Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Islam sepeninggalan Rasulullah mengalami perkembangan dan


perluasan yang sangat luar biasa, mulai dari kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, sampai
pada dinasti-dinasti besar dalam sejarah perjalanan Islam. Tidak bisa dipungkiri kemajuan-
kemajuan pada zaman dinasti Umayyah (41-132 H/661-749 M), betapa berkembangnya
islam pada zaman dinasti Abbasiyah (132-656H/749-1200 M) pada dinasti ini bisa
dikatakan sebagai dinasti keemasan dalam Islam. Karena telah banyak berbagai kemajuan
yang dihasilkan pada zaman tersebut, telah lahir para tokoh-tokoh besar islam yang sangat
berpengaruh pada zaman itu. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan sangat terasa,
kemajuan dalam bidang sosial ekonomi dan peradaban sangat mengagumkan.
Kemajuan dan perkembangan dalam Islam yang sangat luar biasa dalam sejarah
dunia yang sedemikian itu ternyata tidak bisa bertahan sampai zaman moderen. Banyak
terjadi konflik-konflik baik dari internal sendiri maupun dari eksternal yang sangat
mempengaruhi perkembangan Islam, sehingga islam mengalami kemunduran.
Akibat dari kemunduran dari dinasti-dinasti besar tersebut, menjadikan banyak
terlahir dinasti-dinasti kecil yang berusaha mati-matian untuk tetap memperjuangkan
Islam, dinasti-dinasti yang berjuang untuk mengumpulkan kekuatan kembali dengan
harapan Islam bisa kembali berjaya dimuka bumi.
Meskipun Dinasti-dinasti kecil yang berjuang, meskipun masa perjuangannya dan
pemerintahannya tidak selama pada kejayaan dinasti umayyah dan abbasiyah, namun pada
zaman dinasti-dinasti kecil tersebut dipimpin oleh pejuang-pejuang yang tidak kalah
hebatnya dengan pemimpin pada dinasti-dinasti besar seperti dinasti Fatimiyyah,
Ayyubiyah dan Mamlukiyah.
B. Rumusan Masalah
1. Sejarah dinasti Fatimiyyah, Ayyubiyah dan Mamlukiyah?
2. Masa kemajuan dari Fatimiyyah, Ayyubiyah dan Mamlukiyah?
3. Masa kemunduran dari dinasti Fatimiyyah, Ayyubiyah dan Mamlukiyah?

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. DINASTI FATIMIYYAH
A. Sejarah Awal Dinasti Fathimiyyah
Dinasti Fathimiyyah merupakan penguasa negara yang besar berpusat di lembah
Nil, Kairo. Kekhalifahan ini berkuasa selama lebih kurang 203 tahun yaitu sejak tahun 909
sampai tahun 1171 M. Cikal bakal dari keKhalifahan Fathimiyyah ini adalah Gerakan Bani
Fathimiyyah yang berasal dari kelompok Syiah Ismailiyah, mereka mengasingkan diri ke
kota Salamah guna menyelamatkan diri dari pengejaran Bani Abbasiyah di bawah
pimpinan Khalifah Al-Ma'mun.
Kelompok ini tidak gegabah memperebutkan kursi keKhalifahan. Tetapi mereka
terlebih dahulu merebut hati masyarakat dengan gerakan da'wahnya di berbagai daerah
sehingga mereka benar-benar dapat menguasai situasi dan mengerti apa yang diinginkan
rakyat. Ketidak puasan rakyat kepada Khalifah Abbasiah al-Muktafi merupakan angin segar
bagi pemuka Fathimiyyah dalam merebut hati rakyat di Mesir, hingga akhirnya Mesir dapat
di kuasai.
B. Pembentukan Khalifah Fathimiyyah
Dinasti atau Khalifah Fathimiyyah ini mengaku sebagai keturunan Saydina Ali bin
Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulillah Muhammad SAW.Atas dasar inilah mereka
menisbatkan diri dengan nama Fathimiyyah.
Khalifah pertama mereka adalah Ubaydillah al-Mahdi di samping itu Khalifah
Fathimiyyah ini mempunyai pemimpin lain yaitu Ali Ibn Fadhi al-Yamani, Abi Qasyim
Khatam Ibn Husain Ibn Hausah al-Kufi, aI-Halawani dan Abu Sufyan. Ubaydillah al-Mahdi;
yang telah memulai aktivitas di tahun 909 M. dia datang dari Syuruah ke Afrika Utara,
menyamar sebagai pedagang, lalu tertangkap oleh Amir Dinasti Aghlabi ziadallah III
dibantu oleh gebernurnya al-Yasa, 'Ubaidillah dipenjarakan di Sijilmasah. Kelompok yang
dipimpin Abdullah Asy-syi'i ingin membebaskan 'Ubaydillah dari penjara Sijilmasah,
melihat kelompok Asy-syii ini al-Yasa merasa takut lalu melarikan diri meninggalkan
kediamannya. Dengan demikian Asy-syi'i dapat melepaskan 'Ubaydillah dan anaknya pada
waktu itu pula Asy-Syi'i mengangkat Ubaydillah menjadi Khalifah tepatnya di tahun 297/

2
909 M. Daulah Fathimiyyah ini berdiri di Afrika dengan ibu kotanya Raqadah di pinggiran
kota Kairawan.
Dengan kejadian seperti ini dapatlah dikatakan bahwa 'Ubaydillah dan
pendukungnya telah dapat merebut kekuasaan Bani Ahglab secara Defacto. Daerah pusat
pemerintahan Ahglab ini dijadikan tempat pemusatan dakwah Syi'ah. 'Ubaydillah memulai
aksi politiknya dengan menghilangkan nama Khalifah Bani Abbasiah yang selalu disebut
dalam khutbah. Di kota Kairawan 'ubaydillah disambut oleh masyarakat, mereka
membai'at dan menyatakan keta'atan terhadap 'Ubaydillah, namanya disebut di dalam
khutbah dengan gelar "al-Mahdi Amir al- Mukminin", maka saat itu Daulah Fathimiyyah
telah diakui dan resmi berdiri.
Obsesi yang tersirat dalam pendirian Bani Fathimiyyah yang terpenting adalah
mencoba menguasai pusat dunia Islam; yaitu Mesir. Hal yang mendorong mereka untuk
menguasai Mesir tersebut adalah faktor "Ekomomi" dan "Politik". Ditinjau dari faktor
ekonomi Mesir yang terletak di daerah Bulan Sabit yang alamnya sangat subur dan
menjajadi daerah lintas perdagangan yang strategis; perdagangan ke Hindia melalui laut
Merah, ke Italia dan Laut Tengah Barat, ke kerajaan Bizantium.
Dari segi faktor politik, Mesir terletak di wilayah yang strategis menurut peta politik,
daerah ini dekat dengan Syam, Falestina dan Hijaz yang juga merupakan wilayah Mesir
sejak Dinasti Tulun. Bila Fathimiyyah dapat menaklukkan Mesir berarti akan mudah
baginya untuk menguasai Madinah sebagai pusat Islam masa lampau, serta kota Damaskus
dan Bahgdad dua ibu kota ternama di zaman Bani Umayyah dan Bani Abbasiah. Dengan
demikian maka nantinya Dinasti Fathimiyah ini akan cepat termasyhur dan di kenal Dunia.
Untuk mencapai hal yang telah dicanangkannya ini 'Ubaydillah al-Mahdi
memerintahkan anaknya Qal-Qasim, melakukan ekspedisi ke Mesir, perjalanan ini
dilakukan berturut -turut pada tahun 913, 919 dan 925 H, akan tetapi ekspedisi ini tidak
berhasil. AI- Muiz, Khalifah keempat dari Dinasti Fathimiyyah melanjutkan rencana
penaklukan yang dicita-citakan oleh Khalifah pertama Bani Fathimiyyah ('Ubaydillah al-
Mahdi), dia memulai seterategi baru yakni merangkul kelompok Beber yang ingin
melekukan pemberontakan terhadap Fathimiyyah, semua kelompok itu dapat
ditundukkannya. Setelah itu orang Fathimiyyah mengadakan persiapan yang cermat,
disamping itu mereka mengadakan propaganda politik di saat Mesir dilanda bencana
3
kelaparan yang hebat. Jauhar menerobos Kairo lama (al-Fustat) tanpa mengalami kesulitan
dia dapat menguasai negeri itu. Seorang pangeran Ikhsidiyah yang bernama Ahmad masih
berkuasa pada waktu itu, tetapi rezim Ikhsidiah sudah tidak berfungsi lagi dan tidak
memberikan perlawanan kepada tentera Jauhar. Jauhar memasuki Mesir bersama 100.000
tentera. Jauhar mulai membangun kota baru yang diberinya nama al-Qahirah berarti
kemenangan di kota ini dia menempatkan bala tenteranya. Serangan ke Mesir ini dilakukan
pada tahun 358 H atau 969 M.
Setelah al-Qahirah (Kairo) dibangun; pada tahun 973 M pusat pemerintahan Dinasti
Fathimiyyah dipindahkan ke Kairo dan bertahan sampai tahun 1171 M. Kota Kairo juga
sebagai tempat kediaman para Khalifah Fathimiyyah. Maka pembentukan kekuasaan
(Khilafah) Fathimiyyah ini, tercatat di masa pemerintahan al-Muizz. Persiapan awal yang
dijalankan pertama sekali olehnya adalah:
1. merangkul kelompok yang ingin memberontak
2. mempersiapkan tentera untuk melakukan penyerangan
3. membangun jalan raya menuju ke Mesir
4. menggali sumur-sumur di pinggiran jalan raya menuju ke Mesir
5. membangun rumah tempat peristirahatan (tentera)
mempersiapkan dana (keuangan guna perbekalan bagi pasukan Fathimiyah. Sebagai
Panglima yang dipercayakan memimpin tentera pada penaklukan Mesir itu, Jauhar
menjalankan aksi politik Fathimiyah bagi penduduk Mesir yaitu dengan :
1. memberikan keyakinan kepada penduduk tentang kebebasan mereka menjalankan
ibadah menurut agama dan mazhab mereka masing-masing
2. berjanji akan melaksanakan pembangunan di negeri itu dan akan menegakkan keadila
3. mempertahankan Mesir dari serangan musuh.
4. menghapuskan nama-nama khalifah bani Abbasiah yang disebut-sebut dalam doa
ketika shalat jumat dan digantikan dengan nama Khalifah Fathimiyah.
5. menata pemerintahan Penataan pemerintahan yang dilakukan Jauhar adalah
menetapkan kedudukan Ja'afar ibn al-Fadl ibn al-Furat di Mesir, sebagai wazir di Mesir.
Pegawai dari golongan Sunni tetap pada posisi semula ditambah dengan seorang
pegawai dari Syi'ah Mahgribi disetiap bagian. Masyarakat Mesir terdiri dari tiga golongan
yakni Golongan Sunni, golongan Kristen Koptic dan golongan Syi'ah. Semuanya dibebaskan
4
menjalankan ajaran agamanya masing- masing. Dari setiap mazhab yang ada diangkat
seorang kadhi. Dengan demikian masyarakat Mesir yang beraliran Sunni itu tidak merasa
khawatir dan tidak menentang pemerintahan yang beraliran Syiah IsmaiIiyah ini, rakyat
menaruh simpati kepada pemerintahan Fathimiyyah, propaganda Syi'ah yang dijalankan
oleh Jauhar ini berhasil.
C. Politik Daulah Fatimiah
Pemahaman syiah pada masa Daulah Fatimiah sangatlah kental terlihat dalam
kebijakan politik kenegaraannya, mereka menguatkan pendapat yang sesuia dengan
mazhab syiah dan mendahulukan pengamalan agama dengan mengikut pendapat para
imamnya dari pendapat para imam sunni, walaupun kebanyakan penduduk Mesir Saat itu
bermazhab sunnah.
Ya'qub bin Kalas seorang wazir pada pemerintahan Fatimiah menyusun sebuah kitab
fiqh yang disusun berdasarkan mazhab Syiah Isma'iliyah dengan arahan langsung khalifah
Al Mu'iz Lidinillah yang berkuasa saat itu. Kitab ini dijadikan sebagai pedoman dalam
memustuskan perkara di pengadilan dan fatwa lainnya. Sehingga siapa saja yang menjadi
qadhi mesti berpodoman pada kitab ini.
Sesuai dengan politik Islam dalam al-Quran surat al-Qashash ayat 83 dikatakan :

Artinya : Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu
adalah bagi orang-orang yang bertakwa.

5
Al Mu'iz Lidinillah memerintahkan bawahannya agar di buat rumah khusus disamping
universitas Al Azhar untuk pelatihan dalam rangka memahami kitab tersebut. Wazirnya di
perintahkan untuk mendatangkan para fuqaha' yang saat itu berjumlah 35 orang kemudian
di beri fasilitas dan gaji yang mencukupi, bukan hanya itu para fuqaha' juga di sediakan
tunjangan hari raya dan fasilitas di istana untuk tujuan mengajarkan kitab tersebut kepada
masyarakat. Semua itu sebagai motivasi kepada para du'ah yang memberikan pemahaman
pada masyarakat mengenai kitab tersebut dan seluruh biaya tersebut di tanggung oleh
khalifah. Sebab khalifah tau bahwa pemerintahannya akan bertahan lama jika ilmu
tersebut disebarkan pada masyarakat.
D. Kemajuan Khalifah Fathimiyyah
1. Kemajuan di Bidang Politik
Khalifah Fathimiyyah mengadakan ekspansi ke Mesir yang dipimpim oleh ubaydillah
al-Riahdi dengan mengadakan propaganda Syi'i di dukung oleh Da'I masyhur bernama Asy-
Syi'i. Sebelum ke Mesir mereka telah dapat menaklukkan Dinasti Aghlabiyah di Ifriqiyah.
Dinasti Idrisiyah di Fez, Dinasti Rustamiyah Khariji di Tahart. Pendudukan Sisilia
kemudian melakukan operasi militer di Istambul. Fathimiyah mengumpulkan kekayaan di
Ifriqiyah atau a1-Mahdiyah guna persiapan eksvansi ke Timur. Oleh K. hitti dicatatkan
bahwa pemerintahan Fathimiyyah ini meluaskan kekuasaannya membentang dari daerah
Yaman, sampai ke Laut Atlantik, ke Asia Kecil dan ke Mosul.
Para Khalifah Fathimiyyah mendirikan kota sesuai dengan nama-nama mereka,
misalnya, 'Ubaydillah al-Mahdi mendirikan kota al-Mahdiah di Tunisia. Khalifah al-Mansur
mendirikan kota al-Mansuriah di tahun 948 M, dan pada masa al-Mu'iz, panglima
perangnya Jauhar mendirikan al-Qahirah sebagai ibu kota pemerintahan. Khalifah al-Aziz
mengadakan penataan administrasi pemerintahan Fathimiayah (mirip dengan gaya
administrasi pemerintahan Baghdad), Kekhalifahan jatuh ketangan anak khalifah jika
ayahnya wafat (Monarchi). Putra mahkota hanya satu orang saja. Staf ahli penyusun
Administrasi mereka adalah Ya'qub ibn Killis (seorang Yahudi yang memeluk agama
Islam). Orang-orang Sunni diberikan jabatan dalam pemerintahan. Pelaksanaan
pemerintahan dibantu oleh Wazir Tanfiz yang membawahi dewan, yang terdiri dari:
1. Dewan Insya', bertanggung jawab pada pembangunan.
2. Dewan Iradah al-Maliah, bertanggung jawab pada bagian keuangan negara.
6
3. Dewan Iradah al-Mahalliyah, urusan pemerintahan Daerah. PEMDA di masa ini
dipimpin oleh seorang Gubernur.
4. Dewan al-Jihad, pada urusan pembangunan angkatan bersenjata.
5. Dewan Rasail, pelayanan Pos.
Bidang militer diatur sistem kemiliteran dengan tiga jabatan penting, yaitu:
1. Para Amir, Pegawai Tinggi dan Para Pasukan Pengawal Khalifah, dilengkapi pedang
yang terhunus.
2. Para pegawai, pangawal ketua.
3. Gelar Hafizhiyah (penjaga) atau Yunusiayah, diberikan kepada Resimen yang lainnya.
Jabatan tertinggi dalam pemerintah pada umumnya diberikan kepada orang Syiah.
Para pegawai tersebut diberikan gaji yang memuaskan, diberi pakaian dan berbagai hadiah
di hari-hari besar tertentu.
2. Kemajuan di Bidang Ekonomi
Kemajuan bidang ekonomi sangat nyata bagi rakyat Mesir di masa pemerintahan
Fathimiyah, penghasilan utama mereka, dari bidang pertanian karena tanahnya sangat
subur-subur, bidang perdagangan dan perindustrian. Mesir merupakan negara agraris
yang amat subur maka perhatian pemerinta disektor ini besar sekali, irigasi dibangun
untuk mengalirkan air dari sungai Nil kelahan-lahan pertanian, endapan lumpur dari
sungai Nil ini menyuburkan tanaman mereka. Penghasilan meraka kurma, gandum, kapas,
gula dari tebu, bawang, dan lainnya. Mereka juga mengusulkan kayu yang digunakan untuk
membangun dermaga dan kapal-kapal laut atau kapal dagang.
Perindustrian Mesir, menghasilkan tekstil, kain sutra, dan wol yang mereka eksport
ke negara Eropah. Industri kerajinan Mesir menghasilkan karya yang bermutu seperti
kiswah Kabah yang sulam dengan benang emas. Pembuatan Kristal dan keramik, mereka
juga mendapatkan incam dari hasil tambang besi, baja, dan tembaga.
Khalifah al-Muiz memprakarsai berdirinya pabrik tekstil yang memproduksi
pakaian para pegawai pemerintah.
Bidang perdangangan berkembang pesat dan mendapat dukungan dari pemerintah,
tidak pernah ada hambatan dan kerusuhan dalam kehidupan mereka, maka para pedagang
dari berbagai penjuru berdatangan ke daerah ini, jadilah Mesir sebagai sentral dagang.
Pusat perdagangan itu kota Fustat, Kairo, Diniyat, dan Quas dan Iskandariah sebagai kota
7
pelabuhan juga pusat perdagangan internasional. Yaqub ibn Killis, membuat sistem pajak
yang dijalankan Dinasti Fathimiyyah di zaman al-Muiz, hasil pajak diFustat satu hari
mencapai 50.000 sampai 120.000 dirham.
Dari Dimyat, Asymun diperoleh hasil pajak lebih dari 220 dirham per hari. Pada
masa Wazir al-Hasan ibn. Ali al-Yazuri, hasil pajak yang diperolehnya 2.000.000 dinar
per tahun. Dari Syam 1 juta dinar per tahun. Dapat disimpulkan: Di bawah Fathimiyyah,
Mesir dan Kairo mengalami kemakmuran ekonomi dan vitalitas kultural yang mengungguli
Irak dan Bahgdad.
3. Kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan
Kecenderungan para Khalifah Fatimiah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
terlihat sejak zaman al-Muiz, usaha untuk merealisasikan tujuan mereka dijalankan dengan
cara melakukan propaganda yang pa dat keseluruh propinsi para dai secara terstruktur
dikepalai oleh seorang daI Dakwah yang disamapikan bertujuan untuk menyampaikan
doktrin agama dan mengimbau rakyat agar berpendidikan tinggi.
Pendidikan tersebut diutamakan pada sains-sains Yunani, keterbukaan pada
pemikiran filsafat Yunani membawa kepada pencapaian ilmiah yang tertinggi di Kairo di
bawah pemerintahan Bani Fathimiyyah, meraka mengembangkan Risalat Ikhwanu s- Safa,
sebuah karya dihasilkan di Basrah. Risalat ini merupakan sebuah ensiklopedia mengenai
saint Yunani, yang bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana cara memperoleh
kebahagiaan di dunia masa datang. Karya yanng dihasilkan masa Fathimiyyah itu lebih
ilmiah dan lebih filsafati. Pada masa Khalifah al-Aziz (975 M), semangat intelektual dan
pengembangan kualitas pemikiran orang Mesir, dapat mengungguli lawan-lawannya. Al-
Aziz berusaha merubah fungsi Mesjid al-Azhar yang dibangun oleh Jauhar, menjadi sebuah
Universitas yang pertama di Mesir, yang merupakan waqaf dari al-Azizi sendiri. Universitas
ini direktrut mahasiswa dari seluruh negara Islam dengan fasilitas yang lengkap, asrama
mahasiswa, makanan, dan beasiswa. Di Universitas ini diajarkan berbagai cabang ilmu
pengetahuan: fikih, sejarah,dan sastra. Sampai saat ini Universitas al-Azhar sangat terkanal
dan lebih maju.
Pada masa Khalifah al-Hakim (996 M), didirikan dar al-Hikmah yaitu tahun1005 M,
akademi ini dilengkapi dengan perpustakaan (Dar al-Ulum); di sini diajarkan ilmu
pengetahuan agama dan sains seperti fisika, astronomi, kedokteran. Akademi ini didirikan
8
untuk menandingi Universitas di Cordova, ia juga membangun observatorium, di Mesir di
al-Muqatan dan Siria.
Di masa al-Mustansir dibangu perpustakaan negara yang memiliki 200.000
eksemplar buku; Fiqih, Sastra, fisika, kimia, dan kedokteran. Ibn Killis seorang pecinta ilmu
mendirikan sebuah akademi dan menyediakan dana beribu dinar setiap bulannya untuk
pengembangan ilmu. Kegiatan ilmiah diadakan di Dar al-hikmah, dalam bentuk penelaahan,
diskusi, mengarang dan menulis. Beberapa ilmuan yang aktif dimasa ini: Abu Hanifah al-
Maghribi, ahli agama dan ulama Syiah Ismaili. Di bidang sejarah, Hasa Ibn ali bin Zulhag,
Abu Hasan Ali al-Syabsyata, Ibn Hammad, Muhammad ibn Yusuf al-Kindidan Ibn Salamah
al-Qudai.
Di bidang filsafat al-Razi, al-Kindi, Abu Yaqub, Jakfar ibn Mansur, tokoh ilmu
kedokteran, Abu abd allah, tokoh matematika abu Ali Muhammad al-Haitami, tokoh ilmu
kimia , fisika, dan optik, Ibn haisyam dan yang Mansyur di bidang ilmu bintang (astronomi),
Ali bin Yunus dan Jiz bin Yunus.
Ahli optik yang menulis buku tentang penyakit mata ke dalam bahasa Latin antara
lain; Ibn Haitami dikenal juga dengan al-Hazan bukunya Al-Manazir, Amri Ali al-
Muntakhab fi Ilaj al-Aini, Isa Tazkirah. Tokoh di bidang sastra, Abu al-Hamid ai-
Anthaqi, Ibn Hani, Ibn Abi Jar, Abu hamid Ahmad dan Abdu al-Wahhab ibn Nashr.
Arsitektur Fathimiyyah dipengaruhi gaya seni Persia tercermin dalam bangunanbangunan
Mesjid al-Azhar, al- Hakim, al-Shalih lalu tergambar juga pengaruh Tulun, Afrika Utara,
yaitu pada kuburan yang dibangun. Kubur Athiqah, al-jafari. Wazir Badr al Jamali
membangun tembok kota Kairo dengan tiga buah pintu gerbang yang indah yang
dinamainya dengan Bab Zuwayli, Ba, an-Nasr dan Bab al-Futuh. Dari segi seni sastra dan
arsitektur Mesir belum bisa mengalahkan keindahan seni di Bahgdad.
4. Bidang kebudayaan dan Keagamaan
Menjadikan mesjid sebagai tempat pendidikan agama walaupun yang dimaksud
untuk mengembangkan ideology mereka. Ada sebuah mesjid yang yang kemudiannya
menjadi universitas Al Azhar. Khalifah juga membiayai para fuqaha dan du'ah yang
menyebarkan ilmu pengetahuan. Hai ini membuktikan bahwa khalifah mencintai ilmu dan
suka pada kemajuan.

9
5. Universitas Islam Al Azhar Kairo
Jami Al Azhar didirikan bersamaan dengan masuknya kekuasaan Fatimiyin di Kairo,
tepatnya setelah beberapa bulan kekuatan fatimiyin memasuki Kairo, pembangunan jami
Al Azhar memakan waktu kurang lebih dua tahun, yang kemudian dibuka secara resmi oleh
Jauhar al Shaqali29 dengan shalat jumat pada tanggal 7 Ramadhan 361 H / 21 Juni 972 M.
Sedang Al Muiz Lidinillah baru datang dari Maroko masuk Kairo setahun kemudian.
Jami Al Azhar mempunyai penghargaan tersendiri dari para khalifah fatimiyin, dibalik
itu mereka ingin menjadikannya markas penyebaran faham syiah. Di sekitarnya dibangun
rumah bagi mereka yang mengajar pada Al azhar, dari sinilah dimulainya pengajaran di
jami Al Azhar.
Dalam blantika dunia keilmuan, Al Azhar merupakan universitas tertua, tidak hanya
di dunia Islam, namun di seluruh dunia. Karena universitas-universitas di Amerika dan
Eropa baru didirikan dua abad setelah berdirinya Al Azhar, seperti Universitas Paris
didirikan pada abad ke-12 Masehi, Universitas Oxford di Inggris pada abad ke-13, demikian
juga universitas-universitas Eropa lainnya. Universitas yang mengimbangi Al Azhar dari
segi sejarahnya adalah Universitas Qarawain di Kota Fas Maroko, bahkan ada yang
mengatakan bahwa Jami Al Qarawain adalah Universitas tertua di dunia, karena
pengajarannya sudah bermula sejak didirikannya yaitu sejak tahun 245 H/ 859 M. dan
sampai sekarang masih eksis.
Al Azhar merupakan Univesitas pertama yang para pengajarnya didanai oleh negara,
serta posisi Mesir yang strategis di tengah dunia Islam, menjadikan Al Azhar tempat tujuan
menimba ilmu agama dari para masyayikhnya, hanya saja besarnya kedudukan Al Azhar
bukan karena tertua atau tidaknya, namun karena mutunya yang unggul.
Dalam kekuasaan daulah Fatimiah Jami Al Azhar mengalami beberapa kali renovasi,
seperti pada masa al Hakim Biamrillah, al Mustanshir Billah, dan Al Hafidz Lidinillah.
Terlihat hingga sekarang hasil renovasi yang dilakukan oleh Al Hafidz Lidinillah dengan
peninggalannya qubah yang dihiasi dengan tulisan ayat-ayat Al Quran dengan khath kufi
dan bermacam-macam hiasan yang indah.
E. Keruntuhan Daulah Fatimiyyah
Pada tahun 558 H/1163 M, panglima Asasuddin Shirkuh membawa Shalahuddin Al-
Ayyubi untuk menundukkan Daulat Fatimiyah di Mesir. Usahanya berhasil. Khalifah Daulat
10
Fatimiyah terakhir Adhid Lidinillah dipaksa oleh Asasuddin Syirkuh untuk
menandatangani perjanjian. Akan tetapi, Wazir besarnya Shawar merasa iri melihat
kekuasan Syirkuh semakin besar. Dengan sembunyi-sembunyi Shawar pergi ke Baitul
Maqdis, meminta bantuan pasukan Salib untuk menghalau Syirkuh dari Mesir.
Pasukan Salib yang dipimpin oleh Raja Almeric dari Jerussalem menerima
permintaan tersebut. Maka terjadilah pertempuran antara pasukan Asasuddin Shirkuh
dengan Raja Almeric yang berakhir dengan kekalahan Asasuddin Shirkuh.
Setelah menerima syarat damai dari kaum Salib, panglima Asasuddin Shirkuh dan
Shalahuddin diperbolehkan pulang ke Damsyik. Kerjasama Wazir besar Shawar dengan
orang kafir itu telah menimbulkan kemarahan raja Nuruddin Zanki dan para pemimpin
Islam lainnya termasuk raja Baghdad. Lalu dipersiapkannya tentara besar yang tetap
dipimpin oleh panglima Asasuddin Shirkuh dan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menghukum
si pengkhianat Shawar.
Panglima Asasuddin Shirkuh dan Shalahuddin mulai maju ke ibu kota Kairo dan
mendapat tentangan dari pasukan Wazir Shawar. Akan tetapi pasukan Shawar hanya dapat
bertahan sebentar, dia sendiri melarikan diri dan bersembunyi. Suatu hari panglima
Shalahuddin Al-Ayyubi berziarah ke makam orang shaleh di Mesir, ternyata Wazir Besar
Shawar dijumpai bersembunyi di situ. Shalahuddin segera menangkap dan dibawanya ke
istana untuk dihukum mati.
F. Sebab-Sebab Kehancuran Daulah Fathimiyyah
Banyak sekali sebab-sebab yang membawa hancurnya Daulah fatimiah di Mesir,
seperti berikut:
1) Penyerangan yang dilakukan oleh Salahuddin Al Ayubi.
2) Munculnya ulama-ulama besar seperti Abu Ishaq Asy Syairazi, Ibnu Jauzi dan lain-lain
dalam memberi peringatan tentang bahaya ideologi Syiah.
3) Kembali Khilafah Abbasiah berpegang pada Al Qur'an dan Sunnah dimana sebelumnya
yang berkuasa adalah Dinasti Buwaih berfaham Syiah (320 H 447 H).
4) Perlawanan masyarakat Mesir yang semakin meluas terhadap ajaran Syiah yang di
bawa oleh Daulah Fathimiyyah.
5) Khilafah Abbasiah al-Qadir billah Amirul Mukminin pada tahun 480 H meminta
Fuaqaha' Mukatazilah bertaubat dan melarang mereka mempelajari hal-hal yang
11
bertentangan dengan Islam, termasuk juga melarang masyarakat berideologi seperti
Syiah serta menjauhkan diri dari perbuatan bid'ah.
6) Penangkapan pengikut Syiah, Qaramithah dan di umumkan diatas mimbar tentang
kesesatan pahaman tersebut.
7) Seruan dan taktik yang di buat oleh khalifah semakin membuat bani Buwaih tertekan
dan lemah, sehingga membuat kekuatan Syiah berada pada taraf yang sangat lemah.
2. DINASTI AYUBIYAH
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Ayyubiyah
Keruntuhan kekuasaan Bani Fatimiyah membawa pengaruh bagi lahirnya Dinasti
baru. Setelah berkuasa kurang lebih 262 tahun di Mesir kekuatan Dinasti ini melemah.
Kehancuran Dinasti ini dipicu oleh adanya konflik internal kerajaan yang timbul karena
perebutan Jabatan Wazir di antara para Suku di dalam kerajaan. Setelah Dinasti Fatimiyah
runtuh, kendali pemerintahan di Mesir dipegang oleh Salahudin Yusuf Al Ayyubi. Al Ayyubi
memerintah di Mesir setelah di angkat perdana mentri oleh Khalifah Bani Fatimiyyah
terahir, Al Adid pada tahun 1174 M. dalam pekembangannya, Salahudin Yusuf Al Ayyubi
sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah, menyatakan kesetiaannya pada kekhalifahan Dinasti
Abbasiyah, Berarti secara langsung, Dinasti Ayyubiyah bertentangan dengan Dinasti
Fatimiyah,. Pertentangan ini terletak pada perbedaan sikap politik antara Dinasti Fatimiyah
dengan Dinasi Ayyubiyah, yaitu pengakuan terhadap posisi Dinasti Abbasiyah di Baghdad.
Dinasti Ayyubiyah merupakan keturunan Ayyub , seorang keturunan Suku Kurdi
dari Azerbeijan. Nama Ayyubiyah dikaitkan dengan nama ayah Salahuddin, yaitu
Ayyub bin Syadzi. Sebenarnya Dinasti ini berbentuk Persatuan (Konfederasi). Beberapa
yang tunduk pada satu Dinasti yang di pimpin oleh kepala keluarga, tiap-tiap Dinasti di
pimpin oleh seorang anggota keluarga Ayyubiyah. Pendiri Dinasti Ayyubiyah adalah
Salahuddin Al Ayyubi putera dari Najmuddin Bin Ayyub . Pada masa Nuruddin Zanki,
Gubernur Syuria dari Dinasti Abbasiyah , Salahuddin Al Ayyubi diangkat sebagai Garnisun
di Balbek.
Pada waktu masih muda, Salahuddin Al Ayyubi kurang begitu dikenal dikalangan
masyarakat Syiria. Ia gemar melakukan diskosi tentang Ilmu Fikih, Ilmu Kalam, Al Quran,
Dan Hadis, Kemudian oleh ayahnya, ia dikenalkan dengan Nuruddin Zanki Gubernur Syuria
pada waktu itu.
12
Kehidupan Salahuddin Al Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan, hal itu
dilakukannya dalam menunaikan tugas Negara untuk memadamkan sebuah
pemberontakan serta menghadapi tentara Salib, semua ppeperangan itu berhasil
dimenangkannya. Meskipun demikian , Salahuddin Al Ayyubi bukanlah seorang pemimpin
yang tamak , haus kekayaan , dan haus darah. Ia bukanlah orang yang ambisius. Perang
hanya dilakukan hanya untuk mempertahankan dan membela agama. Selain itu,
Salahuddin Al Ayyubi memiliki toleransi yang tinggi terhadap agama lain. Ketika
menguasai Iskandariyah ia mangunjungi orang - orang Kristen, ketika perdamaian tercapai
dengan tentara salib, ia mengizinkan untuk berziarah ke Baitulmakdis.
Keberhasilan Salahuddin al Ayyubi sebagai tentara mulia terlihat ketika mendampingi
pamannya, Asaduddin Syirkuh, yang mendapat tugas dari Nuruddin Zanki untuk
membantu Dinasti Fatimiyah di Mesir pada tahun 1164 M. Perdana Menteri Syawar yang
dikudeta oleh Dirgam menjanjikan imbalan sepertiga pajak tanah Mesir kepada Salahuddin
al Ayyubi, jika ia barhasil mengalahkan Dirgam.
Ternyata Salahuddin mangalahkan tentara Dirgam dan akhirnya Perdana Syawar
bisa mendduduki kembali jabatannya pada tahun 1164 M. Tiga tahun kemudian,
Salahuddin al Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Hal ini terjadi karena Syawar
bersekutu dengan Amauri, seorang tentara perang salib yang dulu pernah membantu
tentara Dirgam, keadaan ini sangat membahayakan posisi Nuruddin Zanki dan Umat Islam
pada umumnya.
Terjadi peperangan sengit antara pasukan Salahuddin melawan pasukan Syawar
yang dibantu oleh Amauri, Pada mulanya pasukan Salahuddin al Ayyubi berhasil
menduduki kota Iskandariyah, tetapi ia dikepung dari darat dan laut oleh tentara salib yang
dipimpin Amauri. Peperangan ini berakhir dengan perjanjian damai pada bulan Agustus
1167 M. Perjanjian tersebut berisi tentang pertukaran tawanan perang, kemudian
Salahuddin al Ayyubi kembali ke Suriah , sedangkan Amauri kembali ke Yerussalem dan
kota Iskandariah diserahkan kembali kepada Syawar ,
Pada tahun 1169 M , tentara salib yang dipimpin Amauri melanggar perjanjian
damai yang telah disepakatinya, meraka banyak membunuh masyarakat Mesir dan
berusaha menurunkan Khalifah al Adid dari jabatannya. Hal itu tentu saja sangat
membahayakan keadaan Umat Islam. Melihat kondisi ini, Asaduddin Syirkuh dan
13
Salahuddin al Ayyubi kembali memasuki Mesir. Amauri dapat dikalahkan dan Mesir dapat
dibebaskan dari ancaman tentara Salib. Akan tetapi, keberhasilan Asaduddin Syirkuh dan
Salahuddin al Ayyubi ini tenyata menimbulkan kedengkian Syawar, Syawar
berusaha membunuh keduanya, tetapi rencana itu diketahui oleh Asaduddin Syirkuh dan
Syawar berhasil ditangkap. Atas perintah Kholifah Al adid, akhirnya Syawar dihukum mati.
Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, Khalifah al Adid dari Dinasti Fatimiyah
mengangkat Asaduddin Syirkuh sebagai Perdana Mentri Mesir pada tahun 1169 M. ini
merupakan pertama kalinya keluarga al Ayyubiyah menjadi Perdana Mentri, tetapi tidak
lama setelah dilantik yaitu dua bulan ia meninggal, kemudian posisinya di gantikan oleh
Salahuddin al Ayyub yang di lantik oleh Khalifah al Adid pada tanggal 25 Jumadil Akhir 564
H/26 Maret 1169 M. Pada waktu itu Salahuddin al Ayubiah berusia 32 tahun, sebagai
Perdana Menteri dia mendapatkan gelar Al Malik an Nasr.
Setelah Khalifah Al Adid wafat pada tahun 1171 M, Salahuddin Al Ayubi mengambil
alih kekuasaan di Mesir. Salahuddin al Ayubi memploklamirkan dirinya sebagai Sultan
Mesir dengan nama Al malik an Nasir As Sultan Salahuddin Yusuf. Sebelum Salahuddin
berkuasa, di Mesir telah berdiri Dinasti Fatimiyah yang bermazhab Syiah. Namun
Salahuddin mendukung Dinasti Abbasiyah karena sama-sama bermazhab Sunni. Ia juga
berusaha mengambalikan kekuasaan spiritual dalam setiap Khutbah Jumat sebagai
pengganti penyebutan penguasa Dinasti Fatimiah Al Adid dengan Khalifah Abbasiyah. Hal
ini ia lakukan pada tahun 1171 M, dan pada tahun ini pula Salahuddin al Ayyubi berkuasa
penuh untuk menjalankan peran keagamaan dan politik. Sejak 1171 M, Dinasti Ayubiyah
mulai berkuasa, hingga 75 tahun lamanya. Karena dianggap berhasil dalam menjalankan
pemerintahanya, Khalifah al Mustadi (Khalifah bani Abbasiyah) memberikan gelar Al Muiz
li amiru mukmin kepada Salahuddin al Ayyubi.
Pada tahun 1175 M, Khalifah al Mustadi memberikan wilayah Mesir,An Naubah,
Yaman, Tripoli, Syiria dan Magrib (Maroko) sebagai kekuasaan.
B. Masa Pemerintahan Dinasti Ayyubiyah
Setelah Khalifah Al Adid wafat pada tahun 1171 M, Salahuddin al Ayyubi berkuasa
penuh untuk menjalankan peran keagamaan dan politik. Pada masa pemerintahannya,
Salahuddin al Ayyubi membagi wilayah kekuasaan kepada saudara-saudara dan

14
keturunannya. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa cabang Dinasti Ayyubiyah,
diantaranya :
1. Kesultanan Ayyubiyah di Mesir Dengan Rajanya Salahuddin Yusuf Al Ayyubi 1171
1193 M
2. Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus dengan rajanya Al-Afdal 1193 1196 M
3. Kesultanan Ayyubiyah di Aleppo dengan rajanya Al-Adil I 1183 1193 M
4. Kesultanan Ayyubiyah di Hamah Dengan rajanya Al-Muzaffar I 1178 1191 M
5. Kesultanan Ayyubiyah di Homs dengan rajanya Al-Qahir 1178 1186 M
6. Kesultanan Ayyubiyah di Mayyafariqin dengan rajanya Al-Adid I 1193 1200 M
7. Kesultanan Ayyubiiyah di Sinjar dengan rajanya Al-Asraf 1220 1229 M
8. Kesultanan Ayyubiyah di Hisn Kayfa dengan rajanya As-Salih Ayyub 1232 1239 M
9. Kesultanan Ayyubiyah di Yaman dengan rajanya Al-Muazzam Turansyah 1173 1181
M
10. Kesultanan Ayyubiyah di Kerak dengan rajanya An- Nasir Dawud 1229 1249 M
C. Kemajuan Kemajuan Pada Masa Dinasti Ayyubiyah
Kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masa Dinasti Ayyubiyah meliputi :
1. Kemajuan di Bidang Pendidikan
Meskipun Salahuddin Al-Ayyubi terlibat aktif dalam perang Salib, bukan berarti ia
dan penerusnya mengabaikan bidang pendidikan. Mereka masih sempat dan memajukan
pendidikan dinegerinya. Ia juga dikenal sebagai pelindung para ilmuwan. Melalui lembaga
pendidikan Salahuddin berusaha mengganti paham Syiah dengan Paham Sunni.
Pada masa Salahuddin, Syiria menjadi kota pendidikan yang besar. Ibnu Jubair yang
mengunjungi Damaskus pada Tahun 1184 M, mendapati sekitar 20 madrasah dikota ini.
Salah satu akademi terkemuka pada msa itu adalah As-Shalahiyyah di Kairo. Al-Azhar yang
semula mengajarkan paham Syiah kemudian dijadikan tempat pengajaran paham Sunni.
2. Kemajuan di Bidang Arsitektur
Salah satu peninggalan yang menunjukkan kemajuan pada masa Dinasti Ayyubiyah
adalah Benteng Kairo yang dibangun pada tahun 1183 M oleh Salahuddin Al-Ayyubi. Bahan
bangunan yang digunakan adalah serupa dengan batu balok yang dipakai bangunan
Piramida.

15
3. Kemajuan di Bidang Pertanian dan Perdagangan
Kemajuan di Bidang ini dapat kita lihat pada masa Al-Kamil, ia membangun sarana
irigasi. Disamping itu juga sudah ada penandatanganan perjanjian dagang dengan Negara-
negara Eropa.
4. Al-Azhar Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan ilmu-ilmu Keislaman
Al-Azhar adalah nama sebuah lembaga pendidikan dan keagamaan di Kairo, Mesir
yang sangat masyhur di dunia Islam. Al-Azhar mencakup sebuah masjid sebagai pusat
kegiatan Islam dan sebuah lembaga Pendidikan pengemban misi dakwah. Mahasiswa yang
studi di Al-Azhar tidak hanya dari Mesir saja, tetapi juga mahasiswa asing yang berasal
dari Pakistan,Sudan, Indonesia, dan Negara lainnya. Saat ini diperkirakan jumlah
mahasiswanya mencapai 50.000 orang.
Pada mulanya Al-Azhar adalah sebuah masjid dikota Kairo, yang dibangun oleh
Jaubar al Khatib as Shiddiq (Panglima Perang Islam Dinasti Fatimiyah) pada tahun 972 M.
Jauhar yang menaklukkan Mesir pada tahun 971 M, itu diperintah membangun Masjid oleh
Khalifah Al-Muiz li dinillah dari Dinasti Fatimiyah. Semula Masjid itu dinamakan Masjid
Jami Al-Qahira sesuai nama kota Masjid ini dibangun, Al-Qahira atau Kairo. Kemudian
masjid ini dinamai Al-Azhar karena dikaitkan dengan Az-Zahra yang bersal dari
nama/Julukan Fatimah Binti Muhammad Saw.
Selain sebagai pusat dakwah ajaran Syiah, di Al-Azhar juga diajarkan berbagai
macam ilmu, seperti yang terkait dengan bahasa yaitu Nahwu/Tata bahasa Arab, Balghah,
mantic/Logika, dan sastra. Selain itu juga diajarkan ilmu-ilmu agama, ilmu tauhid, fikih,
hadits, tasawuf. Akan tetapi pada tahun 378 H/988 M ketika Khalifah Al-Aziz berkuasa,
masjid Al-Azhar dikembangkan fungsinya menjadi Universitas. Dengan perkembangan
tersebut maka ilmu-ilmu yang dikembangkan didalamnya semakin banyak. Ilmu ilmu itu
sebagian menjadi nama fakultas seperti ; Syariah ushuluddin, bahasa, kedokteran, dan juga
ilmu lain seperti matematika, filsafat, sejarah, dan pertanian.
Pada masa Dinasti Ayyubiyah Al-Azhar tidak banyak berperan, alasanya karena
Dinasti Fatimiyah mempropagandakan madzhab syiah dan Al-Azhar sebagai media utama
dakwahnya. Sedangkan Seluruh penguasa Dinasti Ayyubiyah bermadazhab Sunni.
Pada saat dinasti Ayyubiyah berkuasa atas Mesir, Masjid Al-Azhar sempat tidak
dipakai untuk Shalat Jumat hamper sati abad lamanya (1171 1267). Alasannya adalah
16
tidak diperkenankanya dua shalat Jumat di satu kota selagi masjid yang satu belum penuh
jamaahnya menurut madzhab syafiiyyah. Selama kurun waktu tersebut shalat Jumat
dilaksanakan dimasjid Al-Hakim. Dakwah ajaran syiah dilarang dilakukan dimasjid Al-
Azhar, sebaliknya yang diperbolehkan adalah dakwah ajaran Sunni. Masjid Al-Azhar
dipakai kembali untuk shalat Jumat pada masa pemerintahan Sultan Baybar dari Dinasti
Mamluk.
Sebagai lembaga keagamaan Al-Azhar memiliki fungsi dan peran sebagai berikut:
a. Pusat kegiatan Al-Muhtasib, jabatan agama yang penting pada masa Dinasti Fatimiyah
b. Tempat Penyelenggaraan Maulid Nabi Muhammad Saw. Tiap tanggal 12 Robiul Awal
dan peringatan hari Asyura tiap tanggal 10 Muharram.
c. Tempat sidang Khalifah dan qadhi/mentrinya untuk membahas suatu masalah.
d. Tempat mencetak ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu.
e. Tempat mencetak ulama yang beriman dan mempunyai keteguan mental serta
mempunyai ilmu yang mendalam tentang akidah, syariat, dan bahasa Al-Quran untuk
disuplai keseluruh dunia.
D. Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah
Sebelum wafat Salahuddin Al-Ayyubi membagi kekuasaanya kepada pewarisnya,
yaitu anak-anak dan saudaranya. Namun perselisihan dan pertikaian tak bisa dihindari
diantara para pewarisnya.
Perselisihan terus terjadi, Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan Damaskus selalu bersaing
untuk memperebutkan wilayah Syiria. Akibat perselisihan ini, beberapa kota yang dulu
dikuasai Salahuddin lepas ketangan pasukan salib. Dan yang kemudian berhasil
mengembalikan Yerussalem ketangan umat Islam adalah Khawariz.
Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa Sultan as Salih. Pada waktu itu
tentara dari kaum budak di Mesir/kaum Mamluk memegang kendali pemerintah, setelah as
Salih wafat pada tahun 1249 M. kaum Mamluk mengangkat isteri As-Salih yaitu Syajarat ad
Dur menjadi Sulthanah/Ratu. Ia adalah penguasa muslim perempuan yang memerintah
selama 80 hari. Dialah peletak dasar Dinasti Mamluk di Mesir. Dengan demikian,
berakhirlah kekuasaan dinasti Ayyubiyah masih berkuasa di Suria.
Pada tahun 1260 M tentara Mongol hendak menyerbu Mesir, komando tentara
Islam dipegang oleh Qutuz (panglima perang Mamluk). Dalam paertempuran Qutuz
17
menang dengan gemilang. Selanjutnya, Qutuz mengambil alih kekuasaan Dinasti
Ayyubiyah. Sejak itu berakhirlah riwayat dinasti Ayyubiyah.
3. DINASTI MAMLUKIYYAH
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Mamlukiyyah
Dinasti Mamluk memang didirikan oleh para budak. Pada awalnya mereka adalah
orang-orang yang direkrut oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian
dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang
terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, yaitu al-Malik as-Salih,
mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa
penguasa ini, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun
dalam imbalan-imbalan material. Mereka terdiri dari dua kelompok yaitu Mamluk Bahri
dan Mamluk Buruj atau Burji yang datang kemudian. Dinamakan Mamluk Bahri karena
tempat tinggal mereka di Pulau ar-Raudah yang terletak di laut Arab, bahr bentangan delta
sungai Nil. Sementara dinamakan Mamluk Burji karena mereka menempati benteng-
benteng Arab, burj di Kairo. Kaum Bahri berasal dari Qipchaq, Rusia Selatan, yang berdarah
campuran antara Mongol dan Kurdi, sedangkan Burji adalah orang-orang Circassia dari
Caucasus. Dalam pada itu, peta pemerintahan dinasti Mamluk dalam perjalanannya
kemudian banyak dikatakan oleh para sejarawan sebagai bentuk penguasaan yang carut
marut karena terbagi menjadi dua kekuasaan besar.
Cikal bakal dinasti ini berawal dari seorang mantan budak bernama Syajar ad-Durr,
yang kemudian dijadikan sebagai istri oleh al-Malik as-Salih (1249 M) sebagai penguasa
dinasti Ayyubiyah. Setelah al-Malik as-Salih wafat, berbagai informasi mengatakan bahwa
Syajar ad-Durr kemudian menyandang gelar sultanah atau berkedudukan sebagai sultan
perempuan selama hampir delapan puluh hari. Pada masa itu ia juga tercatat sebagai satu-
satunya penguasa wanita muslim di kawasan Afrika Utara dan Asia Barat, namanya juga
diabadikan dalam kepingan mata uang dan disebutkan pada setiap sholat Jumat. Ia
memutuskan untuk menikah lagi dengan Izzuddin Aybak, Sultan Mamluk pertama (1250-
1257 M) yang kemudian justru terbunuh oleh Syajar al-Durr sendiri.Hal ini merupakan
awal fondasi kekuasaan dinasti Mamluk.

18
B. Sistem Pemerintahan Dinasti Mamlukiyyah
Bentuk pemerintahan oligarki militer adalah suatu bentuk pemerintahan yang
menerapkan kepemimpinan berdasarkan kekuatan dan pengaruh, bukan melalui garis
keturunan. Sistem pemerintahan oligarki militer ini merupakan kreatifitas tokoh-tokoh
militer Mamluk yang belum pernah berlaku sebelumnya dalam perkembangan politik di
pemerintahan Islam. Jika dibandingkan dengan sistem pemerintahan yang dijalankan
sebelumnya, yaitu Sistem Monarki dan Sistem Aristokrasi atau pemerintahan para
bangsawan, maka sistem pemerintahan Oligarki Militer dapat dikatakan lebih demokratis.
Sistim Oligarki Militer lebih mementingkan kecakapan, kecerdasan, dan keahlian
dalam peperangan. Sultan yang lemah bisa saja disingkirkan atau diturunkan dari kursi
jabatannya oleh seorang Mamluk yang lebih kuat dan memiliki pengaruh besar di tengah-
tengah masyarakat. Kelebihan lain dari sistim oligarki militer ini adalah tidak adanya
istilah senioritas yang berhak atas juniornya untuk menduduki jabatan sultan, melainkan
lebih berdasarkan keahlian dan kepiawaian seorang Mamluk tersebut.
Tokoh-tokoh yang berpengaruh Di awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan
bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara
bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah
pimpinan Qutuz, Baybars dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah berhasil
menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat
kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di
sekitarnya.Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan sumpah setia kepada penguasa
Mamalik.
Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia.Baybars, seorang pemimpin militer
yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260- 1277 M).Ia
adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang
sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.Sejarah daulah ini hanya berlangsung sampai
tahun 1517 M, ketika dikalahkan oleh Bani Utsmani, Daulah ini dibagi menjadi dua
periode :
a. Periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya
pemerintahan Hajji II tahun 1389 M.

19
b. Periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya
tahun 1389 M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh Bani Utsmani tahun 1517 .
C. Kemajuan - Kemajuan Pada Dinasti Mamlukiyyah
1) Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamluk membuka hubungan dagang dengan
Perancis dan Itali melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti
Fatimiyyah di Mesir sebelumnya.
Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini
didukung oleh pembangunan jaringan pengangkutan dan komunikasi antara kota, baik laut
mahupun darat. Keteguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan
ekonominya.
2) Pembangunan
Dinasti Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang pembangunan.Banyak
juru bina dibawa ke Mesir untuk membangunkan sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang
indah.Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah, hospital,
musium, perpustakaan, villa-villa, kubah, dan menara masjid.
3) Ilmu Pengetahuan
Di dalam ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuan-ilmuan asal
Baghdad dari serangan tentera Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak
berkembang di Mesir, seperti sejarah, perubatan, astronomi, matematik, dan il-mu agama.
Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan
Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir Al-Din Al-tusi. Di bidang perubatan
pula, Abu Hasan `Ali Al-Nafis. Sedangkan, dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama
Ibn Taimiyah, Al-Sayuthi, dan Ibn Hajar Al-`Asqalani.
4) Militer
Pemerintahan dinasti ini dilantik dari pengaruhnya dalam ketenteraan. Para
Mamluk yang dididik haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung
kebijaksanaan pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan diangkat di antara pemimpin
tentera yang terbaik, yang paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk
menghimpun kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang di wilayah Mesir, mereka
berhasil menciptakan ikatan yang kuat berdasarkan daerah asal mereka.
20
Dinasti Mamalik juga menghasilkan buku mengenai ilmu ketenteraan.Minat para
penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah
karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu.Perbahasan yang sering
dibahas adalah mengenai selok-belok yang berkaitan dengan serangan bangsa
Mongol.Pada lingkungan ketenteraan Dinasti ini, menghasilkan banyak karya tentang
ketenteraan, khususnya keahlian menunggang kuda.
5) Budaya Politik
Daulah Mamalik atau Dinasti Mamluk membawa warna baru dalam sejarah politik
Islam.Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat
ketika Qalawun(1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun temurun.
Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha
(1295- 1297 M). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan
di Mesir. Kedudukan amir menjadi sangat penting.Para amir berkompetisi dalam prestasi,
karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam bebagai
bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan.
D. Runtuhnya Dinasti Mamlukiyyah
Kemajuan-kemajuan dinasti Mamalik ini tercapai berkat keperibadian dan wibawa
Sultan yang tinggi, marubah sesama ketenteraan yang kuat dan kestabilan negara yang
aman dari gangguan. Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti
Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya hamba-hamba
dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji, yang pertama kalinya
dibawa oleh Qalawun, maruah antara tentara menurun, terutama setelah Mamluk Burji
berkuasa.
Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu
pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya dikalangan penguasa menyebabkan
cukai dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja rakyat
menurun dan ekonomi Negara tidak stabil. Maka, suatu kekuatan politik baru yang besar
muncul sebagai tantangan bagi Mamalik, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang
mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Usmani
dalam pertempuran di luar kota Cairo pada tahun 1517 M. Sejak itu wilayah Mesir berada
di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani sebagai salah satu wilayahnya.Mamluk pada awalnya
21
adalah para budak di Kekhalifahan Abbasiyah. Sejak tahun 850 M, para khalifah Abbasiyah
mengambil dan membawa para pemuda non-Muslim sebagai budak dan mendidik mereka
menjadi tentara Muslim Sunni dalam pasukan budak.Para budak dalam pasukan Mamluk
ini semakin lama jumlahnya semakin banyak.
Pada tahun 1144 M, seorang jenderal Mamluk bernama Imaduddin Zengi
menaklukan Edessa, salah satu negara yang didirikan oleh orang Eropa setelah Perang
Salib Pertama.Dia dibunuh oleh budaknya sendiri tidak lama setela itu, ketika dia ketahuan
meminum anggur.Ketika pasukan Salib datang kembali untuk merebut lagi Edessa, putra
Zengi, Nuruddin, berhasil menghalau mereka.Setelah itu Nuruddin mendirikan dinastinya
sendiri dengan menaklukan Damaskus dari penguasa Muslim lokal.
Pada tahun 1100-an M, orang Mamluk lainnya bekerja kepada para sultan
Ayyubiyah di Mesir dan Suriah, namun sedikit demi sedikit mereka mengambil kekuasaan
dari para sultan itu.Pada tahun 1244 M, orang Mamluk menaklukan Yerusalem dari
pasukan Salib.Pada tahun 1245 M raja Louis IX dari Prancis melancarkan Perang Salib
Ketujuh untuk merebutnya kembali, namun dia malah ditangkap oleh Mamluk.Pada tahun
1250 M Syajar al-Durr, ibu dari sultan Ayyubiyah terakhir, membunuh putranya dan
berkuasa sendiri.Dia mencetak uang dan membuat dekrit.Dia juga mengakhiri Perang Salib
Ketujuh melalui negosiasi dan membiarkan Louis pergi.Syajar al-Durr dengan segera harus
menikahi pemimpin Mamluk, Aybak, supaya tetap berkuasa, namun dia terus memerintah
dan pada tahun 1257 dia membunuh Aybak.Setelah itu dia ditangkap dan dihukum mati.Ini
membuat Mamluk dapat menguasai Mesir dan Suriah.

22
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sejarah dunia islam dalam perajalanannya telah banya tertulis dalam tinta emas
sejarah. Mulai dari pemerintahan Nabi Muhammad sampai dengan peradaban islam
terakhir di kawasan arab, yaitu dinasti Fatimiyyah, Ayyubiyah dan mamlukiyah.
Telah di akui oleh dunia islam dan barat bagaimana perjuangan yang sangat
gemilang pada pemerintahan Shalhuddin Al-ayyubi (567-648 H/ 1171-1250 M). Dinasti ini
mampu memberikan sumbangan peradaban yang luar biasa. Melahirkan kemajuan-
kemajuan di berbagai bidang. Dan dinasti ini juga telah mampu menangkal perang salib
pada saat itu. Namun waktu jugalah yang telah menjadikan dinasti ini runtuh dan hancur
akibat dari ketidak mampuan para sultan dalam memerintah seperti pendiri dinasti ini
dalam berjuang.
Pada akhirnya pemerintahan dinasti Ayyubiyah jatuh ketangan dinasti Mamlukiah
(647-923 H/1250-1517 M). Dinasti yang didirikan oleh para budak, namun budak bukan
sembarang budak. Budak yang mampu membangun dinasti yang cukup lama mampu
bertahan kurang lebih 2 seprempat abad ini adalah budak pilihan. Budak yang dilatih
sebagai prajurit militer yang tangkas dan hebat. Yang mampu menangkal serangan dari
berbagai musuh. Merekapun telah ditakdirkan untuk melanjutkan pemerintahan islam
yang sebelumnya di jalankan oleh dinasti Ayyubiyah.
Perkembangan pada dinasti ini juga sangat banyak dari berbagai bidang. Salah
satunya adalah bidang militer. Dinasti ini mampu mengembangkan sistem informasi yang
maju. Yaitu dengan menggunakan burung merpati dalam mengirimkan berbagai informasi,
termasuk informasi dalam berperang.

23
DAFTAR PUSTAKA

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Predana Media, 2003


Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2007
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta : Kota Kembang,
1997
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam
Wikipedia.org

24

Anda mungkin juga menyukai