapat imam malik dan imam syafi’i tentang batas
minimal mahar, http://blogspot.co.id/2009/05/studi-komparasi-antara-pendapat-imam malik-
dan imam syafi’i-tentang-batas-minimal-mahar, di akses tanggal 12 maret 2017.
4

meskipun sedikit ia wajib ditunaikan. Dalam Kompilasin Hukum Islam (KHI)


pasal 30 dan 31 di sebutkan bahwa “Calon mempelai pria wajib memberi
mahar kepada calon mempelai wanita, yang bentuk, jumlah dan jenisnya
disepakati oleh kedua belah pihak” dan “Penetuan mahar berdasarkan asa
kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.10

Dalam pasal 30 diatas menurut para fuqoha benda yang layak dijadikan
mahar adalah berupa harta yang berharga seperti emas, perak uang atau benda
lain yang bernilai materi. Jadi segala sesuatu yang tidak ada nilai materinya
tidak sah dijadikan sebagai mahar seperti bangkai, babi atau benda lain yang
tidak bernilai.
Ulama’ Syafi’iyah, Imam Ahmad, Ishak, dan Abu Tsaur berpendapat
tidak ada batas minimal mahar, tetapi sah dengan apa saja yang mempunyai
nilai materi, baik sedikit maupun banyak.11
Namun Imam Abu Hanifah dan Imam malik berpedapat bahwa
maskawin itu ada batas minimalnya. Menurut Imam Abu Hanifah maskawin
minimal sepuluh dirham, atau satu dinar. Dan menurut Imam Malik, minimal
serubu’ (seperempat) dinar, atau tiga dirham.12
Tentang pemberian maskawin atau mahar itu boleh saja dibayarkan
tunai atau sebagian tunai dibayar kelak. Hal ini diserahkan sebagaimana
kebiasaan dalam masyarakat. Ketika nilai mahar terlalu tinggi maka pihak
suami tidak dapat mebayar secara tunai maka mahar dapat di hutang atau di
kredit. Hal ini diatur dalam KHI pada pasal 33 yaitu:
1. Penyerahan mahar dibayar tunai.
2. Apabia calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar
boleh ditaguhkan baik untuk seluruhnya atau sebagian. Mahar
yang belum dituanikan penyerahannya menjadi hutang calon
mempelai pria.
Sebagian para pakar hukum islam menyatakan bahwa mahar yang
dibayar secara tunai ataupun ditangguhkan harus diucapkan oleh calon suami,
10
Undang-Undang RI Nomer 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilsai Hukum
Islam, ed. Terbaru (Bandung: Citra Umbara, 2015), hal. 331.
11
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga (Yogyakarta: Pustaka
Baru, 2017), hal.70.
12
Muhammad hasbi ash shiddieqy, hukum-hukum fiqih islam (Semarang : Pustaka Rizki Putra,
1997), hal. 249.
5

mengenai mahar yang ditangguhkan dalam tempo dekat atau tempo yang lama
semuanya berdasarkan kesepaktan antara calon istri dengan calon suami.13
Imam Mazhab sepakat bahwa mahar boleh di bayar kontan dan boleh
pula dihutang, baik sebagian maupun seluruhnya, dengan syarat harus
diketahui secara detail. Misalnya “saya terima nikahnya dengan maskawin 100
ribu 50 ribu tunai, atau saya terima nikahnya dengan maskawin hutang setelah
saya dapat pekerjaan.
Pelaksanaan mahar dengan kontan dan berhutang, atau kontan
sebagian dan hutang sebagian. Hal ini terserah kepada adat masyarakat dan
kebiasaan mereka yang berlaku. Tetapi sunnah kalau membayar kontan
sebagian. Karena:

‫ فقال‬.‫ منع عليا ان يدخل بفاطمة حىت يعطهيا‬:‫عن ابن عباس ان النيب صل هللا عليه وسمل‬
‫ و النساءي واحلامك‬,‫ (رواه ابو داود‬.‫ فقال فأين درعك احلطمية؟ فأعطاه اايها‬.‫ ما عندي شئي‬:
)‫وحصحه‬

Artinya: Ibnu abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw. Melarang Ali


mengumpuli Fatimah sampai ia memberikan sesuati kepadanya. Lalu ia
menjawab: “saya tidak punya apa-apa”, maka sabdanya: “dimanakah baju
besi “huttanniyah” mu?”. Lalu diberikan barang itu kepada fatimah. (H.R.
Abu Daud, Nasai’i dan Hakim dan disahkan olehnya).14
Al-Auza’i berkata,”para ulama’ mensunahkan tidak mencampuri istri
sebelum membayar sebagian dari maharnya.” Zuhri berkata.“Adalah
perbuatan sunnah jika seorang tidak mencampuri istrinya sebelum ia
memberikan nafkah ataupun pakaian. Abu Hanifah berkata,”Suami berhak
mencampurinya, baik istri terpaksa maupun tidak, sekalipun maharnya dengan
cara berhutang, karena sebelumnya dia setuju dengan mahar utang. Dengan
demikian, hak suami tidak gugur.15
Ulama’ Malikiyah berpendapat bahwa bila suami tidak sanggup
menunaikan kewajibannya membayar mahar ia tidak dipaksa untuk

13
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, hal. 73.
14
Sayyid sabiq, fiqih sunnah, ed. Moh. Thalib (Bandung: Al-Ma’arif, 1997), jilid. 7, hal. 59.
15
Sayyid Sabiq, fiqih sunnah, jilid 3, hal. 45.
6

membayarnya, tetapi ditunggu sampai ia berkelapangan untuk membayarnya.


Menurut ulama syafi’iyah bila suami tidak mampu membayar mahar dan istri
sabar menerimanya tidak ada persoalaan. Namun bila istri tidak sabar
menunggu kelapangan suami, maka ia boleh menuntut batalnya perkawinan.
Ulama hanabilah berpendapat bahwa istri berhak menuntut batalnya
perkawinan bila sebelumnya ia tidak tahu akan ketidakmampuan suami itu.16
Dari beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pembayaran
mahar bisa diberikan langsung ketika terjadi akad nikah dan bisa diberikan
dengan cara berutang. Akan tetapi, yang lebih baik, bahkan disunnahkan
apabila akan diangsur sebaiknya diberikan langsung sebagian lebih dulu,
sedangakan kekurangnnya dilakukan secara berangsur-angsur.
Dalam hal penundaan pembayaran mahar (dihutang), terdapat dua
perbedaan dikalangan fiqih. Segolongan ahli fiqih berpendapat bahwa mahar
tidak boleh diberikan dengan cara dihutang keseluruhan. Segolongan lainnya
mengatakan bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi menganjurkan
agar membayar sebagian mahar di muka manakala akan menggauli istri.17
Melihat dari latar belakang permasalahan yang ada maka penulis akan
meneliti lebih lanjut tentang “Hutang Mahar Pernikahan dalam Perspektif
Hukum Islam”.

16
Amir Syarifuddin, Hukum Pernikahan Islam di Indoensia (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), hal. 96.
17
Slamet Abidin dan Aminuddin, fiqih munakahat (Bandung: Pustaka Setia, 1999), jilid 1,
hal. 115.
7

B. Batasan Masalah
Dalam sebuah penelitian agar tidak terjadi pembiasan masalah yang
tidak ada ujungnya. Penulis dalam hal ini membatasi pembahsan dalam skripsi
ini terutama dalam Hutang Mahar Pernikahan Dalam Persepektif Hukum
Islam.

C. Rumusan Masalah
Utuk membuat permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai dengan
titik tekan kajian, maka harus ada Rumusan Masalah yang benar-benar fokus.
Ini dikmasudkan agar pembahasan dalam karya tulis ini tidak melebar dari apa
yang dikehendaki. Dari latar belakang masalah di atas, ada beberapa rumusan
masalah yang dapat diambil:
1. Apa pengertian dan landasan hukum mahar?
2. Berapakah kadar mahar?
3. Berpakah macam mahar?
4. Bagaimanakah bentuk mahar?
5. Apa hikmah mahar?

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk menjawab apa yang sudah
dirumusakan dalam rumusan masalah diatas yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian mahar.
2. Untuk mengetahui landasan hukum mahar.
3. Untuk mengetahui kadar mahar
4. Untuk mengetahui macam, bentuk, kadar dan hikmah mahar.
5. Untuk mengetahui hutang mahar pernikahan dalam persepektif
hukum islam.
6. Untuk mengetahui hutang mahar pernikahan dalam persepektif
hukum islam.
8

E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain
sebagai berikut:
1. Teoritis
a. Menambah refrensi ilmu pengetahuan hukum pada umumnya.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih luas tentang mahar.
c. Dengan adanya penelitian ini akan diperoleh informasi
mengenai hutang mahar dalam pernikahan menurut persepektif
hukum islam.
2. Akademik
a. Sebagai sumbangan pemikiran yang berupa karya ilmiah
kepada para pembaca pada umumnya dan bagi civitas
akademika STAIINDO jakarta pada khususnya.

F. Metodelogi Penelitian
Metode penelitian merupakan rangkain kegiatan ilmiah dalam rangka
pemecahan suatu permasalahan. Metode penelitian memberikan secara teknis
tentang metode yang digunakan dalam penelitian.
Metodelogi merupakan proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan
untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodelogi
adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metodelogi
dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis yang kita gunakan untuk
melakukan penelitian, sementara perspektif teoritis itu sediri adalah suatu
kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan penliti memahami
data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa.

1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif
(qualilatif research). Yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan etode
pengumpulan data pustaka. Membaca dan mencatat serat mengolah bahan
9

penelitian,18 yaitu dengan mengumpulkan teori-teori dalam kitab-kitab,


pendapat para ahli dan karangan ilmiah lainnya yang ada relevansinya dengan
pembahasan dengan karya skripsi ini.
Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang lebih
mengarah kepada penggambaran secara spesifik tentang fenomena tertentu. 19
Artinya bahwa penulis di sini hanya menggambarkan peristiwa dan fenomena
terkait dengan persoalaan hutang mahar dalam pernikahan menurut persepektif
hukum islam di kalangan masyarakat.

2. Metode Pengumpulan data


Dalam proses pengumpulan data, penulis menggunakan metode yaitu
studi pustaka. Kajian pustaka dilakukan untuk mencapai pemahaman yang
komprehensif20 tentang konsep-konsep yang di kaji. Bahan yang akan
digunakan untuk kajian pustka ini adalah kitab-kitab, buku, pendapat para ahli,
materi-matei, dan karya ilmiah yang berhubungan dengan materi proposal.

3. Analisis Data
Berdasarkan data diperoleh untuk menyusun dan menganalisa data-
data yang terkumpul maka metode yang penulis gunakan adalah metode
deskriptif analisis adalah suatu bentuk analisa yang berkenaan dengan masalah
yang diteliti atau analisis yang lebih mengarah kepada penggambaran secara
spesifik tentang fenomena yang diteliti. Analisis deskriptif yaitu bertujuan
untuk memberikan deskripsi mengenai sebyek penelitian berdasarkan data
yang diperoleh. Dengan demikian penulis akan menggambarkan HUTANG
MAHAR DALAM PERNIKAHAN DALAM PERSEPKTIF HUKUM
ISLAM.

18
Mestika Zed, Metodologi Penelitian Kepustakaan, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
2004), hlm. 3.
19
Tim Penyusun Tulis Ilmiah STAIINDO jakarta, pedoman dan tehnik penulisan skripsi,
(jakarta: STAIINDO JAKARTA, 2014), 25.
20
Komprehensif adalah: mampu menangkap (menerima) dengan baik. Lihat Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), hal. 744.
10

G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab, dimana dalam
setiap bab terdapat sub-sub bab permasalahan; yaitu:

Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah
b. Batasan Masalah
c. Rumusan Masalah
d. Tujuan penelitian
e. Manfaat penelitian
f. Metode penelitian
g. Sistematika penulisan

Bab II Ketentuan Umum Tentang Mahar


a. Pengertian Mahar
b. Dasar Hukum Mahar
c. Kadar Mahar
d. Macam-macam Mahar
1. Mahar musamma
2. Mahar mitsil
e. Bentuk dan syarat-syarat Mahar
f. Gugur/rusaknya Mahar
g. Hikmah adanya Mahar

Bab III Pndangan Islam dan Hukum Positif Tentang Hukum Mahar
a. Hukum hutang mahar pernikahan dalam perspektif hukum islam dan
ulama fiqih.
b. Hukum hutang mahar pernikahan dalam kompilasi hukum islam.
c. Pandangan ulama mazhab tentang hutang mahar

Bab IV Hukum Islam dan Rukhsoh Mahar Nikah


a. Islam dan Rukhsoh
b. Hukum darurat dalam Islam
c. Pandangan MUI tentang hutang mahar.
11

Bab V Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran-saran

Daftar Pustaka
Daftar Riwayat Hidup
12

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan tafsirnya, Jakarta: Adhi
Aksara Abadi Indonesia, 2011.
Imam Syafi’i, Al-Umm, tahqiq dan takhrij: Rif’at Fauzi Abdul Muththalib,
Jakarta: Pustaka Azzam, 2014.
Slamet Abidin dan Aminuddin, fiqih munakahat, Bandung: Pustaka Setia,
1999.
Sayyid Sabiq, fiqih sunnah, pengantar: Hassan al banna, Jakarata: Pena Pundi
Aksara, 2006.
Sayyid Sabiq, fiqih sunnah, ed. Moh. Thalib, Bandung: Al-Ma’rif, 1997.
Aliy As’ad, terjemah fathul mu’in, bimbingan Moh. Tolchah Mansur, Kudus:
Menara Kudus, 1979.
Tim penyusun Tulis Ilmiah STAIINDO jakarta, pedoman dan tehnik penulisan
skripsi, jakarta: STAIINDO JAKARTA, 2014.
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Semarang:
Pustaka Rizki putra, 1997.
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga,
Yogyakarta, Pustaka Baru, 2017.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana
Prenada Media Group, 2006.
Thalib Sayuti, Hukum Kekelurgaan Indonesia, Jakarta, Penerbit Universitas
Indonesia, 2007.

Anda mungkin juga menyukai