0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan8 halaman
Dokumen tersebut membahas periode kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus setelah kekalahan Ali bin Abi Thalib melawan Muawiyah bin Abi Sufyan. Dinasti Umayyah memerintah dari tahun 661-750 M dengan wilayah kekuasaan meliputi Jazirah Arab, Afrika Utara, dan Spanyol. Mereka melakukan ekspansi militer ke berbagai arah dan pembangunan infrastruktur.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
PERADABAN UMAYYAH (Di Damaskus Syiria dan Spanyol) (2)
Dokumen tersebut membahas periode kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus setelah kekalahan Ali bin Abi Thalib melawan Muawiyah bin Abi Sufyan. Dinasti Umayyah memerintah dari tahun 661-750 M dengan wilayah kekuasaan meliputi Jazirah Arab, Afrika Utara, dan Spanyol. Mereka melakukan ekspansi militer ke berbagai arah dan pembangunan infrastruktur.
Dokumen tersebut membahas periode kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus setelah kekalahan Ali bin Abi Thalib melawan Muawiyah bin Abi Sufyan. Dinasti Umayyah memerintah dari tahun 661-750 M dengan wilayah kekuasaan meliputi Jazirah Arab, Afrika Utara, dan Spanyol. Mereka melakukan ekspansi militer ke berbagai arah dan pembangunan infrastruktur.
perkembangan yang sangat menakjubkan. Kekuasaan Islam telah mendominasi wilayah-wilayah yang sangat luas, bahkan memasuki kawasan Eropa, antara lain dengan penguasaan atas Semenanjung Andalusia. Periode panjang dari masa keemasan Islam ini telah melahirkan kota-kota penting yang menjadi pusat peradaban Islam yang sangat terkenal, seperti Baghdad dan Cairo. Peradaban Islam pada periode ini juga dibuktikan dengan banyaknya lembaga dan pusat pendidikan, baik dalam bidang keagamaan maupun ilmu pengetahuan umum. Periode keemasan telah melahirkan banyak tokoh intelektual Islam yang sangat penting dan berpengaruh bagi peradaban modern, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan al-Biruni.
A. BERDIRINYA DINASTI UMAYYAH DI DAMASKUS
Di atas disebutkan bahwa Kalifah Ali bin Abi Thalib
menghadapi dua tantangan: Pertama, tantangan yang datang dari Thalhah dan Zubair dari Mekkah yang mendapat 1 2 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)
dukungan dari ‘Aisyah ra. Kedua, tantangan yang datang dari
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Damaskus anggota terdekat Utsman bin Affan. Atas tantangan kedua ini akhirnya terjadi perang antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Di dalam sejarah peristiwa ini disebut “Perang Shiffin” yang bertempat di Daumatul Jandal dan disebut sebagai perang yang sangat tragis. Mu’awiyyah bin Abi Sufyan yang semla ia menjadi Gubernur Suriah, setelah terjadi perang dengan Ali Bin Abi Thalib, ia menjadi khalifah (pada tahun 661). Setelah ia berhasil menjadi Khalifah, pusat administratif negara Islam dipindahkan dari Madinah ke Damaskus di Suriah. Meskipun kota ini tetap mempertahankan ciri khas Romawinya, pada kesempatan ini elemen-elemen Islam mulai diperkenalkan dan tampak pada massa ini.” (atlas sejarah dunia Islam 2009:52) Kelompok Muawiyah, kemudian membentuk Dinasti Bani Umayah dan membawa sistem Kerajaan dalam Islam di Damaskus. Sejak berdirinya Khilafah Dinasti Umayyah pada 661 (40 H), Damaskus ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Islam. Dari Damaskus inilah kekuasaan Islam kian meluas dan semakin diperhitungkan. Khalifah Dinasti Umayyah (661-750 M/40-133 H) adalah khilafah Islam pertama setelah masa Khulafa ur-Rasyidun. Wilayah kekuasaannya meliputi Jazirah Arab dan sekitarnya, Afrika Utara, dan Spanyol. Nama dinasti 3 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)
ini merujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams, kakek buyut
dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan atau Mu’awiyah I. Menurut catatan Samsul Munir Amin (2009), Mu’awiyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan semata-mata karena kemenangan diplomasi pada perang Siffin dan terbunuhnya Khalifah ‘Ali. Tetapi juga sejak menjabat sebagai Gubernur Suriah, ia memiliki “basis rasional” yang solid bagi pembangunan karier politiknya di masa depan. Hal ini dikarenakan: Pertama, dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang telah lama dipimpin Mu’awiyah mempunyai pasukan yang kuat dan terlatih dalam peperangan melawan Romawi. Mereka bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya Makkah dari keturunan Umayyah sepenuhnya berada di belakang Mu’awiyah dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang tidak ada habisnya, baik dukungan moral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Negeri Suriah sendiri terkenal makmur dan menyimpan sumber alam yang berlimpah. Ditambah dengan bumi Mesir yang berhasil dikuasai, maka sumber-sumber kemakmuran dan suplai bertambah bagi Mu’awiyah. Kedua, sebagai seorang administrator, Mu’awiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu ‘Amr bin ‘As, Mughirah bin Syu’bah, 4 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)
dan Ziyad bin Abihi. Ketiga pembantu Mu’awiyah ini
merupakan politikus-politikus yang sangat mengagumkan di kalangan muslim Arab. Lobi mereka sangat kuat dalam perpolitikan Mu’awiyah. Ketiga, Mu’awiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapati tingkat “hilm”, sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Makkah zaman dahulu. Seorang manusia hilm seperti Mu’awiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan- keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi. Gambaran dari sifat tersebut dalam diri Mu’awiyah setidak-tidaknya tampak dalam keputusannya yang berani memaklumkan jabatan khalifah secara turun-temurun dengan tetap menjadikan Damaskus sebagai pusat pemerintahan. Trias Kuncahyono (2004) menulis: “Di zaman kekuasaan Mu’awiyah, hubungan antara orang-orang Islam dan Kristen terjalin harmonis. Ia merekrut orang-orang Kristen untuk dijadikan tentaranya dengan gaji dua kali lipat dan menunjuk orang-orang Kristen untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Ia dipuja, disanjung, dan dihormati karena keluhuran budi, toleran, dan disiplin pribadi-nya yang sangat tinggi. Khalifah Mu’awiyah juga dinilai sebagai seorang ahli politik. Di zaman bani Umayah Damaskus mencapai zaman keemasan dan menjadi pusat pemerintahan yang wilayah kekuasaannya membentang dari pantai Samudra Atlantik hingga Sungai Indus, dan dari Perancis selatan hingga Cina barat.” 5 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah, perluasan wilayah
Islam yang terhenti pada masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Talib dilanjutkan kembali. Mu’awiyah mulai menaklukan Tunisia, kemudian melakukan ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai Sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur ini kemudian dilanjutkan kembali oleh Khlifah ‘Abd al-Malik bin Marwan. Ia mengirimkan tentara menyeberangi Sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Farghana, dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai di India dan menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan. Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan pada masa al-Walid bin ‘Abd al-Malik. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu, tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya benua Eropa, yaitu pada tahun 711. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad beserta pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (Maghrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol kemudian dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepat dapat dikuasai. 6 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)
Menyushul setelah itu, kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan
Toledo. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa di Spanyol. Pada zaman Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Aziz, dilakukan serangan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh ‘Aburrahman bin ‘Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Potiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar Tours, al-Ghafiqi gugur, kemudian tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah yang tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Mediterania juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Dinasti Umayyah ini. Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Dinasti Umayyah betul-betul sangat luas. Wilayah dinasti ini meliputi Spanol, Afrika Utara, Suriah, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
B. TIGA GARDA DEPAN EKSPANSI MILITER DINASI UMAYYAH
Menurut Prof. Ahmad Syalabi (1983), penaklukan militer
di zaman Umayyah mencakup tiga garda penting. 7 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)
Pertama, garda Asia kecil, yang sasaran utamanya
adalah Konstantinopel, ibu kota Bizantium, dan pulau-pulau di Laut Tengah. Kedua, garda Afrika Utara. Dari garda ini pasukan muslim berhasil menundukkan Afrika dan Spanyol. Ketiga, garda timur, yang menghadapi wilayah yang sangat luas di Asia. Karenanya, operasi ke wilayah ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang Sungai Jihun (Ammu Darya), sedangkan yang lainnya ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian barat. Selain melakukan ekspansi wilayah, Dinasti Umayyah juga melakukan pembangunan di berbagai bidang. Mu’awiyah mendirikan dinas pos dan posko-posko yang menyediakan kuda-kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan hakim (qadi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Saat itu hakim adalah seorang spesialis di bidangnya. Khalifah ‘Abdul-Malik bin Marwan mengganti mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah Islam dengan uang cetakannya sendiri. Ia mulai mencetak uang sendiri pada tahun 659, dengan membubuhkan kata-kata dan tulisan Arab pada uang tersebut. Khalifah ‘Abd al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. 8 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)
Keberhasilah Khalifah ‘Abd al-Malik dilanjutkan oleh
puteranya, al-Walid (705-715), dengan meningkatkan pembangunan di wilayah Islam. Ia membangun panti-panti untuk orang cacat, dengan menggaji para pekerjanya secara tetap. Ia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubung kan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan, dan masjid-masjid yang megah. Meskipun keberhasilan banyak dicapai oleh dinasti ini, tidak berarti bahwa politik dalam negeri betul-betul stabil. Pada masa Mu’awiyah bin Abi Sufyan, suksesi kekuasaan yang bersicat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan.