Anda di halaman 1dari 7

Asal usul SYEKH MAULANA MALIK IBRAHIM

Jauh sebelum Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa. Sebenarnya sudah ada masyarakat Islam di
daerah-daerah pantai utara. Termasuk di desa Leran. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya makam
seorang wanita bernama Fatimah Binti Maimun yang meninggal pada tahun 475 Hijriyah atau pada
tahun 1082 M.

Jadi sebelum jaman Wali Songo, Islam sudah ada di pulau Jawa, yaitu daerah Jepara dan Leren. Tetapi
Islam pada masa itu masih belum berkembang secara besar-besaran.

Maulana Malik Ibrahim yang lebih dikenal penduduk setempat sebagai Kakek
Bantal itu diperkirakan datang ke Gresik pada tahun 1404 M. Beliau berdakwah di Gresik hingga akhir
wafatnya yaitu pada tahun 1419 M.

Pada masa itu kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur adalah Majapahit. Raja dan rakyatnya kebanyakan
masih beragama Hindu atau Budha. Sebagian rakyat Gresik sudah ada yang beragam Islam, tetapi masih
banyak yang beragama Hindu atau bahkan tidak beragama sama sekali.
Dalam Dakwah kakek bantal menggunakan cara yang bijaksana dan strategi yang tepat berdasarkan
ajaran Al-Qur’an yaitu :

“Hendaklah engkau ajak kejalan TuhanMu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan dengan petunjuk-
petunjuk yang baik serta ajaklah mereka berdialog (bertukar pikiran) dengan cara yang sebaik-baiknya
(QS. An Nahl ; 125)”

Ada yang menyebutkan bahwa beliau berasal dari Turki dan pernah mengembara di Gujarat sehingga
beliau cukup berpengalaman menghadapi orang-orang Hindu di pulau Jawa. Gujarat adalah wilayah
negara Hindia yang kebanyakan penduduknya beragama Hindu.

Di Jawa, kakek bantal bukan hanya berhadapan dengan masyarakat Hindu melainkan juga harus
bersabar terhadap mereka yang tak beragama maupun mereka yang terlanjur mengikuti aliran sesat,
juga meluruskan iman dari orang-orang Islam yang bercampur dengan kegiatan Musyrik. Caranya ,
beliau tidak langsung menentang kepercayaan mereka yang salah itu melainkan mendekati mereka
dengan penuh hikmah, beliau tunjukkan keindahan dan ketinggian akhlak Islami sebagaimana ajaran
Nabi Muhammad SAW.

Dari huruf-huruf arab yang terdapat pada batu nisannya dapat diketahui bahwa Syekh Maulana Malik
Ibrahim adalah si Kakek Bantal, penolong fakir miskin, yang dihormati para pangeran dan para sultan
ahli tata negara yang ulung, hal itu menunjukkan betapa hebat perjuangan beliau terhadap masyarakat,
bukan hanya pada kalangan atas melainkan juga pada golongan rakyat bawah yaitu kaum fakir miskin.

Keterangan yang tertulis dimakamnya ialah sbb : “inilah makam Almarhum Almaghfur, yang berharap
rahmat Tuhan, kebanggaan para pangeran, para Sultan dan para Menteri, penolong para Fakir dan
Miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol negara dan agama, Malik Ibrahim yang
terkenal dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan RahmatNya dan KeridhaanNya, dan
dimasukkan ke dalam Surga. Telah Wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 822 H.”

Menurut literatur yang ada, beliau juga ahli pertanian dan ahli pengobatan. Sejak beliau berada di Gresik
hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam. Dan orang-orang sakit banyak yang disembuhkannya
dengan daun-daunan tertentu.

Sifatnya lemah lembut, welas asih dan ramah tamah kepada semua orang, baik sesama muslim atau
dengan non muslim membuatnya terkenal sebagai tokoh masyarakat yang disegani dan dihormati.
Kepribadiannya yang baik itulah yang menarik hati penduduk setempat sehingga mereka berbondong-
bondong masuk agama Islam dengan suka rela dan menjadi pengikut beliau yang setia.

Sebagai misal beliau menghadapi rakyat jelata yang pengetahuannya masih awam sekali, beliau tidak
menjelaskan Islam secara njelimet. Kaum bawah tersebut dibimbing untuk bisa mengolah tanah agar
sawah dan ladang mereka dapat dipanen lebih banyak lagi. Sesudah itu mereka dianjurkan bersyukur
kepada yang memberikan Rezeki yaitu Allah SWT.

Dikalangan rakyat jelata Syekh Maulana Malik Ibrahim sangat terkenal, terutama dari kalangan kasta
rendah. Sebagaimana diketahui agama Hindu membagi masyarakat menjadi 4 kasta yaitu ; kasta
brahmana, kstaria, waisya dan sudra. Dari ke empat kasta tersebut kasta sudra adalah yang paling
rendah dan sering di tindas oleh kasta-kasta yang lebih tinggi. Maka ketika Syekh Maulana Malik Ibrahim
menerangkan kedudukan seseorang didalam Islam, orang-orang kasta sudra dan waisya banyak yang
tertarik, Syekh Maulana Malik Ibrahim menjelaskan bahwa dalam agama Islam semua manusia sama
sederajat. Orang sudra boleh saja bergaul dengan kalangan yang lebih atas, tidak dibeda-bedakan.
Dihadapan Allah semua manusia adalah sama, yang paling mulia diantara mereka hanyalah yang paling
taqwa disisi Allah SWT.

Taqwa itu letaknya dihati, hati yang mengendalikan segala gerak kehidupan manusia untuk berusaha
sekuat-kuatnya mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya.

Dengan taqwa itulah manusia akan hidup bahagia di dunia dan di akherat kelak, orang yang bertaqwa
sekalipun dia dari kasta sudra bisa jadi lebih mulia daripada mereka yang berkasta ksatria dan
brahmana.

Mendengar keterangan ini, mereka yang berasal dari kasta sudra dan waisya merasa lega, mereka
merasa dibela dan dikembalikan haknya sebagai manusia yang utuh sehingga wajarlah bila mereka
berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka cita.

Setelah pengikutnya semakin banyak, beliau kemudian mendirikan mesjid untuk beribadah bersama-
sama dan mengaji. Dalam membangun mesjid ini beliau mendapat bantuan yang tidak sedikit dari Raja
Carmain.
Dan untuk mempersiapkan kader umat yang nantinya dapat meneruskan perjuangan menyebarkan
agama Islam ke seluruh tanah Jawa dan seluruh Nusantara maka beliau kemudian mendirikan pesantren
yang merupakan perguruan Islam, tempat mendidik dan menggembleng para santri sebagai calon
mubaligh.

Pendirian pesantren yang pertama kali di Nusantara itu di ilhami oleh kebiasaan masyarakat Hindu yaitu
para Biksu dan Pendeta Brahmana yang mendidik cantrik dan calon pemimpin agama di mandala-
mandala mereka.

Inilah salah satu strategi para wali yang cukup jitu, orang Budha dan Hindu yang mendirikan mandala-
mandala untuk mendidik kader tidak dimusuhi secara frontal, melainkan beliau-beliau itu mendirikan
pesantren yang mirip dengan mandala-mandala miliki kelompok Hindu dan Budha tersebut untuk
menjaring umat. Dan ternyata hasilnya sungguh memuaskan, dari pesantren Gresik kemudian muncul
para mubaligh yang menyebar ke seluruh Nusantara.

Tradisi pesantren tersebut berlangsung hingga dijaman sekarang. Dimana para ulama menggodok calon
mubaligh dipesantren yang diasuhnya.

Bila orang bertanya suatu masalah agama kepada beliau maka beliau tidak menjawab dengan berbelit-
belit melainkan dijawabnya dengan mudah dan gamblang sesuai dengan pesan Nabi yang menganjurkan
agama disiarkan dengan mudah, tidak dipersulit, umat harus dibuat gembira, tidak ditakut-takuti.

Pada suatu hari Syekh Maulana Malik Ibrahim ditanya tentang : Apakah yang dinamakan Allah itu ?

Beliau tidak menjawab bahwa Allah itu adalah Tuhan yang memberi pahala surga kepada hambaNya
yang berbakti dan menyiksa sepedih-pedihnya bagi hamba yang membangkang kepadaNya.

Jawabannya cukup singkat dan jelas yaitu, “Allah adalah Zat yang diperlukan adaNya.”

Dua tahun sudah Syekh Maulana Malik Ibrahim berdakwah di Gresik, beliau tidak hanya membimbing
umat untuk mengenal dan mendalami agama Islam, melainkan juga memberi pengarahan agar tingkat
kehidupan rakyat Gresik menjadi lebih baik. Beliau pula yang mempunyai gagasan mengalirkan air dari
gunung untuk mengairi lahan pertanian penduduk. Dengan adanya sistem pengairan yang baik ini lahan
pertanian menjadi subur dan hasil panen bertambah banyak, para petani menjadi makmur dan mereka
dapat mengerjakan ibadah dengan tenang.

Andaikata Syekh Maulana Malik Ibrahim tidak ikut membenahi dan meningkatkan taraf hidup rakyat
Gresik tentulah mereka sukar diajak beribadah dengan baik dan tenang. Sebagaimana sabda Nabi bahwa
kefakiran menjurus pada kekafiran. Bagaimana mungkin bisa beribadah dengan tenang jika sehari-hari
disibukkan dengan urusan sesuap nasi. Inilah resep yang harus ditiru.

2.       Tamu dari Negeri Carmain


Ada ganjalan di hari Syekh Maulana Malik Ibrahim, dia telah berhasil mengIslamkan sebagian besar
rakyat Gresik. Yang mana saat itu Gresik merupakan bagian dari wilayah Majapahit. Kalau seluruh rakyat
sudah memeluk Islam sementara Raja Brawijaya penguasa Majapahir masih beragama Hindu, apakah
dibelakang hari tidak timbul ketegangan antara rakyat dengan rajanya.
Untuk menghindari hal itu maka Syekh Maulana Malik Ibrahim mempunyai rencana mengajak Raja
Brawijaya untuk masuk agama Islam.

Hal itu diutarakan kepada sahabatnya yaitu Raja Carmain. Ternyata Raja Carmain juga mempunyai
maksud serupa. Sudah lama Raja Carmain ingin mengajak Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Pada
tahun 1321 M. Raja Carmain datang ke Gresik disertai putrinya yang cantik rupawan. Putri Raja Carmain
itu bernama Dewi Sari, tujuannya dalam misi tersebut adalah untuk memberikan bimbingan kepada
para putri istana Majapahit mengenal agama Islam.

Bersama Syekh Maulana Malik Ibrahim rombongan dari negeri Carmain itu menghadap Prabu Brawijaya.
Usaha mereka ternyata gagal. Prabu Brawijaya bersikeras mempertahankan agama lama dengan ucapan
diplomatis. Bahwa dia bersedia masuk Islalm bila Dewi Sari bersedia dipersuntingnya sebagai isteri. Dewi
Sari menolak, tidak ada gunanya masuk Islam bila ditunggangi dengan kepentingan duniawi. Beragama 
seperti itu hanya akan merusak keagungan agama Islam.

Rombongan dari negeri Carmain lalu kembali ke Gresik. Mereka beristiharat di Leran sembari menunggu
selesainya perbaikan kapal untuk berlayar pulang

Sungguh sayang sekali, selama peristirahatan di Leran banyak anggota dari negeri Carmain yang diserang
wabah penyakit. Banyak diantara mereka yang tewas, termasuk Dewi Sari.

Kabar kematian Dewi Sari terdengar ke telinga Prabu Brawijaya, Raja yang memang tertarik dan merasa
jatuh cinta kepada Dewi Sari itu kemudian menyempatkan diri beserta para punggawanya berkunjung ke
Leran. Raja Brawijaya memerintahkan kepada para punggawanya untuk menggali kubur dan
memakamkan Dewi Sari dengan upacara kebesaran.

Setelah rombongan dari negeri Carmain itu meninggalkan pantai Leran Prabu Brawijaya menyerahkan
seluruh daerah Gresik kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk diperintah sendiri dibawah
kedaulatan Majapahit.

Penyerahan wilayah itu adalah siasat dari sang Raja agar rakyat Gresik yang beragama Islam itu tidak
memberontak kepada Rajanya yang masih beragama Hindu.

Amanat Raja Majapahit itu diterima oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim dengan sukarela. Sesuai dengan
ajaran Islam yang menganjurkan perdamaian walaupun dengan kafir zimmi yaitu orang-orang bukan
muslim yang mau hidup berdampingan dengan aman dalam suatu negara.

Demikianlah sekilas tentang Syekh Maulana Malik Ibrahim, seorang waliyullah yang dianggap sebagai
ayah dari Wali Songo. Beliau wafat di Gresik pada tahun 882 H atau 1419 M.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah
seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, Gresik.

Penyebaran agamaSunting
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan
agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya.
[1] Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah
yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan
Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di
tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Makam Maulana Malik Ibrahim di sekitar tahun 1900

Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa
yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak
menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya
memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-
tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.[2]
Setelah berhasil memikat hati masyarakat sekitar, aktivitas selanjutnya yang dilakukan Maulana
Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang
dinamakan desa Roomo, Manyar.[3] Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan
masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan
perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.[4]
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke
ibu kota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi
menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik.
Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga
mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik
Ibrahim hidup, di ibu kota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.[5]
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan
ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan
tempat mendidik pemuka agama Islam pada masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih
diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang
silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual
ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat
pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-
Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur
harisah.[6]
Legenda rakyatSunting
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
berasal dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq disebutkan sebagai
anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Syeh Maulana Ishaq
disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku
atau Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa.
Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Syeh Maulana Malik
Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana Ishak
mengislamkan Samudera Pasai.
Syeh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai
negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya
dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri.
Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan
keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di
pulau Jawa.
Syeh Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan
nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat
bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu
tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan
bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar
kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

FilsafatSunting
Mengenai filsafat ketuhanannya, disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim pernah menyatakan
mengenai apa yang dinamakan Allah. Ia berkata: "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya
yang diperlukan ada-Nya." Meskipun hal ini tidak ada bukti yang dapat menunjukkan keberanan
filsafat tersebut, karena di berbagai sumber, menyebutkan bahwa dia adalah seorang Ahlus
Sunnah Wal Jama'ah

WafatSunting
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Syeh Maulana
Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut:

Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat


“ pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang
Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan
wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid
penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya
di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah. ”
Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.[6]
KARYA
Sebagaimana Rasulullah saw. beliau menyebarkan Islam dimuali dengan mendirikan
masjid di desa Pasucinan (Suci), Manyar. Sebelum masuk tanah Jawa, Maulana Malik
Ibrahim bermukim di Champa (dalam Legenda disebut sebagai negeri Chermain atau
Cermin) selama tiga belas tahun.
Di samping itu beliau juga membuka toko di desa Romo (3 km sebelah barat kota Gresik).
Dengan memperkenalkan barang-barang bawaannya kepada masyarakat setempat, beliau
juga mempelajari bahasa daerah demi mempermudah kelancaran dakwahnya
Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren di daerah itu, yang merupakan kawah
condrodimuko bagi estafeta perjuangan agama Islam di masa-masa selanjutnya. Hingga
saat ini makamnya masih diziarahi oleh berjuta-juta umat Islam di Indonesia. Setiap malam
Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan
atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal. Pada acara haul itu
dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad), dan
dihidangkan makanan khas bubur yang bernama harisah.

Anda mungkin juga menyukai