Oleh
Aris Agustia
Yuni Dwi Utami
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Perkembangan Islam Di Jawa ( Sunan Kudus ).
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Perkembangan Islam Di Jawa (
Sunan Kudus ). ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB V
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Walisongo secara sederhana artinya sembilan orang yang telah
mencapai tingkat “Wali”, suatu derajat tingkat tinggi yang mampu
mengawal babahan hawa sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri
manusia), sehingga memiliki peringkat wali. Para wali tidak hidup secara
bersamaan. Namun satu sama lain memiliki keterkaitan yang sangat erat,
bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Walisongo
berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari hadramaut.
Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab
saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah. Adapun Sembilan
orang walisongo tersebut yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus,
Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah
1. Bagaimana latar belakang Sunan Kudus ?
2. Bagaimana sejarah Sunan Kudus?
3. Bagaimana cara yang dilakukan Sunan Kudus dalam berdakwah ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang Sunan Kudus
2. Untuk mengetahui sejarah dari Sunan Kudus
3. Agar memahami cara berdakwah yang dilakukan Sunan Kudus
1
BAB V
PEMBAHASAN
SUNAN KUDUS DAN STRATEGI DAKWAH ISLAM
2
dianggap suci bagi agama Hindu, menggunakan elemen–elemnen bangunan candi
Hindu untuk bangunan masjid makam, menciptakan gending Maskumambang dan
Mijil. Dengan cara demikian Sunan Kudus mengajarkan agama islam kepada
mereka dan lambat laun dengan kemauanya sendiri para penganut agama Hindu
ini kemudian masuk islam.
3
Secara garis besar dalam menjalankan dakwahnya walisanga
melalui jalan damai dengan strategi rekonsiliasi dengan nilai, kebiasaan
dan budaya lokal. Walisanga telah mendudukkan posisinya sebagai agen
unik di Jawa yang mampu mengkombinasikan aspek spiritual yang sacral
dengan aspek secular yang profane dalam menyiarkan Islam sehingga
mengkonstitusi dalam bentuk Islam yang sufisme. Sufisme yang begitu
toleran terhadap tradisi Jawa serta memodifikasinya di bawah bendera
Islam, kenyataannya diikuti oleh para tokoh di masyarakat pesisir utara
Jawa, termasuk Sunan Kudus. Apalagi di Kudus yang secara nyata
merupakan daerah yang menjadi pusat dakwah dua wali sekaligus yaitu
Sunan Kudus dan Sunan Muria. Oleh karena itu konstruksi islam di
Kudus dalam perjalanannya tidak lepas dari peran tokoh Sunan Kudus itu
sendiri.
4
hukuman ini diserahkan kepada Sunan Kudus. Meskipun pada
akhirnya Syaikh Siti Jenar memilih sendiri caranya untuk mati.
Strategi dakwah Sunan Kudus yang menggunakan pendekatan
struktural yaitu dengan cara mengislamkan penguasa atau ikut
terlibat dalam pendirian kekuasan baru, seperti kesultanan Demak
dan Cirebon. Sunan Kudus turut terlibat sebagai senopati di
Kasultanan Demak.
2. Pendekatan kultural dakwah Sunan Kudus
Sunan Kudus sejak memulai dakwahnya di Kudus enam abad
yang lalu melalui jalur pendekatan kultural. Beberapa model dakwah
Sunan Kudus yang mengedepankan pendekatan cultural akan
dijelaskan sebagai berikut ;
Menciptakan ruang budaya
Langkah pertama aksi dakwah yang dilakukan oleh Sunan
Kudus ketika memulai gerakannya adalah membangun masjid.
Meskipun pada awalnya dalam bentuk yang sederhana, dalam
perspektif budaya Sunan Kudus sebenarnya sudah sadar akan
pentingnya ruang budaya dalam melakukan transformasi sosial.
Masjid dalam hal ini menjadi smacam nilai simbolik babak baru
dalam melakukan transmisi nilai, meski dari segi struktur bentuk
masjid masih tetap memperhatikan budaya local yang mirip
bangunan pure, tempat ibadah bagi umat Hindu.
Keberadaan masjid Al Aqsha dan menara kudus yang
kokoh, tegak dan menjulang tinggi terseut sebagai penanda yang
jelas menyiratkan adanya penanda bahwa bangunan
kepercayaan lama segera ditinggalkan, beralih kepada
kepercayaan baru.namun nilai-nilai lama yang tidak
bertentangan denagna islam yan dimiliki oleh Hindu tidak serta
merta dihilangkan secara total. Oleh karena itu dalam konstruksi
bangunan masjid dan menara tersebut Sunan Kudus tetap
memperhatikan dan menghargai pola dan bentuk bangunan yang
sebelumnya sudah ada, yaitu miripatap bangunan pure.
5
Akulturasi
Pola akulturasi sangat kental dalam strategi dakwah Sunan
Kudus, beliau mencoba membawa unsur-unsur budaya baru
yang sarat dengan muatan islami, namun tetap mempertahankan
unsur-unsur budaya lamayang melekat dalam masyrakat Kudus
saat itu.
Jauh sebelum kehadiran islam yang dibawa oleh sunan
kudus kebanyakan masyarakat memiliki kepercayaan yang
cenderung bertentangan dengan tauhid. Struktur masyarakat
dibangun denganm system kasta atau perbedaan golongan kelas,
sehingga kehidupan masyarakat cenderung diskriminatis, tidak
adil pada saatt itu. Manifestasi yang suci diwujutkan dalam
bentuk arca dan juga binatang-binatang tertentu yang dianggap
memiliki nilai sakral. Yang menonjol aalah mempercayai
adanya banyak tuhan (politeisme).
Maka ketika sunan kudus membawa ajaran baru dengan
agama islam yang menekankan aspek tauhid (monoteisme), jelas
sangat bertolak belakang dengan ajaran masayarakat setempat.
Ini merupakan tantangan berat bagi sunan kudus. Maka
denganm penuh bijaksana sunan kudus tidak secara frontal
menyampaikan ajaran islam tersebut kepada mereka. Akulturasi
islam dan budaya lokal adalah salah satu strategi yang
ditawarkan oleh sunan kudus. Beberapa bentuk pola alkuturasi
budaya lokal yang dekat dengan tradisi hindu dengan nilai-nilai
islam dapat dicermati pada pembahasan berikut :
a. Bentuk bangunan
Pola alkuturasi budaya local hindu /buda dengan
islkam dalam bentuk arsitektur yang paling jelas terdapat
pada bangunan menara kudus yang menjadi kebanggaan
umat islam. Kalau diperhatikan bentuk menara kudus itu
menyerupai bangunan pura di bali atau candi jago
peninggalan hindu-budha di malang. Demikian juga
6
ornamen–ornamen yang ada pada menara kudus juga
mencerminkan lintas budaya, seperti piringan yang melekat
di dinding menara adalah model piringan cina.
Menara kudus yang bentuknya mirip pura, di
fungsikan sebagai tempat adzan agar orang-orang bisa
mendengarkan bila adzan dikumandangkan.di menara ini
juga selalu dibunyikan bedug setiap kali datangnya bulan
suci ramadhan, sebagai tanda masuknya ibadah puasa.
Bentuk lain pola alkuturasi juga bisa dilihat pada 8
pancuran/padasan kuno. Tiap–tiap pancuran dihiasi dengan
relief arca sebagai ornament penambah estetika. Pancuran
wudhu itu mengadopsi ajaran budha, asta sanghika
margayakni 8 jalan utama yang menjadi pegangan umat
saat itu dengan merujuk pada 8aspek yang penting dalam
kehidupan yakni: pengetahuan, keputusan, perbuatan, cara
hidup, daya, usaha, meditasi, dan keutuhan. Pada ornamen
pancuran yang masih otentik tersebut dialih fungsikan untuk
bersuci sebelum shalat dilakukan yang hingga sekarang
masih ada dan berfungsi dengan baik.
7
Yang tak kalah menarik sunan kudus juga melarang
jamaahnya untuk menyembelih sapi, meski dalam islam hal
itu dihalalkan. Hal ini sebagai wujud strategi menarik
simpati masyarakat yang kebanyakan saat itu menganggap
binatang sapi sebagai makhluk yang suci. Ternyata apa
yang dilakukan oleh sunan kudus benar–benar ampuh,
sehingga dalam waktu yang tidak lama islam dapat diterima
dan dianut oleh sebagian besar masyarakat Kudus hingga
sekarang warga kudus masih mempertahankan adat tersebut
dengan tidak menyembelih sapi pada saat hari raya idul
atha. Dengan demikian sunan kudus lebih mengedepankan
toleransi dan harmoni dari pada konflik dalam menyiarkan
islam.
c. Mengubah tembang dan cerita ketauhidan.
Sunan kudus juga dikenal sebagai penyair dan
pengubah cerita rakyat yang berfisi ketauhidan. Buah
karyanya adalah lagu gending maskumambang dan mijil.
Dalam banyak hal sunan kudus mencoba mewarnai gending
atau cerita–cerita tertentu yang semula kering dari nilai
islam, diisi dengan semangat ketauhidan.
8
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sunan Kudus atau Syeh Ja'far Shodiq adalah seorang yang tidak hanya
merupakan senopati di Kerajaan Demak Bintaro namun juga ahli hukum agama
Islam. Pada waktu itu suasana di Kudus banyak terdapat kedholiman. Banyak
masyarakat yang suka foya-foya, judi, mabuk-mabukan dll. Hal tersebut membuat
Sunan Kudus risau dapatkah orang-orang yang dholim itu disadarkan.Akhirnya
melalui dakwah, Sunan Kudus berhasil mengajak mereka memeluk agama Islam.
Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq adalah putra dari Raden Usman Haji.
Sunan Kudus ahli di dalam ilmu agama, pemerintahan dan kesusasteraan. Tidak
heran jika beliau menduduki jabatan-jabatan penting. Di dalam menyebarkan
agama islam, beliau menggunakan cara-cara yang sangat bijaksana, melihat situasi
dan kondisi masyarakat setempat. Ini terbukti dari :
Bangunan Masjid dan Menara Kudus disesuaikan dengan seni bangun atau
arsitektur Hindu. Ini akan memberikan kesan bahwa agama yang dibawa
oleh Sunan Kudus sama dengan agama Hindu. Jadi masyarakat tidak
terkejut atau menolak.
Masyarakat Hindu menganggap bahwa sapi atau lembu adalah binatang
suci yang tidak boleh diganggu. Sunan Kudus juga memerintahkan kepada
masyarakat supaya jangan menyembelih lembu. Jika ini terjadi, maka
masyarakat akan marah, sebab binatang kesayangannya diganggu.
Lubang pancuran yang berjumlah delapan buah dan berbentuk kepala arca.
Angka delapan ini menurut orang Buddha diartikan delapan jalan
kebenaran.
Sunan Kudus selain terkenal sebagai seorang wali, ahli dalam bidang agama,
pemerintahan dan kesusasteraan, beliau juga dikenal sebagai pedagang yang kaya.
Beliau mendapat gelar Waliyyul Ilmi, sehingga beliau diangkat sebagai penghulu
(Qodi) di kerajaan Demak.
9
B. Saran
1. Perlunya pemeliharaan dan perawatan komplek Makam Masjid Menara
Kudus dari pemerintah khususnya Dinas Purbakala.
2. Perlunya peraturan yang ketat dalam pengelolaan Makam Masjid Menara
Kudus dari penjaga saat para peziarah dan wisatawan datang.
10
Daftar Pustaka
11