Anda di halaman 1dari 8

( VI )

PERIODE
DINASTI BANI UMAYAH

Pada periode klasik, peradaban Islam mencapai


perkembangan yang sangat menakjubkan. Kekuasaan Islam
telah mendominasi wilayah-wilayah yang sangat luas, bahkan
memasuki kawasan Eropa, antara lain dengan penguasaan atas
Semenanjung Andalusia. Periode panjang dari masa keemasan
Islam ini telah melahirkan kota-kota penting yang menjadi
pusat peradaban Islam yang sangat terkenal, seperti Baghdad
dan Cairo. Peradaban Islam pada periode ini juga dibuktikan
dengan banyaknya lembaga dan pusat pendidikan, baik dalam
bidang keagamaan maupun ilmu pengetahuan umum. Periode
keemasan telah melahirkan banyak tokoh intelektual Islam
yang sangat penting dan berpengaruh bagi peradaban modern,
seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan al-Biruni.

A. BERDIRINYA DINASTI UMAYYAH DI DAMASKUS

Di atas disebutkan bahwa Kalifah Ali bin Abi Thalib


menghadapi dua tantangan: Pertama, tantangan yang datang
dari Thalhah dan Zubair dari Mekkah yang mendapat
1
2 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

dukungan dari ‘Aisyah ra. Kedua, tantangan yang datang dari


Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Damaskus anggota
terdekat Utsman bin Affan.
Atas tantangan kedua ini akhirnya terjadi perang antara
Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Di dalam
sejarah peristiwa ini disebut “Perang Shiffin” yang bertempat di
Daumatul Jandal dan disebut sebagai perang yang sangat
tragis.
Mu’awiyyah bin Abi Sufyan yang semla ia menjadi
Gubernur Suriah, setelah terjadi perang dengan Ali Bin Abi
Thalib, ia menjadi khalifah (pada tahun 661). Setelah ia berhasil
menjadi Khalifah, pusat administratif negara Islam
dipindahkan dari Madinah ke Damaskus di Suriah. Meskipun
kota ini tetap mempertahankan ciri khas Romawinya, pada
kesempatan ini elemen-elemen Islam mulai diperkenalkan dan
tampak pada massa ini.” (atlas sejarah dunia Islam 2009:52)
Kelompok Muawiyah, kemudian membentuk Dinasti Bani
Umayah dan membawa sistem Kerajaan dalam Islam di
Damaskus.
Sejak berdirinya Khilafah Dinasti Umayyah pada 661 (40
H), Damaskus ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Islam.
Dari Damaskus inilah kekuasaan Islam kian meluas dan
semakin diperhitungkan. Khalifah Dinasti Umayyah (661-750
M/40-133 H) adalah khilafah Islam pertama setelah masa
Khulafa ur-Rasyidun. Wilayah kekuasaannya meliputi Jazirah
Arab dan sekitarnya, Afrika Utara, dan Spanyol. Nama dinasti
3 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

ini merujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams, kakek buyut


dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan atau Mu’awiyah I.
Menurut catatan Samsul Munir Amin (2009), Mu’awiyah
berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan semata-mata
karena kemenangan diplomasi pada perang Siffin dan
terbunuhnya Khalifah ‘Ali. Tetapi juga sejak menjabat sebagai
Gubernur Suriah, ia memiliki “basis rasional” yang solid bagi
pembangunan karier politiknya di masa depan. Hal ini
dikarenakan:
Pertama, dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan
dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang
telah lama dipimpin Mu’awiyah mempunyai pasukan yang kuat
dan terlatih dalam peperangan melawan Romawi. Mereka
bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya Makkah dari
keturunan Umayyah sepenuhnya berada di belakang
Mu’awiyah dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan
yang tidak ada habisnya, baik dukungan moral, tenaga
manusia, maupun kekayaan. Negeri Suriah sendiri terkenal
makmur dan menyimpan sumber alam yang berlimpah.
Ditambah dengan bumi Mesir yang berhasil dikuasai, maka
sumber-sumber kemakmuran dan suplai bertambah bagi
Mu’awiyah.
Kedua, sebagai seorang administrator, Mu’awiyah
sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada
jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat
perhatian khusus, yaitu ‘Amr bin ‘As, Mughirah bin Syu’bah,
4 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

dan Ziyad bin Abihi. Ketiga pembantu Mu’awiyah ini


merupakan politikus-politikus yang sangat mengagumkan di
kalangan muslim Arab. Lobi mereka sangat kuat dalam
perpolitikan Mu’awiyah.
Ketiga, Mu’awiyah memiliki kemampuan menonjol
sebagai negarawan sejati, bahkan mencapati tingkat “hilm”, sifat
tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Makkah zaman
dahulu. Seorang manusia hilm seperti Mu’awiyah dapat
menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-
keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan
intimidasi. Gambaran dari sifat tersebut dalam diri Mu’awiyah
setidak-tidaknya tampak dalam keputusannya yang berani
memaklumkan jabatan khalifah secara turun-temurun dengan
tetap menjadikan Damaskus sebagai pusat pemerintahan.
Trias Kuncahyono (2004) menulis: “Di zaman kekuasaan
Mu’awiyah, hubungan antara orang-orang Islam dan Kristen
terjalin harmonis. Ia merekrut orang-orang Kristen untuk
dijadikan tentaranya dengan gaji dua kali lipat dan menunjuk
orang-orang Kristen untuk menduduki jabatan-jabatan penting.
Ia dipuja, disanjung, dan dihormati karena keluhuran budi,
toleran, dan disiplin pribadi-nya yang sangat tinggi. Khalifah
Mu’awiyah juga dinilai sebagai seorang ahli politik. Di zaman
bani Umayah Damaskus mencapai zaman keemasan dan
menjadi pusat pemerintahan yang wilayah kekuasaannya
membentang dari pantai Samudra Atlantik hingga Sungai
Indus, dan dari Perancis selatan hingga Cina barat.”
5 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Pada masa pemerintahan Mu’awiyah, perluasan wilayah


Islam yang terhenti pada masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan dan
Ali bin Abi Talib dilanjutkan kembali. Mu’awiyah mulai
menaklukan Tunisia, kemudian melakukan ekspansi ke sebelah
timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai Sungai
Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan
lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota
Bizantium, Konstantinopel.
Ekspansi ke timur ini kemudian dilanjutkan kembali
oleh Khlifah ‘Abd al-Malik bin Marwan. Ia mengirimkan tentara
menyeberangi Sungai Oxus dan berhasil menundukkan
Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Farghana, dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai di India dan menguasai
Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan
pada masa al-Walid bin ‘Abd al-Malik. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu,
tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju
wilayah barat daya benua Eropa, yaitu pada tahun 711. Setelah
Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad beserta
pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara
Maroko (Maghrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu
tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Tariq). Tentara Spanyol kemudian dapat dikalahkan. Dengan
demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu
kota Spanyol, Cordoba, dengan cepat dapat dikuasai.
6 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Menyushul setelah itu, kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan


Toledo. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan
mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa di Spanyol.
Pada zaman Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Aziz, dilakukan
serangan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini
dipimpin oleh ‘Aburrahman bin ‘Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai
dengan menyerang Bordeaux, Potiers. Dari sana ia mencoba
menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di
luar Tours, al-Ghafiqi gugur, kemudian tentaranya mundur
kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah yang tersebut di
atas, pulau-pulau yang terdapat di atas, pulau-pulau yang
terdapat di Laut Mediterania juga jatuh ke tangan Islam pada
zaman Dinasti Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik
di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Dinasti
Umayyah betul-betul sangat luas. Wilayah dinasti ini meliputi
Spanol, Afrika Utara, Suriah, Palestina, Jazirah Arab, Irak,
sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di
Asia Tengah.

B. TIGA GARDA DEPAN EKSPANSI MILITER DINASI UMAYYAH

Menurut Prof. Ahmad Syalabi (1983), penaklukan militer


di zaman Umayyah mencakup tiga garda penting.
7 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Pertama, garda Asia kecil, yang sasaran utamanya


adalah Konstantinopel, ibu kota Bizantium, dan pulau-pulau di
Laut Tengah.
Kedua, garda Afrika Utara. Dari garda ini pasukan
muslim berhasil menundukkan Afrika dan Spanyol.
Ketiga, garda timur, yang menghadapi wilayah yang
sangat luas di Asia. Karenanya, operasi ke wilayah ini dibagi
menjadi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di
seberang Sungai Jihun (Ammu Darya), sedangkan yang lainnya
ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian barat.
Selain melakukan ekspansi wilayah, Dinasti Umayyah
juga melakukan pembangunan di berbagai bidang. Mu’awiyah
mendirikan dinas pos dan posko-posko yang menyediakan
kuda-kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang
jalan. Dia juga menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak
mata uang. Pada masanya, jabatan hakim (qadi) mulai
berkembang menjadi profesi tersendiri. Saat itu hakim adalah
seorang spesialis di bidangnya.
Khalifah ‘Abdul-Malik bin Marwan mengganti mata uang
Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah Islam
dengan uang cetakannya sendiri. Ia mulai mencetak uang
sendiri pada tahun 659, dengan membubuhkan kata-kata dan
tulisan Arab pada uang tersebut. Khalifah ‘Abd al-Malik juga
berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi negara.
8 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Keberhasilah Khalifah ‘Abd al-Malik dilanjutkan oleh


puteranya, al-Walid (705-715), dengan meningkatkan
pembangunan di wilayah Islam. Ia membangun panti-panti
untuk orang cacat, dengan menggaji para pekerjanya secara
tetap. Ia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubung
kan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik,
gedung-gedung pemerintahan, dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai oleh dinasti ini, tidak
berarti bahwa politik dalam negeri betul-betul stabil. Pada masa
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, suksesi kekuasaan yang bersicat
monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai
diperkenalkan.

Anda mungkin juga menyukai