Anda di halaman 1dari 26

DINASTI-DINASTI

1. DINASTI FATHIMIYAH
Wilayah kekuasaan Dinasti Faathimiyah (909-1171 M) meliputi Afrika Utara, Mesir
dan Suriah.Berdirinya Dinasti Fathimiyah dilatar belakangi oleh lemahnya Dinasti Abbasiyah
dinasti fathimiyah yang lepas dari kekuasaan Abbasiyah. Dinasti ini mengalami puncak
kejayaan pada masa kepemimpinan Al-Aziz. Kebudayaan islam berkembang pesat pada masa
dinasti fathimiyah yang ditandai dengan bedirinya Masjid Al-Azhar. Masjid ini berfungsi
sebagai pusat pengkajian islam dan pengetahuan. Dinasti Fathimiyah berakhir setelah Al-Adid,
khalifah terakhir setelah dinasti Fathimiyah, jatuh sakit. Shallahudi Ayyubi, wazir dinasti
Fathimiyah menggunakan kesempatan tersebut dengan mengakui kekuasan khalifah
Abbasiyah, Al-mustahdi. Sekarang terkenal dengan Universitas Al-Azhar, Bab Al-futuh
(benteng Al-futuh) dan Masjid Al-Ahmar di Kairo,Mesir. Dinasti ini mengklaim sebagai
keturunan garis lurus dari pasangan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulullah. Menurut
mereka Abdullah Al-mahdi sebagai pendiri dinasti ini merupakan cucu Ismail bin jafar Ash-
shadiq. Sedangkan Ismail merupakan imam Syiah yang ketujuh.
Setelah Imam Jafar Ash-shadiq wafat, Syiah terpecah menjadi dua cabang. Cabang
pertama meyakini Musa Al-Khazim sebagai Imam ketujuh pengganti Imam Jafar, sedang
cabang lainnya memmpercai Ismail bin Muhammad Al-Maktum sebagai Imam Syiah
Ismailiyah. Syiah Ismailiyah tidak menampakan gerakannya secara jelas sehingga muncullah
Abdullah bin Maimun yang membentuk syiah Ismailiyah sebaggai sebuah sistem gerakan
politik keagamaan. Ia berjuang mengorganisir propaganda Syiah ismailiyah dengan tujuan
menegakkan kekuasaan Fhatimiyah. Secara rahasia ia mengirimkan misionaris ke segala
penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan ajaran Syiah Ismailiah. Kegiatan ini menjadi latar
belakang berdirinya dinasti Fathimiyah di Afrika dan kemudian berpindah ke Mesir.
Sebelum abdullah bin Maimun wafat pada tahun 874 M, ia menujuk pengikutnya yang
paling bersemangat yakni Abdullah Al-Husain sebagai pemimpin Syiah Ismailiyah. Ia adalah
orang Yaman asli sampai dengan abad kesembilan ia mengklaim diri sebagai wakil Al-Mahdi.
Ia menyebrang ke Afrika Utara, dan berkat propagandanya yang bersemangat ia berhasil
menarik simpatisan suku Barbar, khusunya dari kalangan Khitamah menjadi pengikut setia
gerakan Ahli Bait ini. Pada saat itu penguasa Afrika Utara, yakni Ibrahim bin Muhamad,
berusaha menekan usaha ismailiyaah ini namun usahanya sia-sia. Ziyadatullah putranya dan
pengganti Ibrahim bin Muhammad tidak berhasil menekan gerakan ini.
Setelah berhasil menegakkan pengaruhnya di afrika Utara, Abu Abdullah Al-Husain
menulis surat kepada Imam Ismailiyah, yakni Said bin Husain As-Salamiyah agar sgera
berangkat ke Afrika Utara untuk menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi
gerakan Ismailiyah. Said mengabulkan undangan tersebut, dan ia memproklamirkan dirinya
sebagai putra Muhammad Al-habib, seorang cucu Imam Ismail. Setelah berhasil merebut
kekuasaan Ziyadatullah, ia memproklamirkan dirinya sebagai pemimpin tertinggi gerakan
Ismailiyah. Selanjutnya gerakan ini berhasil menduduki tunis, pusat pemerintahan Dinasti
Aghlabiyah , pada tahun 909 M, dan sekaligus pengusir penguasa Aghlabiyah yang terakhir,
yakni Ziyadutullah. Said kemudian memproklamirkan diri sebagai Imam dengan gelar
Ubaidullah Al-Mahdi. Dangan demikian, terbentuklah pemerintah dinasti Fathimiyah di
Afrika Utara dengan Al-Mahdi sebagai khalifah pertamanya. Adapun para penguasa Dinasti
Fathimiyah adalah sebagai berikut :
1) Al-Mahdi (934-949 M)
Al-Mahdi merupakan penguasa Fathimiyah yang cakap. Dua tahun semenjak
penobatanya, ia menghukum mati pimpinan propagandanya yakni Abu Abdullah Al-
Husain karena terbukti bersekongkol dengan saudaranya yang bernama Abul Abbas
untuk melancarkan perebutan kekuasaan Khalifah. Kemudian Al-Mahdi melancarkan
gerakan perluasan willayah kekuasaan keseluruh Afirika yang terbentang di Mesir
saampai diwilayah Fes di Maroko.
Al-Mahdi ingin menaklukan Spanyol dari kekuasan Spanyol dari kekuasan
Umayah. Oleh karena itu ia menerima hubungan persahabatan dan kerja sama dengan
Muhammad bin Hafsun, pimpinan pergerakan pemberontakan di kota Spanyol. Namun
ambisinya ini belum berhasil sampai ia meninggal dunia pada tahun 934 M.
2) Al-Qaim(934-949 M)
Al-Mahdi digantikan oleh putranya yang tertua bernama Abul Qasim dan bergelar
Al-Qaim. Ia meneruskan gerakan ekspansi yang telah dimulai oleh ayahnya. Pada
tahun 934 M, ia mengerahkan pasukan jumlah besar kedaerah selatan pantai Perancis.
Pasukan ini berhasil menduduki Genoa dan wilayah sepanjang pantai Calabria. Mereka
melancarkan pembunuhan, penyiksaan, pembakaran kapal-kapal, dan merampas budak-
budak. Al-Qaim merupakan perajurit pemberani, hampir setiap ekspedisi militer
dipimpinnya secara lansung. Ia merupakan Khalifah Fathimiyah pertama yang
menguasai lautan Tengah. Al-Qaim meninggal pada tahun 946 M, ketika itu terjadi
pemberontakan di Susa yang dipimpin oleh Abu yazid. Al-Qaim digantikan putranya
Al-Manshur. Al-Manshur adaalah pemuda yang sangat lincah. Ia berhasil
menghancurkan kekuatan Abu Yazid. Al-Manshur membangun kota di wilayah
perbatasan Susa yang diberi nama Al-Mansuriah.
3) Muiz Lidinillah (965-975 M)
Ketika Al-Manshur meninggal, putranya yang bernama Abu Tamim Maad
menggantikan kedudukannya sebagai khalifah dengan bergelar Muiz Lidinillah.
Penobatan Muiz sebagai khalifah keempat menandai era baru dinasti Fathimiyah.
Banyak keberhasilan yang dicapainya. Pertama kali ia menetapkan untuk mengadakan
peninjauan keseluruh wilayah kekuasaannya untuk mengetahui kondisi yang
sebenarnya. Selanjutnya ia menetapkan langkah-langkah yang harus ditempuh demi
terciptanya keadilan dan kemakmuran. Ia menghadapinya secara tuntas sehingga musuh
tunduk. Muiz menempuh kebijakan damai terhadap para pimpinan dan gubernur
dengan menjanjikan penghargaan kepada mereka yang menunjukan loyalitasnya. Oleh
karena itu dalam tempo singkat masyarakat makmur.
Ketika di Spanyol terjadi permusuhan antara Abdurrahman III dan penguasa
Franka, maka Muiz memanfaatkan kesempatan ini dengan mengerahkan ekspansi
militer ke Maroko dengan pimpinan Jauhar. Gubernur Umayah gagal mempertahankan
wilayah ini sehingga Maroko diduduki pasukan Muiz.
Peaklukan atas Maroko ini menimbulkan permusuhan yang berkepanjangan antara
dua pemerintahan muslim yaitu Dinasti Umayah dan Fatimiyah. Beberapa tahun
kemudian Maroko dapat direbut kembali oleh Abdurahman III. Pihak Fathimiyah
kemudian melancarkan serangan ke wilayah pantai Spanyol dibawah pimpinan Hasan
bin Ali. Abdurahman membalas serangan ini dengan mengepung dan melancarkan
wilayah perbatasan Susa. Pihak Romawi memanfaatkan kesempatan ini dengan
menyerbu Creta dan berhasil mendudukinya pada tahun 967 M. Oleh karena itu Creta
yang diduduki umat Islam semenjak khalifah Al-Makmun menjadi lepas.
Penaklukan Mesir merupakan cita-cita terbesar gerakan ekspansi Muiz. Muiz
telah lama menanti datangnya cita-cita itu. Maka ketika Mesir dilanda kerusuhan pada
tahun 968 M. Muiz segera memerintahkan Jauhar untuk mengerahkan pasukan
menaklukan Mesir. Dan akhirnya dapat dikuasai. Jauhar segera membangun kota Fustat
menjadi kota baru dengan nama Qhairah (kairo). Semenjak 973 M kota ini dijadikan ibu
kota pemerintahan Dinasti Fhatimiyah. Selanjutnya Muiz mendirikn masjid Al-Azhar.
Masjid ini oleh Khalifah Al-Aziz dijadikan sebagai pendidikan tinggi Al-Azhar.
Universitas Al-Azhar yang berkembang saat ini bermula dari pendidikan tinggi ini.
Khalifah Muiz meninggal pada tahun 975 M, setelah memerintah selama 23
tahun. Ia merupakan khalifah terbesar. Ia adalah pendiri Dinasti Fathimiyah di Mesir.
Kecakapannya sebagai negarawan terbukti oleh perubahan Fatimiyah sebagai dinasti
kecil menjadi imperium besar. Menurut Sayid Amar Ali, ketenaran Muiz dalam bidang
pendidikan dan pengetahuan sebanding dengan khalifah Al-Makmun yang berhasil
membawa kemakmuran dan kemajuan peradaban Afrika Utara. Muiz bukan saja orang
yang berpendidikan tinggi tetapi pandai dibidang syair dan kesustraan Arab, ia juga
menguasai beberapa bahasa dan fasih berpidato.
4) Al-Aziz
Al-Aziz menggantikan kedudukan ayahnya, Muiz. Ia termasuk khalifah yang
bijaksana dan pemurah. Kemajuan imperium Fathimiyah mencapai puncaknya pada
masa pemerintahan ini. Pembangunan fisik dan arsitektur merupakan lambang
kemajuan pada masa ini. Ia meninggal pada tahun 996 M, dan bersamaan dengan inilah
berakhirlah kejayaan Dinasti Fathimiyah.
5) Al-Hakim (996-1021 M)
Sepeninggal Al-aziz, khalifah Fathimiyah dijabat oleh anaknya yang bernama
Abu Al-Manshur Al-Hakim. Pemerintahan Al-Hakim ditandai dengan sejumlah
kekejaman. Ia menghukum mati pejabat-pejabat yang cakap tanpa alasan yang jelas.
Dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya, kaum Yahudi merasa kehilangan hak-
haknya sebagai warga negara sehingga merekapun mengadakan perlawanan. Al-Hakim
segera mengeluarkan maklumat umum untuk menghancurkan seluruh gereja kristen di
Mesir dan menyita tanah kekayaan mereka. Menteri kristen dipaksa untuk menanda
tangani maklumat tersebut. Kalangan kristen dipaksa memilih tiga alternatif,yaitu
menjadi muslim atau meninggalkan tanah air, atau berkalung salib raksasa sebagai
simbol kehancuran mereka. Al-hakim adaah pribadi muslim yang taat. Ia pendiri sebuah
tempat pemujaan suku aliran Druz di Lebanon, yang sampai sekarang masih ada. Al-
hakim mendirikan sejumlah masjid, perguruan, dan pusat observatori di Syiria. Pada
tahun 1306 M, ia menyelesaikan pembangunan Dar Al-Hikmah sebagai sarana
penyebaran teologi syiah.
6) Az-Zahir (1021 -1036)
Al-hakim digantikan oleh putranya Abu Hasyim Ali yang bergelar Az-Zahir. Ia
naik tahta pada usia 16 tahun, sehingga pusat kekuasaan dipegang oleh bibinya yang
bernama Sit Al-Mulk. Sepeninggal bibinya, Az-Zahir menjadi raja boneka ditangan
menterinya. Pada masaa pemerintahan ini rakyat menderita kekurangan bahan makanan
dan harga barang tidak dapat terjangkau. Kondisi karena musibah banjir terus menerus.
Peristiwa yang paling terkenang pada masa ini adalah penyelesaian persengketaan
keagamaan pada tahun 1025 dimana tokoh-tokoh mazhab Malikiyah diusir dari Mesir.
Sekalipun demikian, Az-Zahir cukup toleran terhadap kelompok Sunni. Ia bersedia
membuat perjanjian dengan kaisar Romawi, yakni kaisar Constatine VIII. Sang kaisar
diizinkan kembali membangun gereja Yerussalem yang roboh akibat kerusuhan yang
terjadi d isana. Ia meninggal pada tahun 1036 M, setelah memerintah selama 16 tahun.

KEMAJUAN PERADABAN PADA MASA DINASTI FATHIMIYAH.
1) Bidang administrasi.
Administrasi kepemerintahan Dinasti Fathimiyah secara garis besar tidak berbeda
dengan Dinasti Abbasiyah. Sekalipun muncul beberapa jabatan yang berbeda. Khalifah
menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan dunia maupun spiritual.
Kementeriannya terbagi menjadi dua yaitu ahli pedang dan ahli pena. Selain jabatan diluar
istana, terdapat juga jabatan ditingkat daerah, yaitu Mesir, Syria, dan daerah-daerah di Asia
kecil. Dalam bidang kemiliteran terbagi tiga jabatan pokok, yaitu Amir, petugas keamanan,
dan berbagai resimen.
2) Kondisi sosial
Mayoritas khalifah Fathimiah bersikap moderat dan penuh perhatian kepada urusan
agama nonmuslim. Mayoritas Khalifah Fathimiyah berpola hidup mewah dan santai.
Dinasti Fathimiyah berhasil mendirikan negara yang sangat luas dan peradaban yang
berlainan semacam ini di dunia Timur. Hal ini sangat menarik perhatian karena sistem
administrasinya yang sangat baik sekali, aktivitas artistik, luasnya toleransi relijiusnya,
efisiensi angkatan perang dan angkatan laut, kejujuran pengadilan, dan terutamanya
perlindungan tehadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
3) Kemajuan ilmu pengetahuan dan kesusastraan.
Sumbangan Dinasti Fathimiyah dalam kemajuan ilmu pengetahuan tidak sebesar
sumbangan Abbasiyah di Baghdad dan Umayah di Spanyol. Diantara para khalifah
Fathimiyah adalah tokoh pendidikan dan orang yang berperadaban tinggi. Al-Aziz
termasuk diantara khalifah yang mahir dalam bidang syair. Ia telah mengubah masjid
Agung Al-Azhar menjadi sebuah lembaga pendidikan tinggi.

2. DINASTI AL-MURABHITHUN (448H/1056M-541H/1147M)
Al- Murabitun adalah sebuah nama dinasti Islam yang berkuasa di Magribi dan
Spanyol. Asal usul dinasti ini berasal dari Lemtuna, salah satu anak dari suku Sahaja. Mereka
adalah keturunan orang-orang Barbar Sahara dari kabilah Lamatunah, salah satu cabang dari
Shanhajah. Mereka menamakan dirinya dengan Murabithun karena belajar dengan Abdullah
bin Yasin di Ribath yang dia dirikan untuk tempat belajar dan beribadah di padang Sahara
Maghrib. Mereka juga sering dikenal dengan Multsimin. Abu Bakar bin Umar al- Lamatuni
mengatur pasukan dan berjihad sehingga berhasil menaklukan Sus dan Mushadamah. Didalam
pasukan itu ada anak pamannya yang bernama Yusuf bin Tasyafin yang terus naik pamornya.
Maka, akhirnya Abu Bakar menyerahkan kekuasaan padanya. Dia adalah raja Barbar pertama
yang memerintah Maghrib. Disebutkan dia adalah raja terbesar dimasanya.

Bergabungnya Andalusia kedalam pemerintahan Murabhithun
Al-Mutamid bin Ibad, raja di Seville di Andalusia meminta bantuan padanya untuk
melawan orang-orang Kristen Spanyol. Maka, dengan segera dia bergerak dengan pasukannya
dan berhadapan dengan pasukan Kristen dibawah pimpinan raja mereka Franco VI. Yusuf
berhasil mengalahkan mereka dengan kekalahan yang sangat telak pada Perang Zalaqoh yang
sangat masyhur pada tahun 479 H /1086 M. Dia kemudian berhasil menguasai seluruh daerah
Andalusia. Kemudian menghancurkan semua raja-raja kabilah yang kecil dan lemah itu. Maka,
jadilah Andalusia berada dibawah pemerintah Murabithun. Pemerintahan mereka di Maghrib
memanjang dari Tunis disebelah Timur dan Lautan Atlantik disebelah Barat, serta Laut Tengah
disebelah Utara hingga keperbatasan Sudan ke arah Selatan. Dia membangun kota Marikisy
yang kemudian dijadikan sebagai ibukota pemerintahan oleh anaknya Ali bin Yusuf. Dia
melanjutkan jihad ayahnya dan berhasil mengalahkan orang-orang Kristen Spanyol pada
Perang Iqlisy pada tahun 502 H/1108 M. Perang ini adalah perang terbesar setelah perang
Zalaqoh. Setelah itu pemerintahan ini mengalami kemunduran dan melemah hingga akhirnya
dikalahkan oleh orang-orang Muwahhidun pada tahun 541 H/1147 M.
Pemimpin yang paling menonjol ada empat :
Yahya bin Umar (pendiri), wafat tahun 448 H/1056 M.
Abu Bakar bin Umar 448-453 H/1056-1061 M.
Yusuf bin Tasyafin 453-500 H/1061-1160 M.
Ali bin Yusuf 500-537 H/1106-1142 M.



3. DINASTI MUWAHHIDUN
Dinasti Muwahhidun berawal dari gerakan-gerakan agama-politik yang didirikan oleh
seorang dari Berber. Dia adalah Muhammad ibn Tumar (1078-1130) dari suku Masmuda.
Muhammad menyandang gelar simbolis al-Mahdi dan menyatakan diri sebagai Nabi yang
diutus untuk memulihkan Islam kepada bentuknya yang murni dan asli. Dia mengajarkan
kepada sukunya dan suku liar lainnya di Maroko doktrin tauhid , keesaan Tuhan, dan konsep
spiritual tentang Islam. Ini merupakan bentuk protes pada paham antropomorfisme berlebihan
yang menyebar di kalangan umat Islam. Karena itu, pengikutnya disebut al-Muwahhidun.
Diceritakan pada waktu masih muda ia pernah memperkosa seorang wanita saudara penguasa
Murabitun Ali ibn Yusuf di jalanan Fez karena ia berjalan-jalan tanpa memakai cadar. Pada
tahun 1130, Ibn Tumar digantikan sahabat sekaligus jenderalnya, Abd al-Mumin ibn Ali,
anak seorang pembuat tembikar dari suku Zanatah. Dikatakan juga bahwa dinasti Muwahhidun
sebagai dinasti terbesar yang pernah dilahirkan di Maroko, dan imperium besar yang tak ada
bandingannya dalam sejarah Afrika.
Sesuai dengan ajaran mereka yang mengangap bahwa ajaran merekalah yang sejati dari
ajaran Islam yang sebenarnya, maka mereka melakukan peperangan ke seluruh Maroko, dan
wilayah-wilayah sekitarnya, di beritakan bahwa pada tahun 1144-1146, Abd al-Mumin
menghancurkan pasukan Murabitun dekat Talimcen, yang berhasil dikuasai beserta Fez, Ceuta,
Tangier, dan Agmat; setelahmengepung Maroko selama 11 bulan diperkirakan tahun 1146-
1147 ia berhasil mengahiri dinasti Murabitun. Dan sejak saat itu Maroko berubah menjadi ibu
kota dari dinasti Muwahhidun. Pada tahun 1145 Abd al-Mumin mengirim satu pasukan ke
Spanyol yang pada waktu itu keadaan politik maupun sosial masyarakatnya sedang kacau dan
antipati terhadap kepemimpinan penguasa pada waktu.Dalam waktu lima tahun pasukan yang
dikirimnya berhasil berhasil menaklukan wilayah muslim di semenanjung itu, kecuali
kepulauan Belearic yang disisakan di tangan penguasa Murabitun terakhir.
Kemudian ekspansi dilanjutkan pada tahun 1152 ke Aljazair, 1158 ke Tunisia, dan 1160
ke Tripoli. Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Muslim seluruh pesisir Atlantik hingga
ke Mesir dihimpun dengan Spanyol sebagai satu imperium independen. Abdul al-Mumin
wafat pada 1163. Dan diteruskan oleh cucunya bernama Abu Yusuf al-Manshur (1184-1199)
yang terkenal hebat dan tenar. Seperti kebanyakan penguasa Berber lain, bahwa ia sendiri
berasal dari keturunan budak Kristen. Shalah al-Din pernah mengirim hadiah melaui duta yang
ia kirim yang dipimpin oleh keponakannya Usamah ibn Muqidz, kepadanya yang (Saladin)
mengakui khalifah Abbasiyah, dia mengirim 180 kapal laut untuk membantu kaum muslim
berperang dalam perang salib. Banyak peninggalan-peninggalan pada masa al-Manshur yaitu
monumen-monumen yang diklaim sebagai monumen paling luar biasa di Maroko ataupun
Spanyol. Pada tahun 1170 ibu kota Muwahhidun dipindah ke Seville. Naiknya al-Manshur
menjadi penguasa dengan ditandai dengan pendirian menara yang sekarang disebut Giralda
sebagai pelengkap masjid besar (1172-1195), ia juga membangun Ribath al-Fath dan juga
membangun rumah saki. Para khalifah Muwahhidun di Spanyol memfokuskan perhatian untuk
memenagi perang suci melawan Kristen namun hal itu tak terwujud karena kalah telak dari
Kristen yang membuat mereka terusir dari Las Navas de Tolosa pada 1212. Dan dari
pertempuran itu dari 600.000 pasukan muslim yang lolos hanya 1000 yang selamat termasuk
Al-Nashir yang menyelamatkan diri ke Maroko namun dua tahun setelahnya ia wafat, dengan
demikian berakhirlah Dinasti Muwahhidun.

4. PEMERINTAHAN AYYUBIYAH DI MESIR, SYAM, DAN LAINNYA (567-648 H/1171-
1250 M)
1) Pendahuluan
Dinasti Ayyubiyah (567 648 H / 1171 1250 M) berdiri di atas puing-puing
Dinasti Fatimiyah Syiah di Mesir. Di saat Mesir mengalami krisis di segala bidang maka
orang-orang Nasrani memproklamirkan perang Salib melawan Islam, yang mana Mesir
adalah salah satu Negara Islam yang diintai oleh Tentara Salib. Shalahudin al-Ayyubi
seorang panglima tentara Islam tidak menghendaki Mesir jatuh ke tangan tentara Salib,
maka dengan sigapnya Shalahudin mengadakan serangan ke Mesir untuk segera
mengambil alih Mesir dari kekuasaan Fatimiyah yang jelas tidak akan mampu
mempertahankan diri dari serangan Tentara Salib. Menyadari kelemahannya dinasti
fatimiyah tidak banyak memberikan perlawanan, mereka lebih rela kekuasaannya
diserahkan kepada shalahudin dari pada diperbudak tentara salib yang kafir, maka sejak
saat itu selesailah kekuasaan dinasti fatimiyah di Mesir, berpindah tangan ke Shalahudin
al-Ayyubi.
Shalahudin panglima perang Muslim yang berhasil merebut Kota Yerusalem pada
Perang Salib itu tak hanya dikenal di dunia Islam, tetapi juga peradaban Barat. Sosoknya
begitu memesona. Ia adalah pemimpin yang dihormati kawan dan dikagumi lawan. Pada
akhir 1169 M, Shalahudin mendirikan sebuah kerajaan Islam bernama Ayyubiyah. Di era
keemasannya, dinasti ini menguasai wilayah Mesir, Damaskus, Aleppo, Diyarbakr, serta
Yaman. Para penguasa Dinasti Ayyubiyah memiliki perhatian yang sangat besar dalam
bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Tak heran jika kota-kota Islam
yang dikuasai Ayyubiyah menjadi pusat intelektual. Di puncak kejayaannya, beragam jenis
sekolah dibangun di seluruh wilayah kekuasaan dinasti itu. Madrasah-madrasah itu
dibangun tak hanya sekadar untuk membangkitkan dunia pendidikan, tetapi juga
memopulerkan pengetahuan tentang mazhab Sunni. Di masa kepemimpinan Shalahudin, di
Kota Damaskus berdiri sebanyak 20 sekolah, 100 tempat pemandian, dan sejumlah tempat
berkumpulnya para sufi. Bangunan madrasah juga didirikan di berbagai kota, seperti
Aleppo, Yerusalem, Kairo, Alexandria, dan di berbagai kota lainnya di Hijaz. Sejumlah
sekolah juga dibangun oleh para penerus tahta kerajaan Ayyubiyah. Istri-istri dan anak-
anak perempuan penguasa Ayyubiyah, komandan, dan orang-orang terkemuka di dinasti
itu mendirikan dan membiayai lembaga-lembaga pendidikan . Meski Dinasti Ayyubiyah
menganut mazhab fikih Syafii, mereka mendirikan madrasah yang mengajarkan keempat
mazhab fikih. Sebelum Ayyubiyah menguasai Suriah, di wilayah itu tak ditemukan sama
sekali madrasah yang mengajarkan fikih mazhab Hambali dan Maliki. Setelah Ayyubiyah
berkuasa di kawasan itu, para ahli sejarah menemukan 40 madrasah Syafii, 34 Hanafi, 10
Hambali, dan tiga Maliki. Dibalik kemajuan sebuah peradaban, terdapat juga kemunduran
pada sebuah kekuasaan, tidak terkecuali pada Dinasti Ayyubiyah terutama dalam bidang
politik dan pendidikannya. Untuk melihat bagaimana kemajuan dan kemunduran Dinasti
Ayyubiyah dilihat dari politik dan pendidikan pada masa itu, maka pemakalah dalam hal
ini akan membatasi pembahasan mengenai Dinasti Ayyubiyah; hubungan politik dengan
pendidikan Islam dengan sub pembahasan yakni, sejarah dinasti ayyubiyah, politik dan
pendidikan Islam dinasti ayyubiyah, universitas al-Azhar pada masa dinasti ayyubiyah,
serta kemajuan-kemajuan pada masa dinasti ayyubiyah.
2) Sejarah Dinasti Ayyubiyah (1171 1250 M)
Al-Ayyubiyah adalah sebuah dinasti yang berkuasa di Mesir, Irak, Hijaz, Suriah,
Dyarbakr, dan Yaman. Berdirinya Daulah al-Ayyubiyah ini memiliki kaitan erat dengan
kekuasaan Imaduddin Zangi, seorang atabeg (panglima) Tutusy, penguasa Dinasti Seljuk di
Aleppo (Halab). Setelah Tutusy meninggal, Imaduddin diangkat sebagai penguasa Aleppo,
Mosul, al-Jazirah, dan Harran, selama kurang lebih sepuluh tahun (512H/ 1118M-
522H/1128M). Dalam catatan sejarah, Imaduddin dikenal sebagai salah seorang panglima
yang mengerahkan kekuatan umat Islam untuk menghadapi tentara Salib. Setelah ia
meninggal, kekuasaan Imaduddin terbagi di antara dua putranya, Nuruddin, yang
menguasai utara syam dan menjadi penerus ayahnya dalam menghadapi tentara Salib, dan
Saifuddin Gazi yang menguasai Mosul dan daerah lain di Irak. Dalam perkem-bangan
selanjutnya, Nuruddin berhasil memperluas kekuasaannya, yang membentang dari
Damaskus ke Mesir. Sepeninggalnya, kepemimpinan keluarga Imaduddin Zangi jatuh
ketangan anaknya, Ismail. Tercatat dalam sejarah bahwa pada masa pemerintahan Zangi,
terdapat seorang bernama Bahruz yang hidup di sebuah kota di Azerbaijan, dan kemudian
berpindah ke Irak untuk bekerja kepada Sultan Seljuk, Masud bin Giyatuddin. Bahruz
diberikan kekuasaan sebagai gubernur di wilayah Baghdad, dan diberikan iqta di kota
Takrit. Dalam mengelola iqta di kota itu, ia di bantu oleh seorang Kurdi yang bernama
Syadi dan dua anaknya, Najmuddin Ayyub dan Asaduddin Syirkuh.
Ketika meninggal, Syadi digantikan oleh Najmuddin sebagai gubernur di Takrit. Di
kota inilah Shalahudin lahir dari ayahnya, Najmuddin. Pengaruh Najmuddin
dilatarbelakangi oleh kekuasaan Imaduddin Zangi, yang membantu Sultan Masud dalam
mengahadapi khalifah Abbasiyah, al-Mustarsid. Ketika perlawanan itu gagal, Imaduddin
mundur ke Tarkit. Di kota inilah ia mendapat dukungan dari Najmuddin. Dalam aliansinya
dengan kekuasaan Imaduddin, Najmuddin berhasil memperluas pengaruhnya. Ia ditunjuk
menjadi penguasa Baala-bek. Ketika Imaduddin terbunuh, terjadi pertentangan dikalangan
keluarganya untuk merebut puncak kekuasaan. Akhirnya Nuruddin, salah seorang putra
Imaduddin, bersekutu dengan Syirkuh (paman Shalahudin), yang kemudian berhasil
menguasai Aleppo dan Damaskus. Di samping itu, ia berpandangan bahwa Mesir sangat
penting untuk menghadapi tentara Salib. Karena itu, di bawah pimpinan Syirkuh dan
Shalahudin, pasukan Nuruddin menyerang Mesir pada tahun 559H/1163M. serangan ini
berakhir dengan kegagalan akibat campur tangan tentara Salib. Serangan kedua kemudian
dilancarkan pada tahun 562 H/1166 M. Dalam pertempuran ini, Nuruddin mengalahkan
tentara Salib, akan tetapi akhirnya kedua pihak sepakat untuk membebaskan Mesir.
Meskipun demikian, serangan ke tiga dilaksanakan pada tahun 564H/1168M sebagai
jawaban atas permintaan khalifah al-Adid untuk melawan tentara Salib.
Kemenangan atas tentara Salib dalam pertempuran itu melapangkan jalan bagi
tampilnya Salahudin sebagai wazir bagi khalifah Fatimiyah. Salahudin sebenarnya mulai
menguasai Mesir pada tahun 564H/1169M, akan tetapi baru dapat menghapuskan
kekuasaan Daulah Fatimiyah pada tahun 567H/1171M. Dalam masa tiga tahun itu, ia telah
menjadi penguasa penuh, namun tetap tunduk kepada Nuruddin Zangi dan tetap mengakui
kekhalifahan Daulah Fatimiyah. Jatuhnya Daulah Fatimiyah ditandai dengan pengakuan
Shalahudin atas khalifah Abbasiyah, al-Mustadi, dan penggantian Qadi Syiah dengan
Sunni. Bahkan pada bulan Mei 1175, Shalahudin mendapat pengakuan dari Khilafah
Abbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika Utara, Nubia, Hejaz dan Suriah. Kemudian ia
menyebut dirinya sebagai Sultan . Sepeluh tahun kemudian ia menaklukan Mesopotamia
dan menjadikan para penguasa setempat sebagai pemimpinnya. Selain memperluas daerah
kekuasaannya, sebagian besar usaianya juga dihabiskan untuk melawan kekuatan tentara
Salib. Dalam kaitan itu, maka pada tahun 1170 M Salahudin telah berhasil menaklukan
wilayah Masyhad dari tangan Rasyidin Sinan. Kemudian pada bulan Juli 1187 M ia juga
berhasil merebut Tiberias, dan melancarkan perang Hattin untuk menangkis serangan
tentara Salib. Dalam peperangan ini, pasukan Perancis dapat dikalahkan, Yerussalem
sendiri kemudian menyerah tiga bulan berikutnya, tepatnya pada bulan Oktber 1187 M,
pada saat itulah suara azan menggema kembali di Mesjid Yerussalem.
Jatuhnya pusat kerajaan Haatin ini memberi peluang bagi Shalahudin al-Ayyubi untuk
menaklukkan kota-kota lainya di Palestina dan Suriah. Kota-kota di sini dapat ditaklukkan
pada taun 1189 M, sementara kota-kota lainnya, seperti Tripol, Anthakiyah,Tyre an
beberapa kota kecil lainnya masih berada di bawah kekuasaan tentara Salib. Setelah perang
besar memperebutkan kota Acre yang berlangsung dari 1189-1191 M, kedua pasukan hidup
dalam keadaan damai. Untuk itu, kedua belah pihak mengadakan perjanjian damai secara
penuh pada bulan 2 November 1192 M. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa daerah
pesisir dikuasai tentara Salib, sedangkan daerah pedalaman dikuasai oleh kaum muslim.
Dengan demikian, tidak ada lagi gangguan terhadap umat Kristen yang akan berziarah ke
Yerussalem. Keadaan ini benar-benar membawa kedamaian dan dapat dinikmati oleh
Shalahudin al-Ayyubi hingga menjelang akhir hayatnya, karena pada 19 Februari 1193 ia
jatuh sakit di Damaskus dan wafat dua belas hari kemudian dalam usia 55 tahun. Dalam
catatan sejarah, Shalahudin tidak hanya dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti,
akan tetapi lebih dari itu, ia adalah seorang yang angat memperhatikan kemajuan
pendidikan, mendorong studi keagamaan, membangun bendungan, menggali terusan, serta
mendirikan sekolah dan masjid. Salah satu karya yang sangat monumetal adalah Qalah al-
Jabal, sebuah benteng yang dibangun di Kairo pada tahun 1183. Secara umum, para
Wazirnya adalah orang-orang terdidik, seperti al-Qadi al-Fadl dan al-Katib al-Isfahani.
Sementara itu, sekretaris pribadinya bernama Bahruddin ibn Syaddad kemudian juga
dikenal sebagai penulis biografinya. Kekayaan Negara tidak digunakan untuk kepentingan
dirinya, tetapi dibagi-bagikan terutama kepada para prajurit dan pensiunan, selain untuk
membiayiai pembangunan. Dia hanya mewariskan empat puluh tujuh dirham dan sebatang
emas.
Setelah Shalahudin al-Ayyubi meninggal, daerah kekuaannya yang terbentang dari
sungai Tigris hingga sunagi Nil itu kemdian dibagi-bagikan kepada keturunannya. Al-
Malik al-Afdhal Ali, putera Shalahudin memperoleh kekuasaan untuk memerintah di
Damaskus, al-Aziz berkuasa di Kairo, al-Malik al-Jahir berkuasa di Aleppo (Halab) , dan
al-Adil, adik Shalahudin, memperoleh kekuasaan di al-Karak dan asy-Syaubak. Antara
tahun 1196 dan 1199, al-Adil berhasil menguasai beberapa daerah lainnya, sehingga ia
menjadi penguasa tunggal untuk Mesir dan sebagian besar Suriah. Al-Adil yeng bergelar
Saifuddin itu mengutamakan politik perdamaian dan memajukan perdagangan dengan
koloni Perancis. Setelah ia wafat pada 1218 M, beberapa cabang Bani Ayyub menegakkan
kekuasaan sendiri di Mesir, Damaskus, Mesopotamia, Hims, Hamah, dan Yaman. Sejak itu,
sering terjadi konflik internal di anara keluarga Ayyubiyah di Mesir dengan Ayubiyah di
Damaskus untuk memperebutkan Suriah. Kemudian al-Kamil Muhammad, putera alAdil,
yang menguasai Mesir ( 615 635 H/ 1218 -1238 M) termasuk tokoh Bani Ayub yang
paling menonjol. Ia bangkit untuk melindungi daerah kekuasaannya dari rongrongan tentara
Salib yang telah menaklukkan Dimyat, tepi sungai Nil, utara Kairo pada masa
pemerintahan ayahnya. Tentara Salib memang nampaknya terus berusaha menaklukan
Mesir dengan bantuan Italia.
Penaklukan Mesir menjadi sangat penting, karena dari negeri itulah mereka akan dapat
menguasai jalur perdagangan Samudera Hindia melalui Laut Merah. Setelah hampir dua
tahun (November 1219 hingga Agustus 1221 M) terjadi konflik antara tentara salib dengan
pasukan Mesir, tetapi al-Kamil dapat memaksa tentara Salib untuk meningalkan Dimyati.
Di samping memberikan perhatian serius pada dalam bidang politik dan militer, al-Kamil
juga dikenal sebagai seorang penguasa yang memberikan perhatian terhadap pembangunan
dalam negeri. Program pemerintahannya yang cukup menonjol ialah membangun saluran
irigasi dan membuka lahan lahan pertanian serta menjalin hubungan perdagangan dengan
Eropa. Selain itu, ia juga dapat menjaga kerukunan hidup beragama antar umat Islam
dengan Kristen Koptik, dan bahkan sering mengadakan diskusi keagamaan dengan para
pemimpin Koptik. Pada masa itu kota Yerussalem masih tetap berada di bawah kekuasaan
tentara Salib sampai 1244 M. Ketika al- Malik al-Saleh, putera Malik al- Kamil,
memerintah tahun 1240 1249, pasukan Turki dari Khawarizm mengembalikan kota itu ke
tangan Islam. Pada 6 Juni 1249 M pelabuhan Dimyati di tepi sungai Nil ditaklukan kembali
oleh tentara salib yang dipimpin oleh Raja Louis IX ari Perancis.
Ketika pasukan Salib hendak menuju Kairo, sungai Nil dalam keadaan pasang,
sehingga mereka menghadapi kesulitan dan akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan
Ayyubiyah pada April 1250. Raja Louis IX dan beberapa bangsawan Perancis ditawan,
tetapi kemudian mereka dibebaskan kembali setelah Dimyati dikembalikan ke tangan
tentara muslim, disertai dengan sejumlah bahan makanan sebagai bahan tebusan. Kemudian
pada bulan November 1249 M, Malik al-Saleh meninggal dunia. Semula ia akan digantikan
oleh putera mahkota, Turansyah. Untuk itu, Turansyah dipanggil pulang dari Mesopotamia
(Suriah) untuk menerima tampuk kekuasaan ini. Untuk menghindari kevakuman
kekuasaan, sebelum Turansyah tiba di Mesir, ibu tirinya yaitu Sajaratuddur. Akan tetapi,
ketika Turansyah akan mengambil alih kekuasan ia mendapat tantangan dai para Mamluk,
hamba sahaya yang dimiliki tuannya, yang tidak menyenanginya. Belum genap satu tahun
turansyah berkuasa, ia kemudian dibunuh oleh para mamluk tersebut atas perintah ibu
tirinya, Sajaratuddur. Sejak saat itu, Sajaratddur menyatakan dirinya sebagai Sultanah
pertama di Mesir. Pada saat yang bersamaan, seorang pemimpin Ayubiyah bernama al-
Asyraf Musa dari Damaskus juga menyatakan dirinya sebagai sultan Ayyubiyah meskipun
hanya sebatas lambang saja tanpa kedaulatan atau kekuasaan yang riel. Kekuasaan yang
sebenarnya justeru berada di tangan seorang mamluk bernama Izzuddin Aybak, pendiri
dinasti Mamluk (1250-1257 ) . Akan tetapi, sejak al-Asyraf Musa meninggal pada 1252 M,
berakhirlah masa pemerintahan dinasti al-Ayubiyah, dan kekuasaan beralih ke
pemerintahan Dinasti Mamluk ( 1250-121517 M). Selama lebih kurang 75 tahun dinasti Al-
Ayyubiyah berkuasa, terdapat 9 orang penguasa, yakni sebagai berikut:
Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)
Malik Al-Aziz Imaduddin (1193-1198 M)
Malik Al-Mansur Nasiruddin (1198-1200 M)
Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
Malik Al-Adil Sifuddin, pemerintahan II (1238-1240 M)
Malik As-Saleh Najmuddin (1240-1249 M)
Malik Al-Muazzam Turansyah (1249-1250 M)
Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (1250-1252 M)
3) Politik dan Pendidikan Islam Dinasti Ayyubiyah
Keberhasilan Shalahudin dalam perang Salib , membuat para tentara mengakuinya
sebagai pengganti dari pamannya, Syirkuh yang telah meninggal setelah menguasai Mesir
tahun 1169 M. Ia tetap mempertahankan lembagalembaga ilmiah yang didirikan oleh
Dinasti Fatimiyah tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syiah menjadi Sunni.
Penaklukan atas Mesir oleh Shalahudin pada 1171 M, membuka jalan politik bagi
pembentukan madzhab-madzhab hukum sunni di Mesir. Madzhab Syafii tetap bertahan di
bawah pemerintahan Fatimiyah, sebaliknya Shalahudin memberlakukan madzhab-madzhab
Hanafi. Keberhasilannya di Mesir tersebut mendorongnya untuk menjadi penguasa otonom
di Mesir.
Sebelumnya, Shalahudin masih menghormati simbol-simbol Syiah pada
pemerintahan Al-Adil Lidinillah, setelah ia diangkat menjadi Wazir (Gubernur). Namun,
setelah al-Adil meninggal 1171 M, Shalahudin menyatakan loyalitasnya kepada Khalifah
Abbasiyah (al-Mustadi) di Bagdad dan secara formal menandai berakhirnya rezim
Fatimiyah di Kairo. Dengan jatuhnya Dinasti Fatimiyah, secara otomatis terhentilah fungsi
madrasah sebagai penyebaran faham Syiah. Salah satu penyebaran faham Syiah pada saat
itu adalah melalui jalur pendidikan. Kemudian digantikan oleh Dinasti Ayyubiyah yang
menganut faham Sunni. Belajar dari Politik Dinasti Fatimiyah yang memasukkan faham
politik syiah ke lembaga pendidikan, Shalahudin kemudian mendirikan madrasah-
madrasah sebagai pusat penyebaran faham Sunni. Selain itu, banyak pihak swasta yang
mendirikan madrasah-madrasah dengan maksud untuk menanamkan ide-idenya dalam
rangka mencari keridhaan Allah Swt. serta menyebarkan faham keagamaan yang dianutnya,
yang tidak dapat disalurkan lewat mesjid karena berorientasi pada kepentingan pemerintah
atau politik, yang semakin hari semakin bertambah banyak madrasah yang didirikan dalam
masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah.
Berbeda dengan kuttab dan mesjid, madrasah sudah mempunyai bangunan fisik
tertentu seperti sekarang ini, yang bentuknya dirancang sesuai fungsinya untuk melanjutkan
pendidikan mesjid. Bangunan madrasah tersebut meliputi tiga unit, yaitu; Unit madrasah,
unit asrama, dan unit mesjid. Unit asarama dijadikan tempat murid-murid, guru-guru dan
para pegawai madrasah sehingga membentuk keluarga besar, dengan demikian murid-
murid dapat diberikan program-program belajar yang intensif dan membahas secara
bersama-sama masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, keagamaan,
kemasyarakatan, dan penghidupan. Tujuan pendidikannya selain untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan agama dan membentuk kader-kader yang mempunyai misi keagamaan
dalam masyarakat, juga untuk mencetak tenaga-tenaga yang kreatif yang ahli dalam
bidangnya masing-masing. Perbedaan-perbedaan lainnya adalah madrasah sudah
merupakan salah satu organisasi resmi Negara di mana dikeluarkan pekerja-pekerja dan
pegawai-pegawai pemerintahan. Pelajar-pelajar disitu juga resmi, dijalankan menurut
peraturan-peraturan dan undang-undang, serupa yang dikenal selama ini. Segala sesuatu
diatur seperti kehadiran dan kepulangan murid, program-program pelajaran, staf pengajar,
perpustakaan dan gelar-gelar ilmiah. Di Mesir ketika itu hanya terdapat satu buah
perguruan tinggi yaitu Universitas al-Azhar yang masih berdiri hingga sekarang.
Selain itu, di masa pemerintahan Shalahudin, ia juga membina kekuatan militer yang
tangguh dan perekonomian yang bekerja sama dengan penguasa Muslim di kawasan lain. Ia
juga mambangun tembok kota sebagai benteng pertahanan di Kairo dan bukit Muqattam.
Pasukannya juga diperkuat oleh pasukan barbar, Turqi dan Afrika. Disamping digalakkan
perdagangan dengan kota-kota dilaut tengah, lautan Hindia dan menyempurnakan sistem
perpajakan. Atas dasar inilah, ia melancarkan gerakan ofensif guna merebut al-Quds
(Jerusalem) dari tangan tentara Salib yang dipimpin oleh Guy de Lusignan di Hittin, dan
menguasai Jerusalem tahun 1187 M. Inipun tetap tak merubah kedudukan Shalahudin,
sampai akhirnya raja inggris Richard membuat perjanjian genjatan senjata yang
dimanfaatkannya untuk menguasai kota Acre.
Sampai ia meninggal (1193 M) , Shalahudin mewariskan pemerintahan yang stabil dan
kokoh, kepada keturunan-keturunannya dan saudaranya yang memerintah diberbagai kota.
Yang paling menonjol ialah al-Malik al-Adil (saudaranya), dan keponakannya al-Kamil,
mereka berhasil menyatukan para penguasa Ayubi lokal dengan memusatkan pemerintahan
mereka di Mesir. Selain hal di atas, aroma-aroma politik yang di jalankan pada masa
Dinasti Ayyubiyah sampai juga di salah satu mesjid sekaligus madrasah ternama yakni al-
Azhar. Disana disebarkan paham-paham Sunni yang semakin lama semakin menjamur.
4) Universitas Al-Azhar Pada Masa Dinasti Ayyubiyah
Segera setelah dinasti Fatimiyah runtuh (1171M) Shalahudin al-Ayyubi meng-
hapuskan dinasti tersebut dan secara jelas ia menyatakan dirinya sebagai penguasa baru atas
Mesir, dengan nama dinasti Ayyubiyah. Dinasti ini lebih berorientasi ke Baghdad, yang
Sunni. Nasib al-Azhar pada masa pemerintahan dinasti Ayyubiyah, sebenarnya tidak lebih
baik dari masa pemerintahan dinasti Fatimiyah. Sebab, setelah Shalahudin berkuasa, ia
mengeluarkan beberapa kebijaksanaan baru mengenai al-Azhar. Kebijakan itu antara lain,
penutupan al-Azhar. Al-Azhar tidak boleh lagi dipergunakan untuk shalat Jumat dan
Madrasah, juga dilarang dijadikan sebagai tempat belajar dan mengkaji ilmu-ilmu, baik
agama, maupun ilmu umum. Alasannya, menurut Hasan Langgulung, penutupan itu
diberlakukan karena al-Azhar pada masa dinasti Fatimiyah dijadikan sebagai alat atau
wadah untuk mempropaganda ajaran Syiah. Hal itu amat berlawanan dengan mazhab
resmi yang dianut dinasti Ayyubiyah, yaitu mazhab Sunni. Kebijakan lain yang diambilnya
adalah menunjuk seorang Qadi, Sadr al Din Abd al-Malik ibn Darabas untuk menjadi Qadi
tertinggi, yang nantinya berhak mengeluarkan fatwa-fatwa tentang hukum-hukum mazhab
Syafii. Di antaran fatwa yang dikeluarkan adalah melarang umat Islam saat itu untuk
melakukan shalat Jumat di masjid al-Azhar, dan hanya boleh melakukannya di masjid al-
Hakim. Alasannya, masjid al-Hakim lebih luas. Selain itu, dalam mazhab Syafii tidak
boleh ada dua khutbah Jumat dalam satu kota yang sama. Masjid al-Azhar tidak dipakai
untuk shalat Jumat dan kegiatan pendidikan selama lebih kurang seratus tahun, yaitu sejak
Shalahudin berkuasa sampai khutbah Jumat dihidupkan kembali pada zaman pemerintahan
Sultan Malik al-Zahir Baybars dari Dinasti Mamluk yang berkuasa atas Mesir. Meskipun
begitu, penutupan al-Azhar sebagai masjid dan perguruan tinggi pada masa dinasti
Ayyubiyah, bukanlah berarti dinasti ini tidak memperhatikan bidang-bidang agama dan
pendidikan. Bahkan pendidikan mendapat perhatian serius dari para penguasa dinasti ini.
Indikasinya adalah pembangunan madrasah-madrasah di hampir setiap wilayah kekuasaan,
mengadakan pengajian tinggi (kulliyat) dan universitas pun digalakkan. Oleh karena itu,
tidak kurang dari 25 kulliyat didirikan oleh kerajaan Ayyubiyah. Diantara kulliyat-kuliyyat
yang terkenal adalah Manazil al-Iz, al-Kulliyat al-Adiliyah, al-Kulliyat al-Arsufiyah, al-
Kulliyat al- Fadiliyah, al-Kulliyat al-Azkasyiayah, dan al-kulliyat al- Asuriyah. Semua
nama-nama itu dinisbatkan kepada nama-nama pendirinya, yang biasanya sekaligus
pemberi wakaf bagi murid-murid dan guru-gurunya. Meskipun ada semacam larangan
untuk tidak mengunakan al-Azhar sebagai pusat kegiatan, masjid itu tidak begitu saja
ditinggalkan oleh murid-murid dan guru-guru, karena hanya sebagian mereka yang pergi
meninggalkan tempat itu. Itu pun karena al-Azhar tidak mendapat subsidi (wakaf dari
pemerintah). Dengan demikian, al-Azhar praktis mengalami masa-masa surut. Keadaan
demikian tidak selamanya terjadi, sebab pada masa pemerintahan Sultan al-Malik al-Aziz
Imaduddin Usman, putra Shalahudin al-Ayyubi datang seorang alim ke tempat ini (al-
Azhar), ia bernama Abd al-Latif al-Baghdadi yang datang ke Mesir tahun 1193M/589H.
Beliau mengajar di al-Azhar selama Sultan al-Malik al-Aziz berkuasa. Materi yang
diajarkannya meliputi mantiq dan Bayan. Kedatangan al- Baghdadi menambah semangat
beberapa ulama yang masih menetap di al-Azhar, di antara mereka adalah Ibn al-Farid, ahli
sufi terkenal, Syeikh Abu al-Qosim al-Manfaluti, Syeikh Jama al-Din al- Asyuti, Syeikh
Shahabu al-Din al-Sahruri, dan Syams al-Din Ibn Khalikan, seorang ahli sejarah yang
mengarang kitab wafiyyat al-Ayan. Selain mengajar mantiq dan bayan, al- Baghdadi juga
mengajar hadits dan fiqh. Materi itu diajarkan kapada para muridnya pada pagi hari.
Tengah hingga sore hari ia mengajar kedokteran dan ilmu-ilmu lainnya. Selain itu, al-
Baghdadi juga memberi kelas-kelas privat di tempat-tempat lain. Ini merupakan upaya al-
Baghdadi untuk memberikan informasi dan sekaligus mensosialisasikan mazhab Sunni
kepada masyarakat Mesir. Selama masa pemerintahan dinasti Ayyubiyah di Mesir (1171-
1250M), perkembangan aliran atau mazhab Sunni begitu pesat, pola dan sistem pendidikan
yang dikembangkan tidak bisa lepas dari kontrol penguasa yang beraliran Sunni, sehingga
al-Azhar dan masa-masa berikutnya merupakan lembaga tinggi yang sekaligus menjadi
wadah pertahanan ajaran Sunni. Para penguasa dinasti Ayyubiyah yang sunni masih tetap
menaruh hormat setia kepada pemerintahan khalifah Abbasiyah di Baghdad. Oleh karena
itu, di bawah payung khalifah Abbasiyah mereka berusaha sungguh-sungguh menjalankan
kebijaksanaan untuk kembali kepada ajaran Sunni. Salah satu lembaga strategis yang dapat
diandalkan sebagai tempat pembelajaran dan penyebaran ajaran mazhab Sunni adalah al-
Azhar. Selain itu, masih banyak lagi perkembangan-perkembangan yang diciptakan pada
masa Dinasti Ayyubiyah ini dalam berbagai bidang, seperti dapat kita baca pada
pembahasan di bawah ini.
5) Kemajuan-keamajuan Pada Masa Dinasti Ayyubiyah
Sebagaimana dinasti-dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun mencapai kemajuan
yang gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan bersejarah. Kemajuan-kemajuan itu
mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah :
Bidang Arsitektur dan Pendidikan
Penguasa Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan.
Ini ditandai dengan dibangunnya Madrasah alShauhiyyah tahun 1239 M sebagai
pusat pengajaran empat madzhab hukum dalam sebuah lembaga Madrasah.
Dibangunnya Dar al Hadist al-Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan
pokok-pokok hukum yang secara umum terdapat diberbagai madzhab hukum sunni.
Sedangkan dalam bidang arsitek dapat dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan
masjid di Beirut yang mirip gereja, serta istana-istana yang dibangun menyerupai
gereja. Shalahuddin juga membangun benteng setelah menyadari bahwa ancaman
pasukan salib akan terus menghantui, maka tugas utama dia adalah mengamankan
Kairo dan sekitarnya (Fustat). Penasihat militernya saat itu mengatakan bahwa Kairo
dan Fustat masing-masing membutuhkan benteng pertahanan, tapi Shalahuddin
memiliki ide brilian, bahwa dia akan membangun benteng strategis yang melindungi
secara total kotanya. Selanjutnya, dia memerintahkan untuk membangun benteng
kokoh dan besar diatas bukit Muqattam yang melindungi dua kota sekaligus Kairo dan
Fustat. Proyek besar Citadel dimulai pada 1176 M dibawah Amir Bahauddin
Qaraqush. Shalahuddin juga membangun dinding yang memagari Kairo sebagai kota
residen bani Fatimiyyah, sekaligus juga memagari benteng kebesarannya serta Qatai-
al Fustat yang saat itu merupakan pusat ekonomi Kairo terbesar.
Bidang Filsafat dan Keilmuan
Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath yang telah diterjemahkan, karya-karya orang
Arab tentang astronomi dan geometri, penerjemahan bidang kedokteran. Di bidang
kedokteran ini telah didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
Bidang Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang
lebih canggih dibanding buatan orang Barat. Terdapat pabrik karpet, pabrik kain dan
pabrik gelas.
Bidang Perdagangan
Bidang ini membawa pengaruh bagi Eropa dan negaranegara yang dikuasai
Ayyubiyah. Di Eropa terdapat perdagangan agriculture dan industri. Hal ini
menimbulkan perdagangan internasional melalui jalur laut, sejak saat itu Dunia
ekonomi dan perdagangan sudah menggunakan sistem kredit, bank, termasuk Letter of
Credit (LC), bahkan ketika itu sudah ada uang yang terbuat dari emas.
Bidang Militer
Selain memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang, panah, dan sebagainya, ia juga
memiliki burung elang sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Disamping
itu, adanya perang Salib telah membawa dampak positif, keuntungan dibidang
industri, perdagangan, dan intelektual, misalnya dengan adanya irigasi.

5. DINASTI SALJUK BESAR (432-583 H/1040- 1187 H)
1) Perkembangan Saljuk
Orang-orang saljuk adalah keluarga besar al-Ghizz yang besar dari Turki. Mereka
menisbatkan dirinya kepada nenek moyang mereka yang bernama Saljuk bin Talqaq. Dia
hidup di negeri Turkistan di bawah pemerintahan orang-orang Turki yang menyembah
berhala. Orang orang Samaniyun meminta bantuannya untuk mengusir orang-orang kafir
Turki dari negeri mereka. Maka, dia membantu mereka dengan mengirimkan anaknya
Arselan dan Setelah itu Mikail bin Arselan. Dia terus melanjutkan perang dengan mereka
sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya. Mikail digantikan oleh dua anaknya yang
bernama Tughril Beik dan Daud Beik. Pemerintahan Samaniyah runtuh pada tahun 390
H/1000 M. Maka Tughril Beik menguasai Marw, Naisabur, Jurjan, Tabaristan, Karman,
Khawarizm, Ashfahan dan wilayah-wilayah yang lain. Dia mengumumkan berdirinya
negeri mereka pada tahun 432 H/1040 M. Orang-orang Saljuk membagi wilayah kekuasaan
mereka yang luas itu menjadi beberapa wilayah dan memilih Tughril Beik sebagai raja
mereka secara keseluruhan dengan menjadikan Ray sebagai pusat pemerintahan.
2) Orang orang saljuk di Baghdad
Pada tahun 448 H/1056 M Tughril memasuki Baghdad dan al-Malik ar-Rahim, sultan
terakhir pemerintahan Buwahiyun. Dengan demikian, berakhirlah pemerintahan
Buwahiyun Dan berdirilah pemerintahan Saljuk sebuah pemerintahan beraliran Sunni yang
besar. Pemerintahan ini berhasil menyelamatkan Baghdad dari orang-orang Buwahiyun
yang beraliran Syiah Rafidhah sesat serta berhasil menyelamatkan khalifah Bani
Abbasiyah dari gerakan Albasasiri yang menyimpang.
3) Gerakan Albasasiri
AlBasasiri adalah salah seorang panglima perang yang berasal dari Turki yang
menjadipengikut al- Malik ar-Rahim. Dia telah membangkang atas tuannya dan terhadap
Khalifah serta berusaha untuk mengambil kekuasaan. Maka khalifah Al-Qaim meminta
bantuan kepada pemimpin Saljuk Tughril Beik yang saat itu datang ke Baghdag. Dia
berhasil menumpas Albasasiri. Berkat keberhasilannya ini khalifah tunduk pada Tughril
dan kokohlah kaki orang-orang Saljuk di Baghdad. Orang-orang Saljuk memperlakukan
Khalifah dengan segala rasa hormat dan takzim serta penuh loyalitas. Para sejarawan
menyebutkan bahwa sebab utama dari semua itu adalah adanya kesamaan mazhab.
Sedangkan, menteri teragung dari orang-orang saljuk adalah menteri yang berasal dari Iran
yang bernama Nizhamul Muluk bersama dengan ketujuh anak dan cucu-cucunya.
4) Pembaagian kekuasaan Saljuk pada Lima Wilayah
Saljuk Raya. Saljuk ini meliputi Khurasan, Raya, Irak, Jazirah Arab, Persia, dan
Ahwaz.
Saljuk Karman.
Saljuk nirak dan Kurdistan (yang merupakan cabang dari Saljuk Raya)
Saljuk Suriah
Saljuk Romawi (Asia kecil)
5) Perbatasan Pemerintahn Saljuk
Mereka menguasai seluruh wilayah di Asia Tengah, Khurasan, Iran, Irak, Syam,
Anatolia (yakni wilayah-wilayah Samaniyun, Ghaznawi, Buwahiyun, dan Romawi).
6) Mundurnya pemerintahan Saljuk dan akhir pemerintahan mereka
Pemerintahn mereka menjadi lemah akibat adanya perang Salib, pemberontakan
Hayasyin, dan adanya perpecahan internal karena luasnya wilayah dan berdirinya negeri-
negeri kecil Atabik.


6. DINASTI BUWAIHI
Dikatakan bahwa fase yang bahkan lebih gelap dalam sejarah kekhalifahan dimulai
pada Desember 945, ketika Khalifah al-Mustakfi 944-946 (khalifah dari dinasti Abbasiyah) di
Baghdad menerima Ahmad ibn Buwaih yang termasyhur dan mengangkatnya sebagaiamir al-
umara dengan gelar kehormatan Muiz al-Dawlah (orang yang memberi kemuliaan pada
Negara). Ayahnya adalah seorang yang suka berperang bernama Abu Syuja. Ia merupakan
pimpinan dari gerombolan yang suka berperang. Iya mempunyai tiga putra termasuk Ahmad,
perlahan-lahan mereka menguasai jalan menuju selatan, Isfahan, Syiraz dengan provinsinya
pada tahun 934 dua tahun kemudia menguasai provinsi-provinsi di Ahwaz (sekarang Kuzistan)
dan Karman. Ahmad meminta namanya disebut dalam hutbah jumat dengan nama sang
khalifah walaupun jabatannya hanya amir al-umara .
Pada bulan Januari 946, al-Mustakfi digulingkan oleh Muizz al-Dawlah yang
kemudian memilih al-Mutsi (946-974) sebagai Khalifah baru. Maka festival-festival Syiah
mulai diselenggarakan, terutama perayaan berkabung peringatan hari kematian al-Husain 10
Muharam, dan perayaan bergembira memperingati pengangkatan Ali sebagai penerus
Rasulullah di Ghadir al-Khumm. Pada periode ini bisa dikatakan sebagai periode paling buruk
dan menyedihkan dalam kekhalifahan karena khalifah hanya sekedar formalitas belaka atau
boneka di tangan amir al-umara yang suka memecah belah kaum muslim. Ada yang
mengatakan bahwa Buwaihi bukanlah yang pertama memangku gelar sultan sebagaimana
banyak klaim dari sejarawan. Bahwa orang-orang buwaihi ini merasa cukup puas dengan
gelar amir atau malik yang dibubuhkan pada julukan kehormatan seperti Muizz al-Dawlah,
Imad al-Dawlah (tiang Negara), dan Rukn al-Dawlah (pilar Negara). Semua gelar itu adalah
gelar-gelar yang diberikan serantak kepada putra Buwaih oleh khalifah. Yang kemudian setelah
mereka sebutan-sebutan angkuh itu menjadi kebiasaan.
Selain masa jaya mereka menaik turunkan khalifah sekehendak hatinya (945-1055),
Irak sebagai sebuah provinsi diperintah dari ibukota Buwaihi, Syiraz di Faris. Dar al-
mamlakahadalah istana yang dibangun di Baghdad. Pusat pada masa itu bukan lagi sebagai
pusat dunia muslim, karena keunggulan internasionalnya ditandingi oleh Syiraz, Ghaznah,
kairo, dan Kordova. Kekuasaannya mencapai puncaknya pada masa kepemimpinan Adud al-
Dawlah (949-983) putra Rukn al-Dawlah. Dibawah kepemimpinannya 977 ia berhasil
mempersatukan beberapa kerajaan kecil di Persia dan Irak. Sehingga membentuk Negara yang
hamper membentuk imperium. Walaupun istananya di Syiraz namun ia tetap memperindah
Baghdad, memperbaiki kanal-kanal, mendirikan masjid, membangunrumah sakit, juga
membangun gedung-gedung publik. Ia juga pernah membuat rumah suci yang
disebut (masyhad) di atas makam Ali. Ia juga bekerjasama dengan wajir Kristen untuk
menciptakan perdamaian dengan cara memperbaiki gereja dan juga biara. Ia dikenal sebagai
orang yang peduli dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Ia juga mebangun observatorium
terkenal meniru al-Mamun. setelah ia wafat ia digantikan anaknya Baha al-Dawlah (989-
1012) yang pada 991 ia meruntuakan Khalifah al-Thai. tahun 993 ia mendirikan sebuah
akademi di Baghdad lengkap dengan perpustakaan dengan menyimpan 10.000 buku.
Pertengkaran yang terjadi antara Baha, Syaraf, dan saudara ke tiga mereka, Shamshan al-
Dawlah, juga pertikaian antara angota-anggota keluarga kerajaan untuk menentukan penerus
mereka, dan fakta bahwa Buwaihi kecendrungan Syiah sehingga dibenci oleh orang Baghdad
yang Sunni, yang menjadi sebab utama runtuhnya dinasti ini pada tahun 1055.

7. Dinasti Aghlabiyah
Aghlabiyah merupakan dinasti kecil pada masa kekuasaan dinasti Abbasiyah, yang para
penguasanya adalah berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehingga dinasti tersebut dinamakan
Aghlabiyah. Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa
selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M). Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah
(Tunisia), Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibn Aghlab Ibn Salim, seorang pejabat
Khurasan dalam militer Abbasiyah. Aglabiyah terbentuk pada masa pemerintahan Harun al-
Rasyid, ia memberikan kewenangan kepada Ibrahim ibn Aghlab atas Provinsi Ifriqiyah, yang
tujuannya untuk melemahkan dua kekuatan yang mengancam kekuasaan Abbasiyah pada
waktu itu. Dua kekuatan itu adalah dinasti Idrisiyah (yang berpaham Syiah) dan kedua dari
golonganKhawarij. Dua kekuatan inilah yang dianggap mengancam oleh pemerintahan pada
waktu itu, karena mereka semakin kuat. Setelah sukses mengamankan keadaan, Ibrahim bin al-
Aghlab mengusulkan kepada Harun ar-Rasyid supaya wilayah tersebut dihadiahkan kepadanya
dan anak keturunannya secara permanen. Ia berjanji jika hal itu dikabulkan ia akan selalu
mengirim upeti ke Baghdad 40.000 dinar per tahun.
Meskipun memiliki hak otonomi penuh atas wilayah tersebut, ia masih tetap mengakui
kekhalifahan di Baghdad. Dinasti Aglabiyah berkuasa kurang lebih satu abad, mulai dari tahun
800-909 M. Pada tahun 800 M Ibrahim I diangkat sebagai gubernur (amir) di Tunisia oleh
Khalifah Harun ar-Rasyid, karena ia sangat pandai menjaga hubungan dengan Khalifah
Abbasiyah seperti membayar pajak tahunan yang besar, maka Ibrahimi I diberi kekuasaan oleh
Khalifah, meliputi hak-hak otonomi yang besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk
menentukan penggantinya tanpa campur tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan
jarak yang cukup jauh antara Afrika Utara dengan Baghdad. Sehingga Aghlabiyah tidak terusik
oleh pemerintahan Abbasiyah.
1) Kinerja Para Khalifah Aglabiyah
Para penguasa Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah sebagai berikut:
Ibrahim I Ibn al-Aghlab (800-812 M)
Abdullah I (8l2-817 M)
Ziyadatullah (817-838 M)
Abu Iqal al-Aghlab (838-841 M)
Muhammad I(841-856 M)
Ahmad (856-863 M)
Ziyadatullah (863- M)
Abu Ghasaniq Muhammad II (863-875 M)
Ibrahim II (875-902 M)
Abdullah II (902-903 M)
Ziyadatullah III (903-909 M)
Adapun beberapa hal yang terbilang positif yang berhasil dilakukan oleh para pemimpin
dinasti adalah:
Penguasa Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan gejolak Kharijiyah Berber di
wilayah mereka.
Dilanjutkan dengan dimulainya proyek besar merebut Sisilia dari tangan Bizantium
pada tahun 827 M di bawah Ziadatullah I yang amat cakap dan energik, dengan
meredakan oposisi internal di Ifriqiyyah yang dilakukan Fuqaha (pemimpin
pemimpin religius) Maliki di Qayrawan (Cairovan). Disamping itu, suatu armada
bajak laut dikerahkan, sehingga membuat Aghlabiyah unggul di Mediterania
Tengah dan membuat mereka mampu mengusik pantai Italia Selatan, Sardinia,
Corsica, dan Meriteran Alp. Kemudian Aghlabiah juga berhasil merebut Malta pada
tahun 868 M. Daerah-daerah tersebut yang menjadi wilayah kekuasaan Dinasti
Aghlabiyah. Dengan demikian, pada tahun 878 M sempurnalah penguasaan atas
Sisilia, yang kemudian pulau itu di bawah pemerintahan Muslim. Pertama di bawah
kekuasaan Aghlabiyah dan kedua di bawah Gubernur-Gubernur Fathimiyah, sampai
penaklukan oleh Norman pada abad XI. Pulau itu menjadi pusat bagi penyebaran
kultur Islam ke Eropa.
2) Peninggalan-peninggalan Bersejarah Dinasti Aghlabiyah
Ada beberapa peniggalan yang ditinggalkan oleh dinasti ini:
Pembangunan kembali Masjid Agung Qayrawan oleh Ziyadatullah I;
Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Ahmad;
Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat, khususnya di
Ifriqiyah selatan yang kurang subur.
3) Kemunduran Dinasti Aghlabiyah
Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiyah di Ifriqiyah merosot. Hal ini disebabkan
karenaamir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan (berfoya-foya),
dan seluruh pembesarnya tertarik pada Syiah, juga propaganda Syiiah, yaitu Abu
Abdullah. Perintis Fatimiyah, Mahdi Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di
Barbar, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan militer, dan Dinasti Aghlabiyah
dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M), Ziyadatullah III diusir ke Mesir setelah melakukan
upaya-upaya yang sia-sia demi untuk mendapatkan bantuan dari Abbasiyah untuk
menyelamatkan Aghlabiyah.





KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN ISLAM DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PERADABAN DUNIA BARAT

Ilmu pengetahuan atau sains Islam, yakni ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh umat
Islam sejak abad ke-2 H., sudah pasti hal ini merupakan salah satu pencapaian besar dalam peradaban
Islam. Tanpa itu bukan hanya tidak akan ada sains abad pertengahan, renaisance dan kemudian
menyusul Barat, melainkan juga salah satu studi paling penting tentang alam dalam kaitannya sebagai
semesta religius yang hanya mampu dicapai oleh sains Islam. Selama kurang lebih 700 tahun, sejak
abad Islam ke-2 hingga ke-9, peradaban Islam mungkin merupakan peradaban paling produktif
dibandingkan peradaban manapun di wilayah sains, dan sains Islam berada di garda depan. Sejak abad
Islam ke-9, berangsur-angsur kegiatan sains Islam berkurang tetapi tidak mati sama sekali. Kegiatan
penting masih berlangsung khususnya di bidang kedokteran dan farmakologi di wilayah timur Islam
pada periode sejarah Islam berikutnya.
Keberhasilan umat Islam dalam mengembangkan sains secara menyeluruh, tidak terlepas dari
berbagai faktor yang mendukungnya. Diantaranya adalah kebijakan politik pada masa pemerintahan
Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non Arab ( Mawali ), yang memiliki tradisi intelektual dan
budaya riset yang sudah lama melingkupi kehidupan mereka. Meraka diberikan fasilitas berupa materi
atau finansial dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan malalui bahan-
bahan rujukan yang pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut
ternyata membawa dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan sains yang membawa harum Dinasti ini.
Pentingnya sains dalam peradaban Islam dan juga peranannya dalam pembentukan peradaban
di Barat adalah keluasan obyeknya yang memerlukan perlakuan berbeda-beda. Dari sini perlu
dipahami, pertama, bahwa sains Islam bukan sekedar kelanjutan dari sains Yunani serta leluhur sains
Barat, melainkan tidak lebih dari sains kepurbakalaan Yunani dan Aleksandria dengan sains Barat
yang mendominasi peta keilmuan selama beberapa abad. Kedua, walaupun mereka mempengaruhi
sains Barat, namun sains Islam secara mandiri menelaah watak fenomena, kausalitas, hubungan antar
berbagai bentuk obyek mulai dari berbagai macam mineral hingga tumbuhan dan hewan, makna
perubahan dan perkembangan di alam serta akhir dan tujuan alam ini. Seluruh obyek ini ditelaah oleh
sains Islam dibawah cahaya ajaran al-Quran dan Hadis dan menjadi bentuk sains yang dikembangkan
bukan sekedar sebagai tahap awal perkembangan sains Barat walaupun berperan penting dalam
beberapa bidang sains eksak dan kuantitatif seperti matematika dan astronomi. Sudut pandang Islam
yang independen dan berbeda dari kerangka filsafat sains Barat, harus selalu diingat agar mampu
mengapresiasi secara utuh pentingnya sains Islam, baik dari segi agama maupun peradaban.
1. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perkembangan Intelektual Islam di Andalusia
Perkembangan Intelektual Islam di Andalusia, kalau kita perhatikan peta
perpolitikannya sangatlah cepat. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi dan
mempengaruhi cepatnya pertumbuhan intelektual Islam di Andalusia diantaranya adalah:
1) Karena kemajemukan yang ada pada masyarakat Andalusia yang mana mereka terdiri
dari komunitas-komunitas seperti bangsa Arab (tinggal di bagian utara dan selatan), al-
Muwalladun (orang-orang Andalusia yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang
berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstatinopel dan
Bulgaria) inilah yang membuat dan memberikan kontribusi yang besar bagi
perkembangan intelektual, yang mana nantinya akan melahirkan kebangkitan ilmiah,
sastra dan pembangunan fisik di Andalusia.
2) Dari beberapa penguasa yang pernah memerintah di Andalusia, mereka tidak pernah
ikut campur atau mengintervensi terhadap suatu aliran atau faham dari beberapa sekte
yang ada, baik dalam pemikiran maupun dalam ilmu pengetahuan, sehingga pada saat
itu setiap individu mempunyai kebebasan mengeluarkan pendapat dan
menyebarluaskannya ke orang lain tanpa takut pada penguasa sebagaimana pada zaman
Dinasti Abbasiyah.
3) Adanya kebijakan-kebijakan dari sebagian penguasa pemerintahan dalam hal kemajuan
ilmu pengetahuan dan pemikiran, yang termasuk diantaranya adalah terbentuknya
institusi-institusi bidang pengetahuan dan pemikiran.
4) Dengan adanya kebebasan tersebut mereka akhirnya bebas merantau ke beberapa negeri
untuk menimba dan menambah wacana berfikir mereka yang kemudian kembali ke
Andalusia dengan membawa seperangkat wacana yang baru.
5) Dan dengan adanya kebebasan tersebut merangsang pula kepada orang luar untuk
menyebarkan dan meyakinkan kebenaran pemikirannya kepada orangorang Andalusia.
6) Setelah terjadinya percampuran pemikiran-pemikiran tersebut akhirnya melahirkan
pemikiran-pemikiran yang benar-benar lain dari pada yang lain, dengan corak dan
ornamen yang berbeda namun tetap nampak ciri dan karakteristik masing-masing.
2. Kontribusi Dunia Intlektual Muslim Terhadap Barat
Selama kurang lebih tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
mengalami kejayaan di sana. Berbagai prestasi yang mereka peroleh, telah membawa pengaruh
Eropa bahkan dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks. Spanyol adalah negeri yang subur.
Masyarakatnya merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab
(Utara dan Selatan). Al- Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (orang
Islam yang berasal dari Afrika Utara), ash-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel
dan Burgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan
tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, semua komunitas itu telah
memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang
melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol.
Diantara kemajuan yang dicapai Islam Spanyol di bidang intelektual adalah:
1) Filsafat
Perkembangan filsafat di Andalusia dimulai sejak abad ke-8 hingga abad ke-10 M.
Manuskrip-manuskrip Yunani telah diteliti dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada
masa khalifah Abbasiyah, al-Mansur (754-755 M.) telah dimulai aktivitas penerjemahan
hingga masa khalifah al-Makmun (813-833 M.).
Tokoh utama dan pertama dalam sejarah Arab Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad
bin As-Sayigh yang dikenal dengan Ibn Bajjah. Masalah yang dikemukakannya bersifat etis
dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al- Mutawahhid. Tokoh utama kedua
adalah Abu Bakr bin Thufail dengan karyanya Hayy bin Yaqzhan. Tokoh lainnya dalah Ibn
Rusyd yang di Eropa terkenal dengan Averros dari Cordova, pengikut Aristoteles.
Disamping sebagai filosof, ia juga sebagai ulama fiqh yang menulis kitab Bidayat al-
Mujtahid serta ahli kedokteran dengan karyanya al-Kulliyah fi ath-Thib.
2) Sains
Sains yang terdiri dari ilmu-ilmu kedokteran, fisika, matematika, astronomi, kimia,
botani, zoology, geologi, ilmu obat-obatan juga berkembang dengan baik. Dalam bidang
sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn
Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan
Sicilia dan Ibn Batuthah dari Fagier (1304- 1377 M) pengeliling dunia sampai Samudera
Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317- 1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn
Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Adapun dibidang kedokteran, ada
Tabib ibn Qurra, Ar-Razi, Ibn Sina, Umm al-Hasan bint Abi Jafar dan saudara
perempuannya al- Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang astronomi misalnya; ada Al-Majriti di Cordova yang menyempunkan
tabel zij perbintangan dari al-Khawarizmi, Az-Zarkali di Toledo, Ibn Aflah di Sevilla
dengan karyanya Kitabul Kaiat. Bidang obat-obatan menghasilkan nama-nama terkenal
pula, seperti Abu Jafar Ahmad Ibn Muhammad al-Ghafiqi, Abu Zakariyah Yahya Ibn
Muhammad Ibn Al-Awwam, Ibn Zuhr dan masih banyak lagi tokoh-tokoh Islam sains
Andalusia yang karyanya menjadi pijakan Barat dalam kemajuannya.
3) Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan kesenian, Islam di Spanyol mencapai kecemerlangan dengan
tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan
dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai
penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik pria
maupun wanita, dan juga kepada budak-budaknya, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
4) Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol.
Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli
Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga mahir dalam bahasa Arab, baik
keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Merekamereka itu antara lain: Ibn Sayyidih,
Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn
Usfur, dan Abu Hayyan al- Gharnathi.
Dalam bidang sasatra Abd Rahman sebagai seorang yang mencintai syairsyair Arab
sangat mendorong berkembangnya bidang ini, sehingga bermuncullah ahli-ahli sastra Arab
yang diilhami oleh kemajuan kesusastraan di dunia Islam bagian timur. Diantara tokoh
sastrawan di masa itu adalah Abu Umar Ahmad bin Muhammad (Ibn Abd Rabih) yang
menulis karya sastra Al-Iqd al-Farid, dan Muhammad bin Hani al-Andalusi yang digelari
Mutanabbi dari Barat. Pada akhir masa Muawiyah ahli satra Andalusia berhasil
menciptakan bentuk sastra yang disebut zajal dan muwashshah.
3. Karakteristik Intelektualitas Islam Andalusia
Kemajemukan yang ada pada masyarakat Spanyol merupakan salah satu penyebab cepat
berkembangnya intelektual disana, karena dari beberapa Intelektual yang multikultural itu
saling mengisi kekurangan yang satu dengan yang lain, walaupun mereka sangat majemuk
namun masih bisa kita ketemukan secara umum karakteristik intelektual mereka.
Mula-mula Spanyol berkiblat kepada Damaskus dalam hal hukum dan masalah agama
(madzhab hukum yang didirikan oleh Imam Awzai) yang diminati oleh kalangan militer arab
Syiria, namun dalam perkembangannya madzhab Maliki menjadi lebih dominan. Hal tersebut
tidak jelas apakah karena memang kebetulan atau karena madzhab Maliki memiliki daya tarik
khusus sehingga mampu mendominasi dalam pemikiran dan kultur orang-orang Andalusia.
Spanyol (Andalusia) merupakan pusat utama bagi penyaluran filsafat Yunani dari bangsa
Arab kepada bangsa Eropa. Dengan kata lain ia juga berperan sebagai jembatan penyeberangan
yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad 12 M. Tak heran bila
kebanyakan filosof-filosof Spanyol dalam pemikiranya banyak yang menganut Aristoteles.
Pada sisi kosmopolitan, Syair merupakan ekspresi utama dari peradaban Islam Spanyol.
Pada dasarnya Syair Spanyol didasarkan pada model-model syair Arab yang membangkitkan
sentimen prajurit dan interes faksional para penakluk Arab, gaya perkotaan Baghdadi
diperkenalkan dengan menghadirkan seorang penyanyi yang bernama al-Hasan Ibn Nafi yang
lebih dikenal dengan Ziryab ( 789-857 M.) ke cordova , Syair arab Hispano masa awwal,
Qasidah yang memuja sifat-sifat kebajikan sang penguasa dan menyampaikan beberapa tujuan
pemerintah merupakan bentuk syair yang dominan.
Pada sisi kepemerintahan, rata-rata intelektual muslim Spanyol berhubungan erat dengan
pemerintah. Tak heran bila kebanyakan dari mereka menjadi orang penting dalam
pemerintahan, seperti jabatan Wazir, katib dan Lainlain.
Pada sisi sosial kemasyarakatan, rata-rata filosof Yunani selain bergelut dalam pemikiran,
mereka juga tidak melupakan hubungan dengan masyarakat dan pemerintah, sehingga
disamping menjadi filosof mereka juga banyak yang menjadi dokter agar dapat menolong
sesama. Sebagaimana Ibn Tufail yang menjabat sebagai Dokter Istana, baru setelah beliau
merasa tua beliau menyerahkan jabatan kedokteranya kepada Ibn Rusyd.
4. Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa
Spanyol merupakan tempat paling utama bagi Eropa untuk menyerap peradaban Islam,
baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antarnegara.
Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam
jauh meninggalkan negara-negara tetangganya, terutama dalam pemikiran dan sains.
Tokoh Spanyol Islam yang sangat berpengaruh terhadap pemikiran di Eropa adalah Ibn
Rusyd, yang dikenal di Eropa dengan Averros (1120-1198 M). Averros dikenal sebagai orang
yang melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas
pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas.
Pengaruh Averros demikian besar di Eropa, sehingga muncul gerakan Averroisme (Ibn
Rusydisme) yang menuntut kebebasan berpikir.
Pengaruh-pengaruh peradaban Islam di Eropa berawal dari banyaknya pemuda Kristen
Eropa yang belajar di berbagai universitas Islam di Spanyol, seperti Universitas Cordova,
Sevilla, Malaga, Granada, dan Samalanca. Selama belajar di Spanyol mereka aktif
menerjemahkan buku-buku karya ilmuan muslim. Pusat penerjemahan buku adalah di Toledo.
Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama.
Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M., kira-
kira tiga puluh tahun setelah meninggalnya Ibn Rusyd. Di akhir pertengahan Eropa, baru
berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas tersebut, ilmu yang mereka
peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan
filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina,
dan Ibn Rusyd.
Pengaruh ilmu penegtahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M.
itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada
abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-
terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Latin.
Akan tetapi. walaupun Islam terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam,
namun ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah
kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke-14 M, yang
bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16, rasionalisme pada abad ke-17, dan
pencerahan (Aufklarung) pada abad ke-18 M.
Demikian juga bahasa Arab telah berpengaruh besar di Eropa. Selama Islam berada di
Andalusia, telah banyak nama-nama benda yang dikenal di Barat berasal dari bahasa Arab.
Karena lamanya Islam di sana, tidak kurang dari 7000 kata-kata Spanyol yang bersala dari
bahasa Arab.
Diantara kata-kata bahasa Arab banyak yang masuk ke dalam suku kata bahasa Eropa
seperti ke dalam bahasa Spanyol, Inggris, Prancis, dan Jerman. Misalnya kata-kata as-sukkar
(gula), menjadi azukar (Spanyol), sugar (Inggris), al-kuhul (alcohol) menjadi alcohol, al-fil
(gajah) menjadi marfil, syarab (minuman cair) menjadi syrup, dan lain-lain.
5. Transmisi Ilmu-ilmu Keislaman Ke Eropa
Semenjak abad ke-11 M, umat Islam mendapat serangan dari berbagai jurusan. Di
Andalusia, umat Kristen semenjak Raja Ferdinand I (1035-1065 M) mempersatukan kekuatan
membentuk kerajaan Leon yang kuat, mulai menyerang kekuasaan Islam guna merebut
kembali daerah-daerah mereka sehingga penyatuan kekuatan mereka itu merupakan awal dari
pengusiran umat Islam dari Andalusia. Di pantai timur Laut Tengah, umaat Islam mendapat
serbuan tentara Salib selama dua abad. Di Timur sejak abad ke-10 M, khalifah Abbasiyah
sudah tidak mempunyai kekuatan lagi. Kekuatannya sudah diambil oleh sultan-sultan Buwaihi,
kemudian oleh Bani Saljuk. Hilangnya kekuasaan khalifah itu menjadi sempurna setelah
datangnya Hulagu menyapu bersih kota Baghdad dari permukaan bumi.
Umat Islam kehilangan segala sesuatu yang pernah dimiliki. Namun, terjadi sesuatu yang
diluar dugaan manusia, ternyata bangsa yang menghancurkan daulah Islamiyah yang berpusat
di Baghdad itu, keturunannya justru menjadi pembangun dan pemebela agama Islam dan
kebudayaannya yang gigih sehingga agama Islam menjadi tumbuh dan mekar kembali.
Demikian juga di luar daerah bekas kekuasaan Dinasti Abbasiyah yaitu daerah Andalusia dan
Afrika Utara, peradaban Islam tidak musnah bahkan mengalir dan berpindah ke Eropa
membangun zaman renaissance Eropa.
Transmisi ilmu pengetahuan Islam mengalir ke Eropa melalui berbagai jalur. Jalur-jalur
tersebut adalah melalui Perang Salib, Negeri Sicilia, dan Spanyol.
1) Melalui Perang Salib
Perang Salib yang terjadi dari tahun 1096-1273 M (489-666 H) adalah perang antara umat
Kristen Eropa Barat dan daerah Timur khususnya yang dikuasai daulah Islam. Perang ini
dinamakan Perang Salib karena tentara Kristen memakai tanda Salib dalam peperangan
tersebut. Dengan adanya perang salib ini banyak membawa keuntungan bagi Eropa.
Perhubungan orang Kristen dengan orang Timur Tengah memberikan kemajuan dalam
berbagai bidang. Ketika kembali ke Eropa kapal-kapal mereka membawa barang-barang
berharga seperti kain tenun sutera, bejana dari porselin, dan lainlain. Sedangkan dari jenis
tumbuh-tumbuhan yang dibawa ke Eropa antara lain; sejenis biji-bijian, tanaman padi,
pepohonan jeruk, semangka, bawang putih, tumbuhan obat-obatan, tumbuhan yang
mengandung zat pewarna dan rempahrempah. Ketika Raja Jerman Frederick II membawa
angkatan perangnya ke Palestina dalam rangka perang Salib (1228-1229 M), sepulangnya
dari sana ia telah meletakkan dasar pendirian perguruan tinggi, Universitas Napels (sebuah
perguruan tinggi pertama di Eropa yang ditegakkan dengan sebuah piagam yang jelas dan
terang).
2) Melalui Negeri Sicilia
Pada abad ke-8 hingga awal abad ke-10, suasana pulau Sicilia tidak pernah tenang dari
guncangan dari dalam dan luar negeri. Pada tahun 827 M (212 H), Emir Ziyadatullah bin
Ibrahim dari Dinasti Aghlabiyah di Afrika Utara berhasil mendarat di pulau Sicilia, atas
undangan Ephemius dan bantuan penduduknya. Sebagai titik persentuhan dari dua
lapangan kebudayaan, maka pulau Sicilia teristimewa merupakan alat penghubung untuk
meneruskan pengetahuan kuno dan pengetahuan abad pertengahan. Beberapa disiplin ilmu
telah diperkenalkan dan dikembangkan di Sicilia. Diantara tokoh-tokoh yang
mengembangkan ilmu di Sicilia adalah:
Hamzah al-Basri, ahli filologi dan perawi dari penyair-penyair besar Arab al-
Mutanabbi. Ia hijrah ke Sicilia, hingga meninggal dunia di sana pada tahun 985 M.
Muhammad bin Khurasan, ahli stutus al-Quran (sejarah hermenetik dan sejarah
perkembangan huruf-huruf al-Quran), ia berasal dari Mesir kemudian ke Irak, dan
terakhir ke Sicilia hingga meninggal di sana pada tahun 996 M.
Para dokter Sicilia anatara lain Abu Said bin Ibrahim, Abu Bakr as-Siqili salah
seorang guru besar dari para dokter, Ibn Abi Usaibia, Abu Abbas Ahmad bin
Abdussalam menulis tentang salah satu komentar terhadap karya Ibn Sina. Dan
masih banyak lagi yang bergerak dalam berbagai ilmu-ilmu lain.
3) Melalui Andalusia (Spanyol)
Peran Andalusia sebagai wahana penyebaran ilmu pengetahuan ke Eropa tidak diragukan
lagi. Semasa Islam di Andalusia, ada sejumlah perguruan tinggi terkenal di sana.
Perguruan-perguruan tinggi itu antara lain Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan
Granada. Di kota Cordova disamping memiliki universitas, juga memiliki gedung
perpustakaan terbesar dan terindah pada masanya dengan bukunya kurang lebih 400.000
jilid. Banyak peminat yang belajar ke universitas itu dari berbagai penjuru. Diantara para
perintis ilmu dikalangan luar Islam yang pernah di Andalusia adalah; Gerbert dAurilac
yang kelak menjadi popular di Prancis dengan gelar Sylvester II, Adelard dari Bath, Robert
dari Chester, Hernan dari Cathiria, dan Gerard dari Cremona. Adapun orang-orang Nasrani
setempat yang menaruh perhatian terhadap perpindahan keilmuan, antara lain; Dominicus
Gondisalvi, Hugh dari Santalla, Petrus Alphosi, John Seville, Savasonda dan Abraham
Ezra. Mereka banyak menerjemahkan karya-karya para sarjana Islam di Barcelona,
Tarazona, Segovia, Leon, Pamlona, dan daerah selatan Prancis seperti Toulouse, Beziers,
dan Marseille. Peran Gerard dari Cremona cukup besar dalam mentransfer ilmu
pengetahuan dari Andalusia ke Eropa, ini dikarenakan kecintaannya pada ilmu
pengetahuan. Ketika pertama kali tiba di Toledo, ia amat menyesal akan kekurangan dan
kemiskinan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ia mempelajari bahasa Arab sehingga ia
dapat mentransfer dari bahasa Arab ke bahasa Latin. Penyaluran ilmu pengetahuan ke
Eropa dimulai ketika Toledo jatuh ketangan Kristen. Untuk mempermudah penyerapan
ilmu-ilmu Arab, di Toledo didirikan sekolah tinggi terjemah. Pekerjaan ini dipimpin oleh
Raymond. Bukubuku yang disalin adalah buku-buku bahasa Arab yang masih tersisa
daripemabakaran. Penerjemah Baghdad banyak yang pindah ke Toledo, terutama yang
berasal dari bangsa Yahudi. Sebagian besar dari mereka dapat menguasai bahasa Arab,
Yahudi, Spanyol, dan Latin. Diantara penerjemah yang terkenal adalah Avendeth (Ibn
Daud, bangsa Yahudi), yang menyalin buku astronomi dan astrologi dalam bahasa Latin.
Satu lagi Gerard Cremona, mencoba mengimbangi pekerjaan Hunain bin Ishak menyalin
buku-buku filsafat, matematika dan ilmu kedokteran. Demikianlah, kemudian Toledo
menjadi pusat perkebangan ilmu-ilmu Islam ke dunia Barat. Peranan Toledo bertambah
lengkap setelah umat Islam diusir dari Andalusia. Buku-buku yang tersisa dari kota-kota
lain di Andalusia seperti Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada, dapat mereka manfaatkan.
Bangsa Barat benci terhadap Islam, akan tetapi haus kepada ketinggian ilmu dan
peradabannya.

Anda mungkin juga menyukai