Dosen pengampu
Bapa H. Muhammad Syarif Dibaj Lc. M.Sy.
Oleh Kelompok 4
Alhamdulillah, segala puja dan puji marilah senantiasa kita ucapkan atas
limpahan rahmat dan nikmat dari Allah SWT. sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang di berikan kepada kami.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapa H. Muhammad Syarif Dibaj Lc.
M.Sy. Selaku dosen pengampu kami, dan kepada semua pihak yang terlibat
dalam membantu penulisan makalah kami ini.
Kami mohon maaf apabila dalam makalah kami ini terdapat kesalahan
dalam kepenulisan makalah kami ini, dan kami memohon untuk kritik dan saran
para pembaca sekalian untuk bahan pertimbangan dalam perbaikan makalah kami
ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar belakang..................................................................................................1
B. Rumusan masalah.............................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Pengertian Khulu..............................................................................................3
C. Akibat Khulu.....................................................................................................10
A. Kesimpulan.......................................................................................................17
B. Saran.................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kehidupan suami istri hanya bisa tegak kalau ada dalam ketenangan,
kasihsayang, pergaulan yang baik, dan masing-masing pihak menjalankan hak
dankewajibannya dengan baik. Tetapi adakalanya terjadi suami membenci istri
atauistri membenci suami. Dalam keadaan seperti ini islam berpesan agar bersabar
dan sanggup menahan diri dan menasehati dengan obat penawar yang
dapatmenghilangkan sebab-sebab timbulnya rasa kebencian.
".Khulu" terdiri dari lafazkha-la-a’ yang berasal dari bahasa arab, secara
etimologi bearti menanggalkan atau membuka pakaian. Dihubungkan dengan
katan khulu dengan perkawinan karena dalam Al-Qur’an disebutkan suami itu
sebagai pakaian istri dan istri merupakan pakaian bagi suaminya.
1
B. Rumusan Masalah
4. Apa saja Ayat Al- Qur’an dan hadits yang berhubungan dengan khulu ?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khulu
Khulu’ adalah berpisahnya istri dengan pengganti. Sehingga seorang
suami mengembil pengganti dan memisahkan istrinya. Baik pengganti ini adalah
mahar yang diberikan kepadanya lebih banyak atau lebih sedikit1.
Asal kata khulu di ambil dari bahasa Arab خلع – يخلع – خلعاyang berarti
َ ْي ُءO َع ال َّشOَ بِ َم ْعنَى َخلyang berarti meninggalkan
melepaskan2 atau dengan isitilah خلَعًا
ia akan sesuatu.
( َأال يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ فَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأالO ِم َّما آتَ ْيتُ ُموه َُّن َشيْئا ً ِإال َأ ْن يَخَافَاOَوال يَ ِحلُّ لَ ُك ْم َأ ْن تَْأ ُخ ُذوا
ْ ) يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ فَال ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْفتَد
َت بِ ِه
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus
dirinya.”(QS. Al-Baqarah: 229.)
Dalil akan hal itu adalah dari sunah bahwa istri Tsabit bin Qois bin Syimas
radhiallahu anhu mendatangi Nabi sallallahu alaihi wa sallam seraya mengatakan,
“Wahai Rasulullah, Tsabit bin Qois saya tidak mencela akhlak dan agamanya.
Akan tetapi saya tidak menyukai kekufuran dalam Islam. Maka Nabi sallallahu
alaihi wa sallam mengatakan kepadanya, “Apakah anda mau mengembalikan
kebunnya? Dimana (suaminya) memberi mahar kepadanya kebun. Dia
berkata,”Ya. Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Terimahlah kebun
dan pisahkan dia.” HR. Bukhori, 5273.
1
Abu mansur, lisab el- arab, (kairo ; daar el-hadits, 2003) jilid 3, h.182
2
A.W. Munawwir, Al- Munawwir ; Kamus arab indonesia, (Surabaya ; pustaka progresif, 1997)
cet.14, hal.361
3
Maka para ulama mengambil dari kisah ini bahwa wanita kalau tidak
mampu tetap bersama suaminya, maka walinya meminta kepada (suaminya)
khulu’. Bahkan memerintahkan akan hal itu. Gambarannya adalah seorang suami
mengambil pangganti atau apa yang disepakati kedua belah fihak kemudian suami
mengatakan kepada istrinya ‘Saya pisah anda atau saya khulu anda’ dan semisal
kata itu.
Dalam hal ini kami berpendapat bahwa khulu itu dibolehkan dengan
beberapa sebab kenapa? Karena di dalam sesuatu yang tidak baik tidak layak
untuk dipetahankan dan pula di khawatirkannya ketika ia si istri atau di dalam
rumah tangganya ada kekerasan dari sang suami, sang istri pun menjauhkan atau
mendekatkan diri kepada hal yang berbau maksiat misalnya bunuh diri, dll. Maka
dari itu khulu di perbolehkan dengan beberapa syarat yang jelas bukan sekedar
hanya ingin cerai yang Cuma Cuma.
Sedangkan rukun menurut istilah adalah bagian yang harus terpenuhi yang
batal jika tidak terpenuhi.
3
Idris al-marbawi, kamus bahasa arab melayu, (surabaya ; hidayah, 2000) jilid 1, h.248
4
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fikih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), h. 75.
4
a. Kadar harta yang boleh dipakai untuk khulu
ُول
َ ت يَا َرس ْ َصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَال َ س ِإلَى النَّبِ ِّي ٍ امرَأةُ ثَابِت ب ِْن قَيْس ب ِْن َش َّما َ ت ْ َجا َء
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ Oِ ال َرسُوهَّللا َ َق ِإالَّ َأنِّي َأخَافُ ْال ُك ْف َر فَق ِ ُت فِي ِدي ٍْن َوالَ ُخل ٍ ِهَّللا َماَأنقِ ُم َعلَى ثَاب
ت َعلَ ْي ِه َوَأ َم َرهُ فَفَا َرقَهَا ْ َفَتَ ُر ِّد ْينَ َعلَ ْي ِه َح ِديقَتَهُ فَقَال
ْ ت نَ َع ْم فَ َر َّد
Artinya: “Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Nabi. Sambil
berkata, “wahai Rasul! Aku tidak mencela akhlak dan agamanya, tetapi aku tidak
ingin mengingkari ajaran Islam. Maka jawab Rasul, “Maukah kamu kembalikan
kebunnya” jawabnya, “mau. “Maka Rasul bersabda, “terimalah Tsabit kebun itu
dan talak lah ia satu kali.”
` Bagi para fuqaha yang mempersamakan kadar harta dalam khulu dengan
semua pertukaran dalam mu’amalat, maka mereka berpendapat bahawa kadar
harta itu didasarkan atas kerelaan. Sedangkan fukaha yang memegang hadits
secara zhahir di atas, maka mereka tidak membolehkan pengambilan harta yang
lebih banyak dari pada mahar. Mereka seolah-olah menganggap bahwa perbuatan
tersebut termasuk pengambilan harta tanpa hak5.
Bentuk barang ganti rugi menurut imam mazhab, bahwa semua barang
yang dapat dijadikan mas kawin, boleh pula dijadikan tebusan itu harus diketahui
secara rinci manakala benda-benda tersebut cenderung biasa diketahui dengan
5
Ibnu Rusydi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muktashid, (Beirut: Darr el-Fikri, tth), jilid 2, h.
51.
5
mudah. Jika isteri melakukan khulu tanpa iwadh maka khulunya tidak sah karena
sesungguhnya suami tidak mempunyai hak fasakh tanpa alasan-alasan yang
diperbolehkan atau isteri melakukan khulu dengan memberikan iwadh berupa
barang-barang yang diharamkan dalam syariat Islam, seperti: khamar, babi atau
barang ghasab ‘colongan’ maka khulu nya tidak sah.6
Dan tidak sah melakukan khulu tanpa menyebutkan iwadh7. Seperti kamu
aku talak dengan uang 1000 maka bukan khulu tetapi talak raj’i sebab khulu perlu
adanya qabul.
Imam Syafi’i dan Abu Hanifah mensyaratkan bahwa harta tersebut harus
dapat diketahui sifat dan wujudnya. Sedangkan Imam Malik membolehkan harta
yang tidak diketahui kadar dan wujudnya, serta harta yang belum ada. Perbedaan
ini disebabkan oleh adanya kemiripan harta pengganti (khulu) dengan harta
pengganti dalam hal jual beli, barang hibah atau wasiat. Bagi fuqaha yang
mempersamakan harta pengganti dalam khulu dengan jual beli dan harta
pengganti dalam jual beli. Sedang bagi fuqaha yang mempersamakan harta
pengganti dalam khulu dengan hibah, mereka tidak menetapkan syarat-syarat
tersebut. Tentang khulu yang dijatuhkan dengan barang-barang, seperti minuman
keras, fuqaha berselisih pendapat: apakah isteri harus mengganti atau tidak,
setelah mereka sepakat bahwa talak itu dapat terjadi. Imam Malik menyatakan
bahwa isteri tidak wajib menggantinya. Demikan juga pendapat Imam Abu
Hanifah. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa isteri wajib mengeluarkan
mahar mitsil.8
6
Syaikh Mansur Bin Yusuf Al-Bahutiy, Ar-Raudah el-Murabbah Syarah Zaadul Mustaqniy Fi
Ihktishari el- Mukniy, (Beirut: Daar el-Fikri, 1990), h. 358.
7
Abu Ishak Syairazi, At-Tanbih, (Beirut: Daar el-Fikri, 1996), h. 152.
8
Ibnu Rusydi, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muktashid, jilid 2, h. 51.
6
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa khulu boleh diadakan berdasarkan
kerelaan suami isteri, selama hal itu tidak merugikan pihak isteri. Berdasarkan
fiman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 19:
Abu Qilabah dan Hasan Basri berpendapat bahwa suami tidak boleh
menjatuhkan khulu atas isterinya, kecuali jika ia melihat isterinya berbuat zina.
Karena mereka mengartikan bahwa “keji” dalam ayat diatas adalah zina.9
9
Ibid hal.51
7
Para fuqaha sepakat bahwa isteri yang mengajukan khulu kepada
suaminya itu wajib sudah baligh dan berakal sehat. Mereka juga sepakat bahwa
isteri yang safih (idiot) tidak boleh mengajukan khulu tanpa ijin walinya.
Sedangkan budak tidak boleh mengadakan khulu untuk dirinya kecuali dengan
seizin tuannya. Sedangkan menurut Imam Malik apabila isteri masih anak-anak
maka boleh bagi sang ayah atau walinya meminta khulu dari suaminya.
Sedangkan Imamiyyah menentukan syarat bagi wanita yang mengajukan khulu,
hal-hal yang mereka syaratkan dalam talak, misalnya si wanita harus dalam
keadaan suci dan tidak dicampuri menjelang khulu manakala dia sudah pernah
dicampuri dan bukan wanita yang sedang memasuki masa monopause dan hamil
atau berusia di bawah sembilan tahun.
3. Sighat khulu
Para ahli fikih berpendapat bahwa khulu harus diucapkan dengan kata
khulu atau lafadz yang diambil dari kata dasar khulu atau kata lain yang
mempunyai arti seperti itu, seperti mubara’ah (berlepas diri) atau fidyah(tebusan).
Contoh sighat khulu “khuluklah aku dengan 10000” atau “lepaskan aku dengan
uang 10000” maka suami berbuat dan kemudian mendapat 10000 dari isterinya.
Namun jika tidak dengan kata khulu atau kata lain yang sama maksudnya,
misalnya suami berkata kepada isterinya “engkau tertalak sebagai imbalan dari
10
Imam Syafi’i, Al-umm, (Beirut, Daar el-Fikri, 2002), jilid 3, h. 222.
8
pada barang atau uang seharga sekian”, lalu isterinya mau menerimanya. Maka
pernyatan ini adalah talak dengan imbalan harta bukan khulu. Hanafi mengatakan
khulu boleh dilakukan dengan menggunakan redaksi al-bai(jual beli), misalnya
suami mengatakan kepada isterinya “saya jual dirimu kepadamu dengan harga
sekian” lalu isterinya menjawab “saya beli itu” demikian pula Syafi’i berpendapat
bahwa boleh melakukan khulu dengan redaksi al-bai (jual beli). khulu dan talak
adalah sah tanpa lafazh bahasa Arab menurut kesepakatan ulama. Telah menjadi
maklum bahwa tidak ada di dalam bahasa asing lafazh perceraian dengan tebusan
antara khulu dan talak. Akan tetapi yang membedakan keduanya adalah yang
khusus bagi khulu yaitu menyertakan tebusan dan permintaan perempuan untuk
talak.Dan adapun khulu dapat terjadi dengan lafazh talak yang sharih atau
kinayahnya. Adapun maksudnya talak di sini adalah talak bain karena isteri
menyerahkan tebusan atau iwadh untuk memiliki dirinya sendiri. Dan jika terjadi
khulu dengan lafazh khulu atau fasakh atau fida’ dan tidak berniat menalaknya
maka jatuhlah fasakh terhadapnya yang tidak mengurangi bilangan talaknya.
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum
Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus)
diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah,
mereka itulah orang-orang zalim.”
9
melihat kata-kata yang diucapkan saja, tentu akan menganggap khulu sebagai
fasakh, bila diucapkan dengan kata apapun, sekalipun dengan kata “talak.”
Pendapat ini merupakan salah satu pendapat murid-murid Imam Ahmad. Juga
pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah dan diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.
Kemudian Ibnu Taimiyah berkata “Barang siapa yang hanya melihat dan
berpegang kepada lafal- lafal saja, dan meperhatikannya pula bagaimana adanya
dengan hukum akad, tentu ia akan menentukan lafal “talak untuk “talak” saja.
Imam Malik berpendapat bahwa syarat sighat khulu itu ada 3 yaitu:
• Mengucapkan ijab dan qabul harus sesuai dengan kadar hartanya, “aku
talak kamu dengan 300” kemudian dijawab saya, “terima 300 itu.”
C. Akibat Khulu
10
fukaha yang berpendapat demikian, mengatakan bahwa khulu tersebut tidak dapat
diikuti dengan talak.
Persoalan yang lain adalah jumhur fuqaha sepakat bahwa suami dapat
menikahi mantan isterinya yang di khulu pada masa iddah dengan persetujuannya.
Sedangkan fuqaha mutaakhirin tidak membolehkan. Kemudian fuqaha berselisih
pendapat tentang iddah wanita yang di khulu apabila terjadi persengketaan antara
suami isteri berkenaan dengan dengan kadar harta yang dipakai untuk terjadinya
khulu. Adapun Imam Malik berpendapat bahwa yang dijadikan pegangan adalah
kata-kata suami jika tidak ada saksi. Sedang Imam Syafi’i berpendapat bahwa
kedua suami isteri saling bersumpah, dan atas isteri dikenakan mahar mitsil.
Beliau mempersamakan persengketaan antara suami dengan persengketaan antara
dua orang yang jual beli. Adapun Imam Malik memandang isteri sebagai pihak
tergugat dan suami sebagai penggugat.
2. Kedudukan Khulu
Menurut mazhab Umar, Ustman dan Ali RA dan jumhur fuqaha, bahwa
khulu termasuk talak, seperti halnya pendapat Abu Hanifah dan Al-Muzanniy
mempersamakan khulu dengan talak. Sedang Imam Syafi’i berpendapat bahwa
khulu termasuk fasakh di dalam qaul qadimnya.
Demikian juga pendapat Imam Ahmad dan Daud, serta Ibnu Abbas dari
kalangan sahabat. Imam Syafi’i juga meriwayatkan bahwa khulu merupakan kata
sindiran. Jadi jika dengan kata kinayah tersebut menghendaki talak, maka talak
pun terjadi, dan jika tidak maka menjadi fasakh. Akan tetapi dalam qaul jadidnya
dikatakan bahwa khulu itu adalah talak.
Jumhur fuqaha yang berpendapat bahwa khulu adalah terbagi dua lafazh
yaitu Sharih dan kinayah. Lafaz sharih menjadikannya sebagai talak bain tanpa
niat karena apabila suami dapat merujuk isterinya pada masa iddah maka
penebusannya tidak berarti lagi, sedangkan kinayah jatuh talak bain dengan
disertai niat.
11
kata talak, maka suami dapat merujuk isterinya. Fuqaha yang menganggap khulu
sebagai talak mengemukakan alasan bahwa fasakh itu merupakan perkara yang
menjadikan suami sebagai pihak yang kuat dalam pemutusan ikatan perkawinan
dan yang bukan berasal dari kehendaknya. Sedang khulu ini berpangkal pada
kehendak ikhtiyar. Oleh karena itu khulu bukan fasakh.
1. Talak bain sughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh
akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah.
12
D. Dalil di dalam Khulu
1. Ayat Al – Qur’an
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum
Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus)
diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah,
mereka itulah orang-orang zalim.”( Al – Baqarah 2;299)
b. Surat An – Nisa 4
صد ُٰقتِ ِه َّن نِحْ لَةً ۗ فَاِ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْي ٍء ِّم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوْ هُ هَنِ ۤ ْيـًٔا َّم ِر ۤ ْيـًٔا
َ َو ٰاتُوا النِّ َس ۤا َء.
13
c. Surat An – Nisa ayat 19
14
aku tahu bahwa dia adalah orang yang paling jelek kepribadiannya dan berkulit
sangat hitam, sangat pendek dan wajahnya tidak menguntungkan sama sekali.”
d. Dari Sahal bin Abi Hastmah, bahwa isteri Tsabit adalah orang yang
pertama melakukan khulu di dalam Islam.
f. Khulu pun terjadi pada masa Umar bin Khattab, seorang wanita yang
menentang suaminya, maka Umar memenjarakan wanita tersebut dalam tempat
yang banyak kotorannya kemudian ia dipanggil dan ditanya “bagaimana
keadaanmu?” jawab wanita itu “belum pernah aku senang sejak aku bertemu
dengan dia (suaminya), kecuali semalam ini di tempat engkau penjarakan aku”.
Maka khalifah Umar berkata kepada suaminya: ”Lepaskanlah dia walau hanya
menebus dirinya dengan anting-antingnya”.
Firman Allah dan Hadits Rasulullah SAW tersebut diatas menjadi dalil
disyari’atkannya khulu dan sahnya khulu terjadi dengan suami isteri. Meskipun
khulu diperbolehkan tetapi harus diikuti dengan alasan-alasan yang kuat, seperti
15
suami seorang pemabuk, pezina, penjudi, tidak menafkahi keluarganya dan lain-
lain. Dalam hal seorang wanita atau isteri meminta cerai tanpa alasan atau dicari-
cari, maka diharamkan untuknya bau syurga. Sesuai dengan hadits Nabi SAW
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khulu’ dapat diartikan talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya atas
permintaan istri dengan pembayaran sejumlah harta kapada suami.
Pengkhulu’istri dapat dilakukan sewaktu-waktu.
A. pengertian khulu
17
2. Isteri sebagai penuntut khulu
3. Sighat khulu
C. Akibat Khulu
- istri tidak bisa dirujuk dan berakhir dengan takak ba’in, kalau ingin rujuk
harus menikah baru lagi berlaku pasal 161 Kompasi Hukum Islam.
Ada banyak dalil ayat Al – Qur’an yang dapat di jadikan dalil di antaranya
surah al Baqarah ayat 299, surah an – nisa ayat 4, 19, dan 21. Dan ada juga dalil
hadits yang dapat dijadikan dalil di dalam khulu antaranya:
B. Saran
Dengan sadar bahwa apa yang ada ditangan pembaca saat ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami senantiasa mengharapkan uluran tangan yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini dikemudian hari. Saya
hanya berharap bahwa makalah ini mampu menjadi sebuah referensi yang ideal
dalam hal pengkajian tentang Khulu’. Terkhusus dalam menyelesaikan dilema-
dilema yang sering muncul dalam kalangan masyarakat awam mengenai
khulu"yang sesuai dengan syariat Islam. Mudah-mudahan dengan adanya makalah
inidapat memudahkan kita, khususnya dalam proses pengamalannya.mudah-
18
mudahan Allah swt. senantiasa meridhai segala aktivitas kita dand apat bernilai
ibadah di sisis-nya. aamiin…
DAFTAR PUSTAKA
Mubarok, jaih. 2002. Modifikasi Hukum Islam, Jakarta; PT. Raja Grafindo
Persada.
No. 1 Tahun 1974 dan Komplikasi Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
19