Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENYEBARAN ISLAM DI JAWA


( SUNAN KUDUS )

Oleh
Aris Agustia
Yuni Dwi Utami

SMK PALAPA NGORO – JOMBANG


Tahun Pelajaran
2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Perkembangan Islam Di Jawa ( Sunan Kudus ).
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Perkembangan Islam Di Jawa (
Sunan Kudus ). ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Jombang, 30 November 2018


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB V PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................1
C. Tujuan .......................................................................................................1
BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................2
A. Biografi Sunan Kudus ..............................................................................2
B. Strategi Dakwah Sunan Kudus .................................................................3
C. Peninggalan-peninggalan Sunan Kudus ...................................................8
BAB V PENUTUP ..................................................................................................9
A. Kesimpulan ..............................................................................................9
B. Saran .......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................11

iii
BAB V
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Walisongo secara sederhana artinya sembilan orang yang telah
mencapai tingkat “Wali”, suatu derajat tingkat tinggi yang mampu
mengawal babahan hawa sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri
manusia), sehingga memiliki peringkat wali. Para wali tidak hidup secara
bersamaan. Namun satu sama lain memiliki keterkaitan yang sangat erat,
bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Walisongo
berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari hadramaut.
Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab
saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah. Adapun Sembilan
orang walisongo tersebut yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus,
Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah
1. Bagaimana latar belakang Sunan Kudus ?
2. Bagaimana sejarah Sunan Kudus?
3. Bagaimana cara yang dilakukan Sunan Kudus dalam berdakwah ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang Sunan Kudus
2. Untuk mengetahui sejarah dari Sunan Kudus
3. Agar memahami cara berdakwah yang dilakukan Sunan Kudus

1
BAB V
PEMBAHASAN
SUNAN KUDUS DAN STRATEGI DAKWAH ISLAM

A. Biografi Sunan Kudus


Ja'far Sodiq, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus, adalah
putera dari pasangan Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan
Ngudung di Jipang Panolan (letaknya disebelah utara kota Blora) dengan Syarifah
Dewi Rahil bintiSunan Bonang.[1] Lahir pada 9 September 1400M/ 808 H. Sunan
Ngudung adalah putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali
Murtazha (Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga ke Jawa
dan sampailah di Kekhilafahan Islam Demak dan diangkat menjadi Panglima
Perang.
Menurut cerita rakyat Sunan Kudus adalah cucu Sunan Ampel. Ada yang
mengatakan bahwa beliau keturunan orang Persia ,tetapi ada juga yang
menyatakan beliau itu orang Jawa asli. Jika mengingat pengaruhnya yang sampai
sekarang masih besar di kalangan masyarakat Kudus, yaitu mempunyai jiwa
dagang, maka menurut dugaan Sunan Kudus itu adalah keturunan Persia atau
setidak –tidaknya dari Pasai.
Sunan Kudus memiliki sifat gagah berani sebagai seorang panglima
perang, beliaulah yang menggatikan ayahnya memimpin ekpedisi ke Jawa Timur
,setelah ayahnya gugur di medan pertempuran. Sunan Kudus adalah ulama fiqih
yang sangat ketat memegangi syariat dalam cara berfikirnya dan tegas dalam
bertindak menghadapi penyelewengan .
Diriwayatkan, beliaulah yang banyak mengambil peranan dalam bidang
para wali yang dikuasakan oleh Sultan Demak mengadili Syaiq Siti Jenar.
Memang Siti Jenar sebagai seorang sufi dan Sunan Kudus terkenal oleh faqih (ahli
fiqif ) yang kuat syairatnya , sudah barang tentu memiliki pandangan hidup dan
tinjauan terhadap berbagai persoalan yang sangat jauh berbeda .
Sunan Kudus menyiarkan agama islam seperti para wali yang lain yaitu
dengan kebijaksanaan, tidak memakai kekerasan atau paksaan. Dintaranya
caranya dapat disebutkan misalnya; melarang untuk memotong binatang yang

2
dianggap suci bagi agama Hindu, menggunakan elemen–elemnen bangunan candi
Hindu untuk bangunan masjid makam, menciptakan gending Maskumambang dan
Mijil. Dengan cara demikian Sunan Kudus mengajarkan agama islam kepada
mereka dan lambat laun dengan kemauanya sendiri para penganut agama Hindu
ini kemudian masuk islam.

B. Strategi Dakwah Sunan Kudus


a. Kondisi masyarakat Jawa pada masa Walisanga
Situasi masyarakat Jawa sebelum kedatangan Islam termasuk di
daerah Kudus, kehidupannya banyak dipengaruhi oleh system kasta atau
perbedaan golongan kelas, sehingga kehidupan masyarakatnya terpecah-
pecah. Maka setelah Islam datang ke tanah Jawa, secara bertahap
perbedaan kasta itu mulai terkikis dan hak asasi manusia mulai mendapat
tempat secara lebih layak, meski harus melalui proses yang panjang
sehinga harkat dan martabat umat semakin terangkat.
Dalam sejarahnya, kehadiran Islam di Jawa tidak lepas dari peran
sejumlah wali yang dikenal dengan Walisanga. Walisanga merupakan
pelopor dan pemimpin dakwah Islam di Nusantara atau khusunya di
Jawa. Perintis pertama adalah Syaikh Maulana Malk Ibrahim. Walisanga
telah berhasil merekrut dan mengkader murid-muridnya untuk
menjalankan dakwah Islam di Nusantara sejak abad 15. Walisanga terdiri
dari Sembilan wali yaitu ; Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajad, Sunan Muria, Sunan
Gunung Jati, dan Sunan Kalijaga.
Hanya sembilan wali yang sampai sekarang banyak dikenal
masyarakat, hal itu dikarenakan hanya sembilan wali yang benar-benar
sebagai pelopor dakwah Islam di daerahnya masing-masing dan paling
mendapat pengakuan dari masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan antara
lain dengan berbagai peninggalan benda cagar budaya, seperti masjid,
menara, makam kramat, dan benda-benda lain yang bernafaskan Islam
seperti Tasbih, bedug, surban dan sebagainya.

3
Secara garis besar dalam menjalankan dakwahnya walisanga
melalui jalan damai dengan strategi rekonsiliasi dengan nilai, kebiasaan
dan budaya lokal. Walisanga telah mendudukkan posisinya sebagai agen
unik di Jawa yang mampu mengkombinasikan aspek spiritual yang sacral
dengan aspek secular yang profane dalam menyiarkan Islam sehingga
mengkonstitusi dalam bentuk Islam yang sufisme. Sufisme yang begitu
toleran terhadap tradisi Jawa serta memodifikasinya di bawah bendera
Islam, kenyataannya diikuti oleh para tokoh di masyarakat pesisir utara
Jawa, termasuk Sunan Kudus. Apalagi di Kudus yang secara nyata
merupakan daerah yang menjadi pusat dakwah dua wali sekaligus yaitu
Sunan Kudus dan Sunan Muria. Oleh karena itu konstruksi islam di
Kudus dalam perjalanannya tidak lepas dari peran tokoh Sunan Kudus itu
sendiri.

b. Strategi dakwah Sunan Kudus


Secara umum metode dakwah walisanga dikenal dengan
pendekatan kultural sehingga memberikan watak islam yang ramah,
damai, dan toleran, namun masing-masing wali memiliki keunikan
tersendiri sejalan dengan watak sosial dan budaya daerah yang disinggahi
oleh para wali. Mengenai strategi dakwah Sunan Kudus, akan dijelaskan
sebagai berikut ;
1. Pendekatan struktural dakwah Sunan Kudus
Dalam struktur “Dewan Wali” menurut kitab walisanga
karangan Sunan Giri, Sunan Kudus dipercaya sebagai Panglima
perang di Kerajaan Demak Bintoro. Sunan Kudus juga dikenal
sebagai “eksekutor” ketika terjadi ketetapan hokum atas sebuah
masalah yang diputuskan oleh Dewan Walisanga. Hal itu terjadi
ketika Syaikh Siti Jenar karena dianggap menyimpang atau
membelot dari ajaran walisanga, sehingga dianggap akan
menyesatkan umat yang baru saja memeluk Islam. Maka Syeikh Siti
Jenar mendapatkan putusan hukuman mati. Eksekutor dalam

4
hukuman ini diserahkan kepada Sunan Kudus. Meskipun pada
akhirnya Syaikh Siti Jenar memilih sendiri caranya untuk mati.
Strategi dakwah Sunan Kudus yang menggunakan pendekatan
struktural yaitu dengan cara mengislamkan penguasa atau ikut
terlibat dalam pendirian kekuasan baru, seperti kesultanan Demak
dan Cirebon. Sunan Kudus turut terlibat sebagai senopati di
Kasultanan Demak.
2. Pendekatan kultural dakwah Sunan Kudus
Sunan Kudus sejak memulai dakwahnya di Kudus enam abad
yang lalu melalui jalur pendekatan kultural. Beberapa model dakwah
Sunan Kudus yang mengedepankan pendekatan cultural akan
dijelaskan sebagai berikut ;
 Menciptakan ruang budaya
Langkah pertama aksi dakwah yang dilakukan oleh Sunan
Kudus ketika memulai gerakannya adalah membangun masjid.
Meskipun pada awalnya dalam bentuk yang sederhana, dalam
perspektif budaya Sunan Kudus sebenarnya sudah sadar akan
pentingnya ruang budaya dalam melakukan transformasi sosial.
Masjid dalam hal ini menjadi smacam nilai simbolik babak baru
dalam melakukan transmisi nilai, meski dari segi struktur bentuk
masjid masih tetap memperhatikan budaya local yang mirip
bangunan pure, tempat ibadah bagi umat Hindu.
Keberadaan masjid Al Aqsha dan menara kudus yang
kokoh, tegak dan menjulang tinggi terseut sebagai penanda yang
jelas menyiratkan adanya penanda bahwa bangunan
kepercayaan lama segera ditinggalkan, beralih kepada
kepercayaan baru.namun nilai-nilai lama yang tidak
bertentangan denagna islam yan dimiliki oleh Hindu tidak serta
merta dihilangkan secara total. Oleh karena itu dalam konstruksi
bangunan masjid dan menara tersebut Sunan Kudus tetap
memperhatikan dan menghargai pola dan bentuk bangunan yang
sebelumnya sudah ada, yaitu miripatap bangunan pure.

5
 Akulturasi
Pola akulturasi sangat kental dalam strategi dakwah Sunan
Kudus, beliau mencoba membawa unsur-unsur budaya baru
yang sarat dengan muatan islami, namun tetap mempertahankan
unsur-unsur budaya lamayang melekat dalam masyrakat Kudus
saat itu.
Jauh sebelum kehadiran islam yang dibawa oleh sunan
kudus kebanyakan masyarakat memiliki kepercayaan yang
cenderung bertentangan dengan tauhid. Struktur masyarakat
dibangun denganm system kasta atau perbedaan golongan kelas,
sehingga kehidupan masyarakat cenderung diskriminatis, tidak
adil pada saatt itu. Manifestasi yang suci diwujutkan dalam
bentuk arca dan juga binatang-binatang tertentu yang dianggap
memiliki nilai sakral. Yang menonjol aalah mempercayai
adanya banyak tuhan (politeisme).
Maka ketika sunan kudus membawa ajaran baru dengan
agama islam yang menekankan aspek tauhid (monoteisme), jelas
sangat bertolak belakang dengan ajaran masayarakat setempat.
Ini merupakan tantangan berat bagi sunan kudus. Maka
denganm penuh bijaksana sunan kudus tidak secara frontal
menyampaikan ajaran islam tersebut kepada mereka. Akulturasi
islam dan budaya lokal adalah salah satu strategi yang
ditawarkan oleh sunan kudus. Beberapa bentuk pola alkuturasi
budaya lokal yang dekat dengan tradisi hindu dengan nilai-nilai
islam dapat dicermati pada pembahasan berikut :

a. Bentuk bangunan
Pola alkuturasi budaya local hindu /buda dengan
islkam dalam bentuk arsitektur yang paling jelas terdapat
pada bangunan menara kudus yang menjadi kebanggaan
umat islam. Kalau diperhatikan bentuk menara kudus itu
menyerupai bangunan pura di bali atau candi jago
peninggalan hindu-budha di malang. Demikian juga

6
ornamen–ornamen yang ada pada menara kudus juga
mencerminkan lintas budaya, seperti piringan yang melekat
di dinding menara adalah model piringan cina.
Menara kudus yang bentuknya mirip pura, di
fungsikan sebagai tempat adzan agar orang-orang bisa
mendengarkan bila adzan dikumandangkan.di menara ini
juga selalu dibunyikan bedug setiap kali datangnya bulan
suci ramadhan, sebagai tanda masuknya ibadah puasa.
Bentuk lain pola alkuturasi juga bisa dilihat pada 8
pancuran/padasan kuno. Tiap–tiap pancuran dihiasi dengan
relief arca sebagai ornament penambah estetika. Pancuran
wudhu itu mengadopsi ajaran budha, asta sanghika
margayakni 8 jalan utama yang menjadi pegangan umat
saat itu dengan merujuk pada 8aspek yang penting dalam
kehidupan yakni: pengetahuan, keputusan, perbuatan, cara
hidup, daya, usaha, meditasi, dan keutuhan. Pada ornamen
pancuran yang masih otentik tersebut dialih fungsikan untuk
bersuci sebelum shalat dilakukan yang hingga sekarang
masih ada dan berfungsi dengan baik.

b. Mangikat sapi di halaman masjid.


Untuk mengait masyarakat sekitar agar tertarik datang
masuk ke masjid menara kudus, sunan kudus medatangkan
sapi lalu dikat di depan masjid. Dalam kepercayaan mereka
sapi adalah binatang yang dihormati, sehingga jarang orang
memiliki sapi. Sapi biasanya hanya oleh orang–orang
tertentu yaitu pemuka–pemuka mereka. Dengan cara yang
seperti itu, orang berbondong–bondong datang ke masjid,
yang tujuan awalnya adalah menghampiri sapi yang langka
itu. Maka ketika sudah banyak orang yang berkumpul di
masjid, sunan kudus menyampaikan wejangan–wejangan
ringan terkait dengan ajaran islam.

7
Yang tak kalah menarik sunan kudus juga melarang
jamaahnya untuk menyembelih sapi, meski dalam islam hal
itu dihalalkan. Hal ini sebagai wujud strategi menarik
simpati masyarakat yang kebanyakan saat itu menganggap
binatang sapi sebagai makhluk yang suci. Ternyata apa
yang dilakukan oleh sunan kudus benar–benar ampuh,
sehingga dalam waktu yang tidak lama islam dapat diterima
dan dianut oleh sebagian besar masyarakat Kudus hingga
sekarang warga kudus masih mempertahankan adat tersebut
dengan tidak menyembelih sapi pada saat hari raya idul
atha. Dengan demikian sunan kudus lebih mengedepankan
toleransi dan harmoni dari pada konflik dalam menyiarkan
islam.
c. Mengubah tembang dan cerita ketauhidan.
Sunan kudus juga dikenal sebagai penyair dan
pengubah cerita rakyat yang berfisi ketauhidan. Buah
karyanya adalah lagu gending maskumambang dan mijil.
Dalam banyak hal sunan kudus mencoba mewarnai gending
atau cerita–cerita tertentu yang semula kering dari nilai
islam, diisi dengan semangat ketauhidan.

C. Peninggalan-peninggalan Sunan Kudus


Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa
Kerjasan,Kota Kudus, yang kini terkenal dengan nama Masjid Agung
Kudus dan masih bertahan hingga sekarang. Sekarang Masjid Agung
Kudus berada di alun-alun kota Kudus Jawa Tengah. Peninggalan lain dari
Sunan Kudus adalah permintaannya kepada masyarakat untuk tidak
memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk
menghormati masyarakat penganut agama Hindu dengan mengganti
kurban sapi dengan memotong kurban kerbau, pesan untuk memotong
kurban kerbau ini masih banyak ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat
ini.

8
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sunan Kudus atau Syeh Ja'far Shodiq adalah seorang yang tidak hanya
merupakan senopati di Kerajaan Demak Bintaro namun juga ahli hukum agama
Islam. Pada waktu itu suasana di Kudus banyak terdapat kedholiman. Banyak
masyarakat yang suka foya-foya, judi, mabuk-mabukan dll. Hal tersebut membuat
Sunan Kudus risau dapatkah orang-orang yang dholim itu disadarkan.Akhirnya
melalui dakwah, Sunan Kudus berhasil mengajak mereka memeluk agama Islam.
Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq adalah putra dari Raden Usman Haji.
Sunan Kudus ahli di dalam ilmu agama, pemerintahan dan kesusasteraan. Tidak
heran jika beliau menduduki jabatan-jabatan penting. Di dalam menyebarkan
agama islam, beliau menggunakan cara-cara yang sangat bijaksana, melihat situasi
dan kondisi masyarakat setempat. Ini terbukti dari :
 Bangunan Masjid dan Menara Kudus disesuaikan dengan seni bangun atau
arsitektur Hindu. Ini akan memberikan kesan bahwa agama yang dibawa
oleh Sunan Kudus sama dengan agama Hindu. Jadi masyarakat tidak
terkejut atau menolak.
 Masyarakat Hindu menganggap bahwa sapi atau lembu adalah binatang
suci yang tidak boleh diganggu. Sunan Kudus juga memerintahkan kepada
masyarakat supaya jangan menyembelih lembu. Jika ini terjadi, maka
masyarakat akan marah, sebab binatang kesayangannya diganggu.
 Lubang pancuran yang berjumlah delapan buah dan berbentuk kepala arca.
Angka delapan ini menurut orang Buddha diartikan delapan jalan
kebenaran.
Sunan Kudus selain terkenal sebagai seorang wali, ahli dalam bidang agama,
pemerintahan dan kesusasteraan, beliau juga dikenal sebagai pedagang yang kaya.
Beliau mendapat gelar Waliyyul Ilmi, sehingga beliau diangkat sebagai penghulu
(Qodi) di kerajaan Demak.

9
B. Saran
1. Perlunya pemeliharaan dan perawatan komplek Makam Masjid Menara
Kudus dari pemerintah khususnya Dinas Purbakala.
2. Perlunya peraturan yang ketat dalam pengelolaan Makam Masjid Menara
Kudus dari penjaga saat para peziarah dan wisatawan datang.

10
Daftar Pustaka

Soekmono, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Yogyakarta:


Kanisius.
Notosusanto, Nugroho, 1993, Sejarah Nasional Indonesia 3, Jakarta: Balai
Pustaka.
Abd. Moqsith Ghazali, Djohan Effendi, 2009, Merayakan Kebebasan Beragama
Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi, Jakarta: ICRP Bekerjasama
dengan Kompas.
Said, Nur, 2010, Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter
Bangsa, Bandung: Brilian Media Utama.
Salam, Solichin, 1960, Sekitar Walisanga, Kudus: Menara Kudus.
Muljana, Slamet, 2005, Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-
negara Islam di Nusantara, PT LKiS Pelangi Aksara.

11

Anda mungkin juga menyukai