Anda di halaman 1dari 35

KONSEP MAHAR MITSIL MENURUT SYEKH

NAWAWI BANTEN DALAM KITAB NIHAYATUZ ZAIN

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
Ahmad Ma`mun Faozi
NIMKO: 202044030511

FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS AL-FALAH AS-SUNNIYAH
KENCONG JEMBER
OKTOBER 2023
KONSEP MAHAR MITSIL MENURUT SYEKH NAWAWI
BANTEN DALAM KITAB NIHAYATUZ ZAIN

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada
Universitas Al-Falah As-Sunniyah Kencong Jember
Untuk Mengikuti Seminar Proposal
Fakultas Syari’ah Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah

Oleh :
AHMAD MA`MUN FAOZI
NIM: 202044030511

UNIVERSITAS AL-FALAH AS-SUNNIYYAH


KENCONG-JEMBER
OKTOBER 2023

i
HALAMAN PERSETUJUAN

KONSEP MAHAR MITSIL MENURUT SYEKH


NAWAWI BANTEN DALAM KITAB NIHAYATUZ ZAIN

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada
Universitas Al-Falah As-Sunniyyah Kencong Jember
Untuk Mengikuti Seminar Proposal
Fakultas Syari’ah Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah

Oleh :
AHMAD MA`MUN FAOZI
NIM: 202044030511

Disetujui
Pembimbing

RIJAL MUMAZZIQ ZIONIS M.H.I.


NIDN. 2130048401

Mengetahui
Ketua Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyahh
Universitas Al-Falah As-Sunniyyah
Kencong Jember

Moch. Aufal Hadliq Khaiyyul Millati Waddin, M. HI


NIDN.2120069201

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................i
Halaman Persetujuan......................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

A. Judul Penelitian ....................................................................................... 1

B. Latar Belakang ........................................................................................ 1

C. Fokus Penelitian ...................................................................................... 6

D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6

F. Definisi Istilah......................................................................................... 8

G. Kajian Pustaka ........................................................................................ 9

1. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 9

2. Kajian Teori ...................................................................................... 13

H. Metode Penelitian ................................................................................. 26

I. Sistematika Pembahasan ....................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 29

iii
A. Judul Penelitian

KONSEP MAHAR MITSIL MENURUT SYEKH NAWAWI BANTEN


DALAM KITAB NIHAYATUZ ZAIN

B. Latar Belakang

Manusia diciptakan berpasang-pasangan dengan lawan jenis, yaitu antara


laki-laki dan perempuan. Sudah menjadi fitrahnya laki-laki dan perempuan
merasakan ketertarikan antara dua orang yang hidup berdampingan. Oleh
karena itu, harus dicari cara untuk menyatukan keduanya menjadi satu keluarga
Sakinah, yaitu melalui perkawinan yang sah. Islam melihat pernikahan sebagai
suatu cita-cita yang sangat ideal. Perkawinan bukan hanya sebagai persatuan
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, bahkan lebih dari itu,
perkawinan sebagai ikatan sosial dengan semua aneka macam tugas dan
tanggung jawab dari masing-masing pasangan. Dijelaskan Al-Qur’an dengan
jelas sudah disebutkan bahwa tujuan dari perkawinan adalah untuk
membangun kehidupan yang tentram, aman dan damai, dengan penuh cinta dan
kasih sayang didalamnya.1 Agama Islam lengkap dengan aturan-aturan
mengenai pernikahan, agar lebih teratur serta mampu mengangkat harkat serta
kemulian manusia. Ini merupakan salah satu dari tujuan Allah SWT
menurunkan syariat bagi umat manusia.2

Menyatukan dua pasang manusia paling baik dan diakui adalah dengan
melakukan proses penyatuan yang disebut dengan pernikahan. Perkawinan
menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.3 Seperti halnya yang sudah disebutkan dalam Undang-

1
Ulfiyatul Fauziyah(Dkk), Tinjauan Maqasid Al-Syari’ah Terhadap Penetapan Permohonan Wali
Adhal Di Pengadilan Agama Lamongan Studi Terhadap Penetapan No. 0073/Pdt.P/2008/Pa.Lmg,
Vol. I, No. 2, (Tuban: The Indonesian Journal Of Islamic Law And Civil Law, 2020), 140.
2
Abdul Ridho Hamdi (Dkk), Penetapan Wali ‘Adhol Dalam Perkawinan Masyarakat Muslim, Vol.
8, No. 1, (Binjai: Jurnal Nuansa Akademik, 2023), 47.
3
Supenianto (dkk), Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2011), 64.

1
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi
“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.4

Agama islam sangat menganjurkan pernikahan, perintah pernikahan


terkandung dalam Al-Quran surah an-Nur ayat 32 sebagai berikut:

‫ضلِ ِه‬ ‫ْي ِم ْن عِبَ ِاد ُك ْم َوإِ َمابِ ُك ْم إِ ْن يَ ُك ْونُ ْوا فُ َقَراءَ يُ ْغنِ ِه ُم ه‬
ْ َ‫اَّللُ ِم ْن ف‬ ِ ِ ‫واَنْكِحوا ْاْلََيمى ِمْن ُكم وال ه‬
َ ْ ‫صل ح‬ َْ ََ ُ َ
‫يم‬ِ ِ ‫وه‬
ٌ ‫اَّللُ َواس ٌع َعل‬ َ

Artinya:

“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu dan


juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik
laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”5

Perintah pernikahan tidak hanya terkandung dalam Al-Quran, Pernikahan


merupakan Sunnah Nabi Muhammad SAW, Kemudian Nabipun bersabda
dalam Hadits sebagai berikut:

‫ ََل تَ ْسأ َِل الْ َم ْرأَةُ طَ ََل َق‬: ‫صلهى هللاُ َعلَْي ِه َو َسله َم‬ ِ َ َ‫َِب ُهَريْ َرةَ َر ِض َى هللاُ َعْنهُ ق‬
َ ‫ال َر ُس ْو ُل هللا‬ َ َ‫ال ق‬ ْ ِ‫َع ْن أ‬
‫ص ْف َحتَ َها َولَتَ ْنكِ ْح فَإِ هن ََلَا َما قُ ِد َر ََلَا‬ َ ‫اختِ َهالِتَ ْستَ ْف ِر‬
َ ‫غ‬ ْ
Artinya:
"Dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata: “Rasulullah SAW. Bersabda: “Seorang
wanita janganlah minta perceraian saudara perempuannya (dari suaminya)

4
Jamaluddin dan Anda Amalia, Buku Ajar Hukum Perkawinan, (Sulawesi: Unimal Press, 2016),
307.
5
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahnya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Balitbang, (Jakarta: Diklat Kemenag Ri, 2019), 503.

2
supaya ia menumpahkan pinggangnya. Dan hendaklah ia menikah,
sesungguhnya ia memperolah apa yang telah ditetapkan untuknya.”6

Pernikahan tidak akan sah apabila pernikahan tersebut tidak memenuhi


ruku–rukun pernikahan yaitu calon istri, calon suami, wali, dua orang saksi dan
shighat nikah. Rata–rata hal yang membuat orang paling menghawatirkan dan
yang paling menegangkan adalah waktu pelaksanaan akad nikah. Isi dari akad
nikah adalah kontrak pernikahan berupa serangkaian persetujuan wali dan
Qaboul (Pernyataan penerimaan terhadap suatu akad) diberitahu oleh mempelai
pria atau wakilnya dibantu oleh dua orang saksi.7 Sering kali pada pengucapan
akad nikah, wali dan calon pengantin pria menyebutkan mahar nikah walupun
sah jika tidak diebutkan mahar.
Mahar adalah salah satu rukun dalam pernikahan, oleh karena itu pernikahan
tidak sah jika tidak ada mahar. Islam tidak memberi aturan besar kecilnya
pemberian mahar, sekecil apapun mahar asal ada nilainya bisa dijadikan mahar
walaupun mahar dari cincin besi. Seperti hadis Nabi Muhammad SAW sebagi
berikut :

ٍ ‫ال لِرج ٍل تَزهوج ولَو ِِباتَر ِمن ح ِد‬ ِ ٍ


‫يد‬ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َ‫صلهى هللاُ َعلَْيه َو َسله َم ق‬ ُّ ِ‫َع ْن َس ْه ِل ابْ ِن َس ْعد أَ هن الن‬
َ ‫هِب‬

Artinya:

“Dari Sahal bin Sa'ad bahwa Nabi saw. berkata kepada se- orang lelaki :
Kawinlah, kendatipun dengan maskawin dari besi."8

Selain mahar bisa diberikan denagan materi, mahar juga bisa diberikan
dengan memberikan manfaat, nabi telah mencontohakan boleh memberi mahar
berupa mengajarkan Al-Quran pada hadis beliau yang ada pada kitab Sahih
Bukhori hadis tersebut sebagai berikut :

6
Achmad Sunarto, Tarjamah Sahih Bukhori 8, (Semarang: Cv. Asy Syifa’, 1993), 485.
7
Muhazir, Aqad Nikah Pespektif Fiqh Dan Kompilasi Hukum Islam, Vol. 6, No. 2, (Lansa: Al-
Qadhâ, Juli – Desember 2018), 28.
8
Achmad Sunarto, Tarjamah Sahih Bukhori 7, (Semarang: Cv. Asy Syifa’, 1993), 79.

3
ِ ‫ول هللاِ صلهى هللا علَي ِه وسلهم إِ ْذ قَام‬ ِ ‫ند رس‬ ِ ِ ِ ِ ُ ‫عن سه ِل اب ِن سع ِد ال هساعِ ِدي ي ُق‬
‫ت‬ َ َ ََ َْ ُ َ ُ َ َ ‫ول إِيِن لَفي الْ َق ْوم ع‬ َ َْ ْ َْ َْ
‫ت‬ ِ ِ َ‫ول هللاِ إِ هَّنَا قَ ْد وهبت نَ ْفسها ل‬
ْ َ‫ت فَ َقال‬ ْ ‫ك فَلَ ْم ُُيبُ َها َشْي ئًا ُثُه قَ َام‬
َ َ‫ك فَ َرفْي َه َار أَي‬
َ َ َ ْ ََ َ َ ‫ت ََي َر ُس‬ ْ َ‫ْامَرأَةٌ فَ َقال‬
‫ت إِ هَّنَا‬ ِ ِ ‫اَّللِ إِ هَّنَا قَ ْد وهبت نَ ْفسها لَك فَرفِيها رأَيك فَلَم ُيب ها َشي ئا ُثُه قَام‬
ْ َ‫ت الثهالثَةَ فَ َقال‬ َ ً ْ َ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ ‫ول ه‬ َ ‫ََي َر ُس‬
‫ال َه ْل عِنْ َد َك‬ َ َ‫ ق‬، ‫َنك َخْي َها‬ ِ ‫اَّللِ أ‬‫ول ه‬ َ ‫ال ََي َر ُس‬ َ ‫ك فَ َق َام َر ُجل فَ َق‬ َ َ‫ك فَ َريْ َه َار أَي‬
َ َ‫ت نَ ْف َس َها ل‬ْ َ‫فَ َق ْد َوَهب‬
‫ َما‬: ‫ال‬ َ ‫ ُثُه َجاءَ فَ َق‬، ‫ب‬ َ َ‫ب فَطَل‬
ٍِ ِ
َ ‫ب َولَ ْو َخاَتََا م ْن َحديد فَ َذ َه‬ ُ ُ‫ب فَاطْل‬ ْ ‫ال ا ْذ َه‬ َ َ‫ ق‬، ‫ال ََل‬ َ َ‫ِمن َش ْي ٍء ق‬
‫ َمعىن ُس ْوَرةُ َك َذا‬: ‫ال‬ َ َ‫رآن َش ْي ؟ ق‬ ِ ‫ك ِمن ال ُق‬ ٍ ‫وج ْدت َشي ئا وََل خاَتََا ِمن ح ِد‬
َ َ ‫ال َه ْل َم َع‬ َ ‫ فَ َق‬، ‫يد‬ َ ْ َ َ ًْ ُ َ َ
. ‫ك ِمن القرآن‬ َ ‫ب فَ َق ْد أَنْ َك ْحتَ َك َها مبَا َم َع‬ْ ‫ال ا ْذ َه‬
َ َ‫َو ُس ْوَرةُ َك َذا ق‬
Artinya:

“Dari Sahal bin Sa'ad As Sa'idiy katanya: "Sesungguhnya saya berada pada
kaum disisi Allah saw, tatkala ada seorang perempuan ber diri seraya berkata:
"Wahai Rasulullah saw., sesungguhnya dia telah memberikan dirinya, maka
bagaimana pendapatmu?". Beliau tidak menjawab sedikitpun. Wanita itu bediri
seraya berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia telah memberikan
dirinya, maka bagaimana pendapatmu?". Kemudian ada seorang laki-laki
berdiri lalu berkata: "Wahai Rasulullah saw., kawinkanlah saya dengannya".
Nabi bertanya: "Apakah engkau memiliki sesuatu?". Dia menjawab: "Tidak".
Nabi berkata: "Pergilah, maka carilah meskipun hanya sebuah cincin dari
besi". Lalu ia pergi mencari kemudian datang seraya berkata: "Saya tidaklah
menemukan sesuatu kendatipun hanya sebuah cincin dari besi". Nabi bertanya:
"Apakah engkau menguasai sesuatu dari Al Qur'an?". Dia menjawab: "Saya
mempunyai surat demikian dan surat demikian". Nabi berkata: "Pergilah,
maka sesungguhnya saya telah memilikkannya kepadamu dean maskawin
sesuatu dari Al Qu’ran .”9

Menurut pendapat Imam Syafi’i membolehkan pemberian mahar nikah


tidak hanya menggunakan sesuatu yang mengandung nilai jual saja, tetapi Imam
Syafi’i juga membolehkan pemberian mahar dalam bentuk jasa atau manfaat

9
Achmad Sunarto, Tarjamah Sahih Bukhori 7, (Semarang: Cv. Asy Syifa’, 1993), 77-79.

4
seperti membangun rumah, menjahit pakaian, melayani dalam waktu tertentu
atau mengajarkan Al-Quran kepada sang istri.10

Mengenai jenis mahar, para ulama fiqh sepakat bahwa mahar dibagi menjadi
dua jenis, yaitu mahar musamma dan mahar mitsil (sebanding).11

A. Mahar Musamma
Mahar Musammā adalah mahar yang disepakati oleh pengantin laki-
laki dan pengantin perempuan yang disebutkan dalam redaksi akad.12
B. Mahar Mitsil
Mahar Mitsil adalah mahar yang jumlahnya ditetapkan menurut
jumlah yang biasa diterima oleh keluarga pihak istri, karena pada waktu
akad nikah jumlah mahar itu belum ditetapkan bentuknya.13

Mayoritas pada acara pernikahan pada waktu ijab qobul antara


mempelai pria dan wali dari me mpelai wanita mengunakan shighot yang
terdapat penyebutan mahar, sebagian kasus ada pernikahan yang pada waktu
ijab qobul tidak menyebutkan tentang mahar. Tidak menyebutkan mahar
pada ijab qobul berarti mahar tersebut dinamakan mahar mitsil atau mahar
yang jumlahnya ditetapkan menurut jumlah yang bisa diterima oleh
keluarga dari pihak istri, karena jumlah mahar tidak disebutkan maka bisa
menjadi suatu masalah tersendiri bagi pihak keluarga mempelai pria
ataupun dari pihak mempelai wanita.

Melihat fenomena yang telah disebutkan di atas, Penulis tertarik


untuk melakukan penelitian mengenai hal ini. " Konsep Mahar Mitsil
Menurut Syekh Nawawi Banten Dalam Kitab Nihayatuz Zain"

10
Sifa Maharani, Konsep Mahar Menurut Imam Syafi’i Dan Relevansinya Dengan Kompilasi
Hukum Islam, (Universitas Negeri Makassar, 2018), 43.
11
Muhammad Fikri Nur Fathoni, Faktor-Faktor Penyebab Calon Pengantin Memilih Mahar
Dengan Bentuk Uang Hias (Studi Kasus Di Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur),
(Institut Agama Islam Negeri Metro, 2018), 15.
12
Syamsiah Nur, Fikih Munakahat(Tasikmalaya: Hasna Pustaka,2022 ), 87.
13
Syamsiah Nur, Fikih... ...88.

5
C. Fokus Penelitian

Perumusan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan istilah fokus


penelitian. Bagian ini mencantumkan semua fokus permasalahan yang akan
dicari jawabannya melalui proses penelitian. Fokus penelitian harus disusun
secara singkat, jelas, tegas, spesifik, operasional yang dituangkan dalam bentuk
kalimat tanya.14

Bedasarkan judul peneliti ataupun latar belakang yang telah dijelaskan,


maka fokus penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana Konsep Mahar Mitsil Menurut Syekh Nawawi Banten Dalam


Kitab Nihayatuz Zain
2. Bagiamana Relevansi Konsep Mahar Mitsil Menurut Syekh Nawawi Banten
Dalam Kitab Nihayatuz Zain di Indonesia.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Konsep Mahar Mitsil Menurut Syekh Nawawi Banten


Dalam Kitab Nihayatuz Zain.
2. Untuk menegetahui Relevansi Bagaimana Konsep Mahar Mitsil Menurut
Syekh Nawawi Banten Dalam Kitab Nihayatuz Zain di Indonesia.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian berisi tentang kontribusi apa yang akan diberikan setelah
selesai melakukan penelitian. Kegunaan dapat berupa kegunaan yang bersifat
teoritis dan kegunaan praktis, seperti kegunaan bagi penulis, instansi dan
masyarakat secara keseluruhan. Kegunaan penulis harus realistis.15

14
Tim Penyusun INAIFAS, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah. Edisi Revisi. (Jember: INAIFAS
PRESS Kencong-Jember, 2020), 37.
15
Tim Penyusun INAIFAS, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah. Edisi Revisi, (Jember: INAIFAS
PRESS Kencong-Jember, 2020), 31.

6
1. Bagi Peneliti

Untuk memperluas wawasan tentang mahar mitsil menurut Syekh


Nawawi Banten dalam Kitab Nihayatuz Zain, dan sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ahwal Asy-
Syakhsiyah atau Hukum Keluarga Islam.

2. Bagi Kampus

Diharapkan menjadi sumbangan yang membawa manfaat dan


berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang mahar mitsil.
Selain hal tersebut proposal ini dapat menjadi acuan perbandingan bagi para
peneliti yang ingin mengadakan penelitian sejenis untuk orang lain,
khususnya tentang Konsep Mahar Mitsil Menurut Syekh Nawawi Banten
Dalam Kitab Nihayatuz Zain oleh mahasiswa Program Studi Ahwal Asy-
Syakhsiyah atau Hukum Keluarga Islam di Universitas Al-Falah As-
Sunniyyah Kencong Jember.

3. Bagi Masyarakat

Harapan kami proposal ini memberikan manfaat, informasi dan


saran yang fungsinya sebagai masukan bagi semua masyarakat dan dapat
memberikan sebuah sumbangan ilmu pengetahuan terkait tentang “Konsepa
Mahar Mitsil menurut Syekh Nawawi Banten”, sehingga bisa memperkarya
khasanah keilmuan di Indonesia dan sekaligus bisa menjadi rujukan bagi
mahasiswa Fakultas Syariah, khususnya Jurusan Hukum Keluarga Islam.

7
F. Definisi Istilah

Definisi istilah dalam judul “Konsep Mahar Mitsil Menurut Syekh Nawawi
Banten Dalam Kitab Nihayatuz Zain”

1. Konsep
Konsep menurut kamus bahasa Indonesia adalah gambaran mental dari
objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh
akal budi untuk memahami hal-hal lain.16
2. Mahar
Mahar merupakan pemberian wajib dari calon suami kepada calon
istrinya sebagai ketulusan hati calon suami untuk menciptakan rasa cinta
pada seorang suami untuk calon istrinya17
3. Mahar Mitsil
Mitsil adalah sebutan dari salah satu jenis mahar yang mengandung arti
mempelai pria memberikan mahar kepada mempelai wanita tanpa
menyebutkannya pada waktu akad nikah atau ijab qobul. Jumlah mahar
yang diberikan kepada mempelai wanita biasanya ditetapkan juamlah yang
bisa diterima oleh keluarga mempelai wanita atau jumlah yang sekiranya
sama dengan saudara perempuan mempelai wanita.
4. Syekh Nawawi Al-Bantani
Al-Imaam Al-'Allaamah Asy-Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-
Jawi al-Bantani at-Tanari asy-Syafi'i juga dikenal dengan nama Syekh
Nawawi al-Bantani (lahir di Tanara, Serang, sekitar tahun 1230 Hijriyah
atau tahun 1813 M, meninggal di Mekah, Hijaz, sekitar tahun 1314 Hijriyah
atau 1897 M) adalah salah satu ulama besar Indonesia yang bereputasi
bersekala internasional yang menjadi Imam Masjid Raya Arab Saudi.
Beliau bergelar al-Bantani karena berasal dari Banten, Indonesia. Beliau
adalah seorang ulama yang sangat produktif dan intelektual dalam menulis

16
Konsep menurut KBBI, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/konsep, diakses tanggal 19 September
2023.
17
Syamsiah Nur, Fikih Munakahat, (Tasikmalaya: Hasna Pustaka, 2022), 79.

8
kitab-kitab, karyanya berjumlah tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi
berbagai bidang diantaranya Fikih, Tauhid, Tasawuf, Tafsir Dan Hadis.18
5. Kitab Nihayatuz Zain

Kitab Nihayatuz Zain Kitab ini merupakan syarah kitab Qurrah al-
Ain kitab fiqh Mazhab Syafi’i karya al-‘Allamah Syaikh Zaynuddin Ahmad
bin Abdul Aziz bin Zaynuddin al-Malibari al-Fannani (987H). Kitab
Nihayah al-Zain fi Irsyad al-Mubtadi-in (‫)نهاية الزين في إرشاد المبتدئين‬
merupakan kitab fiqih Mazhab Al-Syafi'i yang dijadikan rujukan para
ulama. Kitab ini merupakan salah satu karya berkualitas yang disusun oleh
Al-'Allamah Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi Al-Tanari Al-Bantani
(1314H).19

G. Kajian Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan acuan dalam penulisan penelitian untuk


membedakan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya diantaranya :
a. Sapri Marlian Mahasiswa prodi Hukum, Kelurga Islam, Fakultas
Syariah, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, denagn
skripinya yang berjudul “Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Mahar
Mitsil Yang Belum Dibayar Ketika Suami Meninggal Dunia Qabla
Dukhul”. Jenis penelitian kepustakaan (Library Research)
menggunakan pendekatan Normatif metode penelitian Kualitatif adalah
metode penelitian yang menghasilkan deskriptif (pemaparan dengan
kata-kata yang jelas dan terprinci). Penelitian ini mendeskripsikan
tentang pendapat Imam Malik tentang mahar mitsil yang berbeda
pendapat dengan pendapat dari ( HR. Ahmad dan Al-Arba’ah. Hadits
shahih menurut At-Tirmidzi dan hasan menurut sekelompok ahli

18
https://id.wikipedia.org/wiki/Nawawi_al-Bantani, Diakses tanggal 20 September 2023.
19
https://abusyahmin.blogspot.com/search?q=nihayah+zain, Diakses tanggal 2 Oktober 2023.

9
hadits).Didalam sekripsi ini membahas tentang wanita yang maharnya
belum ditentukan dan belum pernah disetubuhi oleh suaminya menurut
pedapat dari HR. Ahmad bahwa wanita tersebut berhak mendapat
maskawin atau mahar dan mendapatkan harta warisan.

ِ ٍ ِ
ْ‫صوٍر َع ْن إِبْ َراه َيم َع ْن َع ْل َق َمةَ َع ْن ابْ ِن َم ْسعُود أَنههُ ُسئ َل َع ْن َر ُج ٍل تَ َزهو َج ْامَرأَةً َوََل‬
ُ ‫َع ْن َمْن‬
‫ص َد ِاق نِ َسائِ َها ََل‬ ِ ٍ ِ
َ ‫ال ابْ ُن َم ْسعُود ََلَا مثْ ُل‬
َ َ‫ات ق‬
َ ‫ص َداقًا َوََلْ يَ ْد ُخ ْل ِبَا َح هَّت َم‬ ْ ‫يَ ْف ِر‬
َ ‫ض ََلَا‬
ٍ َ‫اث فَ َقام مع ِقل بن ِسن‬
َ ‫ان ْاْلَ ْش َجعِ ُّي فَ َق‬ ِ ِ
‫ال‬ ُ ْ ُ ْ َ َ ُ ‫ط َو َع َل يْ َها الْع هدةُ َوََلَا الْم َري‬
َ َ‫س َوََل َشط‬
َ ‫َوْك‬
‫ت‬
َ ‫ضْي‬
ِ ٍِ ِ ِ ‫اَّلل علَي ِه وسلهم ِِف ب روع بِْن‬
َ َ‫ت َواش ٍق ْامَرأَة منها مثْ َل َما ق‬ َ َ َْ َ َ َ ْ َ ُ‫صلهى ه‬
ِ‫ول ه‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ضى فِينَا َر ُس‬
َ َ‫ق‬
ٍ ‫فَ َفرِح ابن مسع‬
‫ود َر ِض َي ه‬
ُ‫اَّللُ َعْنه‬ ُْ َ ُْ َ

Artinya :
“Dari Alqamah, dari Ibnu Mas’ud, bahwa dia pernah ditanya tentang
seorang laki-laki yang menikah dengan seorang wanita, ia belum
menentukan maskawin dan belum menggaulinya, hingga laki-laki itu
meninggal dunia. maka Ibnu Mas’ud berkata, “Ia berhak mendapatkan
maskawin seperti layaknya wanita lainnya, tidak kurang dan tidak
lebih, ia wajib beriddah dan memperoleh warisan. muncullah Ma’qil
bin sinan Al-Asyja’i dan berkata, “Rasulullah shalallahu Alaihi wa
sallam pernah menetapkan terhadap Barwa’ binti Wasyiq – salah
seorang perempuan dari kami – seperti yang engkau tetapkan, maka
gembiralah Ibnu Mas’ud dengan ucapan tersebut”.20
Sedangkan meurut pendapat Imam Malik berbeda pendapat,
menurut Imam Malik wanita yang belum ditentukan maharnya ( mahar
mitsil ) dan belum disetubuhi oleh suaminya lalu suaminya meninggal
maka istri tersebut tidak mendapatkan maskawain tetapi hanya

20
Sapri Marlian, “Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Mahar Mitsil Yang Belum Dibayar
Ketika Suami Meninggal Dunia Qabla Dukhul”, (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau, 2014), 6.

10
mendapatkan harta warisan. Adapun kebijakan Imam Malik mengenai
tidak dibayarnya mahar mitsil akibat meninggalnya suaminya Qobla
Dukhul adalah atsar para sahabat yang diturunkan oleh Imam Tirmidzi
yang berbunyi:

ٍ ِ‫اَّللُ َعلَْي ِه و َسلهم ِمْن ُهم َعلِ ُّي بْن أَِِب طَال‬ ‫صلهى ه‬ ِ ْ ‫ض أ َْه ِل الْعِلْ ِم ِمن أ‬
‫ب‬ ُ ْ َ َ ‫َص َحاب النِ ِي‬
َ ‫هِب‬ ْ ُ ‫ال بَ ْع‬َ َ‫ق‬
ِ ٍ ِ‫وَزي ُد بن ََثب‬
ْ ‫اس َوابْ ُن عُ َمَر إِذَا تََزهو َج الهر ُج ُل الْ َم ْرأَةَ َوََلْ يَ ْد ُخ ْل ِبَا َوََلْ يَ ْف ِر‬
‫ض ََلَا‬ ٍ ‫ت َوابْ ُن َعبه‬ ُْ ْ َ
ُ‫اق ََلَا َو َعلَْي َها الْعِ هدة‬ َ ‫ص َد‬ َ ‫اث َوََل‬ ُ ‫ات قَالُوا ََلَا الْ ِم َري‬
َ ‫ص َداقًا َح هَّت َم‬
َ
Artinya :
“Sebagian Ahli Ilmu dari sahabat Nabi SAW berkata: diantara mereka
adalah Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar
“Apabila seorang laki-laki menikahi seorang perempuan dan belum
terjadi hubungan badan (qobla dukhul), dan maharnya belum
ditentukan, sehingga suami meninggal dunia, mereka berkata: si istri
berhak mendapatkan warisan dan tidak berhak mendapatkan mahar
dan istri wajib beriddah”. 21

Keputusan Imam Malik mengenai mahar mitsil yang belum


dibayar atas meninggalnya suaminya qabla dukhul (sebelum
berhubungan intim) adalah atsar sahabat Nabi Muhammad Saw Ali bin
Abi Thalib yang diucapkan oleh Imam Tirmudzi dan juga didasarkan
pada atsar yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi. Sebab Imam Malik
menggunakan tradisi Madinah sebagai dalil hukum karena amalannya
ditiru langsung dari Nabi SAW.

b. Gita Micahya Mahasiswa prodi Ilmu Hukum, Ilmu Hukum, Fakultas


Hukum, Universitas Jember, denagn skripinya yang berjudul
“Pemberian Mahar Yang Tidak Diucapkan (Mahar Mitsil) Kepada
Calon Istri Dalam Pernikahan”. Tipe penelitian ini adalah Yuridif

21
Sapri Marlian, “Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Mahar Mitsil Yang Belum Dibayar
Ketika Suami Meninggal Dunia Qabla Dukhul”, (Riau: Universitas Jember, 2019), 8.

11
Normatif. Penelitian ini mendeskripsikan tentang perkawinan yang
calon mempelai pria pada saat Akad Nikah tidak menyebutkan
mahar.Perkawinan yang tidak menyebutkan mahar dalam Akad Nikah
dibolehkan oleh Agama Islam dan tidak bertentangan dengan pasal 31
Instruksi Presiden Republik Indonesia No 1 Tahun 1991 Tentang
Penyebaran Kompilasi Hukum Isalm dengan sarat pihak mempela pria
sepakat terhadap jumlah yang ditentukan oleh kedua belah pihak.22
c. M.Kevin Zulqarnain Dengan Skripsinya Yang Berjudul “Mahar Jasa
Dalam Mazhab Hanafi Dan Syafi’i”.Metode penelitian ini termasuk dari
jenis penelitian kepustakaan (library Reasearch), sedangkan dilihat dari
sifat penelitian ini termasuk penelitian Deskriptif Analisis.Penelitian ini
membahas tentang mahar jasa dalam pandangan Mazhab Hanafi dan
Mazhab Syafii`i dan faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat
antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi`i. Faktor yang menyebabkan
perbedaan pendapat antara dua Mazhab yaitu Mazhab Imam Sayfi`i dan
Mazhab Imam Hanafi terletak pada pemahaman dan penerimaan hadits
yang diterima oleh kedua belah belah Mazhab. Mazhab Hanafi menolak
hadis riwayat Sahl bin Sa’ad as Saidy tentang minimal mahar karena
tidak memenuhi syarat dan minimal mahar yang harus dibayarkan
adalah 10 dirham. Sedangkan Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa
sesuatu yang halal dan bermanfaat, dapat dijual atau disewakan boleh
dijadikan mahar.
Dari semua Sekripsi terdahulu penulis menemukan perbedaan
dan persamaan. Perbedaanya adalah penelitian terdahulu menerangkan
tentang pendapat Imam Malik mengeneai mahar mitsil yang belum
dibayar dan suami meninggal dulu sebelum bercampur dengan istrinya,
juga pendapat Imam Syafi`i dan Iman Hanafi mengenai mahar jasa, serta
ada juga pendapat yang membahas Mahar yang tidak disebutkan dalam

Gita Micahya, “Pemberian Mahar Yang Tidak Diucapkan (Mahar Mitsil) Kepada Calon Istri
22

Dalam Pernikahan”, (Jember: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014), 22.

12
pernikahan. Persamaan dari skripsi terdahulu dengan peneliti sekarang
adalah sama-sama membahas tentang Mahar.

2. Kajian Teori

A. Pernikahan
Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad
yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.23 Istilah nikah menurut
fiqh menggunakan kata nikah dan kata zawaj (berpasangan). Dalam
istilah bahasa Indonesia disebut perkawinan.24 Al-Qur'an menyebut
pernikahan dengan istilah mitzaqon gholidhon yang artinya janji yang
kuat. Hal ini tertuang dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 21:

‫َخ ْذ َن ِمْن ُك ْم ِمْي ثَاقًا َغلِْيظًا‬ ٍ ‫ض ُك ْم إىل بَ ْع‬


َ ‫ض َوأ‬ َ ‫ف ََتْ ُخ ُذ ْونَهُ َوقَ ْد أ‬
ُ ‫َفضى بَ ْع‬ َ ‫َوَكْي‬

Artinya :

“Bagaimana kamu akan mengambilnya (kembali), padahal kamu telah


menggauli satu sama lain (sebagai suami istri) dan mereka pun (istri-
istrimu) telah membuat perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan)
denganmu?”25
Berdasarkan pengertian di atas dikatakan bahwa perkawinan
adalah suatu akad atau perjanjian yang mengikat dengan kuat antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menghalalkan
hubungan seksual antara kedua belah pihak, berdasarkan kemauan dan
untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang bahagia demi kebahagiaan
kedua belah pihak untuk mewujudkan kedamaian dengan cinta dan
kasih sayang dengan cara yang diridhai Allah.

23
Supenianto, himpunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan kompilasi hukum
islam serta pengertia dalam pembahasannya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2011), 64.
24
Muhammad Yunus Samad, Hukum Pernikahan Dalam Islam, Vol. 5 No. 1, (Parepare: Istiqra,
September 2017), 77.
25
Departemen Agama RI, ”Al-Quran Dan Terjemahnya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Balitbang”, (Jakarta: Diklat Kemenag Ri, 2019), 109.

13
Islam menganjurkan kepada umatnya agar melangsungkan
pernikahan salah satu anjuran Agama Islam tertuang pada ayat Al-
Qur'an yang tepatnya terdapat pada surat Ar-Rum ayat 21 sebagai
berikut :

‫اجالِتَ ْس ُكنُوا إِلَْي َها َو َج َع َل بَْي نَ ُك ْم َم َوهدةً َوَر ْْحَةٌإِ هن ِِف‬ ِ ِِ ِ


ً ‫َوم ْن أَيْته أَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم َم ْن أَن ُفس ُك ْم أ َْزَو‬
‫ت ليَِق ْوٍم يَتَ َف هك ُرْو َن‬
ٍ ‫ك ََلي‬ِ
َ َ ‫ذَل‬
Artinya:

“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan


pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu
merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta
dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)bagi kaum yang berpikir.”26

Hukum perkawinan dapat berubah tergantung keadaan yang


timbul dari Mukalaf, hal ini berdasarkan kesepakatan mayoritas ulama,
serta rincian hukum perkawinan berdasarkan keadaan Mukalaf adalah
sebagai berikut.

1. Bagi orang yang sudah siap menikah dan khawatir jika tidak
menikah akan melakukan perbuatan keji yaitu berzina, maka
pernikahan adalah suatu keharusan bagi mereka. Karena melindungi
diri dari apa yang dilarang oleh hukum itu wajib, sedangkan
mencegah perbuatan zina tersebut hanya bisa dicegah dengan
perkawinan. Oleh karena itu, hukum menikah baginya adalah
wajib.27
2. Bagi seseorang yang sehat dan mampu menikah, namun masih
mampu menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan, jika ia tidak

26
Departemen Agama RI,” Al-Quran Dan Terjemahnya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Balitbang”, (Jakarta: Diklat Kemenag Ri, 2019), 585.
27
Sayyid Sabiq, “Fiqih Sunnah”, (Jakarta: Cakrawala, 2008), 208.

14
menikah, maka menikah adalah sunnah baginya, namun menikah
itu dianjurkan dan mungkin lebih utama dari amal lainnya.28
3. Perkawinan yang sah menjadi makruh bilamana seseorang layak
untuk nikahi dari segi fisik, namun belum terlalu mendesak dan
biaya perkawinan belum tersedia, maka jika perkawinan itu tidak
membahagiakan hidupnya, istrinya dan anak-anaknya, maka
perkawinan itu dihukumi makruh.29
4. Pernikahan yang sah menjadi haram ketika seseorang menyadari
bahwa ia tidak dapat hidup dalam berumah tangga, menunaikan
tugas-tugas internalnya, seperti menggauli istri atau ada hal-hal yang
membuat dia tidak mampu melayaninya seperti kebutuhan batinnya
karena sakit jiwa atau kusta atau penyakit kelamin lainnya, dia tidak
boleh berbohong tentang itu, tetapi dia harus menjelaskan semua itu
kepada suaminya. Ibarat seorang pedagang yang harus menjelaskan
kondisi barangnya jika ada cacat.30
5. Perkawinan dihukumi mubah apabila seseorang tidak ada suatu
perkara yang menghambat atau menghalangi terjadinya
perkawinan.31
Dari semua hukum pernikahan yang telah dipaparkan di atas
menyimpulkan bahwa bergantinya hukum pernikahan dipengaruhi
oleh keadaan orang tersebut.

Pernikahan adalah suatu acara yang tergolong penting, karena


pernikahan adalah sesuatu yang penting maka tidak boleh sembarangan
dalam melangsungkan pernikahan. Maka dari itu pernikahan yang
dilakukan harus memenuhi rukun dan syarat sah perkawinan supaya
terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Membahas rukun dan syarat
perkawinan lebih baik membahas apa itu rukun dan apa itu syarat.Rukun

28
Sayyid Sabiq, “Fiqih Sunnah”, (Jakarta: Cakrawala, 2008), 209.
29
Dwi Dasa Suryantoro, Ainur Rofiq, Nikah Dalam Pandangan Hukum Islam, Vol. 07. No.1 ,
(Situbondo: Ahsana Media, 2021), 41.
30
Dwi Dasa Suryantoro dan Ainur Rofiq, Nikah Dalam Pandangan Hukum... ...41.
31
Sayyid Sabiq, ”Fiqih Sunnah”, (Jakarta: Cakrawala, 2008), 209.

15
adalah sesuatu yang harus ada untuk menentukan sah atau tidaknya
suatu amalan (ibadah), dan yang termasuk dalam rangkaian pekerjaan
tersebut, seperti membasuh muka untuk wudhu dan takbiratul ihram
untuk shalat. Sedangkan Syarat adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh
seseorang sebelum melakukan sesuatu, misalnya menikah, syarat yang
harus dipenuhi antara lain sudah dewasa, mempunyai calon pengantin,
adanya wali, saksi dan lain sebagainya.32

Menurut pendapat Ulama Malikiyah rukun nikah ada lima macam


yaitu

1. Wali
2. Mahar
3. Calon Suami
4. Calon Istri
5. Shighat33

Menurut pendapat Imam Asy-Syafi’i rukun nikah ada lima macam


yaitu:

1. Calon Istri
2. Calon Suami
3. Wali
4. Dua Orang Saksi
5. Shighat34

Menurut Imam Hanafi wali bukanlah rukun yang harus ada dan
bukan merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya hukum
menikah, tetapi hanya sebagai pemenuhan perjanjian perkawinan,
kecuali perkawinan wanita belum dewasa dan atau orang gila bukan

32
. M. Kevin Zulqarnain, Mahar Jasa Dalam Mazhab Hanafi Dan Syafi’i, (Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung, 2019).
33
Robi Rendra Tribuana, Hukum Menikah Ketika Sakit Yang Menghalangi Keharmonisan Rumah
Tangga Analisis Pendapat Imam Malik Bin Anas, Vol. 18, No. 1, (Al-Fikra: Jurnal Ilmiah
Keislaman, 2019), 128-129.
34
Ahmad Atabik Dan Khoridatul Mudhiiah, Pernikahan Dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam,
Vol. 5, No. 2, (Kudus: Yudisia, 2014), 291.

16
ketika dia sudah dewasa. Wali hanyalah syarat sah dalam perkawinan
orang yang tidak dewasa, gila dan budak. Jika tidak, tidak diperlukan
untuk nikahnya wanita Mukallaf yang merdeka, sehingga tanpa izin wali
pun, nikahnya tetap sah.35 Adapun rukun nikah menurut Sebagian ulama
Hanafiyah cukup dengan ijab dan qabul, akad dilaksanakan oleh wali
pihak perempuan dengan calon mempelai pria, reaksi calon mempelai
pria disebut dengan qabul).36

Menurut KHI rukun dan syarat pernikahan ada lima yaitu :

1. Calon Suami
2. Calon Istri
3. Wali Nikah
4. Dua Orang Saksi
5. Ijab Dan qabul.37

Syarat-syarat perkawinan adalah syarat-syarat yang berkaitan dengan


syarat rrukun perkawinan, seperti syarat calon pengantin, syarat wali,
syarat saksi, dan syarat ijab qobul38. Hukum Islam mengatur sejumlah
syarat yang harus dipenuhi calon suami dengan persetujuan ulama,
yaitu:

1. Calon suami Wajib seorang Muslim.

2. Jelas, bahwa mempelai pria adalah laki-laki.

3. Calon mempelai dikenal.

4. Calon mempelai laki-laki sah dan boleh mengawini calon isterinya


(bukan menikahi wanita yang haram untuk dinikahi).

35
Qurrotul Ainiyah, “Kedudukan Wali Dalam Pernikahan, Perspektif Imam Syafi’i Dan Imam
Hanafi”, Vol 3, (Sioarjo: Mukammil, 2020), 118.
36
. M. Kevin Zulqarnain, Mahar Jasa Dalam Mazhab Hanafi Dan Syafi’i, (Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung, 2019).
37
Supenianto, Himpunan Peraturan Perundang–Undangan Yang Berkaitan Dengan Kompilasi
Hukum Islam Serta Pengertia Dalam Pembahasannya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2011), 66.
38
Sururiyah Wasiatun Nisa’, “Akad Nikah Online Perspektif Hukum Islam”, Vol. 21, No. 2, (Riau:
Hukum Islam, 2021), 309.

17
5. Mempelai pria dalam keadaan ridho dan tidak ada keterpaksaan
untuk menikahi calon istrinya.

6. Tidak dalam keadaan Ihram.

7. Ia tidak mempunyai istri yang tidak sah atau calon istri.

8. Tidak sedang mempunyai isrti yang berjumlah empat atau lebih.

Adapun Hukum Islam mengatur sejumlah syarat yang harus dipenuhi


calon istri dengan persetujuan ulama, yaitu:

1. Calon istri beragama Islam.


2. Jelas, dia perempuan, bukan Khuntsa (seseorang yang diragukan
jenis kelaminnya).
3. Seorang wanita tersebut pasti orangnya dan dikenal.
4. Halal bagi calon pasangan.
5. Wanita ini belum menikah atau tidak dalam keadaan masa iddah,
6. Tidak dipaksa.
7. Tidak dalam keadaan Ihram untuk Haji atau Umroh.39

Pernikahan tidak akan sah tanpa adanya wali nikah, pada KHI wali
nikah nasab dibagi menjadi empat klompok, yang mana kedudukannya
berurutan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain
sesuai dengan urutan kekerabatan dengan mempelai wanita.

1. Kelompok pertama yakni klompok pertama dengan nasab lurus


keatas yakni, ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
2. Kelompok kedua yakni kerabat saudara laki–laki kandung atau
saudara laki–laki seayah dan keturunan mereka.
3. Kelompok ketiga kelompok krabat paman yakni saudara laki-laki
kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.

Sururiyah Wasiatun Nisa’, “Akad Nikah Online Perspektif Hukum Islam”, Vol. 21, No. 2, (Riau:
39

Hukum Islam, 2021), 307.

18
4. Kelompok keempat yakni kelompok saudara laki-laki kandung
kakek, saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.40

Wali dan saksi bertanggung jawab atas keabsahan akad nikah. Oleh
karena itu, tidak semua orang dapat menjadi saksi atau wali, namun yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Islam, Seorang non-Muslim tidak diperbolehkan mejadi wali atau


saksi pernikahan.
2. Baligh.
3. Berakal.
4. Merdeka.
5. Laki-laki
6. Mampu bersikap adil.41
Khusus bagi saksi ada tambahan haruslah dua orang laki-laki,
melihat, mendengar dan memahami (paham) arti akad nikah. Menurut
pendapat Imam Hanafi dan Imam Hambali saksi bisa dua orang
perempuan dan satu orang laki-laki. 42
Syarat ijab qobul adalah:
1. Pasangan suami istri telah tamyiz
2. Saat pengucapan ijab qobul berlangsung dalam satu majelis.
Artinya, dalam mengucapkan ijab qobul tidak boleh diselingi
dengan kata-kata atau, menurut adat istiadat setempat, ada
penyelingan yang menghalangi berlangsungnya ijab qobul.43

40
Supenianto, Himpunan Peraturan Perundang–Undangan Yang Berkaitan Dengan Kompilasi
Hukum Islam Serta Pengertia Dalam Pembahasannya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2011), 68.
41
Sururiyah Wasiatun Nisa’, Akad Nikah Online Perspektif Hukum Islam, Vol. 21, No. 2, (Riau:
Hukum Islam, 2021), 307.
42
Sururiyah Wasiatun Nisa’, Akad....307.
43
Dea Salma Sallom, Syarat Ijab Kabul Dalam Perkawinan: Ittihad Al-Majlis Dalam Akad Nikah
Perspektif Ulama Empat Madzhab, Vol. 22, No. 2, (Yogyakarta: Hukum Islam, 2022) 163.

19
B. Mahar
Dalam bahasa Arab mahar biasa disebut shaduqat (QS An-Nisa
ayat 4) :

‫ْب لَ ُك ْم َع ْن َش ْي ٍء ِمْنهُ نَ ْف ًسا فَ ُكلُوهُ َهنِيئًا هم ِريئًا‬ ِ ِ ِ ‫وأتوا املساء‬


َ ْ ‫ص ُدقَت ِه هن ِْنلَةً فَإِ ْن ط‬
َ َ ََ ُ
Artinya :
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah
dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”.44
Mahar berasal dari kata shidiq, shadaq dan atau shadaqah, yang
artinya perasaan jujur dan hati yang suci, arti mahar adalah Harta yang
diperoleh secara jujur (halal) yang kemudian diberikan kepada calon
istri yang didasari oleh keikhlasan.45
KHI (Kompilasi Hukum Islam) mendefinisikan mahar berdasarkan
Pasal 1 huruf d adalah
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon
mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam;46
Secara Etimologis, mahar adalah Maskawin. Secara terminologi,
merupakan pemberian wajib suami kepada istri sebagai ketulusan hati
calon laki-laki agar tercipta rasa cinta kasih suami pada diri istri. Atau
pemberian wajib dari suami kepada istri, baik berupa barang maupun
jasa (Memerdekakan , pendidikan, dan lain-lain)47

44
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahnya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Balitbang, (Jakarta: Diklat Kemenag Ri, 2019), 105.
45
Gita Micahya, “Pemberian Mahar Yang Tidak Diucapkan (Mahar Mitsil) Kepada Calon Istri
Dalam Pernikahan”, (Jember: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014), 19.
46
Supenianto, Himpunan Peraturan Perundang–Undangan Yang Berkaitan Dengan Kompilasi
Hukum Islam Serta Pengertia Dalam Pembahasannya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2011), 19.
47
Putra Halomoan, Penetapan Mahar Terhadap Kelangsungan Pernikahan Ditinjau Menurut
Hukum Islam, Vol. 02. No. 2, (Padangsidampun: Lentera Pustaka, 2016), 109.

20
Meneurut pendapat Imam Syafi'i juga mengatakan bahwa mahar
adalah sesuatu yang harus diberikan oleh laki-laki kepada perempuan
agar dapat menguasai seluruh bagian tubuhnya. Jika wanita tersebut
telah menerima mahar tersebut tanpa paksaan atau tipu muslihat dan
memberikannya kepadanya, maka dia boleh menerimanya dan tidak
dipersalahkan.48

Mahar menurut pengertian diatas adalah sesuatau yang diberikan


oleh mempelai pria secara sukarela kepada mempelai wanita pada acara
tertentu, yaitu acara pernikahan.Pemberian mahar ini bertujuan untuk
meberi hak suami kepada istri untuk menguasai tubuh istri atau disebut
berhubungan badan atau intim, mahar juag mempunyai tujuan lain yaitu
untuk membuktikan rasa cinta kasaih mempelai pria kepada mempelai
wanita dengan cara memberiakan mahar, mahar tersebut bisa diberikan
kepada mempelai wanita berupa barang (uang, perhiasan, rumah dan
lain–lain) dan bisa juga berupa jasa (menjahit, mengajarkan Al-Qur’an,
memerdekakan dan lain-lain).

Dasar hukum mahar tertuang dalam Al-Qur’an Surah An- Nisa ayat
25 yang beerbunyi sebagai berikut :

ْ ‫ت فَ ِم ْن هما َملَ َك‬


‫ت أَْْيَانُ ُك ْم‬ ِ َ‫ت الْم ْؤِمن‬
ِ ‫ ومن هَل يستَ ِطع ِمْن ُكم طَوًَل أَ ْن ي ْنكِح الْمح‬-٢٥
ُ َ‫صن‬ َ ُْ َ َ ْ ْ ْ ْ َ ْ ْ ََ
‫ض فَانْكِ ُح ْوُه هن ِبِِ ْذ ِن أ َْهلِ ِه هن‬ ٍ ‫ض ُك ْم ِم ْن بَ ْع‬ ِ
ُ ‫اَّللُ أ َْعلَ ُم ِبِِْْيَان ُك ْم بَ ْع‬
‫ت َو ه‬ ِ َ‫ِمن فَتَ يتِ ُكم الْم ْؤِمن‬
ُ ُ ْ ْ
‫ص هن فَإِ ْن‬ ِ ‫ت أَخ َد ٍان فَإِذَا أُح‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ‫ف ُُْم‬ ِ ‫واتُوه هن أُجوره هن ِِبلْمعرو‬
ْ ْ ‫صنَت غَ ْ َري ُم ْسف َحت َوََل ُمتَخ َذ‬ َ ُْْ َ ُ َ ُ ُ َ
ِ ِ ِ‫اب ذَل‬
‫ت‬ َ َ‫ك ل َم ْن َخش َي الْ َعن‬ َ ِ ‫ت ِم َن الْ َع َذ‬ ِ ‫اح َش ٍة فَعلَي ِه هن نِصف ما علَى الْمحصْن‬
َ ُْ َ َ ُ ْ َْ
ِ ‫أَتَْي بَِف‬
َْ
ِ ِ ْ َ‫ِمْن ُكم وأَ ْن ت‬
ٌ ‫صِبُْوا َخ ْريٌ له ُك ْم َوهللاُ غَ ُف ْوٌر هرح‬
‫يم‬ َْ
Artinya :
“Siapa di antara kamu yang tidak mempunyai biaya untuk menikahi
perempuan merdeka yang mukmin (boleh menikahi) perempuan
mukmin dari para hamba sahaya yang kamu miliki. Allah lebih tahu

48
Putra Halomoan, Penetapan Mahar Terhadap Kelangsungan Pernikahan Ditinjau Menurut
Hukum... ...109.

21
tentang keimananmu. Sebagian kamu adalah sebagian dari yang lain
(seketurunan dari Adam dan Hawa). Oleh karena itu, nikahilah mereka
dengan izin keluarga (tuan) mereka dan berilah mereka maskawin
dengan cara yang pantas, dalam keadaan mereka memelihara kesucian
diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-
laki lain sebagai piaraannya. Apabila mereka telah berumah tangga
(bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), (hukuman) atas
mereka adalah setengah dari hukuman perempuan-perempuan merdeka
(yang tidak bersuami). Hal itu (kebolehan menikahi hamba sahaya)
berlaku bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan (dalam
menghindari zina) di antara kamu. Kesabaranmu lebih baik bagi kamu.
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.49

Jika laki-laki muslim merdeka tidak mempunyai mahar untuk


mengawini perempuan muslim merdeka dan takut terjerumus ke dalam
zina karena nafsu yang kuat, maka diperbolehkan mengawini seorang
budak yang beriman, urusan keimanan adalah sesuatu yang ada di dalam
hati dan hanya diketahui oleh Allah SWT, mengawini seorang hamba
harus dengan izin majikannya, tanpa izinnya maka perkawinan tersebut
tidak sah. Budak mempunyai hak yang sama untuk menerima mahar
seperti perempuan merdeka. Dan tidak sah mengawini seorang budak
kecuali dia bersih dari zina dan tidak mempunyai kekasih. Jika seorang
budak menikah lalu melakukan zina, maka harus diterapkan had, yaitu
hukuman cambuk dalam kadar yang telah ditentukan Allah. Hukum-
hukum tersebut didentikkan sebagai bentuk ungkapan cinta, kebaikan,
dan kemurahan hatinya terhadap hamba-hambanya.Hadis yang
menyebutkan mahar dari Nabi Muhammad SAW:

49
Departemen Agama RI, ”Al-Quran Dan Terjemahnya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Balitbang”, (Jakarta: Diklat Kemenag Ri, 2019), 111.

22
‫صلهى‬ ٍ ِ ٍ ِ ٍ
َ ‫هِب‬ُّ ِ‫ فَ َرأَى الن‬، ‫س َعلَى َوْزد نَ َواة‬ َ َ‫َعن اَنس أَ هن َعْب َد الهر ْْحَن ابْ َن َع ْوف تَ َزهو َج ْامَرأَةٌ أَن‬
َ‫ت ْامَرأَةٌ َعلَى َوْزِن نَ َواةٍ َو َع ْن قَتَ َادة‬
ُ ‫ال إِِيِن تََزَو َج‬ َ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسله َم بَ َش‬
َ ‫اشةَ الْعُ ْر ِس فَ َسأَلَهُ فَ َق‬ ‫ه‬
ٍ ‫ف تََزوج ْامرأَةً َعلَى وْزِن نَواةٍ ِم ْن ذَ َه‬ ٍ ِ ‫َع ْن اَلن‬
.‫ب‬ َ َ َ َ َ ‫ أَ هن َعْب َد الهر ْْحَ ِن ابْ َن َع ْو‬: ‫هس‬
Artinya:
Dari Anas bahwa Abdurrohman bin Auf kawin dengan seorang wanita
dengan mahar emas seberat biji kurma, lantas Nabi melihat kecerahan
wajah Pengantin pria. Nabi bertanya kepadanya, Ialu Abdurohman
menjawab: "Sesungguhnya saya telah menikah dengan seorang wanita
dengan maskawin seberat biji kurma (dari emas). Dari Qotadah dari
Anas bahwa Abdurrohman bin Auf kawin dengan seorang wanita
dengan mahar emas seberat biji kurma"50
Syarat-syarat mahar sebagai berikut:51
1. Sesuatu yang dijadikan mahar wajib hal yang berharga dan bisa
diambil manfaatnya walaupun sedikit.
2. Barang yang dijadikan mahar harus suci, tidak sah apabila mahar
sesuatu yang najis dan haram seperti kahamar, babi dan darah.
3. Mahar tidak boleh ghasab, mahar harus milik sendiri.
4. Sesuatu yang dijadikan mahar harus jelas, diketahui bentuk dan
jumlahnya.
Dari syarat-syarat mahar diatas disimpulkan bahwa pemillihan mahar
itu tidak boleh sembarangan, mahar yang diberikan kepada istri harus
mahar yang benar-benar terjaga aman dari hal-hal yang mungkin bisa
menimbulkan masalah dan pengambilan mahar tidak boleh
mengandung hal yang dilarang agama seperti dilarang mahar yang
mengandung najis, hasil mencuri, hasil ghashab.Memang mahar itu
tidak ada batasan sedikit atau banyak tetapi mahar tidak boleh
menggunakan satu biji gandung dan sebagainya karena mahar harus
sesuatu yang bisa bermanfaat dan kemanfaatannya bisa dilihat secara

Achmad Sunarto, Tarjamah Sahih Bukhori 7, (Semarang: Cv. Asy Syifa’, 1993), 77.
50

Rusdaya Basri, ”Fiqh Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah”, (Sulawesi Selatan: CV.
51

Kaaffah Learning Center, 2019), 89.

23
dahir seperti rumah, meja, tanah, baju. Mahar juga bisa menggunakan
jasa seperti menjahit, berkebun, mengajarkan Al-Qur’an dan lainnya.

Mahar adalah sesuatu yang diberikan mempelai pria kepada mempelai


wanita yang dikarenakan adanya pernikahan. Mahar bisa berupa barang
juga bisa berupa jasa, mahar juga bisa langsung dibayar juga bisa
ditunda, tetapi apapun yang diberikan mempelai pria kepada mempelai
wanita dengan pemberian atas dasar perkawinan disebut mahar,
berapapun yang diberikan sebagai mahar tetap wajib hukumnya
memberikan mahar kepada mempelai wanita. Macam-macam mahar:

1. Mahar Musamma, yang disebutkan bentuk, wujud atau nilai dan


jumlah yang disepakati kedua belah pihak dan dibayarkan secara
tunai atau ditangguhkan dalam akad atas persetujuan istri.52
2. Jika jenis dan jumlah mahar tidak ditentukan pada saat penyebutan
akad, maka kewajiban membayar mahar sama dengan kewajiban
yang diterima oleh perempuan lain dalam keluarga perempuan
tersebut, misalnya saudara perempuan atau kakak perempuannya
yang telah menikah.53
C. Mahar Mitsil
Mahar Mitsil adalah mahar yang jumlahnya ditetapkan menurut
jumlah yang biasa diterima oleh keluarga pihak istri, karena pada waktu
akad jumlah mahar itu belum ditetapkan bentuknya.54
Menurut Imam Hanafi, mahar mitsil ditentukan berdasarkan status
perempuan sejenis dari suku bapak dan bukan dari suku ibu. Menurut
Imam Maliki, mahar ditentukan berdasarkan kondisi fisik dan akhlak
wanita. Imam Syafi'i mengibaratkannya dengan istri salah satu anggota
keluarga, yaitu istri saudara dan paman, kemudian dengan saudara

52
Theadora Rahmawati, ”Fiqih Munakahat 1 Dari Proses Menuju Pernikahan Hingga Hak Dan
Kewajiban Suami Istri”, (Pamengkasan: Cv Duta Media, 2021), 88.
53
Theadora Rahmawati, ”Fiqih Munakahat 1....88.
54
Gita Micahya, “Pemberian Mahar Yang Tidak Diucapkan (Mahar Mitsil) Kepada Calon Istri
Dalam Pernikahan”, (Jember: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014), 28.

24
perempuan dan seterusnya. Bagi Imam Hambali, hakim harus
menentukan mahar mitsil yang serupa dengan wanita yang dekat dengan
wanita tersebut, seperti ibu, bibi. Sedangkan Imamiyah Syi'ah
mengatakan bahwa mahar mitsil tidak memiliki ketentuan secara
syar'ah, nilainya ditentukan oleh seorang urf yang memahami
permasalahan perempuan, baik dari segi nasab maupun statusnya, serta
mengetahui kondisinya bisa bertambah atau berkurangnya Mahar.55

Sebab-sebab terjadinya Mahar mitsil adalah sebagai berikut:56

1. Apabila dalam akad nikah tidak disebutkan kadar mahar dan


besarnya mahar, lalu suami melakukan hubungan seksual dengan
istrinya atau meninggal sebelum menikah.
2. Jika mahar yang disepakati dalam akad nikah (mahar mussama)
belum dibayar, lalu sang suami berhubungan badan dengan istrinya,
dan ternyata hukum dari perkawinannya tidak sah. Perkawinan yang
tidak disebutkan dan maharnya tidak ditetapkan pada saat
pengucapan akad disebut nikah tafwidh. Menurut sebagian besar
ulama, menikah tanpa menyebutkan mahr pada saat akad nikah itu
diperbolehkan.
Imam Syafi'i menjelaskan tentang kebolehan melakukan
perkawinan tanpa adanya mahar dengan syarat bahwa tidak adanya
mahar tersebut harus disertai dengan kerelaan dari pihak pempelai
wanita.57

55
Muallim Hasibuan, “Mahar Musamma Dan Mahar Mitsil Dalam Pelaksanaan Perkawinan”, Vol.
09. No. 01, (Sabang: Al Ilmu, 2003), 29.
56
Dani Miharja,“Batasan Mahar Dalam Perkawinan Menurut Imam Syafi’i Dan Imam Malik”,
(Bandung: Universitas Islam Negeri Bandung, 2017), 29.
57
Muhammad Fanani, “Analisis Terhadap Istinbaṭ Hukum Imam Asy-Syafi’i Tentang Mahar Talaq
Qabla Ad-Dukhul Dalam Nikah Tafwiḍ”, (Yogyakarta : Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah Fakultas
Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2018), 22.

25
H. Metode Penelitian

Dengan melihat pokok permasalahan dan tujuan penulisan, agar


penulisan dalam suatu pembahasan dapat terarah dan mengena pada
permasalahan, maka dalam penulisan skripsi ini memakai metode sebagai
berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian kepustakaan atau kepustakaan (library research) dapat
dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengolah bahan
penelitian.58 yaitu dengan menyatukan teori-teori dalam buku, pendapat
para ahli dan artikel ilmiah lainnya yang relevan dengan pembahasan skripsi
ini. Penelitian kualitatif merupakan penelitian deskriptif yang berupa kata-
kata tertulis atau lisan cenderung menggunakan analisis dari sesuatu yang
dianalisis.59
2. Sumber Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan penelitian Kepustakaan
(library research) maka sumber data tertulis sebagai berikut:
a. Sumber primer adalah karangan asli yang ditulis secara lengkap.
Sumber primer memuat hasil penelitian asli, kajian mengenai sumber
baru atau penjelasan sebuah gagasan dalam semua bidang. Sumber
informasi primer dapat berupa monografi (buku), artikel majalah, hasil
penelitian serta laporan langsung atau reportase.60Adapun sumber
Primer dari penulisan karya ilmiyah ini adalah Kitab Nihayatuz Zain
Karya Syekh Nawawi Banten
b. Sumber sekunder adalah semua jenis ringkasan sumber primer dan alat
untuk mencari sumber primer. Jadi sumber primer tidak memuat

58
Supriyadi, “Community Of Practitioners : Solusi Alternatif Berbagi Pengetahuan Antar
Pustakawan, Vol. 02. No. 2, (Semarang: Lentera Pustaka, 2016), 85.
59
Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Penelitian_Kualitatif, Diakses Tanggal 21 September 2023.
60
Nurul Alifah Rahmawati, “Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Pelayanan Sumber Informasi
Di Perpustakaan”, Vol. 9, No. 2, (Yogyakarata: Libria, 2017), 129.

26
pengetahuan baru, yang hanya mengulang dan mengorganisasikan
pengetahuan yang sudah ada. Sumber informasi meliputi sumber
sekunder diantaranya ensiklopedia, kamus, indeks, ringkasan, biografi
da lain-lain.61 Adapun sumber Sekunder dari penulisan karya ilmiyah
ini berupa dokumen-dokumen, jurnal-jurnal, penelitian terdahulu, buku-
buku yang ada kaitan dengan judul skripsi meskipun tidak secara
langsung.
3. Metode Pengumpulan Data
Metoe pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah metode
Dokumen, metode pengumpulan data Dokumen adalah metode yang
menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan
menganalisis dokumen, baik tertulis maupun gambar, elektronik dan hasil
karya. Dokumen yang didapat dianalisis, dibandingkan dan dipadukan
membemtuk suatu kajian yang sistematis, terpadu dan utuh. Dokumenter
lebih dari sekedar mengumpulkan, penulisan dan pelaporan dalam Suatu
bentuk kutipan mengenai sekumpulan dokumen.Hasil penelitian yang
dilaporkan merupakan hasil analisis ke dokumen-dokumen tersebut.62
4. Metode Analisis Data
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam proposal ini yaitu:63
a. Editing
Tujuan dari langkah pengeditan adalah untuk mengurangi kesalahan
atau kekurangan pada daftar kalimat yang sudah selesai.Tahap editing
berarti upaya memverifikasi data yang diajukan oleh pengumpul data.
b. Sistematisasi
Sistematisasi adalah upaya mengelompokkan data yang telah diedit
secara sistematis kemudian diberi label menurut kategori dan urutan
permasalahan (sistematisasi) dengan tujuan menempatkan data tersebut

61
Nurul Alifah Rahmawati, “Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Pelayanan Sumber Informasi
Di Perpustakaan”, Vol. 9, No. 2, (Yogyakarta: Libria, 2017), 129.
62
Natalina Nilamsari, “Memahami Studi Dokumen Dalam Penelitian Kualitatif”, Vol.13, No.2,
(Wacana, Juni 2014), 181.
63
. M. Kevin Zulqarnain, Mahar Jasa Dalam Mazhab Hanafi Dan Syafi’i, (Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019).

27
dalam suatu kerangka pembahasan sistematisasi berdasarkan urutan
permasalahan.
I. Sistematika Pembahasan

Sistematika skripsi ini terdiri atas lima bab yang masing-masing bab
terdiri atas rangkaian pembahasan yang saling berhubungan antara satu dengan
yang lainya, sehingga membentuk suatu uraian sistematik sebagai satu kesatuan
yang lengkap dan benar.

BAB I : Berisi pendahuluan, yang memuat mengenai latar belakang


masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian
dan sistematika pembahasan
BAB II : Berisi tentang biografi Syekh Nawawi Banten, pendidikan
Syekh Nawawi Banten, guru-guru Syekh Nawawi Banten, Murid-murid Syekh
Nawawi Banten dan metode istinbath hukum Syekh Nawawi Banten.

BAB III : Mengenai tinjauan umum tentang mahar yang meliputi


pengertian mahar, dasar hukum mahar, bentuk mahar, macam-macam mahar,
syarat-syarat mahar, kedudukan mahar, tujuan dan hikmah mahar serta
gugurnya mahar.
BAB IV : Pendapat Syekh Nawawi Banten tentang mahar mitsil dalam
kiab Nihayatuz Zain dan Relevansi Syekh Nawawi banten tentang mahar Mitsil

BAB V : Berisi penutup yaitu Kesimpulan dan saran

28
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Atabik dan Mudhiiah Khoridatul, Desember 2014, Pernikahan Dan


Hikmahnya Perspektif Hukum Islam, Vol. 5, No. 2, Kudus: Yudisia.
Ainiyah Qurrotul, 2020, Kedudukan Wali Dalam Pernikahan (Perspektif Imam
Syafi’i Dan Imam Hanafi), Vol 3 Nomor 2, Sidoarjo: Mukammil.
Azizah Nuril, 2014, Hadits-Hadis Tentang Keutamaan Nikah Dalam Kitab Lubab
Al-Hadits Karya Jalal Al-Din Al-Suyuthi, Vol. 12 No. 1 Ponorogo: Dialgia.
Departemen Agama Ri, 2019, Al-Quran Dan Terjemahnya, Jakarta: Diklat
Kemenag Ri.
Fanani Muhammad, 2018, Analisis Terhadap Istinbaṭ Hukum Imam Asy-Syafi’i
Tentang Mahar Talaq Qabla Ad-Dukhul Dalam Nikah Tafwiḍ, Yogyakarta
: Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Fathoni Muhammad Fikri Nur, Juli 2018, Faktor-Faktor Penyebab Calon
Pengantin Memilih Mahar Dengan Bentuk Uang Hias (Studi Kasus Di
Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur), Institut Agama Islam
Negeri Metro.
Fauziyah Ulfiyatul(dkk), 2020, Tinjauan Maqasid Al-Syari’ah Terhadap
Penetapan Permohonan Wali Adhal Di Pengadilan Agama Lamongan Studi
Terhadap Penetapan No. 0073/Pdt.P/2008/Pa.Lmg, Vol. I, No. 2, Tuban:
The Indonesian Journal Of Islamic Law And Civil Law.
Haasibun Muallim, 2003, Mahar Musamma Dan Mahar Mitsil Dalam Pelaksanaan
Perkawinan,, Vol. 09. No. 01, Sabang: Al Ilmu.
Halomoan Putra, 2016, Penetapan Mahar Terhadap Kelangsungan Pernikahan
Ditinjau Menurut Hukum Islam, Vol. 02. No. 2. Padang sidumpun: Lenter
pustaka.
Hamdi Abdul Ridho (dkk), Juni, 2023, Penetapan Wali ‘Adhol Dalam Perkawinan
Masyarakat Muslim Binjai, Akademik Vol. 8, No. 1, Binjai: Jurnal Nuansa
Hidayat Abdul, 1993, Terjemah Fathul Mu’in 3, Suarabaya, Al-Hidayah.

29
Irfah Abu, 13 April 2014, Nihayah Zain,
https://abusyahmin.blogspot.com/search?q=nihayah+zain, diakses tanggal
2 Oktober 2023.
Jafar Muhammad, 2021, Hukum Hafalan Al-Qur’an Dan Hadis Sebagai Mahar
Nikah (Studi Terhadap Hadis Tentang Mahar), Vol: 8, No. 2, Acah: Al-
Mizan.
Konsep menurut KBBI, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/konsep, diakses tanggal
19 September 2023.
Maharani Sifa, 2018, Konsep Mahar Menurut Imam Syafi’i Dan Relevansinya
Dengan Kompilasi Hukum Islam, Universitas Negeri Makassar.
Mahkamah Agung, 2011, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Mahkamah Agung RI.
Marlian Sapri, 2014, Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Mahar Mitsil Yang
Belum Dibayar Ketika Suami Meninggal Dunia Qabla Dukhul”, Riau:
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Mitcahya Gita, 2014, Pemberian Mahar Yang Tidak Diucapkan (Mahar Mitsil)
Kepada Calon Istri Dalam Pernikahan, Jember: Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau.
Muhazir, 2018, Aqad Nikah Pespektif Fiqh Dan Kompilasi Hukum Islam Vol. 6,
No. 2, Langsa: Al-Qadha.
Nilamsari Natalina, 2014, Memahami Studi Dokumen Dalam Penelitian Kualitatif,
Volume Xiii No.2, Jakarta: Wacana.
Nisa Sururiyah Wasiatun, Akad Nikah Online Perspektif Hukum Islam, Vol. 21, No.
2, 2021, Riau: Hukum Islam.
Nur Syamsiah, 2022, Fikih MunakahatTasikmalaya: Hasna Pustaka.
Rahmawati Nurul Alifah, 2017, Penggunaan Teknologi Informasi Dalam
Pelayanan Sumber Informasi Di Perpustakaan, Vol. 9, No. 2, Yogyakarta:
Libria.
Rahmawati Theadora, 2021, Fiqih Munakahat 1 (Dari Proses Menuju Pernikahan
Hingga Hak Dan Kewajiban Suami Istri) Pamengkasan: Cv Duta Media.
Sabiq Sayyid, 2008, Fiqih Sunnah, Jakarta: Cakrawala.

30
Samad Muhammad Yunus, 2017, Hukum Pernikahan Dalam Islam, Vol. 5 No. 1,
Parepare: Istiqra.
Sunarto Achmad, 1993, Tarjamah Sahih Bukhori 7, Semarang: Cv. ASY SYIFA’.
Supenianto, 2011, Himpunan Peraturan Perundang–Undangan Yang Berkaitan
Dengan Kompilasi Hukum Islam Serta Pengertia Dalam Pembahasannya,
Jakarta: Pustaka Setia.
Supriyadi, 2016, Community Of Practitioners: Solusi Alternatif Berbagi
Pengetahuan Antar Pustakawan, Vol. 02. No. 2, Semarang: Lentera Pustaka.
Suryantoro Dwi Dasa dan Rofiq Ainur, juli 2021, Nikah Dalam Pandangan Hulum
Islam, Vol. 07. No.1, Situbondo: Ahsana Media.
Tim Penyusun INAIFAS, 2020, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah. Edisi Revisi.
Jember: INAIFAS PRESS Kencong-Jember.
Tribuana Robi Rendra, 2019, Hukum Menikah Ketika Sakit Yang Menghalangi
Keharmonisan Rumah Tangga Analisis Pendapat Imam Malik Bin Anas,
Vol. 18, No. 1, Pekanbaru: Al-Fikra.
Undang-Undang Tentang Perkawinan, Bab 1 Dasar Perkawinan, 2015, Jakarta:
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah.
Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Nawawi_al-Bantani, diakses tanggal 20
September 2023.
Wikipedia, Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Penelitian_Kualitatif, diakses Tanggal
21 September 2023.
Zukqarnain M. Kevin, 2019, Mahar Jasa Dalam Mazhab Hanafi Dan Syafi’i,,
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Zulaifi, 2021, Kontekstualisasi Mahar Menurut Pemikiran Ulama Empat Mazhab
Dan Relevansinya Di Era Kontemporer, (Mataram Ntb: Program Studi
Hukum Keluarga Islam (Hki) Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (Uin)
Mataram.

31

Anda mungkin juga menyukai