Anda di halaman 1dari 11

MASA BANI UMAYYAH (661-750 M)

A. PENDAHULUAN
Pertentangan antar golongan di kalangan ummat Islam khusunya dalam bidang politik,
dimenangkan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 661 M dengan memproklamirkan Bani
Umayyah sebagai pemimpin daulah Islamiyah. Dengan berbagai cara dia dapat menduduki jabatan
khalifah dan menjadikannya sebagai hak keturunannya. Dengan demikian Muawiyah telah
mengubah system politik musyawarah dengan system monarchi. Hal itu banyak didukung oleh
kondisi umat Islam waktu itu. System musyawarah masih terlalu maju sehingga ajaran Nabi ini
hanya dapat berjalan selama satu generasi yaitu, generasi Khulafaur Rosyidin. Sesudah itu umat
Islam belum siap. Walaupun demikian, Muawiyah termasuk orang yang berhasil memadukan
system musyawarah dengan system monarchi dan daulah Islamiyah dapat dikuasai karena dia
banyak memperhatikan riwayat dan kisah-kisah raja besar sebelumnya, baik dari kalangan Arab
ataupun bukan, untuk meniru dan meneladani siasat dan politik mereka dalam menghadapi
pergolakan yang terdapat di dalamnya. Dia menggaji orang yang mampu membacakan kisah rajaraja besar padanya.1
Sesudah Negara dalam keadaan aman, mulailah pembangunan dalam bidang fisik dengan
menata system pemerintahan, memperkuat kedudukan bangsa Arab di antara bangsa-bangsa lain
yang telah dikuasai, memperlancar dan memajukan ekonomi perdagangan serta mengembangkan
bidang kebudayaan, diantaranya adalah mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dalam masa Bani Umayyah peradaban Islam telah meluas meliputi sebagian Benua Eropa,
Afrika dan Asia. Masyarakatnya meliputi berbagai macam bangsa yang menganut bermacammacam agama, memiliki kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda. Semua itu dipersatukan
dengan agama Islam sebagai agama resmi Negara dan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan.
Dengan meluasnya dearah kekuasaan Islam, sudah tentu peradaban umat Islam semakin
berkembang . Hal itu juga tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan para khalifahnya. Oleh karena itu
makalah ini akan membahas tentang kebijakan dan prestasi-prestasi para khalifah dan
perkembangan ilmu-ilmu agama dalam masa daulah Bani Umayyah. Dikarenakan para khalifahnya
belum tentu memiliki kemampuan yang sama bagus dalam memberikan kebijakan dan prestasi yang
diraih, maka dalam pembahasanya tidak menyebutkan tiap khalifah, tetapi lebih ditekankan pada
para khalifah yang mempunyai pengaruh besar terhadap peradaban saja.

Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1965), hlm. 166.

B. PEMBAHASAN
1. Kebijakan dan Prestasi-Prestasi Para Khalifah
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah,
pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun
temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak
dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika
Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia kepada putranya,Yazid.
Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi Persia dan Bizantium. Dia memang masih
menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk
mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebut khalifah Allah dalam pengertianpenguasa yang
diangkat oleh Allah.2
Di samping itu, keberhasilan Muawiyah dalam mendirikan Dinasti Umayyah dikarenakan
dia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan,
diantaranya :
a.

Pendukung yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk
Suriah yang telah lama di pinpin oleh Muawiyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih,
dan disiplin di garis depan dalam melawan Romawi. Serta Suriah sendiri terkenal makmur dan
menyimpan sumber kekayaan yang melimpah.

b.

Sebagai seorang administrator, Muawiyah memiliki kebijaksanaan dalam menempatkan para


pembantunya pada jabatan penting, seperti Amr bin Ash, Mugirah bin Syubah, dan Ziyad bin
Abihi. Ketiga orang tersebut merupakan politikus yang mengagumkan di kalangan muslim
Arab. Mereka sangat kuat dalam membina perpolitikan Muawiyah.

c.

Muawiyah memilki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat
hilm, sifat tertinggi yang dimilki oleh para pembesar Mekah zaman dahulu. Hal itu terlihat
bahwa dia mampu menguasai diri dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan,
meskipun ada tekanan dan intimidasi.3
Kekuasaan bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara dipindahkan

Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat tinggal ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.
Terdapat dua factor yang mempengaruhi Muawiyah mengambil langkah ini, yaitu karena Madinah
sebagai pusat pemerintahan khulafaur rasyidin sebelumnya, masih terdapat sisa-sisa kelompok yang
anti pati terhadapnya dan hal ini akan mengganggu stabilitas kekutannya. Selain itu, di Madinah
2

Tentang perbedaan antara system pemerintahan masa Khulafau al-Rasyidin dan masa dinasti Umayyah ini baca Abu
Ala al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1984).
3
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 119-120.

Muawiyah kurang memiliki pengikut yang kuat dan fanatic, sedangkan di Damaskus pengaruhya
telah menciptakan nilai simpatik masyarakat, dan basis kekuatannya pun cukup kuat.4
Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan (661680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705), al Walid ibn Abd al-Malik (705-715), Umar ibn Abd
al-Aziz (717-720 M) dan Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743 M).5
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Ustman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti
ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai
daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya
melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang
dilakukan Muawiyah, kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim pasukan
menyebrangi sungai Oxus dan dapat menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghan dan
Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah
Punjab sampai ke Maltan.6
Ekspansi ke barat dilakukan besar-besaran dilanjutkan pada zaman al-Walid ibn Abd alMalik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat
Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan sekitar sepuluh tahun itu
tercatat suatu ekspedisi militer ke Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada
tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Maroko dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad, memimpin pasukan
menyebrangi selat yang memisahkan Maroko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat
yang sekarang terkenal dengan nama Gilbraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan,
ibu kota Kordova, dengan cepat dapat dikuasai, kemudian diteruskan ke kota-kota lain seperti
Seville, Elvira, dn Toledo yang dijadikn ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova.7
Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar Ibn Abd al-Aziz,
serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd alRahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia
mencoba menyerang Tours. Namun, dalam pertempuran di luar kota Tours al-Ghafiqi terbunuh dan
tentaranya kembali ke Spanyol. Selain daerah-daerah tersebut, pulau-pulau yang terdapat di Laut
Tengah juga berhasil dikuasai.8
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ke timur maupun barat, wilayah
kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah sangat luas. Daerah-daerah itu, meliputi Spanyol, Afrika
4

Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 71.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2002,cet. III), hlm. 43
6
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I(Jakarta: UI Press, 1985, cet. V), hlm. 58
7
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Penerbit Kota Kembang, 1989), hlm. 34
5

Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah-daerah
yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.9
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos (diwan al-Barid) dan tempattempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
Dia jug membuat diwan kharaj (dinas perpajakan), diwan ar-Rasil wa kitabah (sekretaris), diwan
al-khatam (dokumentasi), diwan al-jund (dinas angkatan bersenjata) dan mencetak uang. Pada
masanya, jabatan khusus seorang hakim (Qodhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri,
qodhi adalah seorang spesialis di bidangnya.10
Khalifah Abd al-Malik bin Marwan mengubah mata uang bezantium dan Persia yang
dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak mata uang tersendiri pada
tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd al-Malik juga berhasil
melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.11 Dia juga membangun prasarana dan
masjid-masjid di berbagai propinsi, dan yang terbesar adalah pembangunan Doem of the Rock
(Qubbah al-Sahra) di atas masjid al-Aqsha di Palestina. Dia zamannya juga dibangun irigasi antara
sungai Tigris dan Euphrat untuk mengairi lahan di irak waktu itu.12
Keberhasilannya itu diikuti oleh puteranya al-Walid ibn abd al-Malik (705-715 M) seorang
yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti
asuhan untuk orang-orang cacat dan penderita penyakit kusta. Semua personil yang terlibat dalam
kegiatan humanis ini digaji oleh Negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang
menghubungkan suatu daerah ke derah yang lain, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan
masjid-masjid yang megah.13
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam
negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali
ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan setelah
Muawiyah diserahkan kepada kaum muslimin. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai
putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang
mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Seperti perlawanan yang
dilakukan oleh Husein ibn Ali bersama dengan kaum Syiah, mereka tidak mengakui kekhalifahan
8

Badri Yatim, Sejarah, 44.


Harun Nasution, Islam Ditinjau, 62.
10
Badri Yatim, Sejarah, 45.
11
Ibid.
12
Imam Fuadi, Sejarah , hlm. 81.
13
Badri Yatim, Sejarah, 45.
9

Yazid dan mengangkat Husein sebagai khalifah pada tahun 680 M. Dalam pertempuran yang tak
seimbang di Karbela, sebuah daerah dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati
terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Kaerbela.14
Perlawanan orang-orang syiah tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan-gerakan
mereka menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas, diantaranya pemberontakan Muhktar di
Kufah tahun 685-687 M yang pengikutnya juga banyak berasal dari kaum mawali, yaitu umat Islam
bukan arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain yang pada masa Bani Umayyah dianggap
sebagai warga kelas dua. Muhtar terbunuh dalam pertempuran melawan oposisi lainnya, yaitu
gerakan Abdullah ibn Zubair.15 Dia membina gerakan oposisi di Mekah, dan menyatakan sebagai
khalifah setelah Husein ibn Ali wafat. Gerakan ini baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan
Abd al-Malik pada tahun 73 H/692 M.16
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (717-720M) hubungan
pemerintahan dengan golongan oposisi membaik. Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia
menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih
baik daripada menambah perluasannya. Meskipun masa kekhalifahannya singkat, namun dia
berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan syiah. Dia juga member kebebasan kepada
penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan kekaykinannya dan kepercayaannya. Pajak
diperingan, dan kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.17
Sepeninggal Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah
Khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720-724M). dia terlalu suka pada kemewahan dan kurang
memperhatikan rakyat, sehingga muncul kerusuhan dengan latar belakang etnis politik yang terus
berlanjut sampai masa Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M). Bahkan pada
zamannya muncul gerakan oposisi yang berasal dari golongan Bani Hasyim yang didukung oleh
golongan mawali yang dalam perkembangan berikutnya mampu menggulingkan dinasti Umayyah
dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbasiyyah. Sebenarnya Khalifah Hisyam ibn
Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil, kerena gerakan oposisi terlalu kuat
khalifah tidak mampu mematahkannya.18
Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan
hanya lemah, tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya
pada tahun 705 M, daulat bani Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu
14

Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan,69.


W.Montgomery Watt, Kejayaan Islam : Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1990), hlm. 23.
16
Ibid, hlm. 24.
17
Badri Yatim, Sejarah, 47.
18
Ibid.
15

Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri k
Mesir, kemudian tertangkap dan dibunuh di sana.19
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Bani Umayyah lemah dan membawnya kepada
kehancuran, antara lain :
a. System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan pada aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas,
sehingga terjadi persaingan tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
b. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflikkonflik yang terjadi di masa Ali, golongan syiah dan Khawarij terus menjadi gerakan
oposisi, dan penumpasannya banyak menyedot kekuatan pemerintah.
c. Pertentangan etnis antar suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb)
yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam makin meruncing, sehingga sulit untuk
menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu golongan mawali (non Arab) tidak
puas dengan statusnya yang dinomer duakan, ditambah keangkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
d. Sikap hidup mewah di lingkungan istana menjadikan anak-anak khalifah tidak sanggup
memikul beban berat kenegaraan ketika mereka mewarisi kekuasaan, dan masyarakat
banyak kecewa dengan hal itu.
e. Penyebab langsung tergulingnya dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru dari
keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib yang didukung penuh oleh Bani Hasyim,
golongan syiah dan kaum mawali.20
2. Perkembangan Ilmu-Ilmu Keagamaan (Ulum al-Syariyah)
Dengan meluasnya daerah kekuasaan Islam yang meliputi Andalus (Spanyol), Afrika Utara,
Syam, Irak, Iran, Khurasan, terus ke timur sampai ke benteng Tiongkok, maka sedikit banyak hal
itu mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam daerah kekuasaannya terdapat kotakota pusat kebudayaan, seperti : Yunani, Iskandariyah, Antiokia, Harran, Yunde, Sahpur, yang
dikembangkan oleh ilmuwan-ilmwan Yahudi, Nasrani dan Zoroaster. Setelah masuk Islam para
ilmuwan itu tetap memelihara ilmu-ilmunya, bahkan mendapat perlindungan. Di antara mereka ada
yang mendapat jabatan tinggi di istana Khalifah. Ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan,
atau wazir, sehingga kehadiran mereka sedikit banyak mempengaruhi perkembangan ilmu
pengetahuan.21
19

Ibid. hlm. 48.


Ibid. hlm. 48-49.
21
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004,
cet. II), hlm. 39.
20

Khalid bin Yazid, cucu Muawiyah, sangat tertarik pada ilmu kimia dan ilmu kedokteran.
Dia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan sarjana Yunani yang bermukim di Mesir
untuk menterjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab. Usaha ini menjadi
terjemahan pertama dalam sejarah. al-Walid ibn Abd al-Malik memberikan perhatian kepada
bimaristan, yaitu rumah sakit sebagai tempat berobat dan perawatan orang-orang sakit serta sebagai
tempat studi kedokteran. Dia mendirikan bimaristan di Damaskus pada tahun 884 M. Khalifah
Umar ibn Abd al-Aziz memerintahkan ulama secara resmi untuk membukukan hadits-hadits Nabi
(secara tidak resmi sebenarnya sudah ada pribadi-pribadi yang sejak zaman sahabat telah
membukukannya). Khalifah ini juga bersahabat dengan Ibn Abjar, seorang dokter dari Iskandariyah
yang kemudian menjadi dokter pribadinya, sehingga hal ini memengaruhi pandangan khalifah
terhadap ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang berasal dari Yunani.22
Selain ilmuwan-ilmuwan yang kemudian masuk Islam, banyak ilmuwan lain yang masih
bertahan pada agamanya, diantaranya Yahya al-Dimasyqi. Dia adalah seorang pejabat di masa
khalifah Abd al-Malik bin Marwan, penganut Kristen fanatik yang berusaha mempertahankan
akidahnya, dengan metode logikanya dia mempertahankan al-Masih sebagai oknum Tuhan yang
kedua. Sikap ini mendorong umat Islam menyelididki keyakinan dan mempelajari logika mereka
untuk mempertahankan Islam sekaligus untuk mematahkan Hujjah mereka. Pembicaraan mereka
kemudian berkembang sampai menyinggung soal qadar dan sifat-sifat Tuhan. Kelompok yang
banyak mempersoalkan ini kemudian dikenal sebagai kelompok Mutazilah.23 Kelompok ini
dianggap sebagai golongan rasionalis Islam yang banyak mempergunakan akal dalam
pembahasannya.24
Pengaruh lain para ilmuwan yang beragama Kristen adalah penyusunan ilmu pengetahuan
secara sistematis. Didikan ulama-ulama yang dikirimkan oleh khalifah Umar ibn Khattab
menghasilkan ulama ahli ilmu dalam jumlah yang besar dan lebih menjurus sesuai dengan
lingkungan mereka berada. Selain itu berubah pula dari sistem hafalan kepada system tulisan
menurut aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Pendukung ilmu tidak lagi bangsa Arab asli tapi
didukung pula oleh golongan non-Arab. Justru golongan inilah yang mengubah system ilmu
pengetahuan ini. Telaah pun sudah meluas sehingga terjadi pembidangan ilmu pengetahuan sebagai
berikut :
a. Ilmu pengetahuan bidang agama, yaitu segala ilmu yang bersumber dari al-Quran dan
Hadits.

22

Ibid. hlm. 39-40.


Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Jilid I, (Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1972), hlm. 262.
24
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1971), hlm. 38.
23

b. Ilmu pengetahuan bidang sejarah, yaitu ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup,
kisah dan riwayat.
c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu,
sharaf, dan lain-lain.
d. Ilmu pengetahuan bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari
bangsa asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu
lain yang berhubungan dengan ilmu itu.25
Bani Umayah selalu berusaha untuk meningkatkan derajat bangsa Arab sebagai bangsa
penguasa di antara bangsa lain yang dikuasai. Kefanatikan itu terlihat dari dijadikannya bahasa
Arab menjadi bahasa resmi Negara pada masa khalifah Abd al-Malik ibn Marwan. Sehingga semua
peritah dan peraturan secara resmi memakai bahasa Arab. Akibatnya bahasa Arab dipelajari orang,
sehingga muncul ilmu qowaid, nahwu, sharaf dan ilmu lain yang mempelajari bahasa Arab.26
Pada masa dinasti Umayyah ini, Abu Aswad ad-Duali (w. 681 M) menyusun gramatika
Arab dengan member titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak bertitik. Usaha ini
mempunyai arti yang besar dalam pengembangan dan perluasan bahasa Arab, serta mempermudah
orang untuk membaca, mempelajari, memahaminya.27
Banyak tokoh keilmuan yang muncul dari bangsa mawali (non-Arab), sedangkan bangsa
Arab disibukkan dalam pimpinan pemerintahan. Maka kita lihat tokoh-tokoh ilmu nahwu adalah
Sibawaihi, al-Farisy, dan al-Zujaj yang semuanya mawali. Demikian pula tokoh hadits al-Zuhry,
Abu Zubair Muhammad bin Muslim bin Idris, Imam Bukhary dan Muslim. Dalam bidang tafsir
muncul Ikrimah dan Mujahid bin Jabbar, semuanya mawali. Masih banyak lagi ulama yang berasal
dari darah campuran, seperti cucu-cucu dari tiga Khulafa al-Rasyidin, yaitu Salim bin Abdullah bin
Umar bin Khattab, Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar, Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi
Thalib. Menurut riwayat, ibu-ibu mereka berasal dari putrid-putri Yazdajird, raja Persi terakhir.28
Jurji Zaidan (George Zaidan) menyebutkan beberapa kemajuan dalam perkembangan ilmu
pengetahuan pada Dinasti Umayyah antara lain sebagai berikut :
a.

Pengembangan bahasa Arab


Dengan kebijakan bahas Arab dijadikan bahasa resmi Negara, maka bahasa arab
dikembangkan keseluruh daerah kekuasaan Islam. Segala urusan administrasi pemerintahan
dan surat-suratnya yang semula bahasa Romawi atau Persia diganti dengan bahasa Arab.

25

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam, hlm. 41-42.


Ibid. hlm. 43.
27
Samsul Munir Amin, Sejarah , hlm. 132.
28
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam, hlm. 45.
26

b.

Marbad kota pusat keilmuan


Pemerintah mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan yang
dinamakan kota Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di kota ini berkumpul para pujangga,
filusuf, ulama, dan cendekiawan lain, sehungga kota ini diberi gelar ukadz-nya Islam.

c.

Ilmu qiraat
Ilmu qiraat ini adalah ilmu seni baca al-Quran. Ilmu ini sudah dibina sejak zaman khulafaur
rasyidin, kemudian pada masa Dinasti Umayyah dikembangkan sehingga menjadi cabang
ilmu syariat yang penting. Pada masa ini muncul ulama ahli qiraat ternama seperti Abdullah
bin Qusair (w. 120 H) dan Ashim bin Abi Nujud (w. 127).

d.

Ilmu tafsir
Usaha para ulama untuk memahami al-Quran memerlukan interpretasi pemahaman secara
komprehensif, dan minat untuk menafsirkan al-Quran bertambah, sehingga muncul suatu
cabang ilmu yaitu ilmu tafsir . pada masa perintisannya, ulama yang membukukan ilmu
tafsir yaitu Mjahid (w. 104).

e.

Ilmu hadits
Usaha para ulama dalam mengumpulkan hadits dan mnyelidiki asal usulnya, serta untuk
menjaga kemurnian hadits menjadikan lahirnya suatu cabang ilmu yaitu ilmu hadits. Di
antara ahli hadits yang terkenal yaitu al-Auzai Abdurrahman bin Amru (w. 159), Hasan
Basri (w. 110 H), Ibnu Abu Malikah (w. 119), dan Asyabi Abu Amru Amir bin Surahbil
(w. 104 H).

f.

Ilmu fiqh
Umat Islam berusaha mengeluarkan hukum syariat yang terkandung di dalam al-Quran dan
Hadits untuk menjalankan syariat Islam dalam beribadah, muamalah, dan untuk
menjalankan roda pemerintahan, sehingga menghasilkan suatu ilmu yang dinamakan ilmu
fiqh. Di antara ahli fiqh yang terkenal adalah Saad bin Musayyab, Abu Bakar bin
Abdurrahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.

g.

Ilmu nahwu
Untuk memahami dan mengembangkan bahasa Arab yang telah menjadi bahasa resmi, maka
diperluka suatu ilmu yang mencakup kaedah-kaedah tentang bahasa Arab yang kemudian
dikenal sebagai ilmu nahwu.

h.

Ilmu jughrafi dan tarikh


Adanya pengembangan dakwah Islam ke daerah-daerah baru yang luas dan jauh
menimbulkan gairah untuk mengembangkan ilmu jughrafi/ilmu bumi, demikian pula ilmu
tarikh/sejarah baik sejarah umum maupun sejarah Islam.
9

i.

Usaha penerjemahan.
Usaha penerjemahan ini mula-mula dilakukan oleh Khalid bin Yazid, seorang pangeran
yang cerdas dan ambisius. Dia mendatangkan para ahli ilm pengetahuan ke Damaskus, maka
diterjemahkan buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu fisika,
kedokteran, dan lain-lain. Khalid sendiri adalah ahli dalam ilmu astronomi.29
Demikian berbagai perkembangan ilmu pengetahuan yang telah terjadi pada masa Dinasti

Umayyah yang menjadi embrio perkembangan pesat ilmu pengetahuan pada masa Dinasti
Abbasiyah.
C. KESIMPULAN
Dari uraian penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan, diantaranya :
1. Muawiyah sebagai pendiri daulah Bani Umayyah telah memberikan kebijakan baru
dalam pergantian khalifah dengan menggunakan system monarchi, yang semula berasal
dari system musyawarah. Hal tersebut banyak didukung dengan kondisi umat Islam
pada waktu tersebut.
2. Daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah sangat luas sekali, daerah-daerah
itu, meliputi : Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian
Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah-daerah yang sekarang disebut Pakistan,
Purkmenia, uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
3. Walaupun kekuasaan Islam sangat luas, akan tetapi keadaan politik Daulah Bani
Umayyah belum stabil, hal itu dikarenakan beberap faktor, di antarnya munculnya
gerakan-gerakan oposisi dari golongan Syiah, Khawarij, Bani Hasyim dan mawali
yang mengakibatkan perang saudara yang berkepanjangan dan lemahnya khalifah yang
tidak siap menanggung beban pemerintahan karena terbiasa hidup mewah di lingkungan
istana,

sehingga tidak mampu meneruskan perjuangan

pendahulunya dalam

membendung gerakan oposisi hingga akhirnya runtuhlah daulah Bani Umayyah.


4. Perkembangan keilmuan telah terjadi pada awal pemerintahan Bani Umayyah dan
dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh ilmuwan-ilmuwan yang berasal dari
daerah kekuasaan Islam yang bukan Arab. Pada masa Khalifah Umar ibn Abd Aziz
telah diresmikan pembukuan Hadits Nabi. Dan dikarenakan bahasa Arab menjadi
bahasa resmi Negara, maka muncul ilmu-ilmu yang membahas tentang bahasa Arab.
5. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan banyak ilmuwan yang muncul dari bangsa
non-Arab, dikarenakan bangsa Arab sibuk dalam pemerintahan.
29

Jurji Zaidan, Turki Adab Lughah al-Arabiyyah, Jilid 2, (Kairo: Dar al-Hilal, tt), hlm. 236-259; lihat juga di Samsul
Munir Amin, Sejarah , hlm. 133-136.

10

DAFTAR PUSTAKA
al-Maududi, Ala, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1984).
Amin, Ahmad, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1965).
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Amzah, 2009).
_____, Dhuha al-Islam, Jilid I, (Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1972).
Fuadi, Imam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011).
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Penerbit Kota Kembang,
1989).
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I(Jakarta: UI Press, 1985, cet. V).
_____, Teologi Islam Aliran-aliran Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1971).
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta:
Prenada Media, 2004, cet. II).
Watt, W.Montgomery, Kejayaan Islam : Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1990).
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2002,cet. III).
Zaidan, Jurji, Turki Adab Lughah al-Arabiyyah, Jilid 2, (Kairo: Dar al-Hilal, tt).

11

Anda mungkin juga menyukai