Anda di halaman 1dari 18

MOTTO

‫َواَل َت ِه ُن ْوا َواَل َتحْ َز ُن ْوا َواَ ْن ُت ُم ااْل َعْ َل ْو َن ِانْ ُك ْن ُت ْم م ُّْؤ ِم ِني َْن‬
“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal

kamulah orang orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu beriman."
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan

karya ilmiah dengan judul “Perjuangan Wali Songo Sunan Dajat” ini dengan tepat

waktu.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak

kekurangan dan memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu kami mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

Pada kesempatan ini, dengan tulis ikhlas penyusun menyampaikan terima kasih

yang tak terhingga kepada kedua orangtua penyusun, Bapak /Ibu guru dan teman-teman

yang telah memberikan bantuan dan partisipasinya baik dalam bentuk moril maupun

materiil untuk keberhasilan dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Penyusun berharap semoga makalah ini ada guna dan manfaatnya bagi para

pembaca. Aamiin....

Binakarya Putra, 24 November 2021


Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2  Tujuan Penulisan .................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Arti Wali Songo ..................................................................................................2
B.     Sunan Drajat   .....................................................................................................3
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................................... 9
BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Wali adalah sekelompok manusia pilihan Allah SWT, yang di beri

perintah untuk membawa umat ke jalan yang benar dan di ridhoi oleh Allah.

Adapun di sebut Wali Songo , karena Wali yang terkenal dalam menyebarkan

Islam di tanah Jawa berjumlah sembilan orang. Oleh sebab itu, kami menyusun

makalah ini dengan maksud agar kami mendapat gambaran tentangnya dan

Waliyullah di Madura, baik silsilahnya, cara menyebarkan agama dan

ajarannya, letaknya, namanya, kisah dan usaha dalam menyebarkan ajaran

Islam di tanah Jawa dan Indonesia (Nusantara) pada umumnya.

1. 2   Tujuan Penelitian

1. Mengetahui peranan wali songo dalam penyebaran agama islam di nusantara

2. Untuk mengenal wali songo Sunan Drajat dan perjuangannya

dalam   menyebarkan agama islam

3. Untuk lebih mempertebal keimanan dan ketakwaan kami kepada Allah SWT

dengan cara mengenal wali-wali kekasih Allah.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Arti Walisongo
     Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali

yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga

dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga

berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat

lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti

tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis

dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik

Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah

Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq

(Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi);

Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il

(dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin,

Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.

Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan

nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

1.    Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim

2.    Sunan Ampel atau Raden Rahmat

3.    Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim

4.    Sunan Drajat atau Raden Qasim

5.    Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq

6.    Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin

7.    Sunan Kalijaga atau Raden Said


8.    Sunan Muria atau Raden Umar Said

9.    Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat

pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi

peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam,

perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

2.2    Bacground Sunan Drajat

Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 masehi. Nama kecilnya

adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia adalah

putra dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang. Ketika

dewasa, Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat,

Paciran Kabupaten Lamongan.

Sunan Drajat yang mempunyai nama kecil Syarifudin atau raden Qosim

putra Sunan Ampel dan terkenal dengan kecerdasannya. Setelah menguasai

pelajaran islam beliau menyebarkan agama islam di desa Drajad sebagai

tanah pendidikan di kecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh kerajaan

Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun

saka 1442/1520 masehi.

Makam Sunan Drajat dapat ditempuh dari surabaya maupun Tuban lewat

Jalan Daendels (Anyer – Panarukan), namun bila lewat Lamongan dapat

ditempuh 30 menit dengan kendaran pribadi.

2.3 Sejarah singkat Sunan Drajat


Sunan Drajat memiliki nama kecil Raden Syarifuddin atau Raden Qosim

putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai,

beliau mengambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran

Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV

dan XVI Masehi. Ia memegang kendali kerajaan di wilayah perdikan Drajat

sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.

Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat

memperhatikan nasib kaum fakir miskin. Ia terlebih dahulu mengusahakan

kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam.

Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk

mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usaha ke arah itu

menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk

mengatur wilayahnya yang mempunyai otonomi.

2.4 Filosofi Sunan Drajat

Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan

dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara

lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :

1. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang

lain)

2. Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang kita harus

tetap ingat dan waspada)


3. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam

perjalanan untuk mencapai cita – cita luhur kita tidak peduli dengan segala

bentuk rintangan)

4. Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-

nafsu) Heneng – Hening – Henung (dalam keadaan diam kita akan mem-

peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai

cita – cita luhur).

5. Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita

capai dengan salat lima waktu).

6. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang

wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono

ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi

pandai, Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah

kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan

orang yang menderita)

2.5 Penghargaan yang Dicapai Sunan Derajat

Sebagai penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam

dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan

yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu

dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.
Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali

pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa – sisa gamelan Singomeng-

koknya Sunan Drajat kini tersimpan di Musium Daerah.

Untuk menghormati jasa – jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali

penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya

serta benda-benda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para

sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam, Pemerintah Kabupaten

Lamongan mendirikan Musium Daerah Sunan Drajat disebelah timur Makam.

Musium ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Maret

1992.

Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, SH untuk menyelamatkan

dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh

Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992

dengan pemugaran Cungkup dan pembangunan Gapura Paduraksa senilai Rp.

98 juta dan anggaran Rp. 100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali

Masjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27

Juni 1993. Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan

Situs Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu

berukir, renovasi paseban, bale rante serta Cungkup Sitinggil dengan dana

APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa

Timur M. Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.


2.6 Asal Usul Sunan Drajad

Nama asli Sunan Drajad adalah Raden Qosim, beliau putera Sunan

Ampel dengan Dewi Condrowati dan merupakan adik dari Raden Makdum

Ibrahim atau Sunan Bonang. Raden Qosim yang sudah mewarisi ilmu dari

ayahnya kemudian diperintah untuk berdakwah di sebelah barat Gresik yaitu

daerah kosong dari ulama besar antara Tuban dan Gresik.

Raden Qosim memulai perjalanannya dengan naik perahu dari Gresik

sesudah singgah ditempat Sunan Giri. Dalam perjalanan ke arah Barat itu

perahu beliau tiba-tiba dihantam oleh ombak yang besar sehingga menabrak

karang dan hancur. Hampir saja Raden Qosim kehilangan jiwanya. Tapi bila

Tuhan belum menentukan ajal seseorang biar bagaimanapun hebatnya

kecelakaan pasti dia akan selamat, demikian pula halnya dengan Raden

Qosim. Secara kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang kepada

Raden Qosim dan beliau pun menaiki punggung ikan tersebut hingga selamat

ke tepi pantai.

Raden Qosim sangat bersyukur dapat lolos dari musibah itu. Beliau juga

berterima kasih kepada ikan talang yang telah menolongnya sampai ke tepi

pantai. Untuk itu beliau berpesan kepada anak keturunan beliau untuk tidak

memakan daging ikan talang. Bila pesan ini dilanggar akan mengakibatkan

bencana, yaitu ditimpa penyakit yang tiada obatnya lagi.

Ikan talang tersebut membawa Raden Qosim hingga ke tepi pantai yang

termasuk wilayah desa Jelag (sekarang termasuk desa Banjarwati), kecamatan

Paciran. Di tempat itu Raden Qosim disambut masyarakat dengan antusias,


lebih-lebih setelah mereka tahu bahwa Raden Qosim adalah putera Sunan

Ampel seorang wali besar dan masih terhitung kerabat kerajaan Majapahit.

Di desa Jelag itu Raden Qosim mendirikan pesantren, karena caranya

menyiarkan agama Islam yang unik maka banyaklah orang yang datang

berguru kepadanya. Setelah menetap satu tahun di desa Jelag, Raden Qosim

mendapat ilham supaya menuju ke arah selatan, kira-kira berjarak 1 km

disana beliau mendirikan langgar atau surau untuk berdakwah.

Tiga tahun kemudian secara mantap beliau mendapat petunjuk agar

membangun tempat berdakwah yang strategis yaitu ditempat ketinggian yang

disebut Dalem Duwur. Di bukit yang disebut Dalem Duwur itulah yang

sekarang dibangun Museum Sunan Drajad, adapun makam Sunan Drajad

terletak di sebelah barat Museum tersebut.

Raden Qosim adalah pendukung aliran putih yang dipimpin oleh Sunan

Giri. Artinya dalam berdakwah menyebarkan agama Islam beliau menganut

jalan lurus, jalan yang tidak berliku-liku. Agama harus diamalkan dengan

lurus dan benar sesuai ajaran Nabi. Tidak boleh dicampur dengan adat dan

kepercayaan lama.

Meski demikian beliau juga mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat

dakwah, didalam museum yang terletak disebelah timur makamnya terdapat

seperangkat bekas gamelan Jawa, hal itu menunjukkan betapa tinggi

penghargaan Sunan Drajad kepada kesenian Jawa.

Dalam catatan sejarah wali songo, Raden Qosim disebut sebagai seorang

wali yang hidupnya paling bersahaja, walau dalam urusan dunia beliau juga
rajin mencari rezeki. Hal itu disebabkan sikap beliau yang dermawan.

Dikalangan rakyat jelata beliau bersifat lemah lembut dan sering menolong

mereka yang menderita.

2.7 Ajaran Sunan Drajad yang Terkenal

Ajaran Sunan Drajad bersumber dari :

1. Al-Quran

2. Sunnah

3. Ijma

4. Qiyas

5. Ajaran guru dan pendidik seperti Sunan Ampel

6. Ajaran dan pemikiran atau paham yang telah tersebar luas di masyarakat

7. Tradisi di masyarakat setempat yang telah ada yang sesuai dengan ajaran

Islam.

8. Fatwa Sunan Drajad sendiri.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat

pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi

peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam,

perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 masehi. Nama kecilnya

adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia adalah

putra dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang. Ketika

dewasa, Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat,

Paciran Kabupaten Lamongan.

Nama asli Sunan Drajad adalah Raden Qosim, beliau putera Sunan Ampel

dengan Dewi Condrowati dan merupakan adik dari Raden Makdum Ibrahim

atau Sunan Bonang.

Raden Qosim yang sudah mewarisi ilmu dari ayahnya kemudian

diperintah untuk berdakwah di sebelah barat Gresik yaitu daerah kosong dari

ulama besar antara Tuban dan Gresik.

Ajaran Sunan Drajad bersumber dari :

1. Al-Quran

2. Sunnah

3. Ijma
4. Qiyas

5. Ajaran guru dan pendidik seperti Sunan Ampel

6. Ajaran dan pemikiran atau paham yang telah tersebar luas di masyarakat

7. Tradisi di masyarakat setempat yang telah ada yang sesuai dengan ajaran

Islam, dan

8. Fatwa Sunan Drajad sendiri.

3.2 Saran

Penulis berharap kritikan yang membangun untuk penulisnya karya

tulis ini, karena penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari

kesempurnaan, atas bimbingan yang sudah bapak/ibu guru berikan saya

mengucapkan terima kasih. Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan

yaitu :

Dari hasil penelitian yang telah saya rangkum, dapat kita ambil hikmah

serta pelajaran yang sangat bermanfaat serta menambah wawasan, dan harapan

saya agar kita semua dapat terus melestarikan dan merawat peninggalan-

peninggalan sejarah serta terus mengajak semua untuk selalu bisa belajar dari

suri tauladan para ulama-ulama terdahulu dan dapat memetik pelajaran penting

yang bisa kita terapkan di kehidupan kita saat ini.


3.3 Penutup

Alhamdulillah penulis panjatkan ke Alloh SWT. Akhirnya karya tulis

ini dapat selesai, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat

diharapkan.

Dengan selesainya karya tulis ini penulis mengucapkan terima kasih

pada semua pihak yang membantu, akhirnya dapat bermanfa'at bagi kita.

Aaminn....
DAFTAR PUSTAKA

KBBI 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 139

Budiono, Hadi Sutrisno. 2009. Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah

Jawa. Semarang: Graha Pustaka.

Fatah, Syukur. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra.

https://surabaya.liputan6.com/read/4186507/kisah-sunan-drajat-ajaran-catur-

piwulang-hingga-makamnya-di-lamongan
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai