Anda di halaman 1dari 18

SUNAN GUNUNG JATI

MAKALAH

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Seni Kebudayaan Islam

Disusun Oleh:
Intan Triani
Rani Astuti
Ogim Rahayu
Imda Walizal
Alpiana

MTsN 9 MAJALENGKA
2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tanpa mengalami hambatan yang berarti. Shalawat beserta salam kita
panjatkan kepada jujunan kita yakni Nabi Besar Muhammad SAW. Tidak lupa
kepada keluarganya, para sahabatnya dan mudah-mudahan sampai kita selaku
umatnya yang taat hingga akhir zaman. Amiin.
Makalah dengan judul “Sunan Gunung Jati” secara khusus disusun dengan
maksud untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam. Selain daripada itu semoga karya tulis ini dapat memberikan nilai tambah
pengetahuan bagi semua pihak yang membacanya.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun telah mendapat banyak bantuan
dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
masih terlalu banyak kekurangan baik dari segi isi maupun dari teknik
penulisannya. Maka dengan rendah hati penulis menerima semua saran dari
semua pihak demi penyempurnaan makalah ini di kemudian hari.
Akhirnya mudah–mudahan Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk
dan bimbingan serta kekuatan kepada penyusun khususnya dan kita semua
sehingga dapat menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Bantarujeg, Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
A. Sejarah Perkembangan Sunan Gunung Djati ............................................... 2
B. Peranan Sunan Gunung Djati ....................................................................... 9
C. Metode Dakwah ......................................................................................... 10
D. Madzhab yang Digunakan.......................................................................... 11
E. Hambatan Yang Dialami ............................................................................ 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
B. Saran ........................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam menyebar di berbagai tempat di Indonesia tidak dengan
sendirinya tetapi disebarkan oleh tokoh-tokoh Islam yang salah satunya oleh
para Wali Songo. Diantara para Wali Songo yaitu Sunan Gunung Djati yang
menyebarkan agama Islam di Cirebon.Sunan Gunung Jati adalah salah satu
dari sembilan orang penyebar agama Islam terkenal di Pulau Jawa yang
dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Kehidupannya selain sebagai pemimpin
spriritual, sufi, mubaligh dan Da’i pada zamannya juga sebagai pemimpin
rakyat, karena beliau menjadi raja di Kasultanan Cirebon. Bahkan sebagai
sultan pertama Kasultanan Cirebon yang semula bernama Keraton
Pakungwati.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan Sunan Gunung Djati?
2. Bagaimana peran Sunan Gunung Djati dalam penyebaran Islam di
Cirebon?
3. Apa madzhab yang dibawa oleh Sunan Gunung Djati?
4. Bagaimana metode penyebaran agama Islam yang dilakukan Sunan
Gunung Djati

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Sunan Gunung Djati.
2. Untuk mengetahui peran Sunan Gunung Djati dalam penyebaran Islam di
Cirebon.
3. Untuk mengetahui madzhab yang dibawa oleh Sunan Gunung Djati.
4. Untuk mengetahui metode penyebaran agama Islam yang dilakukan
Sunan Gunung Djati.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Sunan Gunung Djati


Sering kali terjadi kerancuan antara nama Fatahillah dengan Syarif
Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati. Orang menganggap Fatahillah dan
Syarif Hidayatullah adalah satu, tetapi yang benar adalah dua orang. Syarif
Hidayatullah cucu Raja Pajajaran adalah seorang penyebar agama Islam di Jawa
Barat yang kemudian disebut Sunan Gunung Djati.
Sedangkan Fatahillah adalah seorang pemuda Pasai yang dikirim Sultan
Trenggana membantu Sunan Gunung Jati berperang melawan penjajah Portugis.
Bukti bahwa Fatahillah bukan Sunan Gunung Jati adalah makam yang ada
dekat Sunan Gunung Djati yang ada tulisan Tubagus Pasai Fathullah atau
Fatahillah atau Faletehan menurut lidah orang Portugis
Sunan Gunung Djati atau Raden Syarif Hidayatullah adalah salah satu
penyebar agama Islam di pulaujawa, yang dikenal dengan Wali Sanga. Sunan
Gunung Djati lahir sekitar tahun 1450 M di Mekkah ketika Sultan Syarifah
Abdullah dan Nyai Rara Santang sedang berziarah di Mekkah dan Madinah,
namun ada juga yang menyebutkan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sultan
Syarifah adalah raja dari kerajaan Mesir,sedangkan Nyai Rara Santang merupakan
putri Prabu Siliwangi.
Sejak kecil Sunan Gunung Djati tekun belajar agama. Selain dari orang
tuanya, ia juga belajar dari Syekh Kahfi, seorang muballigh asal Baghdad yang
juga menjadi guru pamannya, Pangeran Cakrabuana. Tak puas mendalami agama
di pesantren Syekh Kahfi, Sunan Gunung Djati pergi ke Timur Tengah. Sunan
Gunung Djati mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama
Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan
Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan
Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati. Sementara itu, dalam
usia muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia ditunjuk untuk
menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja Mesir, tapi anak muda yang

2
masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang
ke tanah Jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian
diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah.
Syekh Datuk Kahfi telah wafat dan guru Pangeran Cakrabuana dan
Syarifah Muda’im itu dimakamkan di Pasambangan. Dengan alasan agar selalu
dekat dengan makam gurunya, Syarifah Muda’im minta agar diijinkan tinggal di
Pasambangan atau Gunung Djati.
Syarifah Muda’im dan putranya yaitu Syarif Hidayatullah meneruskan
usaha Syekh Datuk Kahfi membuka Pesantren Gunung Djati. Sehingga kemudian
dari Syarif Hidayatullah lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
Tibalah saat yang ditentukan,Pangeran Cakrabuana menikahkan anaknya
yaitu Nyi Mas Pakungwati dengan Syarif Hidayatullah. Selanjutnya yaitu pada
tahun 1479, karena usianya sudah lanjut Pangeran Cakrabuana menyerahkan
kekuasaan Negeri Caruban kepada Syarif Hidayatullah dengan gelar Susuhunan
(orang yang dijunjung tinggi). Pada tahun pertama pemerintahannya Syarif
Hidayatullah berkunjung ke Pajajaran untuk mengunjungi kakeknya yaitu Prabu
Siliwangi. Sang Prabu diajak masuk Islam kembali tapi tidak mau. Mesti Prabu
Siliwangi tidak mau masuk Islam, dia tidak menghalangi cucunya menyiarkan
agama Islam di wilayah Pajajaran. Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan
perjalanan ke Serang. Penduduk Serang sudah ada yang masuk Islam dikarenakan
banyaknya saudagar dari Arab dan Gujarat yang sering singgah ke tempat itu.
Kedatangan Syarif Hidayatullah disambut baik oleh adipati Banten.
Bahkan Syarif Hidayatullah dijodohkan dengan putri Adipati Banten yang
bernama Nyi Kawungten. Dari perkawinan inilah kemudian Syarif Hidayatullah
di karuniai seorang orang putra yaitu Nyi Ratu Winaon dan Pangeran
Sebakingking. Dalam menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa, Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati tidak bekerja sendirian, beliau sering ikut
bermusyawarah dengan anggota wali lainnya di Masjid Demak. Bahkan
disebutkan beliau juga membantu berdirinya Masjid Demak. Dari pergaulannya
dengan Sultan Demak dan para Wali lainnya ini akhirnya Syarif Hidayatullah

3
mendirikan Kesultanan Pakungwati dan ia memproklamirkan diri sebagai Raja
yang pertama dengan gelar Sultan.
Dengan berdirinya Kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi mengirim upeti
kepada Pajajaran yang biasanya disalurkan lewat Kadipaten Galuh. Tindakan ini
dianggap sebagai pembangkangan oleh Raja Pajajaran. Raja Pajajaran tak peduli
siapa yang berdiri di balik Kesultanan Cirebon itu maka dikirimkannya pasukan
prajurit pilihan yang dipimpin oleh Ki Jagabaya. Tugas mereka adalah menangkap
Syarif Hidayatullah yang dianggap lancang mengangkat diri sebagai raja
tandingan Pajajaran. Tapi usaha ini tidak berhasil, Ki Jagabaya dan anak buahnya
malah tidak kembali ke Pajajaran, mereka masuk Islam dan menjadi pengikut
Syarif Hidayayullah.
Dengan bergabungnya prajurit dan perwira pilihan ke Cirebon maka makin
bertambah besar pengaruh Kesultanan Pakungwati. Daerah-daerah lain seperti;
Surantaka, Japura, Wana Giri, Telaga dan lain-lain menyatakan diri menjadi
wilayah Kasultanan Cirebon. Lebih-lebih dengan diperluasnya Pelabuhan Muara
Jati, makin bertambah besarlah pengaruh Kasultanan Cirebon. Banyak pedagang
besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan. Diantaranya dari negeri
Tiongkok. Salah seorang keluarga istana Cirebon kawin dengan Pembesar dari
negeri Cina yang berkunjung ke Cirebon yaitu Ma Huan. Maka jalinan antara
Cirebon dan negeri Cina makin erat.
Bahkan Sunan Gunung Djati pernah diundang ke negeri Cina dan menikah
dengan putri Kaisar Cina yang bernama Putri Ong Tien. Kaisar Cina yang pada
saat itu dari dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan perkawinan itu sang
Kaisar ingin menjalin erat hubungan baik antara Cirebon dan negeri Cina, hal ini
ternyata menguntungkan bangsa Cina untuk dimanfaatkan dalam dunia
perdagangan.
Sesudah menikah dengan Sunan Gunungjati, Putri Ong Tien di ganti
namanya menjadi Nyi Ratu Rara Semanding. Kaisar ayah Putri Ong Tien ini
membekali putranya dengan harta benda yang tidak sedikit, sebagian besar
barang-barang peninggalan putri Ong Tien yang dibawa dari negeri Cina itu
sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang aman. Istana dan Masjid

4
Cirebon kemudian dihiasi dan diperluas lagi dengan motif-motif hiasan dinding
dari negeri Cina. Masjid Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1480 atas
prakarsa Nyi Ratu Pakungwati atau istri Sunan Gunung Djati. Dari pembangunan
masjid itu melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga
ahli yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam pembangunan itu Sunan Kalijaga
mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Tatal sebagai lambang persatuan
ummat.
Selesai membangun masjid, dilanjutkan dengan membangun jalan-jalan
raya yang menghubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten lainnya
untuk memperluas pengembangan Islam di seluruh Tanah Pasundan. Prabu
Siliwangi hanya bisa menahan diri atas perkembangan wilayah Cirebon yang
semakin luas itu. Bahkan wilayah Pajajaran sendiri sudah semakin terhimpit.
Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh bangsa Portugis. Selanjutnya
mereka ingin meluaskan kekuasaan ke Pulau Jawa. Pelabuhan Sunda Kelapa yang
jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku penjajahan. Demak Bintoro tahu
bahaya besar yang mengancam kepulauan Nusantara. Oleh karena itu Raden Patah
mengirim Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor untuk menyerang Portugis di
Malaka. Tapi usaha itu tak membuahkan hasil, persenjataan Portugis terlalu
lengkap, dan mereka terlanjur mendirikan benteng yang kuat di Malaka.
Ketika Adipati Unus kembali ke Jawa, seorang pejuang dari Pasai
(Malaka) bernama Fatahillah ikut berlayar ke Pulau Jawa. Pasai sudah tidak aman
lagi bagi mubaligh seperti Fatahillah karena itu beliau ingin menyebarkan agama
Islam di Tanah Jawa.
Raden Patah wafat pada tahun 1518, kedudukannya digantikan oleh
Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor, baru saja beliau dinobatkan muncullah
pemberontakan-pemberontakan dari daerah pedalaman, didalam usaha
memadamkan pemberontakan itu Pangeran Sabrang Lor meninggal dunia, gugur
sebagai pejuang sahid. Pada tahun 1521 Sultan Demak di pegang oleh Raden
Trenggana putra Raden Patah yang ketiga. Di dalam pemerintahan Sultan
Trenggana inilah Fatahillah diangkat sebagai Panglima Perang yang akan
ditugaskan mengusir Portugis di Sunda Kelapa.

5
Fatahillah yang pernah berpengalaman melawan Portugis di Malaka
sekarang harus mengangkat senjata lagi. Dari Demak mula-mula pasukan yang
dipimpinnya menuju Cirebon. Pasukan gabungan Demak Cirebon itu kemudian
menuju Sunda Kelapa yang sudah dijarah Portugis atas bantuan Pajajaran.
Pajajaran merasa iri dan dendam pada perkembangan wilayah Cirebon yang
semakin luas, ketika Portugis menjanjikan bersedia membantu merebut wilayah
Pajajaran yang dikuasai Cirebon maka Raja Pajajaran menyetujuinya.
Ketika portugis menyerang Cirebon, Sunan Gunung Djati tidak bergabung
dengan pasukan gabungan Demak-Cirebon. Karena Sunan Gunung Jati tahu dia
harus berperang melawan kakeknya sendiri, maka diperintahkannya Fatahillah
memimpin serbuan itu. Dari pengalamannya bertempur di Malaka, Fatahillah
mengetahui titik-titik lemah tentara dan siasat Portugis. Itu sebabnya dia dapat
memberi komando dengan tepat dan setiap serangan Demak-Cirebon selalu
membawa hasil gemilang.
Akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka,
sedangkan Pajajaran cerai berai tak menentu arahnya. Selanjutnya Fatahillah
ditugaskan mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa
pasukan Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan karena Fatahillah dibantu
putra Sunan Gunungjati yang bernama Pangeran Sebakingking. Di kemudian hari
Pangeran Sebakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran
Hasanuddin.
Kemenangan demi kemenangan berhasil diraih Fatahillah. Akhirnya Sunan
Gunungjati memanggil ulama dari Pasai itu ke Cirebon. Sunan Gunungjati
menjodohkan Fatahillah dengan Ratu Wulung Ayu. Sementara kedudukan
Fatahillah selaku Adipati Jayakarta kemudian diserahkan kepada Ki Bagus
Angke. Ketika usia Sunan Gunung Jati sudah semakin tua, beliau mengangkat
putranya yaitu Pangeran Muhammad Arifin sebagai Sultan Cirebon ke dua dengan
gelar Pangeran Pasara Pasarean. Fatahillah yang di Cirebon sering disebut
Tubagus atau Kyai Bagus Pasai diangkat menjadi penasehat sang Sultan.
Sunan Gunung Jati lebih memusatkan diri pada penyiaran dakwah Islam di
Gunung Jati atau Pesantren Pasambangan. Namun lima tahun sejak

6
pengangkatannya mendadak Pangeran Muhammad Arifin meninggal dunia
mendahului ayahandanya. Kedudukan Sultan kemudian diberikan kepada
Pangeran Sebakingking yang bergelar sultan Maulana Hasanuddin, dengan
kedudukannya di Banten. Sedang Cirebon walaupun masih tetap digunakan
sebagai kesultanan tapi Sultannya hanya bergelar Adipati. Yaitu Adipati Carbon I.
Adpati Carbon I ini adalah menantu Fatahillah yang diangkat sebagai Sultan
Cirebon oleh Sunan Gunung Djati. Adapun nama aslinya Adipati Carbon adalah
Aria Kamuning.
Sunan Gunung Djati wafat pada tahun 1568, dalam usia 120 tahun.
Bersama ibunya, dan pangeran Carkrabuasa beliau dimakamkan di gunung
Sembung. Dua tahun kemudian wafat pula Kyai Bagus Pasai, Fatahillah
dimakamkan ditempat yang sama, makam kedua tokoh itu berdampingan, tanpa
diperantarai apapun.
Sampai sekarang pun nilai-nilaibudaya yang ditinggalkan oleh Sunan
Gunung Jati masih bias kita temui. Hal itu adalah bagian terpenting dari proses
Islamisasi yang dilakukan oleh Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan agama
Islam di Jawa Barat. Peninggalan Sunan GunungJati di antaranya adalah Kraton
Pakungwati, Sangkala Buana (alun-alun), Mesjid Agung Sang Cipta Rasa, Tajug
Jalagrahan, benda-benda pusakanya itu terdiri dari persenjataan tradisional hingga
kereta kencana. Yang cukup menarik dari peninggalan budaya dari aktivitas
Sunan Gunung Jati adalah bidang Planologi atau Tata Kota.Susunan pusat ibukota
Kerajaan Cirebon merupakan proto type awal dari karakteristik kota di Indonesia
yang bercorak Islam yang terdiri dari unsur arsitektur masjid, istana, pasar,
tembok pertahan alun-alun, bangunan audiensi dan pelabuhan.
Bangunan istana yang ditinggalkan Sunan Gunung Jati mempunyai nilai
budaya tinggi.Keraton peninggalan Sunan Gunung Jati terdiri dari Dalem Agung
PakungWati yang semasa hidup Sunan Gunung Jati dijadikan istana.Kemudian
Sitinggil yang dibangun pada 1425 Masehi yang terdiri dari beberapa buah
bangunan yang pada umumnya tidak berdinding, antara lain bangunan Pendawa
Lima yang bertiang lima yang melambangkan lima Rukun Islam, tempat ini
merupakan tempat berkumpulnya para pengawal sultan.

7
Semar Kenandu, yaitu sebuah bangunan bertiang dua buah yang
melambangkan Syahadat, tempat ini merupakan tempat duduk para penasehat
sultan. Malang Semirang yaitu bangunan yang terletak di samping Semar
Kenandu, tempat ini merupakan tempatduduk Sultan pada saat sultan melihat
alun-alun atau ketika mengadili terdakwa yang dituntut hukuman mati. Mande
Karesmen yaitu tempat yang digunakan untuk mementaskan gamelan
Sekatenpada 1 Syawaldan 10 Dzulhijjah dan Mande Pengiring yaitu ruangan yang
digunakan untuk parapengiring Sultan, atau digunakan sebagai tempat hakim
ketika menyidangkan terdakwa.
Peninggalan Sunan Gunung Jati lainnya yaitu Jembatan Kreteg Pengrawit.
Jembatan ini bermakna bahwa orang yang masuk ke Keraton harus mempunyai
tujuan yang baik sebagaimana yang dimaksud dengan Pengrawit yang dalam
Bahasa Jawa berarti lembut dan penuh perasaan.Jembatan ini melintang di atas
saluran air yang bernama Sepadu yang merupakan batas antara masyarakat umum
dengan penghuni keraton.Selain itu terdapat Panca Ratna yang berarti jalan
kesenangan.Adapun fungsi Panca Ratna adalah tempat seba pejabat desa atau
kampong kepada Sultan.Kemudian Panca Niti yang terletak di samping kiri dan
kanan jalan menuju Jembatan Pengrawit dan berada di depan alun-alun. Panca
Niti mempunyai arti jalan atau tempat raja atau pejabat keraton.Bangunan ini
berfungsi sebagai tempat beristirahat pejabat keraton.
Peninggalan Sunan Gunung Jati dalam bidang arsitektur yaitu Masjid
Agung Sang Cipta Rasa, yang mempunyai Sembilan pintu masuk, hal ini sebagai
perwujudan dari symbol WaliSanga penyebar Agama Islam.Banyak warisan
peninggalan budaya dari Sunan Gunung Jati yang bias dijadikan sebagai objek
wisata dan asset pemerintahan Cirebon.Karena banyak beribu-ribu masyarakat
Cirebon yang mengais rizki dari parawisatawan yang datang ke Cirebon untuk
napak tilas perjuangan Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam.Sunan
Gunung Jati meninggal tahun 1568 Masehi, namun karomahnya sampai saat ini
masih kita rasakan.Memang idealnya seorang Waliullah ketika sudah meninggal
sekalipun memberikan berkah rizki bagi yang masih hidup, apalagi ketika beliau
masih hidup.

8
B. Peranan Sunan Gunung Djati
Kesembilan wali ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
penyebaran agama Islam di pulau Jawa pada abad ke-15. Adapun peranan Sunan
Gunung Djati sama seperti para Wali Songo yang lainnya, yaitu:
1. Sebagai pelopor penyebarluasan agama Islam kepada masyarakat yang belum
banyak mengenal ajaran Islam di daerahnya masing-masing.
2. Sebagai para pejuang yang gigih dalam membela dan mengembangkan agama
Islam di masa hidupnya.
3. Sebagai orang yang ahli di bidang agama Islam.
4. Sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT karena terus-menerus beribadah
kepada-Nya sehingga memiliki kemampuan yang lebih.
5. Sebagai pemimpin agama Islam di daerah penyebarannya masing-masing,
yang mempunyai jumlah pengikut cukup banyak di kalangan masyarakat
Islam.
6. Sebagai guru agama Islam yang gigih mengajarkan agama Islam kepada para
muridnya.
7. Sebagai kiai yang menguasai ajaran agama Islam dengan cukup luas.
8. Sebagai tokoh masyarakat Islam yang disegani pada masa hidupnya.
Namun selain itu ada peranan khusus dari Sunan Gunung Djati. Tentang
personaliti dari Sunan Gunung Djati yang banyak dilukiskan sebagai seorang
Ulama kharismatik, dalam beberapa riwayat yang kuat, memiliki peranan penting
dalam pengadilan Syekh Siti Jenar pada tahun 1508 di pelataran Masjid Demak.
Ia ikut membimbing Ulama berperangai ganjil itu untuk menerima hukuman mati
dengan lebih dulu melucuti ilmu kekebalan tubuhnya.
Eksekusi yang dilakukan Sunan Kalijaga akhirnya berjalan baik, dan
dengan wafatnya Syekh Siti Jenar, maka salah satu duri dalam daging di
Kesultana Demak telah tercabut. Raja Pakuan di awal abad 16, seiring masuknya
Portugis di Pasai dan Malaka, merasa mendapat sekutu untuk mengurangi
pengaruh Sunan Gunung Djati yang telah berkembang di Cirebon dan Banten.
Hanya Sunda Kelapa yang masih dalam kekuasaan Pakuan.

9
Di saat yang genting inilah Syarif Hidayat berperan dalam membimbing
Pati Unus dalam pembentukan armada gabungan Kesultanan Banten, Demak,
Cirebon di P. Jawa dengan misi utama mengusir Portugis dari wilayah Asia
Tenggara. Terlebih dulu Sunan Gunung Djati menikahkan putrinya untuk menjadi
istri Pati Unus yang ke 2 pada tahun 1511.
Kegagalan expedisi jihad II Pati Unus yang sangat fatal pada tahun 1521
memaksa Syarif Hidayat merombak Pimpinan Armada Gabungan yang masih
tersisa dan mengangkat Tubagus Pasai (belakangan dikenal dengan nama
Fatahillah),untuk menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka, sebagai
Panglima berikutnya dan menyusun strategi baru untuk memancing Portugis
bertempur di Pulau Jawa.

C. Metode Dakwah
1. Perkawinan
Proses Islamisasi di Indonesia juga melalui hubungan kekerabatan. Para
pedagang yang menetap di Indonesia melakkukan perkawinan dengan masyarakat
Indonesi. Hal ini dijadikan sebagai taktik dakwah yang paling efektif dalam
penyebaran agama islam pada masa itu. Dari perkawinan itu maka akan dihasilkan
keluarga muslim dan kemudian berkembang menjadi suatu perkampungan
muslim.
2. Politik
Proses ini dilakikan oleh golongan sufi dan wali. Sufi maupun wali yang
memiliki kelebihan memasuki kerajaan dan merubah keyakina raja. Biasanya
awalnya mereka menjadi seorang penasehatspiritual kemudian melakukan
penyebaran terhadap para pejabat-pejabat kerajaan. Setelah raja dan para
pejabatnya menganut keyakinan islam maka rakyatpun mengikuti keyakinan raja
untuk masuk islam.
Contohnya: kerajaan di Indonesia yang menyebarkan islam adalah samudra Pasai
dan Demak.

10
3. Tasawuf
Metode penyebaran cara ini dilakukan oleh para sufi yang datang ke
Indonesia. Secara termologi bahasa taswuf berasal dari kata sufi yang berarti wol
atau bulu domba. Artinya bahwa pada masa itu para sufi selalu menggunakan
senban putih yang terbuat dari wol yang berasal dari bulu domba.metode
penyebaran islam dengan cara tasawuf membawa dampak pengaruh yang
signifikan. Cara pengajarannya yaitu dengan jalan memberikan jalan yang
mengandung persamaan dengan alam pikiran seperti pada mistik orang Indonesia
Hindu, sehingga islam sebagai agama baru mudah diterima.
4. Pendidikan
Jalur penyebaran melalui pendidikan diawali dengan berdirinya beberapa
pesabtereb yang pertama kali berdiri yaitu di Demak tepatnya di masjid Demak.
Tempat ini menjadi pusat pendidikan ajaran islam di Indonesia khususnya Pulau
Jawa. Pemimpin dan pengajar dari pesabtern-pesantren adalah para wali.
5. Kesenian
Para penyebar Islam pada masa tersebut pada awalnya cukup kesulitan
dalam mengajarkan ajaran Islam. Tetapi setelah berbaur dengan masyarakat yang
cukup lama dan kemudian menganal bentuk-bentuk kesenian maka para penyebar
agama Islam menggunakan media ini sebagai alat melakukan menyebaran Islam.
Setiap tradisi dari masyarakat disusupi dengan cerita-cerita tentang ajaran Islam.

D. Madzhab yang Digunakan


Madzhab yang dipakai oleh Sunan Gunung Djati adalah Mazhab
Syafi’i. Pemikiran fiqh mazhab ini diawali oleh Imam asy-Syafi’i. Keunggulan
Imam asy-Syafi’i sebagai ulama fiqh, usul fiqh, dan hadits di zamannya diakui
sendiri oleh ulama sezamannya.
Sebagai orang yang hidup di zaman meruncingnya pertentangan antara
aliran Ahlulhadits dan Ahlurra ‘yi, Imam asy-Syafi ‘i berupaya untuk
mendekatkan pandangan kedua aliran ini. Karenanya, ia belajar kepada Imam
Malik sebagai tokoh Ahlulhadits dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani
sebagai tokoh Ahlurra’yi.

11
Prinsip dasar Mazhab Syafi’i dapat dilihat dalam kitab usul fiqh ar-
Risalah. Dalam buku ini asy-Syafi’i menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya
serta beberapa contoh merumuskan hukum far’iyyah (yang bersifat cabang).
Dalam menetapkan hukum Islam, Imam asy-Syafi’i pertama sekali mencari
alasannya dari Al-Qur’an. Jika tidak ditemukan maka ia merujuk kepada sunnah
Rasulullah SAW.
Apabila dalam kedua sumber hukum Islam itu tidak ditemukan
jawabannya, ia melakukan penelitian terhadap ijma’ sahabat. Ijma’ yang diterima
Imam asy-Syafi’i sebagai landasan hukum hanya ijma’ para sahabat, bukan ijma’
seperti yang dirumuskan ulama usul fiqh, yaitu kesepakatan seluruh mujtahid
pada masa tertentu terhadap suatu hukum, karena menurutnya ijma’ seperti ini
tidak mungkin terjadi. Apabila dalam ijma’ tidakjuga ditemukan hukumnya, maka
ia menggunakan qiyas, yang dalam ar-Risalah disebutnya sebagai ijtihad. Akan
tetapi, pemakaian qiyas bagi Imam asy-Syafi ‘i tidak seluas yang digunakan Imam
Abu Hanifah, sehingga ia menolak istihsan sebagai salah satu cara meng-istinbat-
kan hukum syara’.
Penyebarluasan pemikiran Mazhab Syafi’i berbeda dengan Mazhab Hanafi
dan Maliki. Diawali melalui kitab usul fiqhnya ar-Risalah dan kitab fiqhnya al-
Umm, pokok pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi ‘i ini kemudian
disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya. Tiga orang murid Imam
asy-Syafi ‘i yang terkemuka sebagai penyebar luas dan pengembang Mazhab
Syafi’i adalah Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 231 H./846 M.), ulama besar
Mesir; Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H./878 M.), yang diakui
oleh Imam asy-Syafi ‘i sebagai pendukung kuat mazhabnya; dan ar-Rabi bin
Sulaiman al-Marawi (w. 270 H.), yang besar jasanya dalam penyebarluasan kedua
kitab Imam asy-Syafi ‘i tersebut.

E. Hambatan Yang Dialami


Dalam menyebarkan agama Islam,Sunan Gunung Djati mengalami
berbagai hambatan,adapun hambatan nya adalah sebagai berikut:

12
1. Tidak mendapatkan dukungan dari kakeknya dalam menyebarkan agama
islam yaitu Prabu Siliwangi yang merupakan raja dari Kerajaan Pajajaran.
2. Harus berperang melawan kakeknya yang mendukung portugis untuk
menjajah Cirebon
3. Mendapat serangan dari portugis

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa yang telah di kemukakan diatas, maka penulis
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari sembilan orang penyebar agama
islam di pulau Jawa yang di kenal dengan sebutan Wali Sanga.
2. Ki Bagus Pasai di nobatkan sebagai Sultan ke II dengan gelar pangeran
pasarean.
3. Syarif Hidayatullah hidup pada zaman Raden Fattah Sultan Demak pertama.

B. Saran
Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, jika ingin menambah
wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh, maka penulis mengharapkan dengan
rendah hati agar lebih membaca buku-buku sejarah dan buku-buku lainnya yang
berkaitan dengan judul “Sunan Gunung Jati ”.
Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah kami.
Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para
mahasiswa/i berfikir aktif dan kreatif.

14
DAFTAR PUSTAKA

Praptanto Eko, 2010, SEJARAH INDONESIA, Jakarta: Bina Sumber Daya MIPA
http://ayong-e.blogspot.com/2015/11/makalah-tentang-sunan-gunung-jati.html
http://majid-pendidikan.blogspot.com/2012/03/makalah-sunan-gunung-jati.html

15

Anda mungkin juga menyukai