Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PELANGGARAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN 32/2002


MATA KULIAH HUKUM DAN KEBIJAKAN
KOMUNIKASI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum dan Kebijakan Komunikasi

Dosen Pengampu :

Dr. Anne Maryanni , DRA., M.S.I

Disusun oleh:

Barkah Firdaus 10080017338

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum dan Kebijakan Komunikasi.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dikarenakan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi perbaikan menuju kesempurnaan makalah ini. Akhir kata,
kami berharap Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita pembaca khususnya bagi kami
sebagai penulis.

Bandung, 19 Januari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga independen di
Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang
berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Komisi ini
berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga Komisi Penyiaran
Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang
bekerja di wilayah setingkat Provinsi.Wewenang dan lingkup tugas Komisi
Penyiaran meliputi pengaturan penyiaran yang diselenggarakan oleh Lembaga
Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, dan Lembaga Penyiaran
Komunitas. KPI dan KPID sebagai lembaga perwujudan dan partisipasi
masyarakat dalam penyiaran adalah mewadahi aspirasi dan mewakili kepentingan
masyarakat akan penyiaran di Indonesia.
Banyaknya media penyiaran yang ada, terkadang menimbulkan persaingan
dalam menggapai pelanggan yang berakibat banyaknya media penyiaran yang
mulai menyimpang dari asas dan tujuan penyiaran yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Alasan yang ada dikarenakan
agar siarannya lebih bersifat menarik perhatian khalayak banyak. Salah satu
bentuk penyimpangannya yaitu disiarkannya unsur-unsur pelecehan secara verbal
maupun non verba.

Seperti telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002


tentang Penyiaran dalam Pasal 3 tentang Tujuan Penyiaran:
“Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan memperkukuh integrase
nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam
rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera,
serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia”

Disiarkannya hal yang dianggap tidak pantas, seperti adanya unsur


pelecehan verbal mapun non verbal terhadap ketertiban umum di televisi
menimbulkan banyak perspektif negatif dari beberapa kalangan, karena akan
berdampak negatif pula pada kalangan yang menkonsumsinya terutama anakanak.
Lembaga penyiaran seharusnya lebih selektif dalam menyiarkan sesuatu hal yang
akan dikonsumsi oleh masyarakat, karena jika tidak begitu maka akan berdampak
negatif bagi mereka yang belum mengerti benar tentang hal yang akan disiarkan.

Media penyiaran merupakan sarana dalam memperoleh informasi serta


hiburan, tetapi terkadang hal yang disiarkan kurang mendidik, tidak bertanggung
jawab dan tidak mencerminkan nilai moral, tata susila, budaya bangsa yang
berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab. Jika hal ini tidak diperhatikan maka mungkin akan berdampak negatif
atau bahkan akan menimbulkan masalah yang berupa kejahatan, yang dikarenakan
meniru adegan yang disiarkan di media elektronik.
Media yang menjadi kosumsi public secara meluas adalah Televisi.
Televisi merupakan salah satu media massa yang dapat meyampaikan pesan dan
informasi kepada masyarakat. Televisi termasuk media massa yang paling luas
dikonsumsi oleh masyarakat luas dibanding dengan media massa yang lain,
karena merupakan salah satu media massa yang paling efektif dalam
menyampaikan pesan. Fungsi dari media massa itu sendiri sama dengan fungsi
komunikasi massa. Jay Black dan Frederick C. Whitney (dalam Nurudin,
2007:64) mengatakan bahwa fungsi komunikasi massa adalah sebagai to inform
(menginformasikan), to entertain (memberi hiburan), to persuade (membujuk),
transmission of the culture (transmisi budaya).
Pada dasarnya televisi berfungsi sebagai media komunikasi untuk
medapatkan informasi, pendidikan dan hiburan, tentu tidak ada permasalahan
yang kontroversial dengan fungsi tersebut. Barulah pada sisi televisi sebagai
media bisnis banyak muncul program acara yang mengabaikan isi acara yang
berdampak negatif. Namun ketika demi bisnis terjadi banyak eksploitasi yang
berlebihan untuk menarik pengiklan sebanyak-banyaknya tanpa mempersoalkan
ruang publik. Media televisi adalah media yang menggunakan ruang publik dan
seharusnya menghormati hak pihak atau individu lain yang juga termasuk di
wilayah itu.
Dengan kondisi seperti itu, untuk menarik pemirsa dan para pengiklan
yang sebanyak-banyaknya, stasiun televisi membuat program acara yang
mencerminkan masyarakat pada umumnya. Namun uang adalah segalanya, segala
peraturan dan kode etik penyiaran lebih diabaikan. Akan tetapi peraturan dan kode
etik dibuat untuk melindungi masyarakat dari program acara yang merugikan
pemirsa. Akibatnya banyak terjadi kekerasan terjadi pada masyarakat karena
dampak dari cerminan acara televisi. Semakin banyak pemirsa yang menyukai
sebuah progam acara televisi, semakin gencar stasiun televisi menyiarkan program
acara tersebut. Namun landasan peraturan yang tertulis dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran diabaikan begitu saja tanpa lagi
dijadikan dasar dalam
membuat program acara. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2002 Tentang Penyiaran Bab IV Pelaksaan Siaran bagian pertama Isi Siaran
Pasal 36 ditulis dengan jelas bahwa isi siaran dilarang, yakni ayat: (1) Isi siaran
dilarang:
 Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
 Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahguna
narkotika dan obat terlarang; atau
 Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
 isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan
dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia
Indonesia, atau, merusak hubungan internasional

Tayang yang bergenre variety show adalah salah satu tayangan yang paling besar
potensi melakukan pelanggaran unsur pelecehan yang sudah dilaramg oleh KPI. Genre ini
sangat digemari pemirsa televisi pada umumnya. Pemirsa membutuhkan sebuah hiburan
yang dapat mengobati rasa lelah setelah seharian beraktivitas bekerja atau belajar. Oleh
sebab itu stasiun televisi membuat program acara bergenre Talkshow untuk menarik
pemirsa sebanyak-banyaknya.
Salah satu stasiun televisi yang memproduksi program acara Talkshow adalah
Trans 7 dengan program acara “Rumah Uya” Dibalik acara itu, tidak banyak yang
menyadari bahwa tayangan “Rumah Uya” mempunyai dampak yang kurang baik bagi
pemirsa. Pemirsa hanya menyadari tayangan itu dapat menghibur dan membuat tertawa
tanpa mengetahui dampak negatifnya. Namun, pihak stasiun televisi dengan gencar
menayangkan acara itu tanpa memikirkan dampak negatif bagi pemirsanya. Program
acara televisi Rumah Uya Trans 7 merupakantayangan talkshow yang menayangkan
tentang penyelesaian masalah orang–orang yang berseteru sebagai narasumber program
ini. Dalam proses penayangannya terkadang program ini menampilkan kekerasan
verbal atau konflik antar narasumber yang di datangkan. Program televisi Rumah
Uya Trans 7 juga beberapa kali mendapat teguran dari KPI, diantaranya pada
tayangannya pada tanggal 19 Oktober 2017 menayangkan dua orang perempuan yang
bertengkar karena saling mengaku sebagai pasangan seorang pria, jenis pelanggaran ini
dikategorikan sebagai pelanggaran atas kewajiban program siaran untuk
menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek siaran.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan penjabaran latar belakang di atas, jadi rumusan masalah makalah ini
adalah Bagaimana kekerasan verbal yang muncul dalam program televisi “Rumah Uya”
di Trans 7 Episode 17 s/d 28 Oktober 2017”

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak frekuensi
kemunculan unsur pelecehan verbal mapun non verbal pada acara televisi Rumah Uya
Trans 7 Episode 17 s/d 28 Oktober 2017
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 kekerasan verbal dalam program acara Rumah Uya Trans 7

Program rumah uya telah beberapa kali mendapatkan teguran dari KPI
karena isi siarannya. Pada tanggal 5 September 2017 program Rumah Uya telah
mendapatkan peringatan karena tayangannya pada tanggal 21, 22 dan 23 Agustus
2017 melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan
SPS) tentang hak privasi. Kemudian pada tanggal 27 Oktober 2017 Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) juga memberikan Teguran Tertulis karena tayangannya
pada tanggal 19 Oktober 2017 melanggar aturan P3 dan SPS dengan menayangkan
dua orang perempuan yang bertengkar berdasarkan data yang diunggah di website
kpi.go.id. Program ini menarik peneliti untuk meneliti tentang adanya kekerasan
verbal yang terjadi selama program ini berlangsung. Permasalahan penelitian yang
diangkat adalah
“Bagaimana kekerasan verbal yang muncul dalam program televisi “Rumah Uya” di
Trans7 Episode 17 s/d 28 Oktober 2017?”

Dari keseluruhan episode yang diteliti, kekerasan verbal secara membentak


mendominasi dengan 257 kali atau 74,28% secara keseluruhan. Dapat dikatakan
bahwa membentak merupakan adegan mayoritas dari keseluruhan kekerasan verbal
yang secara mengancam memiliki frekuensi kemunculan terkecil yaitu terjadi
sebanyak 6 kali atau 1,73% dari total keseluruhan kekerasan verbal yang terjadi.
Kekerasan verbal secara menghina mendapatkan porsi kedua terbesar dengan
frekuensi kemunculan sebanyak 34 kali atau 9,83% secara keseluruhan. Kekerasan
verbal secara memaki terjadi sebanyak 30 kali atau 8,67% secara keseluruhan.
Selanjutnya kekerasan verbal secara memaksa, tingkat kemunculannya sebesar 19
kali atau 5,49% secara keseluruhan. Adapun kekerasan verbal secara mengancam
memiliki frekuensi kemunculan terkecil yaitu sebanyak 6 kali atau 1,73% secara
keseluruhan.
Berdasarkan tingkat kemunculan pada setiap segmen yang diteliti indikator
kekerasan verbal secara membentak memiliki prosentase kemunculan sebesar
92,5% atau terjadi pada 37 segmen dari total 40 segmen yang diteliti. Sedangkan
kekerasan verbal secara mengancam memiliki prosentase kemunculan terkecil yaitu
sebanyak 15% atau terjadi pada 6 segmen dari total segmen yang diteliti
secara keseluruhan.

Dalam penelitian analisis isi, coder akan berhadapan langsung dengan


objek yang diteliti. Karena coder berhadapan langsung dengan isi penelitian, maka
coderharus memiliki pendidikan dan pengetahuan akan bidang yang diteliti. Seperti
halnya dalam penelitian ini, coder harus memahami tentang kekerasan verbal.
BAB III
KESIMPULAN
Adapun Simpulan dari penelitian yang dilakukan peneliti yaitu Analisis isi
kekerasan verbal dalam Program Rumah Uya Trans7 periode 17 –28 Oktober 2017.
Tayangan yang diteliti berjumlah 10 video yang dibagi kedalam 40 segmen
yaitu pada episode 17, 18, 19, 20, 23, 24, 25, 26, 27, 28 Oktober 2017. Adapun hasil
yang diperoleh sebagai berikut.Dalam 40 segmen tayangan Program Rumah Uya
Trans7 terdapat sebanyak 346 kekerasan verbal yang muncul. Tayangan yang paling
banyak memunculkan kekerasan verbal yaitu episode tanggal 23 Oktober 2017 dengan
frekuensi kemunculan sebanyak 50 kali kekerasan kerbal. Adapun frekuensi
kemunculan kekerasan verbal yang paling sedikit terjadi pada episode tayangan tanggal
28 Oktober 2017 yaitu sebanyak 21 kali.Frekuensi indikator kekerasan verbal yang
palingbanyak muncul dari keseluruhan episode yang diteliti yaitu indikator kekerasan
verbal secara membentak yang memiliki frekuensi kemunculan sebanyak 257 kali
atau 74,28% dari total keseluruhan kekerasan verbal yang muncul. Sedangkan
indikator kekerasan verbal.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong U. 2005. Dinamika Komunikasi,
Bandung: Remaja Rosdakarya
Eriyanto. 2011. Analisis Isi:Pengantar Metodologi untuk penelitian ilmu komunikasi
dan ilmu-ilmu sosial lainya. Jakarta:
KencanaFiske, John. 2012.
Pengantar Ilmu Komunikasi John Fiske, Jakarta: Rajawali PersLestari, Titik. 2016.
Verbal Abuse. Yogyakarta: PsikosainLatief, Rusman, Yusiatie Utud. 2015.
Siaran Televisi Non-Drama, Jakarta: KencanaMulyana, Deddy. 2002. Ilmu
Komunikasi suatu pengantar, Bandung: Remaja RosdakaryaMunde, Andi A. 2014.
Televisi dan Masyarakat Pluralistik, Jakarta: PrenadaPanjaitan, Erica, TM. Dhani
Iqbal. 2006. Matinya Rating Televisi Ilusi Sebuah Netralitas, Jakarta: Obor
IndonesiaRakhmat, Jalaluddin. 2012. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung:
Remaja Rosdakarya
https://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/35300-14-program-siaran-
disanksi-kpi
https://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/34164-kpi-pusat-tegur-
program-rumah-uya-trans-7#:~:text=Jakarta%20%2D%20Komisi%20Penyiaran
%20Indonesia%20Pusat,dalam%20kehidupan%20pribadi%20objek%20siaran.

Anda mungkin juga menyukai