OLEH
DINASTI FATIMIYAH
A. Sebab-sebab Kemunculan Dinasti-dinasti Kecil Di Timur dan Barat
Menejelang akhir abad ke-10 kondisi Daulah Abbasiyah di Baghdad mulai
melemah karena daerah kekuasaannya yang luas sudah tidak dapat
terkonsolidasikan lagi atau tepatnya memasuki masa disintegrasi.
hubungan antara Daulah Abbasiyah dengan orang-orang Syi’ah selalu dalam
keadaan konflik karena Daulah Abbasiyah pernah mengkhianati orang-orang
Syi’ah maka sekte Syi’ah bersikap oposisi bagi pemerintahan Daulah
Abbasiyah. Akibatnya, orang-orang Syi’ah selalu dikejar-kejar penguasa
Daulah Abbasiyah.
Dinasti ini awal berdirinya di Tunisia pada tahun 909 M sebagai tandingan
dari kekuasaan dinasti besar lainnya di Baghadad yaitu Dinasti Abbasiyah.
Hal ini merupakan bentuk kekecewaan golongan Ismailiyah terhadap Bani
Abbasiyah atas kerjasamanya merebut kekuasaan Bani Umayyah. Setelah
perjuangan berhasil, dan Bani Abbas berkuasa, sedikit demi sedikit mereka
disingkirkan.
Pendakwah Islamiyah yang relative sukses di afrika utara. Disana mereka
mampu mengeksploitasi ketegangan tradisional antara suku berber dari Sahara
dan suku Arab dari kota-kota pantai untuk keuntungan mereka. Sepenjang
akhir 800-an, pendakwah Islamiyah menggalang dukungan di kalangan
Sanhaja Berber, dengan kekerasan menggulingkan penguasa Afrika Utara dari
dinasti suni yaitu Rustamiyah dan Aghlabiyyah, menjelang 908.
Pada 909 M, kelompok Islamiyah ini menyatakan kemunculan kembali
seorang imam keturunan ismail. Ia bernama ubaidillah, tetapi mengambil gelar
“Al-Mahdi” berarti ‘yang mendapat petunjuk atau penyelemat’. Asal usul
Ubaidillah tidaklah jelas. Ia mengklaim dirinya sebagai keturunan ismail,
dengan demikian juga dari Ali dan Fatimah, istrinya. Ini mengarah pada nama
dinasti yang didirikannya: Fatimiyah
B. Perkembangan Dinasti Dalam Politik dan Intelektual
Pada masa petumbuhan ini berada di bawah tiga Khalifah, yaitu Ubaidillah Al-Mahdi (909-
934 M), Al-Qaim (934-946 M), Al-Mansur (946-953 M) pada masa ini ibu kota Daulah
Fatimiyah masih berada di Moroko. Tidak lama setelah berdiri Daulah Fatimiyah di Maroko
(909 M) maka Abdurrahman III yang memerintah Daulah Umyyah di Spanyol (921 961 M)
tidak mau lagi memakai gelar Sultan karena itu dia memproklamirkan diri pula memakai
gelar Khalifah di Cordova setelah memahami kelemahan Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Oleh sebab itu pada waktu yang bersamaan terdapat tiga Khalifah di dunia Islam, Khalifah
Daulah Abbasiyah di Baghdad, Khalifah Daulah Umayyah di Cordova dan Khalifah Daulah
Fatimiyah di Mesir satu sama lainnya tidak saling berhubungan di bidang politik tetapi
berhubungan di bidang ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1003 M/301 H, empat tahun setelah Ubaidillah Al-Mahdi berkuasa, dia
mengirim pasukan terdiri dari orang-orang Maroko dalam usaha hendak merebut
Mesir yang langsung dipimpin oleh anaknya Abu Al-Qasim yang dibantu oleh
Panglima Al-Kuttam ibn Yusuf, mereka berhasil menaklukkan kota Iskandariyah.
Akan tetapi Khalifah Daulah Abbasiyah Al-Muktadir mengirim pasukan dalam
jumlah besar di bawah pimpinanMuamis Al-Khadim dan dia dapat mengalahkan
tentara Daulah Fatimiyah di dekat Al-Jarirah. Pasukan Daulah Fatimiyah terpaksa
mundur balik ke Maroko. Dengan membawa bibit-bibit permusuhan yang semakin
membara.
Usaha kedua, Pada tahun 1009M/307 H, enam tahun kemudian, Khalifah Al-Mahdi
dari Daulah Fatimiyah kembali mengirim pasukan di bawah pimpinan Abu Al-Qasim,
dia juga berhasil menaklukkan kota Iskandariyah dan Al-Jarirah, tetapi Daulah
Abbasiyah mengirim pasukan besar lagi di bawah pimpinan Muannis Al-Khadam,
iapun berhasil mengalahkan tentara Daulah Fatimiyah dan membakarkapal-kapal
mereka. Pasukan Daulah Fatimiyah terpaksa mundur kembali ke Maroko.
Usaha ketiga pada tahun 933 M/321 H Khalifah Al-Mandi kembali mengirim
pasukan di bawah pimpinan Al-Jaisy ibn Ahmad Al-Maghribi. Khalifah Daulah
Abbasiyah mengirim pasukan lagi di bawah pimpinan Ahmad ibn Thunghuj.
Pertempuran sengit kembali terjadi antara dua pasukan tersebut selama tiga tahun,
dalam pada itu Khalifah Ubaidillah Al-Mahdi meninggal dan digantikan anaknya Al-
Qasim. Al-Qasim sebagai Khalifah kedua Daulah Fatimiyah mengirim pasukan
tambahan tetapi Daulah Ikhsyad yang pernah berkuasa di Mesir berpihak kepada
Daulah Abbasiyah dan membantunya untuk mengalahkan tentara Daulah Fatimiyah
sehingga pasukan tentara Daulah Fatimiyah kalah dan mereka terpaksa mundur lagi
ke Maroko. Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan Khalifah Daulah Fatimiyah
pada masa pertumbuhan ini untuk merebut Mesir dari wilayah kekuasaan Daulah
Abbasiyah, tetapi pasukan tentara Daulah Abbasiyah lebih unggul dari mereka,selain
itu penduduk wilayah Mesir masih berpihak kepada Daulah Abbasiyah sehingga
pasukan Daulah Fatimiyah selalu kalah dan terpaksa mundur kembali ke Maroko.
Al-Aziz berhasil menempatkan dinasti Fatimiyah sebagai negara Islam terbesar di kawasan
Mediterania Timur, bahkan berhasil menenggelamkan pamor penguasa Bagdad. al-Aziz rela
menghabiskan dua juta dinar untuk membangun istana yang tidak kalah megah dari istana
Abbasiyah. al-Aziz merupakan khalifah yang paling bijaksana dan murah hati diantara para
khalifah Fatimiyah.14
Kemakmuran dan kejayaan dinasti Fatimiyah dapat dilihat dari keadaan pekerja istana
kerajaan pada saat itu berjumlah 12.000 orang pelayan, 10.000 pengurus kuda dan 8.000
pengurus yang lain. Kedamaian pada saat itu tergambar dengan tidak terkuncinya toko
perhiasan dan toko money changer, bahkan khalifah al-Aziz memiliki 20.000 rumah di ibu
kota yang dibangun menggunakan batu bata dengan ketinggian lima atau enam lantai
Sistem administrasi pemerintahan Dinasti Fatimiyah sebagian besar tidak berbeda dengan
administrasi pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik
dalam urusan duniawi maupun spiritual. Khalifah berwenang mengangkat dan sekaligus
menghentikan jabatan-jabatan di bawahnya.
Kementerian Negara (wasir) terbagi menjadi dua kelompok yaitu: ahli pedang dan ahli pena.
Para ahli pedang menduduki urusan militer dan keamanan serta pengawal pribadi sang
khalifah. Sedang para ahli pena menduduki beberapa jabatan sebagai berikut:
1) Hakim;
2) Pejabat Pendidikan sekaligus pengelola lembaga ilmu pengetahuan;
3) Inspektur Pasar yang bertugas menertibkan pasar dan jalan;
4) Pejabat Keuangan yang menangani segala urusan keuangan negara;
5) Regu Pembantu istana;
6) Petugas Pembaca al-Quran.
Sedangkan di luar jabatan istana di atas, terdapat berbagai jabatan tingkat daerah, meliputi
daerah Mesir, Siria dan Asia Kecil.
Pusat-pusat armada laut dibangun di beberapa tempat dan masing-masing dikepalai oleh
Admiral Tinggi.
Doktrin Keimaman
Doktrin Imamah bagi Syi’ah tidak hanya dalam hal theologis, tetapi juga berlaku pada bidang
politik. Para pengikut Syi’ah berpendirian bahwa jabatan Imamah (Khilafah di kalangan
Sunni) merupakan hak Ahl al-Bait yakni keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Sekte
Syi’ah yang ekstrem malah berpendapat bahwa Khalifah Abu Bakar, Umar, serta khalifah
setelahnya tidak berhak menjadi khalifah. Sehingga mereka menempuh berbagai jalan
termasuk pemberontakan dan peperangan untuk memperjuangkan hal tersebut. Termasuk
berdirinya Dinasti Fatimiyah juga dilatarbelakangi oleh doktrin ini.
Pemerintahan Fatimiyah ini dapat dimasukkan ke dalam model pemerintahan yang bersifat
keagamaan. Hal ini berarti bahwa agama dijadikan sebagai motivasi kebangkitan melawan
rezim yang mapan. Selanjutnya simbol-simbol keagamaan, khususnya yang terkait dengan
keluarga Ali, sangat ditonjolkan dalam mengurus pemerintahan. Seperti membangun masjid-
masjid al-Azhar dan al-Hakim, dengan menara kubah yang menjulang tinggi menggambarkan
ketinggian para Imam.
Juga penghormatan para Imam disejajarkan dengan penghormatan para Syuhada dari
keluarga Nabi. Fatimiyah membangun sejumlah makam keluarga Ali, sepertri makam Husein
di Mesir, dalam rangka memberi kesan pada umum atas tempat-tempat suci dan keramat.
Maka pada tahun 1153 M. kepala Husein yang dipenggal dalam peperangan melawan Yazid
bin Muawiyah, dipindahkan dari Ascalon ke Kairo, lalu dibangunlah makam Sayyidina
Husein yang sekarang disebut perkampungan Husein.
Doktrin keimaman yang lain yaitu bahwa para Imam dijaga oleh Allah dari kesalahan-
kesalahan yang biasa dibuat oleh manusia biasa. Doktrin ini selanjutnya digunakan oleh para
khalifah untuk melegitimasi keagamaan pada dirinya. Sebagai contoh, Ubaidillah al-Mahdi,
pendiri Fatimiyah, adalah gelar dari nama asli Sa’id bin Husain al-Salamiyah, yang dengan
gelar ini menyatakan diri sebagai Imam dari Syi’ah Ismailiyah. Dengan gelar ini pula akan
menimbulkan kesan bahwa sang khalifah adalah seorang Imam yang terjaga dari kesalahan-
kesalahan fatal.
Imam dalam doktrin Syi’ah juga bersifat messianistik (mahdiisme). Yakni ia dipahami
sebagai figur penyelamat di kala suatu bangsa mengalami konflik berkepanjangan. Misalnya,
di akhir zaman nanti akan muncul sang penyelamat al-Mahdi yang akan membawa umat
manusia terselamtkan dari keadaan yang rusak. Karena itu gelar al-Mahdi yang sering dipakai
para khalifah mempunyai kandungan maksud sang penyelamat. Termasuk dalam hal ini gelar
Ubaidillah al-Mahdi. Sebagai akibat doktrin-doktrin Syi’ah, maka pemerintahan Fatimiyah
bercorak militan, khususnya di awal kemunculannya. Selanjutnya pemerintahannya bercorak
keagamaan untuk memperoleh dukungan rakyat.
Penyebaran Faham Syi’ah
Ketika al-Mu’iz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini berkembang empat madzhab fikih:
Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali. Sedangkan al-Mu’iz menganut faham Syi’ah. Oleh
karena itu, al-Mu’iz mengayomi dua kenyataan ini dengan mengangkat hakim dari kalangan
Suni dan hakim dari kalangan Syi’ah. Akan tetapi, jabatan-jabatan penting diserahkan kepada
ulama Syi’ah; dan Sunni hanya menduduki jabatan-jabatan yang rendahan. Pada tahun 379
M, semua jabatan di berbagai bidang politik, agama, dan militer diduduki oleh Syi’ah. Oleh
karena itu, sebagian pejabat Fatimiah yang Suni beralih ke Syi’ah supaya jabatannya
meningkat.18
Tokoh dan pelopor perkembangan pendidikan pada Dinasti Fatimiyah di Mesir adalah Ibn
Killis. Beberapa ilmuwan lainnya pada jaman ini yaitu sebagai berikut.
Pada masa al-Aziz Masjid Agung al-Azhar dikembangkan menjadi universitas. Pada masa al-
Hakim dibangun Dâr al-Hikmah (rumah kebijaksanaan) atau Dâr al-‘Ilm (rumah ilmu).
Dalam gedung ini terdapat perpustakaan yang di dalamnya kajian tentang ilmu-ilmu
keislaman, astronomi, dan kedokteran. Di Mukatam al-Hakim membangun sebuah
observatorium.
Menurut M. Abdul Karim dalam bukunya Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam yang
dikutip oleh Abdul Gaffar menjelaskan bahwa dinasti Fatimiyah dalam bidang militer
menggunakan tentara bayaran sebagai penopang utama pemerintahannya. Hal itu terjadi
karena dinasti Fatimiyah penganut Syiah Ismailiyah yang pada saat itu merupakan kelompok
minoritas. Tentara bayaran tersebut direkrut dari resimen kulit hitam atau Zawila yang dibeli
dari pasar budak di Afrika dan dari orang Eropa Sakalaba atau yang kerap dipanggil dengan
sebutan Bangsa Slav yang menjadi bangsa termiskin di Eropa Timur.
Keruntuhan Dinasti Fatimiyah disebabkan oleh beberapa kelemahan yang ada pada masa
pemerintahannya. Kelemahan-kelemahan itu antara lain:
Beberapa pengarang juga menjelaskan tentang kemunduran dinasti fatimiyah antara lain :