Anda di halaman 1dari 11

PELANGGARAN ETIKA PENYIARAN

(Mengulas beberapa contoh kasus pelanggaran etika penyiaran pada


beberapa siaran televisi di Indonesia)

Makalah ini diajukan untuk memenuhi persyaratan mata kuliah


Hukum dan Etika Penyiaran

Disusun Oleh :

Nama : Apriando Saputra

NIM : 2250400001

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER

UIN SYAHADA PADANGSIDIMPUAN

2022
A. Pendahuluan

Perkembangan televisi sebagai media massa begitu pesat, televisi adalah


salah satu alat media massa yang memiliki fungsi untuk menyampaikan pesan dan
menyebarkan informasi. Seperti yang diketahui bahwa program televisi seperti
news, entertainment, bahkan acara infotaiment mampu memberikan informasi
yang sekiranya diperlukan oleh khalayak. Fungsi lain dari televisi berusaha
memberikan hiburan kepada khalayak.
Televisi merupakan sistem elektronik yang menyalurkan gambar diam
serta hidup bersama suara melalui kabel ataupun ruang Sistem itu memakai
peralatan yang merubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik serta
mengkonversinya kembali ke dalam cahaya yang bisa dipandang dan suara yang
bisa didengarkan (Azhar Arsyad, 2014).
Kehadiran program televisi yang menghibur cukup membantu sejenak
untuk melepas stress dan kejenuhan dari aktivitas sehari-hari. Sementara itu dalam
Nurudin (2011:64) menurut Jay Black dan Frederick (1998) fungsi komunikasi
masa antara lain : (1) to inform (member informasi), (2) to entertain (memberi
hiburan), (3) to persuade (membujuk), dan (4) transmission of culture (transmisi
budaya).
Sebagai media audiovisual, daya jangkaunya mampu menembus ruang-
ruang paling pribadi setiap rumah. Industri pertelevisian Indonesia yang mulai
berkembang sejak era 80-an, ditandai dengan berdirinya RCTI, kini telah
mencapai taraf yang cukup marak. Jika dulu para pemirsa hanya memiliki satu-
satunya pilihan saluaran TV, yaitu TVRI, sekarang sudah ada banyak sekali
pilihan saluran, mulai dari yang sifatnya lokal (daerah). maupun Nasional
(Effendi, 2008).
Dunia pertelevisian pun semakin marak tumbuh di Indonesia. Menurut
Dewan Pers yang pernah melakukan pendataan jumlah stasiun televisi di
Indonesia. jumlah stasiun televisi yang beroperasi sampai 2017 mencapai 394
stasiun televisi. Adapun stasiun televisi yang mengudara baik berskala nasional
ataupun lokal, diantaranya: TVRI, RCTI, SCTV, Indosiar, Global TV, Metro TV,
Trans TV, Trans,. MNC TV, Net TV, Rajawali TV, TV One, Kompas TV, dan
Jak TV.
Bertambahnya saluran televisi juga menambah variasi kategori atau genre
program yang disuguhkan, beberapa kategori atau genre program pun kerap
mendapatkan sorotan dari khalayak, seperti sinetron, reality show, kartun anak,
infotainment, bahkan program Agama (religius) juga tidak lepas dari kritik.
Penayangan program sinetron, misalnya yang menjual mimpi tentang identitas
masyarakat kelas atas, hidup serba mudah, hedonisme, dan sebagainya.
Banyaknya program bermasalah yang kurang berkualitas pada televisi
Indonesia khususnya di era reformasi, menunjukkan satu persoalan serius yang
harus mendapat perhatian semua pihak. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk mengawasi jalannya penyiaran
Indonesia mengakui bahwa keluhan masyarakat terhadap program-program
bermasalah di televisi terus mengalir ke lembaga ini.
Pada 2020 tercatat 1.992 pengaduan, di 2021 turun 1.559 pengaduan, lalu
di 2022 yang berjalan ini masih 101 pengaduan yang diterima KPI pusat, baik
yang dilaporkan secara pribadi ataupun kelompok. Data itu, belum termasuk
aduan yang masuk ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di 33 provinsi
di Indonesia. Menurut ketua KPI pusat periode ini, Agung Suprio, kategori
program yang banyak diadukan oleh masyarakat adalah sinetron, kemudian
talkshow, dan variety show. Agung mengatakan ada ratusan penjatuhan sanksi
dari 2020 sampai 2022 yang dicatat oleh KPI. Salah satu di antaranya, kata dia,
yakni jenis sanksi teguran tertulis di 2020 sebanyak 82, pada 2021 turun menjadi
58, sementara di Maret 2022 terdapat 7 teguran. Tingginya angka pengaduan
masyakarat ke KPI, baik melalui e-mail, web, telpon, sms, tidak lepas dari mulai
tumbuhnya jiwa kritis dan juga literasi media yang ada. Beberapa program
kegiatan KPI, seperti sosialisasi dan dialog publik, dinilai cukup efektif
merangsang kepedulian publik. Publik merasa ikut mengawasi dan kemudian
melaporkan siaran-siaran yang dinilai melanggar norma dan aturan yang ada
(https://kbr.id/index/032022/raker_dpr__kpi__sinetron_dan_talkshow_paling_ban
yak_diadukan_masyarakat/107992.html, diakses 20 November 2022).
Kritik terhadap program-program televisi Indonesia sebenarnya
merupakan fenomena umum televisi di banyak tempat lainnya. Televisi seringkali
dikritik karena berusaha meraih khayalak seluas mungkin demi iklan. Akibatnya
program-program yang sebenarnya penting, seperti program pendidikan menjadi
terabaikan. Hiburan yang ditayangkan juga dinilai tidak bermutu, karena
menonjolkan kekerasan dan seks. Selain itu kreativitas para pengelola program
televisi juga menjadi sorotan. Jika sesuatu jenis program dinilai sukses, maka
akan diikuti oleh stasiun-stasiun lain yang memproduksi program serupa (Rivers,
2003: 283). Penyebab utama dari berbagai kritik tersebut adalah semakin
dipinggirkannya persoalan moral dan etika dalam kehidupan media.
Pada beberapa penjelasan di atas, makalah ini mencoba mengulas
bagaimana peran dan fungsi KPI dalam sistem penyiaran Indonesia untuk
meningkatkan kualitas tayangan televisi, serta apa saja bentuk atau contoh
pelanggaran etika penyiaran yang muncul di televisi Indonesia.

B. Kajian Etika Penyiaran


Dalam berbagai penerapan segala bidang kajian atau terapan, tidak dapat
terpisahkan dengan adanya etika ataupun kode etik yang berlaku untuk dijadikan
pedoman. Berikut merupakan etika penyiaran yang berlaku di Indonesia (JRKI,
2014) :
a. Isi siaran wajib berupa informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat
untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan
bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai
agama dan budaya Indonesia.
b. Isi siaran wajib memberikan perlindungan serta pemberdayaan kepada
khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata
acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib
mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai
dengan isi siaran.

c. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan


kepentingan golongan tertentu.
d. Isi siaran dilarang antara lain :
 bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong.
 menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan
narkotika dan obat terlarang.
 mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
e. Isi siaran dilarang memperolok, merendahkan, melecehkan dan/atau
mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau
merusak hubungan internasional.
f. Bahasa pengantar utama dalam penyelenggaraan program siaran harus
Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

g. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam


penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan, apabila diperlukan,
untuk mendukung mata acara tertentu.

h. Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai


dengan keperluan suatu mata acara siaran.

C. Etika Penyiaran dan P3SPS yang dibuat KPI


Berdasarkan BAB IV Etika penyiaran yang membahas Penghormatan
terhadap suku, agama, ras dan antar golongan, jelas disebutkan dalam pasal 6
bahwa :
1. Lembaga penyiaran wajib menyajikan program dan isi siaran yang
menghormati perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan.
2. Lembaga penyiaran dilarang untuk menyajikan program dan isi siaran
yang merendahkan, mempertentangkan, dan/atau melecehkan perbedaan
Suku, Agama, Ras, dan antargolongan.
Dewasa ini yang terjadi adalah penyiaran di Indonesia seringkali bersikap
deskriminatif tanpa disadari. Hal ini tentu berkaitan dengan adanya dominasi
kesan wanita cantik, masyarakat modern, dan gaya hidup dalam dunia penyiaran
lebih mengedepankan ras kulit putih. Jika kita amati di televisi, iklan wanita
cantik digambarkan putih dan bersinar. Masarakat modern digambarkan dengan
keragaman stylish dan kegemerlapan. Hal ini merupakan salah satu bentuk
modernisme yang berlebihan. Secara tidak langsung kejadian berikut telah
melanggar etika penyiaran karena bersikap deskriminatif. Dapat dibayangkan
bagaimana perasaan saudara kita di papua yang tidak pernah digambarkan
kecantikannya dengan memiliki kulit gelap eksotis dalam dunia penyiaran.
Berdasarkan BAB V Etika penyiaran yang membahas penghormatan
terhadap norma kesopanan dan kesusilaan yang jelas disebutkan di pasal 7 bahwa:
1. Lembaga penyiaran harus senantiasa berhati-hati agar isi siaran yang
dipancarkannya tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif
terhadap keberagaman khalayak baik dalam Agama, suku, budaya, usia,
dan latar belakang ekonomi.
Era penyiaran kini mengalami degradasi moral yang cukup tinggi.
Banyaknya etika penyiaran yang dilanggar oleh pemilik media siar. Banyak sekali
tayangan siar khususnya televisi yang menampilkan hal-hal yang akhirnya
menimbulkan efek negatif . Contohnya banyak tayangan sinetron seperti Ganteng-
ganteng serigala yang disukai anak usia muda dan akhirnya menimbulkan dampak
imajinatif berlebihan dengan pengemasan kata-kata yang tidak pantas ditiru anak
belia.
Berdasarkan BAB VI Etika penyiaran yang membahas pelarangan dan
pembatasan adegan seksual yang jelas disebutkan dalam Pasal 9 bahwa :
1. Lembaga penyiaran televisi dilarang menampilkan adegan yang secara
jelas didasarkan atas hasrat seksual.
2. Lembaga penyiaran televisi dibatasi menyajikan adegan dalam konteks
kasih sayang dalam keluarga dan persahabatan, termasuk di dalamnya:
mencium rambut, mencium pipi, mencium kening/dahi, mencium
tangan, dan sungkem.
Pasal 9 Etika penyiaran pada nomor 2 (dua) jelas menjelaskan adanya
konten kasih sayang berlebihan dalam dunia siar. Radio dan televisi adalah salah
satu media siar yang di dalamnya terdapat program-program. Radio dan Televisi
masa kini seringkali menampilkan iklan yang menggugah hasrat seksual seperti
menggunakan kata ‘aaah aaah’ atau sintron FTV yang menampilkan kemesraan
luar biasa.
FTV adalah salah satu program andalan stasiun televisi yang sering
ditampilkan berulang saat siang hari. beragam judul FTV dan adegan yang
mengandung konteks kasih sayang seringkali ditampilkan tanpa sensor. Adegan
cium kening dan berpelukan sepertinya jadi adegan klimaks dari FTV dan sudah
dianggap biasa. Padahal jika dikaitkan dengan pasal etika penyiaran sebelumnya
makan adegan ini memiliki dampak buruk bagi anak-anak yang menonton TV.
Tidak heran lagi jika sudah ada anak-anak yang mengerti arti pacaran mulai dari
TK, SD. SMP. Jelas merupakan awal dari seks bebas yang semakin marak sesuai
dengan perkembangan dunia siar dan teknogi.

D. Peran KPI
Komisi penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga independen yang
mengatur hal-hal mengenai penyiaran yang tugas, fungsi dan wewenangnya diatur
dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
Komisi Penyiaran Indonesia adalah suatu lembaga yang bergerak dalam
bidang penyiaran Semua tugas serta fungsi KPI bertujuan untuk memperbaiki
semua siaran yang ada di Indonesia. Tugas lain dari KPI adalah mengawasi
kegiatan penyiaran dan memberikan sanksi kepada stasiun televisi yang
melakukan tindakan pelanggaran. Hal tersebut merupakan wujud peran KPI dalam
mengawasi tayangan-tayangan yang ada di televisi.
Kegiatan komisi penyiaran Indonesia dalam mengawasi isi siaran ini
masuk kepada yang ketiga yaitu pengawasan isi siaran karena pada dasarnya KPI
dibagi menjadi tiga bidang yaitu bidang kelembagaan, bidang struktur penyiaran
dan bidang pengawasan isi siaran.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memiki beberapa kegiatan dalam
mengawasi tayangan-tayangan di televisi yaitu menampung, meneliti dan
menindaklanjuti keluhan akan isi siaran, pemantauan langsung, dan memberikan
sanksi.
1. KPI melakukan kajian dalam bidang masing-masing
Pada dasarnya setiap komisioner memiliki tim kajian masing-masing.
Kajian dilakukan setiap satu bulan sekali oleh para tim pengkaji. Kajian
ini bertujuan memantau pelanggaran yang dilakukan stasiun-stasiun TV
yang bersiaran nasional terhadap UU no 32/2002 tentang Penyiaran serta
P3SPS yang ditetapkan KPI. Kegiatan pengkajian ini berguna untuk
mengoreksi serta meneliti suatu tayangan yang melakukan pelanggaran.
Kegiatan pengkajian sangat penting dilakukan sebab, secara tidak
langsung kegiatan ini bisa dijadikan tolok ukur seberapa jauh suatu
tayangan melakukan tindakan pelanggaran.

2. KPI menerima aduan dari masyarakat


Setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui adanya
pelanggaran terhadap standar program siaran dapat mengadukan
pelanggaran tersebut kepada Komisi Penyiaran Indonesia, KPI juga
menerima aduan melalui media internet yakni dengan membuka situs
web www.kpi.go.id Dan jejaring sosial Facebook dengan akun komisi
penyiaran indonesia. Selain itu KPI menerima aduan dalam bentuk
lainnya seperti melalui call centre dan SMS, dari sanalah KPI
mengetahui aduan yang masuk dari masyarakat untuk KPI. KPI
menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan sanggahan, serta kritik
dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran.
Pengaduan dari masyarakat merupakan inti yang sangat penting
mengingat masyrakat merupakan orang yang paling sering
mengonsumsi tayangan televisi sehari-hari. Sehingga masyarakat paling
banyak mengetahui serta merasakan tayangan apa yang memberikan
dampak negatif serta melanggar aturan penyiaran.

3. KPI melakukan pengawasan langsung


Pengawasan secara langsung yaitu dengan mengawasi melalui fasilitas
monitoring selama 24 jam penuh, pengawasan ini berlaku untuk semua
stasiun televisi, dan fasilitas monitoring dapat merekam semua siaran
yang ada di seluruh stasiun televisi. Kegiatan monitoring sangatlah
penting, karena kegiatan tersebut ditujukan untuk mengawasi kegiatan
penyiaran, sekaligus dapat megoreksi tayangan yang melakukan
pelanggaran. Kegiatan monitoring dilakukan oleh 9 tim dan dibantu 11
tim ahli dan ditambah dengan beberapa panel dari beberapa universitas
terkemuka yakni UI dan universitas lainnya.

E. KASUS PELANGGARAN ETIKA PENYIARAN


1.
F. PENUTUP

Kesimpulan

14
DAFTAR PUSTAKA

Fanny Lesmana,"ETIKA JURNALISTIK DALAM PROSES PELIPUTAN


BERITA", Jurnal SCRIPTURA, Vol. 5, No. 1, Juli 2015.

Anda mungkin juga menyukai