Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH SUNAN KALIJAGA DALAM ISLAMISASI


DI JAWA
Di Susun Oleh :
Nama : Eko Rudianto
NPM : 12100202
Kelas :
UNIVERSITAS LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Dengan memanjatkan rasa puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena atas segalalimpahan
rahmat, karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah initepat pada
waktunya.
Makalah yang berjudul “Sejarah Sunan Kalijaga Dalam Islamisasi Di Jawa” ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata kuliah. Tentunya tak lupa kami sampaikan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang ada relevansinya dengan penyempurnaan
makalah ini sangat kami harapkan dari pembaca. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami
perhatikan dan pertimbangkan guna perbaikan di masa datang.
Semoga makalah ini mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan nilai tambah kepada
para pemakainya. Akhirnya kami berharap semoga Allah SWT, memberikan imbalan satimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan ini sebagai ibadah, Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Bandar Lampung, 23 September 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... I
DAFTAR ISI ........................................................................................ II
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
2.1 Asal Usul Kehidupan Sunan Kalijaga................................................. 3
2.2 Masa Remaja Sunan Kalijaga.............................................................. 4
2.3 Proses Masuknya Sunan Kalijaga Menjadi Walisongo....................... 7
2.4 Metode Dakwah Sunan Kalijaga........................................................ 9
2.5 Sikap Masyarakat Terhadap Dakwah Sunan Kalijaga........................ 13
2.6 Jasa-Jasa Sunan Kalijaga..................................................................... 14
2.7 Peninggalan Sunan Kalijaga................................................................ 16
BAB III PENUTUP....................................................................................... 18
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 18
3.2 Saran ........................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Riwayat masa lampau sebagai obyek studi sejarah, berkenaan dengan peristiwa-peristiwa pada
kehidupan manusia yang menyangkut segala aspeknya. Dalam penuturan sejarah, peristiwa-
peristiwa tadi diurutkan kurun-kurun waktu secara kronologis. Dari analisis sejarah tentang suatu
peristiwa atau suatu masalah, kita dapat mengadakan prediksi terhadap hal-hal tersebut pada
masa yang akan datang. Pemilihan suatu gejala atau suatu masalah dengan menggunakan
pendekatan sejarah, ini termasuk pemilihan yang dinamis, karena memperhatikan urutan
prosesnya dari waktu kewaktu.
Sejarah dapat diartikan sebagai riwayat tentang masa lampau atau suatu bidang ilmu
pengetahuan yang menyelidiki dan menuturkan riwayat masa lampau tersebut sesuai dengan
dapat melepaskan diri dari kejadian dan serta kenyataan masa sekarang yang sedang kita alami
bersama dan tidak pula kita lepaskan dari perspefktif masa depan.
Perkembangan peradaban masa lalu merupakan perpaduan antara Hindu-Budha dengan Islam,
yang membawa akibat adanya Versi baru dalam hal kehidupan keagamaan dan budaya
masyarakat sekarang ini. Hal ini sejalan dengan konsep sejarah, yaitu adanya kemajuan dalam
menganalisis suatu peristiwa dengan tanpa meninggalkan analisis peristiwa masa lampau.
Perkembangan dakwah islam bukan saja memerlukan kuantitas para Da’i ataupun kuantitas
lembaga-lembaga dakwah yang mengorganisir dan mencetak para Da’i melainkan harus
dilengkapi oeh beberapa syarat atau faktor-faktor lain. Perjalanan dakwah islamiyah di tanah air
kita harus terus dikembangkan, karena merupakan tugas suci bagi setiap muslim yang cinta akan
agamanya. Demi keberhasilannya dalam berdakwah harus ditunjang dalam berbagai syarat,
diantaranya adalah adanya metode dakwah yang sempurna. Dalam rangka inilah kelompok kami
mencoba mengetengahkan sekelumit sejarah tentang sistem dakwah yang digunakan Sunan
Kalijaga yang telah berhasil merintis jalannya dakwah di pulau Jawa. Sehingga beliau berhasil
mengembangkan ajaran Islam dan memperoleh umat yang begitu banyak, khususnya di pulau
Jawa.
Keberhasilan Sunan Kailijaga dalam dakwah islamiyah dalam hal mengislamkan masyarakat
dapat kita pakai sebagai acuan dalam mengembangkan ajaran Islam bagi generasi berikutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka:
1. Bagaimana sejarah Sunan Kailijaga?
2. Bagaimana Metode Da,wah Sunan Kailijaga ?
3. Apakah peran Sunan Kailijaga dalam Walisongo ?
4. Apakah jasa Sunan Kailijaga dalam perkembangan islam ?
5. Apakah peninggalan Sunan Kailijaga ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah Sunan Kailijaga
2. Untuk mengetahui cara Sunan Kailijaga berdakwah dalam menyiarkan agama islam di tanah
Jawa.
3. Untuk mengetahui perjalanan hidup Sunan Kailijaga.
4. Untuk mengetahui kapan Sunan Kailijaga diangkat menjadi salah satu Wali Songo.
5. Untuk mengetahui jasa-jasa Sunan Kailijaga
6. Untuk mengetahui peninggalan – peninggalan Sunan Kailijaga.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Kehidupan Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah gelar yang diberikan kepada Raden Mas Syahid, beliau putra dari
Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban. Tumenggung Wilatikta adalah keturunan Ranggalawe
yang sudah beragama Islam dan berganti nama Raden Sahur. Ibunya bernama Dewi Nawangrum.
Raden Sahid ini menikah dengan Dewi Sarah binti Maulana Ishak dan berputra tiga orang yaitu:
Raden Umar Said atau Sunan Muria, Dewi Rukoyah dan Dewi Sofiah. Beliau lahir dari kalangan
keluarga bangsawan asli di Istana Tumenggung Ario Tejo alias Adipati Wilwatikto di Tuban, ia
di didik dalam bidang pemerintahan dan kemiliteran, khususnya di bidang Angkatan laut, ia juga
ahli dibidang pembutan kapal laut yang dibuat dari kayu jati, yang nama mudanya atau nama
kecil adalah Raden Mas Syahid atau Jaka said. Raden Sahid sewaktu kecil sudah mempunyai
rasa solidaritas yang tinggi pada kawan-kawannya, ia bahkan tak segan-segan masuk dan bergaul
kedalam lingkungan rakyat jelata. Ketika itulah ia tidak tahan lagi melihat penderitaan orang-
orang miskin pedesaan. Maka pada waktu malam-malam, ia sering mengambili sumber bahan
makanan dari gudang Kadipaten dan memberikannya kepada rakyat-rakyat miskin.
Lama-lama tindakan Raden Sahid itu diketahui oleh ayahnya, maka ia mendapatkan hukuman
yang keras, yakni diusir dari istana. Ia akhirnya mengembara tanpa tujuan yang pasti. Dan
kemudia ia menetap di hutan Jatiwangi. Dihutan itu ia meneruskan pekerjaannya sebagai
berandal. Ia merampok orang-orang kaya yang pelit kepada rakyat kecil. Hasil rapokannya
diberikan kepada rakyat-rakyat miskin.
Dalam babad Cerbon naskah Nr.36 koleksi Brandes, dijumpai keterangan bahwa ayah handa
Sunan kalijaga bernama Arya Sidik dijuluki Arya Ing Tuban, Arya Sadik dipastikan merupakan
perubahan dari nama Arya Sidik, dan nama ini merupakan nama asli dari Ayah handa Sunan
kalijaga yang menurut Babad Tuban bukan seorang pribumi Jawa, melainkan berasal dari
kalangan masyarakat Arab dan merupakan seorang Ulama.
Tahun kelahiran serta wafat Sunan Kalijaga belum dapat dipastikan, hanya diperkirakan ia
mencapai Usia lanjut. Diperkirakan ia lahir kurang lebih 1450 M berdasarkan atas suatu sumber
yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga kawin dengan putri Sunan Ampel pada usia kurang
lebih 20 tahun, yakni tahun 1470. Sedangkan Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 dan
mempunyai anak wanita yang dikawini oleh sunan kalijaga itu pada waktu ia berusia 50 tahun.
Masa hidupnya menglami 3 masa pemerintahan yaitu: masa akhir Majapahit, Zaman Kesultanan
Demak dan Kesultanan Pajang. Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1478 M, kemudian
disusul Kesultanan Demak berdiri pada tahun 1481 sampai 1546 M, dan disusul pula Kesultanan
Pajang yang diperkirakan berakhir pada tahun 1568 M. Diperkirakan, pada tahun 1580 M Sunan
Kalijaga wafat hal ini dapat dihubungkan dengan gelar kepala Perdikan Kadilangu semula adalah
sunan Hadi, tetapi pada mas Jolang di Mataram(1601-1603), gelar itu diganti dengan sebutan
Panembahan Hadi. Dengan demikian, Sunan Kalijaga sudah diganti putranya sebagai kepala
Perdikan kadilangu sebelum zaman Mas Jolang yaitu sejak berdirinya kesultanan Mataram
pemerintahan Panembahan Senopati atau sutawijaya(1673-1601). Dan pada awal pemerintahan
Mataram, menurut Babad Tanah jawi versi Meisma, dinyatakan Sunan kalijaga pernah datang
ketempat kediaman Panembahan Senopati di Mataram memberikan saran bagaimana cara
membangun kota. Dengan demikian Sunan Kalijaga diperkirakan hidup lebih dari 100 tahun
lamanya yakni sejak pertengahan Abad ke-15 sampai dengan akhir Abad ke-16.
Tentang asal-usul keturunannya, ada beberapa pendapat, ada yang menyatakan keturunan Arab
asli, yang lain menyatakan keturunan Cina dan ada pula yang mengatakan keturunan Jawa asli.
Masing-masing pendapat mempunyai sumber yang berbeda.
2.2 Masa Remaja Sunan Kalijaga
Kisah masa muda Raden Sahid ini ada Dua Versi, yaitu Versi pertama ialah yang menganggap
pada dasarnya walaupun raden Sahid suka mencuri dan merampok tapi bukan untuk dinikmati
sendiri, melainkan untuk dibagikan kepada rakyat jelata. Sedangkan Versi yang kedua adalah
yang benar-benar melihat bahwa masa muda Raden Sahid adalah benar-benar perampok dan
pembunuh yang jahat.
Menurut Versi pertama lengkapnya adalah demikian, bahwasannya pada waktu masih kecil
Raden Sahid sudah disuruh mempelajari agama islam oleh ayahnya di Tuban, akan tetapi karena
ia melihat kondisi lingkungan yang kontradiksi dengan ajaran agama itu, maka jiwa Raden Sahid
memberontak. Ia melihat rakyat jelata yang hidupnya sengsara, sementara bangsawan Tuban
berfoya-foya hidupnya. Pejabat Kadipaten manarik upeti kepada rakyat miskin dengan semena-
mena, pada prajurit kadipaten sewenang-wenang menghardik rakyat kecil. Oleh karena itu,
Raden Syahid sangat gelisah hatinya.
Sedangkan Versi kedua melihat bahwa Raden Syahid merupakan orang yang nakal sejak kecil
dan kemudian berkembang menjadi penjahat yang sadis. Ia suka merampok dan membunuh
tanpa segan dan ia berjudi kemana-mana. Setiap habis Botohnya ia merampok kepada penduduk.
Selain itu digambarkan Raden Sahid adalah orang yang sangat sakti, karena saktinya sehingga
beliau mendapat julukan berandal Lokajaya.
Tentang kisah putra Ki Tumenggung Wilatikta yang bernama Raden Sahid yang gemar berjudi
dan melakukan kejahatan, bermain dadu, kartu, dan taruhan. Ia juga suka menyambung ayam
dan mengembara sampai ke Jepara. Kalau kalah main, ia pun menyamun, Raden Shayid
menghadang orang yang lewat dijalan dihutan yang disebut Jati Sekar sebelah timur laut Lasem.
Tersebutlah Sunan Bonang sedang berjalan kaki dari Malang melewati hutan Jati Sekae dan
berjumpa dengan Jaka Syaid. Sunan Bonang pun menegur dengan halus, “siapakah kau ini?
Mengapa menghadang orang lewat?” dengan keras Raden Syaid menjawab, “aku sedang bekerja,
pekerjaan ku ialah menyamun.” Sunan Bonang berkata lembut, “ tunggu besok pagi. Kalau ada
yang lewat disini mengenakan pakaian hitam dengan sumping bunga wora-wari merah di
telinganya, samunlah dia.
Jaka Syahid pun menuruti Sunan Bonang. Setelah tiga malam, raden Syahid menghadang di
jalan , Sunan Bonang yang sudah berbusana serba hitam dan bersumpingkan bunga wora-wari
merah berjalan melewati tempat Jaga Syahid berdiri mengahadang. Ia segera menghadang, Jaka
Said pun menghalangi Sunan Bonang yang sedang lewat itu dari segala penjuru. Sunan Bonang
pun berubah menjadi empat orang. Jaka Syahid melihat ke arah utara, timur, selatan, dan barat,
dimanapun tampak olehnya Sunan Bonang. Segera ia duduk dan dengan takjim menghormat,
menyatakan sudah bertobat.
Sunan Bonang berkata lembut,” Jika kau benar-benar menurut kepadaku, bergurulah dengan
sungguh-sungguh, patuhilah kata-kataku. Ini tombak pendekku dan jagalah baik-baik. Jangan
pergi dari tempat ini sama sekali.” Raden Syahid menyanggupinya sambil menghormat takjim,
lalu Sunan Bonang pergi meninggalkannya. Raden Syahid tetap memegang tombak kecil itu.
Sesudah satu tahun berlalu, datanglah Sunan bonang kesana, menengok Raden Syahid namun
tempatnya kini sudah berubah menjadi hutan belukar. Sunan Bonang mengucapkan sesuatu, dan
dalam sekejap musnahlah hutan itu, sehingga tampaklah sang Raden masih tetap disana. Yang
terlihat hanya degup jantung didadanya. Ia ditinggalkan saja oleh Sunan Bonang selam satu
tahun lagi. Raden Syahid bertapa selama dua tahun disana. Oleh sunan ia disuruh pergi dari situ
dan dibekalinya dengan ilmu dan cara-cara berbakti kepada Allah SWT.
Selanjutnya Sang Raden menjalankan tapa dengan mengasingkan diri di tempat sunyi satu tahun
lamanya. Selesai menjalankan tapa itu Raden Syahid pergi ke arah Barat menuju Cirebon, disana
ia bermukim di tempat yang sepi, dan selanjutnya ia disebut Kalijaga. Ia punya dua sahabat dan
semakin kuat bertapa. Malam hari ia jaga di tepi sungai, kalau mengantuk ia terjun ke air
menghanyutkan diri mengikuti arus, dengan memegangi api dari seludang kelapa kering. Berkat
kekuatan tapanya, api yang terbenam di air tidak padam. Ia pun berhenti menghanyutkan dirinya.
Rden Syahid kini menjadi sakti dan dikenal sebagai Kalijaga. Ketika berada di Cirebon ia
menyamar dan bekerja sebagai Merbot, pekerjaannya ialah menimba dan menagambil air,
mengisi bak air yang kosong. Setiap kali airnya habis, segera dipenuhinya lagi olehnya, sehingga
orang menyangka ia benar-benar seorang merbot. Tersebutlah pada waktu itu Sunan dari Gunung
Jati, yang memerintah yang dari Cirebon, memperhatikan cara Kimerbot mengambil air.
Timbullah rasa belas kasihan dalam hati Sunan menyaksikan Merbotnya. Ketika malam tiba bak
air itu dikeringkannya, lalu diisinya dengan mas. Pagi-pagi sekali Sunan Kalijaga bangun, segera
pergi mengambil air. Seusai menimba tutup bak air itu dibukanya, dilihatnya bak itu penuh berisi
mas. Sunan Kalijaga dapat menangkap maksudnya, dan cepat-cepat ia menjadikan mas itu
sebagai alas bak air. Bak itu sudah penuh air ketika Sunan gunung Jati bergegas menjalankan
Sholat Subuh ketika berwudhu dilihatnya alas bak air itu berupa mas, sehingga Sunan gunung
Jati tidak ragu lagi bahwa ternyata Sunan Kalijaga telah menyamar sebagai Merbot. Ia kemudian
menjadi ipar, dikawinkan dengan adik kandung Sunan Gunung Jati.
Sewaktu masih usia muda, Raden Sahid yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Sunan
Kalijaga itu tergolong muda yang cerdas, terampil, pemberani dan berjiwa besar, usia mudanya
tidak disia-siakan begitu saja, tetapi benar-benar dipergunakan untuk membesarkan dirinya
meskipun tanpa bekal dari kedua orangtuanya. Beliau selalu berburu ilu kepada para sesepuh,
seperti kepada Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan bahkan dari timur terus lari kebarat berguru
kepada Syekh Syarif Hidayatullah Cerebon. Ilmu-ilmu yang diambil dari Gurunya diantara lain
ialah ilmu hakekat, ilmu Syariah, ilmu Kanuragan, ilmu filsafat, ilmu kesenian dan lain
sebagainya. Sehingga beliau dikenal masyarakat pada saat itu sebagai seoarang ahli tauhid, yang
mahir dalam ilmu syariat dan mampu menguasai ilmu srtategi perjuangan juga seorang Filosofi.
Bahkan ahli pula dibidang sastra sehingga terkenal juga sebagai seorang pujangga, karena syair-
ayairnya yang indah terutama syair-syair jawa.
2.3 Proses Masuknya Sunan Kalijaga Menjadi Walisanga
Menurut sumber naskah Sejarah yang manapun Sunan Kalijaga disebut sebagai salah satu
Waliyullah yang terasuk dalam Walisanga. Kedudukannya sebagai seorang Wali, menurut Babad
Majapahit dan para Wali, dikukuhkan dihadapan Sunan Giri yang dianggap sebagai ketua para
Wali di Jawa. Dengan demikian, penetapan sebagai Wali itu sesuai dengan ramalan semula
semenjak Sunan Bonang di utus oleh ayahnya, Sunan Ampel Denta untuk mencari dan
mempertobatkan Sunan Kalijaga sebagai upaya mempercepat proses kearah kedudukannya
sebagai wali.
Sebagai Waliyullah, sebagaimana pengertian Waliyullah adalah” kekasih Allah”. Oleh karena
itu, sebagaimana lazimnya para Wali, Sunan Kalijaga memiliki” Karamah” pemberian dari Allah
berupa keunggulan lahir dan batin yang tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang. Disamping itu,
sebagai tanda kewalian, ia bergelar” Sunan” sebagaimana Wali-wali yang lain. Menurut salah
satu penafsiran, kata “Sunnat” yang berarti tingkah laku, Adat kebiasaan. Adapaun tingkah laku
yang dimaksud adalah yang serba baik, sopan santun, budi luhur, hidup yang serba kebajikan
menurut tuntunan Agama Islam. Oleh karena itu, seorang Sunan akan senantiasa menampilkan
perilaku yang serba berkebajikan sesuai dengan tugas mereka berdakwah, Beramar Ma’ruf Nahi
Munkar, memerintah atau mengajak kearah kebaikan dan melarang perbuatan Munkar.
Peran Sunan kalijaga dalam berdakwah tampak dalam berbagai kegiatan, baik kegiatan Agama
secara langsung ataupun dalam pemerintahan dan kegiatan seni, budaya pada umumnya, diantara
kasus kegiatan yang berkenaan dengan keagamaan, sebagaimana banyak disebut dalam naskah
Babad, adalah kegiatan Sunan Kalijaga bersama-sama Wali yang lain mendirikan Masjid Agung
Demak. Sudah jelas bahwa fungsi masjid disamping menjadi sarana Peribadatan juga dipakai
sebagai pusat kegiatan Dakwah ketika itu sehingga perlu adanya, kendati pun sulit untuk
menentukan secara pasti kapan masjid tersebut didirikan.
Masjid Agung Demak yang terkenal, tidak saja karena ini dibangun oleh Wali, tetapi karena
salah satu Saka gurunya terdiri dari serpihan kayu-kayu Tatal karya dari sunan Kalijaga yang
dikenal dengan sebutan” Soko Tatal”. Keikutsertaan Sunan Kalijaga tidak hanya mengupayakan
bahan-bahannya saja, tetapi juga ikut bermusyawarah sebelumnya.
Dituturkan dalam salah satu sumber bahwa pembangunan Masjid Demak berjalan lancar,
masing-masing Wali mendapatkan tugas membawa empat tiang besar, yaitu Sunan Giri, Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan kalijaga, Sunan Kudus, Sunan purwaganda, Sunan Gunung Jati,
Pangeran Palembang dan Syekh Siti Jenar. Hanya Sunan Kalijaga sendirilah yang membawa tiga
buah. Jumlah semuanya 83 kurang 1, tatkala semuanya sudah siap dan waktu mendirikan asjid
tinggal satu hari, sementara Saka Guru kurang satu, maka Sunan Bonang menanyakan kepada
Sunan kalijaga akan tugasnya menyiapkan tiang Saka Guru itu. Sunan Kalijaga
menyanggupinya, malam-malam menunggui orang mengapak kulit bagian luar, disusun,
dilekatkan dengan lem Damar, Kemenyan, Blendok, Trembalok lantas dibalut. Jadilah sebuah
tiang dari Tatal.
Adanya Soko Tatal ini adalah suatu kesengajaan, sebagai lambang kerohanian, bahwa
pembuatan Soko Tatal sebagai lambang kerukunan dan kesatuan. Konon sewaktu mendirikan
Masjid Agung Demak masyarakat Islam ditimpa perpecahan antar Golongan, bahkan dalam
bekerja mendirikan Masjid itu pun terjadi perselisihan-perselisihan berbagai masalah sepele dan
kecil. Suna Kalijaga mendapat ilham, suatu petunjuk dari Tuhan dan disusunlah Tatal-tatal
menjadi sebuah tiang yang kokoh.
2.4 Metode Dakwah Sunan Kalijaga
Cara-cara atau jalan yang ditepuh oleh Sunan Kalijaga khususnya dalam menyampaikan Ajaran
Islam kepada rakyat ditanah Jawa Antara lain ialah:
1. Ajaran Agama Islam itu diperkenalkan kepada rakyat dengan cara menyampaikan sedikiti
demi sedikit agar mereka tidak kaget atau tidak menolak. Dihindarkan cara-cara yang dapat
menyinggung perasaan atau jiwa mereka yang sudah lama menganut kepercayaan kepercayaan
agama Hindu, Budha dan lainnya.
2. Apabila memungkinkan ajaran-ajaran Agama Islam itu dikawinkan dengan kepercayaan
Agama Hindu dan Budha, sehingga rakyat tidak terasa bahwa dirinya telah merubah kepercayaan
lamanya atau dengan Ajaran agama Islam.
3. Adat-istiadat atau kebudayaan yang selama ini mereka hidupakan sesuai dengan ajaran Agama
Hindu, Budha atau kepercayaan nenek moyang yang ditingalkan kepada mereka, lalu oleh para
Wali Sanga khususnya Sunan Kalijaga Adat-istiadat atau kebudayaan itu secara pelan-pelan
diganti dengan bentuk upacara-upacara Tradisional yang berbau ajaran Islam. Jadi para
Wali( Sunan kalijaga) tidak begitu saja memberantas adat Istiadat mereka dengan cara kasar
yang dapat menimbulkan sikap Antipati terhadap ajaran Agama Islam.
Ki Siswoharsoyo dalam Serat Guna cara Agama mengatakan bahwa Sunan Kalijaga, dalam
kaitannya dengan kebudhaan dan keislaman pernah mengajukan usul pada rapat para Wali. Isi
usul antara lain sebagai berikut: Usaha untuk merubah kuatnya pendirian rakyat yang masih tebal
kepercayaan terhadap Agama Budha, agar supaya mau memeluk Agama Islam, harus diusahakan
dengan cara yang begitu rupa, sehingga hatinya tetap senang dan terbuka. Cara-cara usaha yang
baik yang disukai oleh rakyat itu, harus seiring dengan tata cara rakyat banyak, yang bertalian
dengan kepercayaan Agama mereka yang lama (Budha). Ajaran keislaman yang disampaikan
kepada rakyat harus di berikan sedikit demi sedikit sehingga mereka merasa gampang dan ringan
mengamalkan ajaran Agama islam. Mengamalkan Rukun islam yang ke-5 walaupun baru Syariat
namanya tetapi bagi orang yang baru mendengar sudah merasa berat. Kalau dipaksa harus
mengamalkan seluruhnya, malah menyebabkan orang itu enggan masuk Islam. Oleh karena itu
seyogyanya dimulai dengan membaca kalimat shyahadat dulu, asal sudah mau mengucapkan dan
disertai dengan rasa Ikhlas hati, sudah bisa dinamakan masuk Islam.
Adapun tata cara ayang menjadi kepercayaan Agama lama yang harus dirubah menurut Sunan
Kalijaga ada 3 hal:
1. Bab Samadi, sebagai puji mengheningkan cipta itu mengandung maksud untuk mencari
Sasmita dan berita batin mengenai hal-hal yang sudah lewat dan yang akan datang, itu harus
diusahakan agar berubah menjadi Sholat wajib.
2. Bab Sesaji dan Kekutug atau membakar kemenyan, itu dengan maksud menyajikan kebaktian
kepada lelembut, yakni mahkluk-mahkluk halus yang Ghaib seperti Jin dan Syetan agar
membantu maksud serta keinginannya, dan terutama jangan hendaknya menggoda dan
menggagu raktyat setempat. Hal ini sedikit demi sedikit harus diubah sehinga menjadi tata cara
pemberian sedekah kepada Fakir miskin, tetangga dekatnya, sanak keluarga, famili, dan
sebagainya.
3. Bab Keramaian upacara tradisi keagamaan, pemeluk Agama yang lama jika mengadakan
peralatan perkawinan, yang kaya membuat keramaian meniru dewa yang dianutnya, misalnya:
a. Upacara atau hiasan tumbuh-tumbuhan serta kembar mayang yang diatur sebagai Hiasan
dalam upacara perkawinan. Itu yang ditiru pertamanan pohon Kelepu Dewa Daru.
b. Suara Gamelan yang dipukul oleh para niaga itu meniru Gamelan Lokananta dikhayangan.
c. Wanita menari sambil Sesindenan atau menyanyi menurutkan Irama Gamelan, itu yang ditiru
tarian Waranggana mengelu-elukan datangnya para dewa.
d. Pria yang menanggapi tarian Waranggana, yang diikuti oleh yang lain-lain yang kemudian
dinamai Tayuban, itu yang ditiru adalah gerak kedatangan para Dewa.
Tata cara yang ada hubungannya dengan kepercayaan agama tadi (Semadi, sesaji, keramaian),
apabila justru di gunakan alat penerangan dengan cara yang bijaksana, artinya kekeliruan itu di
luruskan dengan perlahan-lahan, maka rakyat lekas sekali bisa mengikuti ajaran islam yang
benar, misalnya upacara memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Surakarta dan
Yogyakarta dengan keramaian sekaten, grebeg maulud, grebeg besar dan grebeg syawal.
Sunan Kalijaga adalah seorang Dalang Wayang Purwa. Ia terkenal sebagai dalang wayang kulit
yang sangat menarik. Bila Sunan Kalijaga pentas di suatu Desa, penonton berjubel-jubel
memadati halaman. Pentas wayang Sunan Kalijaga adalah dalam rangka mendakwahkan Islam.
Ia tidak pernah menarik bayaran materi. Sebagai bayarannya ia mengajak kepada seluruh hadirin
untuk bersyahadat mengucapkan sumpah pengakuaan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
mengakui bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah. Sunan Kalijaga mengajak kepada
seluruh masyarakat untuk mengurangi perbutan Syirik dan setia kepada ajaran islam. Lewat
sarana itulah Sunan kalijaga berhasil merata islam di seluruh bumi Jawa. Dalam media dakwah
yang lain juga tampak sikap Sunan Kalijaga yang demikian itu, baik dalam penciptaan, seni
pakaian, seni suara, seni ukir, seni gamelan , termasuk juga kesenian wayang. Bahkan terhadap
kesenian wayang ini Sunan Kalijaga dipandang sebagai tokoh yang telah menghasilkan kreasi
baru, yaitu dengan adanya wayang kulit dengan segala perangkan gamelannya.
Sunan Kalijaga mengarang lakon-lakon wayang dan menyelenggarakan pergelaran-pergelaran
wayang dengan upah baginya sebagai dalang berupa jimat kalimasada atau ucapan kalimat
Syahadat. Beliau mau memainkan lakon wayang yang biasanya untuk meramaikan suatu pesta
peringatan-peringatan, asal yang memanggil itu mau bersyahadat sebagai kesaksian bahwa ia
rela masuk islam.
Masyarakat kita bangsa Indonesia, khususnya Jawa masih gemar sekali hal wayang itu, mulai
dari dahulu hingga sekarang baik di desa maupun di kota. Oleh karena itu wali Sanga
memperhatika tersebut untuk keperluan memasukkan dakwah islamiyah. Ketika mendalang
itulah Sunan kalijaga menyisipkan ajaran-ajaran islam. Lakon yang di mainkan tidak lagi
bersumber dari kisah Ramayana dan Mahabarata. Sunan Kalijaga mengangkat kisah-kisah
karangan, dengan wayang Sunan Kalijaga menyajikan kata-kata mutiara yang bukan saja untuk
persembahyangan, meditasi, pendidikan, pngetahuan, hiburan, tetapi juga menyediakan pantasi
untuk nyanyian, lukisan estetis dan menyajikan iajinasi puitis untuk petua-petua religius yang
mampu mempesona dan menggetarkan jiwa manusia yang mendengarkannya. Wayang cermin
bagi kehidupan manusia, perwatakan manusia yng berbeda-beda digambarkan oleh wayang baik
yang sedang di jejer, disamping maupun dikothak.
Wayang itu sebagai media dakwah yang senantiasa dipergunakan oleh Sunan Kalijaga dalam
kesempatan dakwahnya di berbagai daerah, dan ternyata wayang ini merupakan media yag
epektif dapat mendekatkan dan menarik simpati rakyat terhadap agama. Kemampuan Sunan
Kalijaga dalam mendalang (memainkan wayang) begitu memikat, sehingga terkenallah berbagai
nama samaran baginya di berbagai daearah. Jika beliau mendalang di daerah Pajajaran dikenal
dengan nama Ki Dalang Sidabrangti, bila beliau mendalng di Tegal dikenal dengan nama Ki
Dalang Bengkok, dan bila beliau mendalang didaerah Purbalingga terkenal dengan nama Ki
Dalang Kumendung.
Pembuatan wayang dari kulit kerbau, dimulai oleh Sunan Kalijaga pada jaman Raden Patah,
yang bertahta di Demak. Sebelumnya lukisan wayang yang menyerupai bentuk manusia
sebagaimana yang terdapat pada relief candi panataran di daerah Blitar. Lukisan yang mirip
manusia oleh sebagian ulama dinilai bertentangan dengan Syara. Para wali, terutama Sunan
kalijaga, kemudian menyiasatinya dengan mengubah dari lukisan yang menghadap menjadi
miring. Dahulu memakai pahatan pada bagian mata, telinga, perhiasan dan lain-lainnya wayang
hanya digambar saja. Dengan mengubah bentuk dan lukisan wayang berbeda dengan bentuk
manusia sesungguhnya, akan tidak ada alasan lagi untuk menuduh bahwa wujud wayang
melanggar hukum fiqih Islam. Selain itu atas saran para Wali Sunan Kalijaga juga membuat
tokoh semar, petruk, gareng dan bagong sebagai tokoh panakawan yang lucu. Kadangkala, ia
menggunakan tokoh bancak dan doyok.
2.5 Sikap Masyarakat Terhadap Dakwah Sunan Kalijaga
Salah satu Wali yang terkenal bagi orang Jawa adalah Sunan Kalijaga. Ketenaran Wali ini adalah
karena ia adalah seorang Ulama yang sakti dan cerdas. Ia juga seorang Politikus yang mengasuh
para raja beberapa kerajaan Islam. Selain itu Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai Budayawan
yang santun dan Seniman Wayang yang hebat.
Sikap masyarakat terhadap Sunan Kalijaga ialah sangat baik dan sedikit demi sedikit mau
menerima Ajaran Agama Islam, karena Sunan Kalijaga dalam Menyebarkan ajaran Agama Islam
benar-benar memahami dan mengetahui keadaan Rakyat yang masih Kental terpengaruh
kepercayaan Agama Hindu-Budha itu maka bertindaklah beliau sesuai dengan keadaan itu,
sehingga taktik dan strategi dakwah perjuangan mengislamisasikan Nusantara itu disesuaikan
pula dengan keadaan ruang dan waktu.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai Ulama besar dan seorang Wali yang memiliki kharisma
tersendiri diantara Wali-wali lainnya dan paling terkenal dikalangan atas maupun dikalangan
bawah, hal ini disebabkan karena Sunan Kalijaga berkeliling dalam berdakwah, sehingga beliau
dikenal sebagai Syekh Malaya, yaitu Mubaligh yang menyiarkan Agama Islam sambil
mengembara.
Caranya berdakwah sangat luwes, rakyat Jawa yang pada waktu itu masih banyak kepercayaan
lama tidak ditentang Adat istiadatnya, beliau mendekati rakyat yang masih Awam itu dengan
cara halus, bahkan dalam berpakaian beliau tidak memakai Jubah sehingga masyarakat tidak
merasa angker dan mau menerima dengan senang hati. Diantara anggota dewan Wali, Sunan
Kalijaga merupakan Wali yang paling populer dimata masyarakat Jawa bahkan sebagian
masyarakat Jawa menganggap sebagai Guru Agung dan Suci di Tanah Jawa.
2.6 Jasa-jasa Sunan Kalijaga
Sunan kalijaga adalah termasuk salah seorang dari kalangan Walisanga yang tergolong muda
saat itu, lagipula paling berat tugasnya. Maka apabila Sejarah beliau diteliti sesungguhnya tidak
sedikit jasa-jasanya Beliau dikenal dengan Mubaligh. Ahli Seni, Budayawan, Ahli Filsafat,
sebagai dalang dalam wayang kulit dan sebagainya.
1. Sebagai Mubaligh.
Beliau dikenal sebagai Ulama besar, seorang wali yang memiliki Kharisma tersendiri diantara
Wali-wali yang lainnya. Dan paling terkenal dikalangan atas maupun dari kalangan bawah. Hal
ini disebebkan Sunan Kalijaga berkeliling dalam berdakwah, sehingga beliau dikenal sebagai
Syekh Malaya yaitu Mubaligh yang menyiarkan Agama Islam sambil mengembara. Caranya
berdakwah sangat luwes rakyat Jawa yang pada waktu itu masih banyak menganut kepercayaan
lama tidak ditentang Adat Istiadat. Beliau mendekati rakyat yang masih awam itu dengan cara
halus, bahkan dalam berpakaian beliau tidak memakai Jubah sehingga rakyat tidak merasa
angker dan mau menerima kedatagannya dengan senang hati. Pakaian yang dikenakan sehari-
hari adalah pakaian adat Jawa yang di desain dan disempurnakan sendiri secara Islami adat
istiadat rakyat. Dalam pandangan kaum Putihan dianggap Bid’ah tidak langsung ditentang
olehnya selaku pemimpin kaum abangan. Pendiriannya adalah rakyat dibuat senang dulu, direbut
simpatinya sehingga mau menerima Agama Islam, mau mendekat kepada para Wali. Sesudah itu
barulah mereka diberi pengertian Islam yang sesungguhnya dan dianjurkan membuang adat yang
bertentangan dengan Agama Islam.
Kesenian rakyat baik yang berupa Gamelan, Gending dan tembang-tembang serta Wayang yang
dimanfaatkan sebesar-besarnya sebagai alat dakwah. Dan ini ternyata membawa keberhasilan
yang gemilang, hampir seluruh rakyat Jawa pada waktu itu dapat menerima ajakan Sunan
Kalijaga untuk mengenal Agama Islam.
2. Sunan Kalijaga ahli dalam bidang Strategi Perjuangan.
Seperti diketahui bahwa Walisanga didalam menyebarkan Agama Islam ditanah Jawa ini tidak
begitu saja melangkah, melainkan mereka menggunakan cara-cara dan jalan atau Strategi yang
diperhitungkan benar-benar, memakai pertimbangan-pertimbangan yang matang, tidak asal-
asalan sehingga Agama Islam disampaikan kepada rakyat dapat diterima dengan mudah dan
penuh kesadaran, bukan karena terpaksa.
Sunan Kalijaga didalam menyebarkan Ajaran-ajaran Agama Islam benar-benar memahami dan
mengetahui keadaan rakyat yang masih kental dipengaruhi kepercayaan Agama Hindu-Budha
dan gemar menampilakan budaya-budaya Jawa yang berbau kepercayaan itu. Maka bertindaklah
beliau sesuai dengan keadaan yang demikian itu, sehingga taktik dan Strategi perjuangan beliau
disesuaikan pula dengan keadaan Ruang dan Waktu.
3. Bidang Kesenian.
Sunan Kalijaga ternyata mampu menciptakan kesenian dengan berbagai bentuknya. Maksud
utama kesenian itu diciptakan adalah sebagai alat dalam bertabligh mengelilingi berbagai daerah
yang ternyata justru mempunyai nilai sejarah yang berharga bagi Bangsa Indonesia. Kesenian
yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga tersebut berupa” Wayang” lengkap dengan Gamelannya.
Serta masih banyak yang diciptakan Sunan Kalijaga dibidang seni termasuk seni lukis dan
sebagainya. Dari sinilah maka sunan Kalijaga kemudian terkenal dikalangan masyarakat Jawa
sampai sekarang sebagai seorang ahli Seni. Dilain pihak Sunan Kalijaga juga mencipatakan
cerita-cerita pewayangan yang kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab cerita wayang dan
sampai sekarang masih ada.
4. Bidang lain-lain.
Disamping jasa-jasa beliau tadi, maka masih ada juga jasa-jasa yang lain, seperti pendirian
Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga tidak ketinggalan ikut serta membangun Mesjid
bersejarah itu dan hasil karya beliau yang sangat terkenal sampai sekarang yaitu “Soko Tatal”
artinya tiang kokoh dalam Masjid Agung Demak yang terbuat potongan-potongan Kayu Jati, lalu
disatukan dalam bentuk tiang yang berdiameter kurang lebih 70 Cm.
2.7 Peninggalan Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga memiliki banyak peninggaln, diantaranya sebagai berikut:
1. Masjid Sunan Kalijaga
Di Cirebon tepatnya di desa Kalijaga telah terdapat sebuah masjid kuno, letaknya bersebelahan
dengan petilasan pertapaan Sunan Kalijaga. Masjid ini oleh masyarakat Cirebon khususnya
dikenal dengan nama Masjid Sunan Kalijaga.
Masjid ini tampak kelihatan angker dari luar, mungkin karena letaknya yang berada di tengah-
tengah hutan yang penuh dengan ratusan binatang “kera”. Di sekeliling masjid tersebut hanya
ada penduduk yang jumlahnya sedikit, jurang lebih terdiri dari sembilan rumah. Masjid ini
tampak kurang berfungsi, baik untuk berjamaah shalat lima waktu maupun sebagai tempat atau
pusat kegiatan penyiaran agama Islam.
2. Masjid Kadilangu
Sewaktu Sunan Kalijaga masih hidup, masjid Kadilangu itu masih berupa surau kecil. Setelah
Sunan Kalijaga wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Sunan Hadi (putra ketiga)
surau tersebut disempurnakan bangunannya sehingga berupa masjid seperti yang kita lihat
sekarang ini.
Disebutkan di sebuah prasasti yang terdapat di pintu masjid sebelah dalam yang berbunyi
“menika tiki mongso ngadekipun asjid ngadilangu hing dino ahad wage tanggal 16 sasi
dzulhijjah tahun tarikh jawi 1456”, (ini waktunya berdiri masjid Kadilangu pada hari ahad wage
tanggal 16 bulan dzulhijjah tahun tarikh Jawa 1456). Tulisan aslinya bertulisan huruf Arab.
Menurut tutur rakyat Kadilangu masjid itu beberapa kali mengalami perbaikan di sana sini,
sehingga banyak bagian bangunannya yang sudah tidak asli, terutama bagian luarnya.
3. Keris Kyai Clubuk
4. Keris Kyai Syir’an
5. Kotang Ontokusumo
Menurut beberapa cerita rakyat menyatakan bahwa dahulu waktu para Walisongo sudah selesai
menunaikan shalat subuh di masjid Agung Demak, tiba-tiba terlihatlah ada sebuah bungkusan
yang terletak di depan mikhrab. Maka oleh Sunan Bonang diminta supaya Sunan Kalijaga
mengambil dan memeriksanya. Ternyata bungkusan tersebut berisi “baju” (kutang), dan secarik
kertas yang menerangkan baju itu adalah anugerah dari Nabi Muhammad Saw, dan menerangkan
supaya kulit kambing yang terdapat juga dalam bungkusan itu dibuat baju juga. Menurut cerita
kedua baju itu sampai sekarang masih terawat baik, yang pertama “baju ontokusumo” yang
disimpan di musium kraton Solo dan “baju kyai Gondil” ada dalam makam Sunan Kalijaga di
Kadilangu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat disimpulakan bahwasannya Sunan Kalijaga adalah gelar yang
diberikan kepada Raden Mas Syahid, beliau putra dari Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban.
Tumenggung Wilatikta adalah keturunan Ranggalawe yang sudah beragama Islam dan berganti
nama Raden Sahur. Ibunya bernama Dewi Nawangrum dan Raden Sahid ini menikah dengan
Dewi Sarah binti Maulana Ishak dan berputra tiga orang yaitu: Raden Umar Said atau Sunan
Muria, Dewi Rukoyah dan Dewi Sofiah.
Keberhasilan Sunan Kalijaga dalam menyebarkan ajaran Agama Islam tidak bisa terlepas dari
kemampuannya dalam menggunakan Metode Dakwahnya. Dari sekian perjalanan hidupnya
dalam rangka mengembangkan Ajaran Agama Islam yang menuju pada kemurnian islam, dalam
Dakwahnya beliau selalu memperhatikan situasi dan kondisi masyarakatnya. Sehingga beliaulah
yang merupakan salah satu diantara sekian banyak Wali yang berhasil dalam menciptakan Kader
ataupun masyarakat Muslim dan beliaulah yang mempunyai pengikut yang paling banyak karena
keluwesannya dalam penyampaian Dakwah Islam.
3.2. Saran
Dalam hubungannya pembahasan diatas, penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Didalam mengajak orang berbuat baik seharusnya kita bersikap lemah lembut dan tidak
memaksa orng yang kita ajak dalam berbuat kebaikan.
2. Seharusnya dalam menyiarkan agama Islam harus kreatif dan tidak bersifat memaksa
sebagaimana yang telah di oleh lakukan Sunan Kalijaga.
3. Janganlah mengaitkan hal positif dengan hal yang negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Purwadi, M.Hum. dkk. 2007, Dakwah Wali Sanga ( Penyebaran Islam Barbasis kultural
ditanah Jawa), Yogyakarta : Panji Pustaka.
Siti Joya Fatmi Gunaevy, 2004. Babad Tanah Jawi ( Mitologi, legenda, folklor, dan Kisah Raja-
raja Jawa), Jakarta : Amanah Lontar.
Slamet Muljana, 2005, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara Islam di
Nusantara, Yogyakarta : LKIS.
Sofwan Ridin, 2000, Islamisasi di Jawa : Walisanga, penyebar Islam di Jawa, menurut penuturan
Babad. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Umar Hisyam,1974, Sunan Kalijaga, Menara Kudus.

Anda mungkin juga menyukai