Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Dinasti Dinasti Dalam Islam


Di Susun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Dinasti Dinasti Dalam Islam
Dosen pengampu :
Moch,Zaenal Aziz Muctharom,ME,I

Di susun oleh :
Sainul Arifin
Semester : I (SATU)

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM AL HIKMAH TUBAN
2022

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam mendirikan pemerintahannya dinasti Abbasiyah memperoleh
bantuan dari berbagai suku. Namun pada saat dinasti Abbasiyah sudah didirikan,
suku-suku itu merasa kecewa karena diperlakukan sama seperti pada masa dinasti
umayah. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah otonom. Diantaranya : dinasti
Idrisiyah, dinasti Aghlabiyah, dinasti Samaniyah, dinsti Safariyah, dinasti
Thuluniyah, dinasti Hamdaniyah, dan dinasti Fathimiyyah. Beberapa diansti itu
mempunyai kewenangan dan daerah kekuasaannya masing-masing. Oleh karena
itu penulis menyusun makalah ini untuk membahas tentang dinasti – dinasti yang
membebaskan diri dari dinasti Abbasiyah.
B.     Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dinasti Idrisiyah?
2. Bagaimana sejarah dinasti Aghlabiyah?
3. Bagaimana sejarah dinasti Samaniyah?
4. Bagaimana sejarah dinasti Safariyyah?
5. Bagaimana sejarah dinasti Thuluniyah?
6. Bagaimana sejarah dinasti Hamdaniyah?
7. Bagaimana sejarah dinasti Fathimiyyah ?
C.     Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah dinasti Idrisiyah?
2. Untuk mengetahui sejarah dinasti Aghlabiyah?
3. Untuk mengetahui sejarah dinasti Samaniyah?
4. Untuk mengetahui sejarah dinasti Safariyyah?
5. Untuk mengetahui sejarah dinasti Thuluniyah?
6. Untuk mengetahui sejarah dinasti Hamdaniyah?
7. Untuk mengetahui sejarah dinasti Fathimiyyah?

BAB II
PEMBAHASAN

Pada periode dinasti Abbasiyah, sebenarnya banyak gerakan politik yang


mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar.
Namun gerakan – gerakan seperti gerakan sisa – sisa gerakan dinasti Umayyah
dan kalangan intern bani Abbas.[1]
Pada masa dinasti Umayyah terdapat ketidakpuasan terhadap sistem
pemerintahan yang diterapkan. Hal ini melemahkan dinasti Umayyah dan
merupakan kesempatan baik sekelompok orang yang menamakan diri sebagai
bani Abbas untuk melakukan propaganda menggulingkan dinasti Umayyah. Bani
Abbas melakukan propaganda dengan nama bani Hasyim supaya menarik
perhatian dan mendapatkan dukungan untuk menggulingkan pemerintahan dinasti
Umayyah.
Suatu perkara yang nyata adalah kegiatan tersebut tidak seperti kegiatan kaum
Muslimin di zaman pemerintahan Bani Umaiyah.[2]
Banyak orang yang kemudian membantu bani Abbas melancarkan rencana
tersebut dengan harapan akan mendapatkan keadilan saat pemerintahan Dinasti
Umayyah berhasil di gulingkan. Namun pada kenyataannya mereka tetap
mendapatkan perlakuan yang sama saat Bani Abbasiyah sudah berkuasa.
Daerah kekuasaan dinasti Abbasiyah yang pada mulanya seluas wilayah
yang dikuasai dinasti Umayyah yang ditaklukkan, lama kelamaan menjadi
semakin sempit. Kekecewaan yang dialami masyarakat menimbulkan
pembangkangan kepada pemerintah pusat.
Selain itu, dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, menjadikan khalifah
memiliki ketergantungan yang tinggi kepada mereka. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa daerah otonom yang terbentuk dari seseorang yang awalnya hanya
diutus sebagai panglima perang dan kemudian mendirikan daerah otonom.
Dinasti – dinasti yang kemudian memisahkan diri dari pemerintahan bani
Abbas yaitu ; Umayyah II di Kordova Spanyol, Idrisiyah di Marokko, Aglabiyah
di Tunisia, Tahiriyah di Khurasan, Dulafiyah di Kurdistan, Alawiyah di
Tabaristan, Thuluniyah di Mesir, Saffariyah di Fars, Samaniyah di Transoxania,
Sajiyyah di Azerbaijan, Fatimiyah di Mesir, Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil,
Buwaihiyah di Persia, Ikhsidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afganistan,
Ukailiyyah di Maushil, Mazyadiyah di Hillah, Mirdasiyah di Aleppo, Saljuk dan
Ayyubiyah.
A.    Dinasti Idrisiyah (789 – 926)
Idrisiyah atau Bani Idris adalah sebuah dinasti di Afrika yang berdiri selama
hampir dua abad (788 – 974). Dinasti ini didirikan oleh Idris Ibn Abdullah
seorang keturunan Al – Hasan Ibn Ali Ibn Abi Thalib.[3]
Idris melakukan pemberontakan terhadap Abbasiyah pada tahun 786 M,
namun ia mengalami kekalahan sehingga ia melarikan diri ke Mesir kemudian ke
Afrika Utara di daerah Maroko. Aliran yang di anut Idris adalah Syiah sehingga di
Maroko ia berusaha memasukkan Syiah dalam cara yang sangat halus. Berkat
dukungan yang sangat kuat dari suku Bar bar maka dinasti Idrisiyah lahir. Nama
Idris kemudian dinisbahkan kepadanama dinasti ini yaitu dinatsi Idrisiyah yang
menjadikan kota Fez sebagai pusat pemerintahan.
Terdapat dua alasan penting yang melatar belakangi munculnya dinasti
idrisiyah yang menjadikan dinasti ini kokoh dan kuat, yaitu adanya dukungan dari
suku bar bar yang sangat mengagungkan keturunan Ali dan alasan kedua yaitu
letak geografis dinasti ini yang jauh dari pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah
yang berada di Baghdad.
Raja-raja yang berkuasa di Idrisiyah yaitu : idris ibn abdullah, Idris II ibn
Idris I, Muhammad ibn Idris I, Ali ibn Muhammad, yahya I Ibn Muhammad,
Yahya II Ibn Yahya I, Ali II Ibn Umar, Yahya III Ibn AL Kasim, Yahya IV Ibn
Idris Ibn Umar, Hasan Al Hajjam Ibn Muhammad Ibn Al Kasim, Kasim Ghannun
Ibn Muhammad Ibn Al Kasim, Abu Asysh Ahmad Ibn Kasim Ghannun dan
Hasan Ibn Kasim Ghannun.[4]
Masa kejayaan pada pemerintahan Umayyah II di capai pada masa Idris I, Idris II
dan Yahya Ibn Muhammad. Pada pemerintihan Idris I dan II (Putranya) telah
berhasil mempersatukan suku bar bar.[5]
Pada masa pemerintahan Idrisiyah telah dibangun kota Fez yang dijadikan
kota pusat perdagangan dan digunakan sebagai tempat suci bagi orang – orang
terhormat keturunan Nabi.
Pada masa Yahya Ibn Muhammad, kota Fez menjadi berkembang karena
banyak imigran dari Andalusia dan daerah Afrika lainnya. Masjid Qairawan dan
Andalusia menjadi bukti perkembangan maju dari kota Fez.
Kemunduran pemerintahan dinasati Idrisiyah dimulai pada masa
pemerintahan  Yahya II, karena Yahya II tidak bisa mengendalikan pemerintahan
dengan baik sehingga terjadi pembagian wilayah kekuasaan.
Pembagian wilayah tersebut : 1) keluarga Umar Ibn Idris I tetap memerintah
wilayahnya (dahulu), 2) Daud mendapat wilayah yang lebih luas kearah timur
kota Fez, 3) Keluarga Kasim menerima sebagian dari sebelah barat kota Fez
bersama – sama dengan memerintah wilayah suku Lawata dan Kutama, 4) Husein
(paman Yahya II) menerima bagian wilayah selatan kota Fez sampai pegunungan
atlas.[6]
Selain ketidakmampuan Yahya II dalam mengatur pemerintahan, ia juga
melakukan tindakan tidak bermoral terhadap kaum wanita sehingga ia diusir oleh
penduduk kota Fez dan melarikan diri ke Mesir dan mencari perlindungan di
Andalusia sampai ia meninggal dunia pada tahun 866 M. Setelah kepergian Yahya
dari kota Fez, kekuasaaan selanjutnya adalah Ali Ibn Umar. Namun terjadi
pemberontakan yang membuat Ali Ibn Umar turun tahta. Saat keadaan
pemerintahan begitu kacau, muncul Abdurrahman Ibn Abi Sahl al Judami
menarik simpati masyarakat dengan mengambil alih kekuasaan. Kemudian pada
masa Yahya II, pemerintaha kembali membaik. Selanjutnya kekuasaan berada di
tangan Yahya IV yang berhasil mempersatukan kembali perpecahan wilayah.
Sejak itu, dinasti Idrisiyah terlibat perselisihan antara Umayyah di Spanyol dan
Dinasti Fathimiyyah di Mesir.

B.     Dinasti Aghlabiyah (800 – 902)


Dinasti kecil pada masa dinasti* Abbasiyah yang berkuasa di Ifriqiyah (sekarang
Tunisia dan provinsi Tarabulus, Libya) dari tahun 800 – 909. Para penguasa
adalah keturunan Al Aglab atau bani Taglib, seorang khurasan yang menjadi
perwira dalam dinasti Abbasiyah. [7]
Ibrahim Ibn Aghlab adalah penguasa ifriqiyah yang diutus oleh khalifah
Harun Al Rasyid, di bagian Afrika Utara. Terdapat dua bahaya besar yang
mengancam pemerintahan. Pertama dari idrisiyah atau bani idris yang beraliran
syi’ah; kedua dari golongan khawarij. Dengan kedua ancaman tersebut,
terdoronglah Harun ar-Rasyid menempatkan tentaranya di Ifrikiyah dibawah
pimpinan Ibrahim ibn al-Aghlab. 
Para penguasa Dinasti Aghlabiyah ada 11 khalifah, antara lain:
1.      Ibrahim I Ibn Al Aghlab.
2.      Abdullah I Ibn Ibrahim.
3.      Ziadatullah I Ibn Ibrahim.
4.      Abi Iqbal Ibn Ibrahim.
5.      Abu Al Abbas Muhammad.
6.      Abu Ibrahim Ahmad.
7.      Ziyadatullah II Ibn Ahmad.
8.      Abu Ghasaniq Muhammad II
9.      Ibrahim II Ibn Ahmad
10.  Abu Al-Abbas Abdullah II
11.  Abu Mudhar Ziadatullah
Masa kejayaan dinasti Aghlabiyah terjadi pada masa pemerintahan
Ziadatullah I. Banyak hasil peradaban dan kemajuan yang dicapai Dinasti
Aghlabiyah yang berkuasa selama lebih dari 100 tahun, di antaranya : Penaklukan
sisilia, Brindisi, Napoli, Taronto, Calabria, Bari, Benevento, dan kota-kota pantai
Italia. Tahun 868 M, menduduki Malpa, Ekspedisi laut dipimpin oleh Ibn Forad
yang menjelajahi pulau-pulau di laut tengah dan pantai-pantai Eropa dan Masjid
Qayrawan.
Pada akhir abad IX merupakan awal kemunduran dinasti Aghlabiyah. Posisi
dinasti Aghlabiyah di Ifrikiyah menjadi merosot. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu: Pemerintahan  tenggelam dalam kemewahan dan
pemberontakan yang terjadi akibat dari ambisi untuk menguasai wilayah, namun
dengan kekuatan militer besar, dinasti Aghlabiyah bisa dikalahkan oleh dinasti
Fatimiyah. Setelah melakukan upaya-upaya yang sia-sia demi untuk mendapatkan
bantuan dari Abbasiyah  untuk menyelamatkan Aghlabiyah Ziadatullah III diusir
kemesir. Akhirnya berakhirlah Dinasti Aghlabiyah. Ifrikiyah dikuasai oleh orang-
orang syi’ah yang selanjutnya membentuk Dinasti Fatimiyah.

C.     Dinasti Samaniyah (819 – 1005)


Orang – orang Syiah yang menisbatkan dirinya pada seorang asal Persia yang
bernama Saman yang sebelum muslim beragama Majusi.[8]
Saman adalah orang yang terlahir dari keluarga terpandang di Persia. Orang –
orang Syiah yang menisbatkan dirinya kepada Saman. Kemudian, posisi Saman
digantikan oleh anaknya Asad. Anak – anak Asad dikenal sebagai pemimpin
terkemuka di masa khalifah Al Makmun.
Ahmad bin Asad menjadi penguasa di Farghanah, Nuh bin Asad menjadi
penguasa di Samarkand, Yahya bin Asad menjadi penguasa di Syasy dan
Asyrusanah, Ilyas menjadi penguasa di Herat pada tahun 204 H/ 819 M.[9]
Pada masa berakhirnya kepemimpinan Ahmad digantikan oleh anaknya
bernama Nashr. Pada tahun 261 H/874 M Nashr diangkat oleh Khalifah Al
Mu’tamid untuk menjadi gubernur di wilayah Asia Tenggara. Nashr menjadikan
Samarkand sebagai ibukota dan mengangkat saudaranya Ismail menjadi penguasa
di Bukhara. Sepeninggalan Nashr, Ismail menggantikan posisinya menjadi
pemimpin.
Ismail dianggap sebagai pendiri sesungguhnya dari pemerintahan Samaniyah.[10]
Pada masa pemerintahan Ismail, Samaniyah menjadi sebuah kerajaan dan
Bukhara dijadikan sebagai ibukotanya. Masa pemerintahan Ismail adalah masa
puncak keemasan kekuasaan Samaniyah. Dia berhasil meruntuhkan pemerintahan
Zaidiyah di Thabaristan dan pemerintahan Safariyah dan menjadikan wilayahnya
sebagai bagian dari wilayah kekuasaannya. Maka wilayah kekuasaan Samaniyah
meliputi semua wilayah Asia Tenggara, Khurasan, Sajistan, Jurjan, Thabaristan,
Ray dan Karman. Pemerintahan ini mendorong keras munculnya aliran Syi’ah
yang kemudian dijadikan mazhab resmi di Iran.
Pada akhir pemerintahannya, dinasti ini mengalami kemunduran yang
semakin memburuk dan menjadi rebutan antara pemerintahan Ghaznawi, Turki
dan Khaqaniyah.
Pemimpin yang paling terkemuka pada masa dinasti Samaniyah yaitu :
1. Nashr bin Ahmad bin Saman                261 – 279 H/874 – 892 M.
2. Ismail bin Ahmad                                 279 – 295 H/892 – 907 M.
3. Nashr II bin Ahmad                              301 – 331 H/913 – 942 M.[11]

D.    Dinasti Safariyah (867 – 1495)


Pendiri dinasti ini adalah Ya’qub bin Lais As – Saffar, seorang pemimpin
kelompok khawarij di Provinsi Sistan (Iran). Dinasti Safariyah di bawah
kepemimpinan Amr bin Lais berhasil melebarkan wilayah kekuasaannya sampai
ke Afghanistan Timur.[12]
            Pada mulanya, Ya’kub ibn Layts membantu pemerinthan Baghdad dalam
memberantas pemberontakan yang dilakukan oleh sisa-sisa tentara Thahiriyah di
sijistan. Keberhasilannyaitu membawaYa’kub kepuncak pimpinan tentara sebagai
komandan penaklukan wilayah Herat, sind, dan Makran.
Dinasti Safariyah juga disebut dinasti Musafiriah atau Kangariah.[13]
Atas jasa prestasinya, kholifah al-Mu’tamid mengangkatnya menjadi
gubernur diwilayah Balkh, Turkistan, Kirman, Sijistan, dan Sind. Karena
ambisinya ia terus bergerak menuju wilayah lain dan berhasil menduduki Siraj,
ibu kora Fars.
Pada masa pemerintahan Amr ibn al-Layts, dinasti safariyah mengalami
kehancuran karena ambisinya yang ingin memperluas sampai Transosarnia.
Akhirnya dinasti Ghosnawi mengambil alih kekuasaan dinasti safariyah, namun
penguasaan itu tidah sepenuhnya. Bani safariyah silih berganti berada dibawha
penguasa lain seperti dinasti samaniyah, Ghosnawiyah, bani saljuk dan bangsa
mongol. Meski demikian, dinasti ini tetap bisa bertahan karena kepersoalan politik
praktis dan pragmatis. Bahkan setelah invasi mongol dan timur dinsti safariyah
berhasil bertahan sampai akhir abad ke15. Salah satu ciri dari dinasti safariyah
adalah  ambisi untuk memperoleh kekuasaan otonomi sebagai pusat
pemerintahan.

E.     Dinasti Thulun (868 -   905)


                              1.        Sejarah berdirinya
Dinasti Thuluniyah berkuasa pada tahun 254 – 292 H/868 – 905 M di Mesir yang
merupakan wilayah otonom (independent) dari khalifah – khalifah Abbasiyah di
Baghdad. Pendirinya adalah Ahmad ibn Thulun yang berasal dari Turki, lahir 23
Ramadhan 220 H.[14]
Ahmad Ibn Thulun adalah putra seorang Turki dari Farghanah. Kemudian
ia menjadi seorang budak Nuh Ibn Asad, gubernur Samarkhand, bagian dari
dinasti Samaniyah. Pada tahun 817 dipersembahkan oleh penguasa Samaniyah di
Bukhara sebagai hadiah untuk al Ma’mun.
Kemudian pada tahun 868, masa khalifah Al Mu’tamad, Ahmad Ibn
Thulun diberangkatkan ke Mesir untuk menjadi seorang gubernur di Mesir.
Setelah menjadi seorang gubernur Mesir, Ahmad Ibn Thulun memperkuat
pertahanan kekuasaannya dengan membangun pasukan tentara. Pada dinasti
Abbasiyah mengalami krisis, Ibn Thulun memanfaatkan situasi ini dan
melepaskan diri dari Baghdad.
Ketika menghadapi tekanan keuangan karena adanya pemberontakan
wangsa Zanj, Khalifah al Mu’tamid (870 – 892) meminta bantuan finansial keada
komandan pasukan yang orang Mesir itu, tetapi permintaan ini tidak dipenuhi.[15]
Karena adanya perselisihan dan lemahnya pemerintahan Dinasti
Abbasiyah, serta kurang diperhatikannya daerah Mesir, maka posisi Ibn Thulun
semakin kuat. Akhirnya ia melepaskan diri dari dinasti Abbasiyah dan mendirikan
dinasti baru.
                              2.        Raja – raja Dinasti Thulun
1. Ahmad Ibn Thulun (dariTurki) (254 – 270 H/868 – 884 M)
2. Al Khumarawayh (270 – 282 H/884 – 896 M)
3. Abu al – Asakir ibn Khumarawayh(282 – 283 H/896 M)
4. Harun ibn Khumarawayh (283 – 292 H/896 – 905 M)
5. Syaiban ibn Ahmad ibn Thulun (292 H/905 M)[16]
Khalifah yang mengalami masa kejayaan yaitu pada masa Ahmad Ibn
Thulun dan Al Khumarawayh.
Dinasti Thulun menjadi sebuah dinasti Islam yang memiliki periode paling
cepat berakhir.[17] Dinasti Thulun merupakan dinsti yang sepenuhnya terlepas
dari pemerintah pust, atau hanya memiliki keterikatan nama dengan khalifah di
Baghdad.[18]
                              3.        Prestasi yang diraih
Ahmad Ibn Thulun membangun kekuasaannya dengan membentuk
organisasi militer yang ketat, baik pasukan perang maupun angkatan lautnya.
Kekuatan pasukan 100.000 orang dan 100 kapal[19]. Pasukan itu terdiri dari
prajurit berkebangsaan Turki dan budak – budak negro. Sedangkan angkatan laut,
beliau membangun sebuah pangkalan di ‘Akka (Acre).[20] Ibn Thulun tidak
hanya melakukan pembangunan di bidang militer, beliau memperbaiki nilometer
di Pulau Raufah, yang pertama kali di bangun tahun 103 H/716 M pada masa
Dinasti Umayyyah.[21] Dengan diperbaikinya nilometer maka hasil produksi
pertanian rakyat Mesir menjadi meningkat.
Pada masa Al Khumarawayh ada  wilayah yang dihadiahkan sebagai
imbalan atas pajak yang disetorkan kepusat sebanyak 300.00 dinar, wilayah
tersebut adalah Mesir, Syria dan Gunung Taurus serta wilayah al Jazair kecuali
Mosul.[22]
Masa pemerintahan selanjutnya terjadi kelemahan yang membuat dinasti
Thulun akhirnya diserahkan kepada dinasti Abbasiyah.
                              4.        Masa Kehancuran
Kematian al Khumarawayh merupakan awal kehancuran dinasti thulun.
Setelah Al Khumarawayh meninggal, terjadi perebutan kekuasaan dan bahkan ada
yang ingin mendirikan daerah otonom lagi. Ketika Abu al – Asakir ibn
Khumarawayh memimpin terjadi perlawanan yang menyebabkannya tersingkir
dan tergantikan oleh adiknya yang berusia 14 tahun, Harun Ibn Khumarawayh.
Kemudian keadaan pemerintah sudah sangat lemah, menjadikan wilayah Syam
bisa dengan mudah direbut oleh pasukan Qaramitah. Selanjutnya, pada masa
Syaiban bin Ahmad bin Tulun, khalifah Abbasiyah mengirim pasukan untuk
menaklukkan Syria, lalu memasuki Mesir dan menundukkan Thulun. Akhirnya
kekuasaan itu diserahkan kepada pasukan Abbasiyah yang menyerang Mesir pada
292 H/905 M. Khalifah ke lima hanya memimpin selama 12 hari saja. Dan
berakhirlah kekuasaan dinasti Thulun.[23]
Karena pendiri awal dinasti Thulun adalah orang asing yang ditugaskan
untuk menjadi pemimpin yang kemudian membangun pemerintahan dan merekrut
pengawal dan menyusun kekuatan dari berbagai kekuatan asing tidak heran jika
dinasti Thulun tidak bertahan lama.
                              5.        Hasil peradaban
a.       Masjid Ibnu Thulun atau Masjid Al Maydan
Masjid ini dibangun oleh Ahmad Ibn Thulun pada tahun 262 H hingga tahun 265
H diatas sebuah gunung yang bernama “Jabar Yasykur”.[24]
b.      Istana Khumarawayh
Bangunan mewah yang ditinggali oleh anak sekaligus penerus Ahmad. Bangunan
ini memiliki “aula emas” yang dindingnya dilapisi emas dan dihiasi ukiran
bergambar dirinya, para istri dan para pengiringnya.[25]
c.       Bimaristan atau al Maristan
Merupakan balai pengobatan umum bagi masyarakat yang sakit, tanpa
membedakan latar belakang suku dan agama. Pelayanannya secara cuma – cuma
dan nyaman.
d.      Masjid al Tannur
Terletak di puncak bukit Muqaththam. Ahmad ibn Thulun membangun masjid ini
dengan maksud untuk mengantisipasi kepadatan jama’ah di masjid al Askar.[26]

F.      Dinasti Hamdaniyah (905 – 1004)


                              1.            Sejarah berdirinya
Dinasti itu didirikan pertama kali di Mesopotamia utara dengan Mosul sebagai
ibukotanya (929 – 991).[27]
            Pada masa dinasti Abbasiyah, di wilayah Taglib di utus seorang Gubernur
untuk memimpin wilayah tersebut. Dinasti Abbasiyah mempercayakan tugas itu
kepada Hamdan bin hamdun, seorang ayah dari panglima dinasti Abbasiyah yang
mempunyai banyak jasa, yaitu Al Husein bin Hadun. Al Husein berjuang dengan
gigih saat terjadi peperangan dengan orang – orang Qaramithah. Pada saat sudah
menjadi seorang amir, Hamdan ibnu Hamdun mengajak kerja sama dengan kaum
khawarij untuk menentang pemerintahan Abbasiyah. Usaha tersebut diketahui
oleh pemerintahan dan segera di perangi oleh Abbasiyah. Namun, karena jasa
anaknya yang begitu besar, Hamdan Bin Hamdun akhirnya dibebaskan.
Setelah dibebaskan Hamdan Bin Hamdun mendirikan dinasti baru, karena
sudah mendapatkan banyak dukungan golongan Syiah kaum Rafidhah dari
kabilah Arab Taglib. Nama dinasti ini dinishbatkan kepada nama pendirinya.
Setelah Hamdan bin Hamdun meninggal selanjutnya pemerintahan
dipegang oleh Hasan. Dalam perkembangannya, dinasti ini berhasil merebut
kekuasaan dinasti Ikhsidiyah di Aleppo.
Dinasti Hamdaniyah di Aleppo didirikan oleh Ali Saifuddawlah.
Pada masa itu pula lahir seorang musisi-filosof ternama, al-Farobi.[28] Masa
inipun mengenal seorang khotib istana yang fasih, ibn Nubatah.[29]
Dinasti ini mampu memainkan peran penting sebagai pagar betis untuk
mempertahankan kekuasaan dinasti Abbasiyah yang ketika itu dalam tahap
kemundurannya.[30]
Pada saat dinasti Buwaih berkuasa dan berhasil menguasai pusat kekuaaan
Mu’izzud dawlah al-Buwaihi dia menguasai orang-orang Hamdaniyun dari
Mushol. Selain itu dinasti Hamdaniyah juga melakukan perang melawan orang-
orang Bizantium. Sejak saat itu pemerintahan semakin melemah dan saling perang
hingga akhirnya pemerintahan dihancurkan oleh orang-orang Kurdi di Mushol.
Pada awal abad kesebelas dia menandatangani perjanjian damai dengan al-
Hakim dari dinasti Fatimiyah, dan sejka saat itu tidak pernah terjadi lagi
bentrokan serius.[31]
G.    Dinasti Fathimiyah (909 – 1171)
1.      Awal berdirinya
Setelah bani Abbas menerima kemenangan, ternyata mereka memonopoli
kekuasaan, sehingga orang syiah mengadakan gerakan-gerakan perlawanan
terhadap bani Abbas, antara lain Qaramithah, Hasysyain, dan lain-lain, akhirnya
terbentuklah dinasti Fathimiyah di Tunisia.[32]
Dinasti ini pada awalnya merupakan gerakan bawah tanah yang tidak bisa
ditelusuri secara jelas. Kemudian setalah Bani Abbas berkuasa, mereka merasa
tidak mendapatkan hak yang dijanjikan sebelumnya, oleh karena itu mereka
menyebarkan ideologi gerakan Fathimiah ke Syiah, Palestina, Syria, dan Hijjaz
serta menyusun kekuatan untuk mendirikan dinasti baru.
Dalam sejarah kejayaan, dinasti Fathimiyah datang setelah pusat
kekuasaanya dipindahkan dari Thunisia ke Mesir. Kekuasaan Syi’ah berakhir
1171 M. Semenjak pudarnya kekholifahan Ali bin Abi Thalib di Kuffah, golongan
Syi’ah menginginkan kekholifahan baru. Orang-orang Syi’ah beranggapan bahwa
yang berhak menjabat sebagai imamah yaitu keturunan dari Fatimah binti
Rosulullah dari situlah kekholifahan Fathimiyah lahir sebagai manifestasi dari
idealisme orang-orang Syi’ah.
Dinasti Fathimiyah muncul ketika Abu Abdullah Al-Husain Al-Syi’i
seorang propagandis dari Yaman berhasil mengibarkan pidato dan mendapat
kekuatan di suku Berber Afrika Utara. Ia berhasil mempengaruhi masyarakat
Berber untuk mengikuti misinya. Karena menganggap dirinya mampu untuk
mendirikan dinasti baru, kemudian ia mengangkat Sa’id ibnu Husain sebagai
pemimpin atau imam pertama dengan gelar Ubaidullah Al-Mahdi. Pada saat itu,
diAfrika Utara sedang dipimpin oleh Ziadatullah Al-aghlabi (dinasti Aghlabiah)
yang berpusat di Sijilmasa. Mengetahui hal itu, Sa’id menuju ke Sijilmasa dan
berhasil mengalahkan Ziadatullah. Kemudian Sa’id mengumumkan dirinya
sebagai pendiri dinasti Fathimiyah di Raqqadah daerah Al-Qairawan sebagai ibu
kotanya. Mulai sejak itu berdirilah kekholifahan Fathimiyah.
2.      Raja-raja yang berkuasa
Khalifah-khalifah dinasti Fathimiyah : Abu Muhammad
Abdullah/Ubaidullah Al-Mahdi (297-322H/909-934M), Abu al-Qasim
Muhammad Al-Qa’im ibn Amrullah ibn Al mahdi Ubaidullah  (322-323H/934-
946M), Abu Tahir isma’il Al-Mansyur Billah (323-341H/926-952M)  Abu Tamim
Ma’add Al-Mu’izz lidinillah (341-365H/952-975M), Abu Mansyur Nizar Al’aziz
Billah(365-386H/975-996M), Abu’ali Manshur Al-Hakim Ibn Amrillah (386-
411H/996-1021M), Abu Al-Hasan Ali Al-Zhahir (411-428H/1021-1035M) Dan
Abu Tamim Ma’add Al-Mustanshir(428-487H/1035-1094M). [33]
Pada masa awal dinasti Fatimiyah tugas utamanya yaitu mengambil
kepercayaan umat islam bahwa mereka adalah keturunan Fatimah putri Rasulullah
dan istri dari Ali bn abi thalib. Abu Muhammad Abdullah berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya sampai Maroko dan berhasil menaklukan Syiria, Malta,
Sardinia, Cosrisa, pulau Betrik dan pulau lainnya serta berhasil mendirikan kota
baru di pantai Tunisia yang diberi nama al-Mahdi. Sepeningalan al-Mahdi, Al-
Qaim naik tahta dan melakukan penyerangan dipantai selatan Prancis dan berhasil
menaklukan Geona dan Calabria. Semasa kholifah Al-Mansyur berhasil
menumpas pemberontakan Abu Yazid Makad yang melakukan penjegalan pada
masa Al- Qasim mengirimkan pasukan ke Mesir.
Semasa kholifah Al-muiz dinasti Fatimiyah memasuki era baru, ia berhasil
menyamai keberhasilan Abdurrahman III di Andalusia. Kholifah Mu’iz berhasil
menaklukan Maroko, Sycilia, dan Mesir dengan memasuki kota Kairo lama dan
berhasil menyingkirkan dinasti Ikhsyidiyah. Kemudian Kairo resmi dijadikan
sebagai pusat pemerintahan Fathimiah. Tiga tahun kemudian kholifah Muiz
meninggal dan digantikan oleh Aziz yang terkenal paling pandai, pencinta ilmu,
dan ambisius, kekuasaan Fathimiah mencapai puncak kejayaannya. Untuk
mendukung kegiatan ilmiahnya ia mmendirikan Darl Al-Hikmah di Kairo. Setelah
wafat, hakim naik tahta pada usia 11 tahun dan berhasil membangun observasium
di pegunungan Mukattam. Hakim memerintah selama 25 tahun. Pada masa
pemerintahannya terjadi beberapa kekejaman, perusakan gereja kristen,
pemaksaan orang kristen dan orang Yahudi untuk memakai jubah, dan membunuh
beberapa wasir. Kebijakan tersebut menimbulkan perang salib. Pada masa ini
kemunduran dan keruntuhan dinasti Fathimiah dimulai. Selanjutnya, Al-Zahir
naik tahta pada usia 16 tahun dan berhasil menngembalikan kepercayaan
masyarakat tetapi tak lama kemudian ia jatuh sakit dan meninggal dunia. Sejak
masa Al-Hakim kejayaan Fathimiah tahap demi tahap surut. Ketika terjadi perang
salib dinasti fathimiah sudah tidak sanggup lagi menhadapi tentara salib yang
hendak menguasai dunia Islam. Dinasti Fathimiah meminta bantuan pada
Nuruddin Zanki raja Syam. Nuruddin mengutus Shalahuddin membawa angkatan
bersenjata membantu Mesir. Dalam perjuangan nya Shalahuddin berhasil,
kemudian menjadi wazir. Sejak peristiwa itu, kholifah dinasti Fathimiyah
menyerahkan segala urusan ditangani oleh wazir. Kemudian pada tahun 1171M,
Shalahuddin menghapuskan kekholifahan Fathimiyah atas desakan Baghdad dan
menggantikannya dengan dinasti Ayyubiah yang berorientasi ke Baghdad, maka
berakhirlah dinasti Fathimiyah.

3.      Bukti Peninggalan Dinasti Fathimiyah


a.       Masjid al-Ahzar
Masjid ini pertama kali dibangun di sebelah tenggara kota Kairo, dekat dengan
istana antara daerah Ad-Daylam sebelah timur dan At-Turk sebelah selatan yang
didirikan oleh panglima Jauhar. Masjid ini didirikan pada Ramadhan 361H/875M
setelah mereka mendirikan markas kerajaan mereka yang baru (kota Kairo
didirikan pada Jumadil Ula tahun 259H/Maret 873M). Pada masa kholifah Al-
Aziz Nazzar, masjid ini difungsikan sebagai akademik keilmuan.
Tercatat dalam sejarah bahwa Al-Azhar merupakan lembaga pendidikan islam
yang telah dikenal sebagai universitas tertua didunia.[34]
b.      Masjid Hakim bi Amrillah
Masjid ini dibangun pada masa kholifah Al-Aziz Billah yang kemudian
diselesaikan pada masa kholifah Hakim Bi Amrillah. Oleh karena itu masjid ini
dinisbatkan kepada kholifah Hakim Bi Amrillah.
c.       Bab an-Nasr atau pintu kemenangan
Merupakan pintu gerbang pertama yang didirikan oleh dinasti fathimiyah
yang dibangun oleh panglima Jauhar atas perintah kholifah Mu’iz.
d.      Bab Al-Futuh atau tembok penaklukan
Merupakan pasangan Bab an-Nasr yang didirikan pada tahun yang sama
pada Bab an-Nasr.
Bab Al-Futuh ini menyambung dengan Bab an-Nasr melalui dua jalan yaitu diatas
pagar tembok dan dari bawah pagar.[35]
e.       Bab Zuwailah
Merupakan gerbang ketiga dikota Kairo yang paling terkenal, terletak
disebuah sudut yang dinamakan sudut Sam bin nuh. Nama gerbang ini dinisbatkan
pada kabilah Zuwailah, kabilah Barbar yang bergabung dengan pasukan Jauhar di
Maroko untuk menaklukan Mesir.
Analisis Perbandingan Dinasti – Dinasti lain di Dunia Islam
Dinasti – dinasti kecil di dunia Islam I berdiri karena satu alasan kuat yaitu
rasa kecewa terhadap dinasti Abbasiyah yang menjanjikan hak diberikan secara
adil kepada setiap masyarakat. Mereka awalnya adalah pendukung Abbasiyah
yang kemudian melakukan pemberontakan dan menjadi daerah otonom. Dinasti –
dinasti kecil di dunia Islam I juga menganut sistem pemerintahan yang sama,
sistem pemerintahan monarki, yaitu sistem pemerintahan yang menjadikan
keturunannya sebagai penggantinya. Meski demikian, masih saja terjadi perebutan
kekuasaan karena sifat ambisi. Selain itu, dinasti – dinasti itu juga
menggedepankan ekspansi wilayah kekuasaan, mereka melakukan berbagai cara
agar wilayah kekuasaannya semakin luas dan semakin luas lagi. Bahkan sering
kali terjadi pertumpahan darah antar sesama mazhab. Berakhirnya dinasti – dinasti
itu pun karena satu hal yaitu penyerangan dan perebutan dinasti lain yang merasa
lebih kuat.
Selain persamaan tersebut, dinasti – dinasti di dunia Islam I juga memiliki
perbedaan, diantaranya :
Perbedaan diantara beberapa dinasti-dinasti otonom pada masa dinasti
Abbasiyah yaitu dinasti-dinasti itu memiliki peranan yang berbeda-beda. Dinasti
Idrisiyah memiliki saham dan adil yang besar dalam perkembangan kultur
masyarakat bar bar dan mendirikan universitas Qoirowan yang megah dan
terkenal. Dinasti Aglabiyah memiliki peranan dala bidang politik, kebudyaan,
ilmu pengetahuan dan ekonomi, memajukan dalam perkembangan sektor
pertanian dan industri, mmebangun jalan – jalan, angkutn serta lalu lintas
perdagangan, alt – alat pertanian,pengolahan emas, perak dll. Dinasti samaniyah
memliki peranan dalam mengembangkan kekuasaan islam sampai kewilayah
Turki dan membangun perpustakaan – perpustakaan dari berbagai disiplin ilmu
yang tidak ada di tempat lain. Dinasti Safariyah memiliki peranan perluasan
wilayah sampai ke kota kabul dan kota bentang balkh dan merebut kekuasaan
khurasan. Dinasti Thuluniyah berperan dalam pembangunan armada laut yang
tangguh dengan berpangkalan di Akka dan mengembangkan sektor pertanian serta
memperbaiki bendungan irigasi dengan membangun jembatan terusan. Dinasti
hamdaniyah mempunyai peranan dalam bidang politik, dinasti ini sebagai pagar
pertahanan dinasti Abasiyah. Dinasti fatimiyah mempunyai peranan dalam
mendirikan beberapa lembaga ilmu pengetahuan seperti karya sastra yang terkait
keislaman syair, astrologi, dan mendirikan beberapa majid yang menandai
kemajuan arsiktektur zaman fatimiyah.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dinasti – dinasti yang kemudian memisahkan diri dari pemerintahan bani
Abbas yaitu ; Umayyah II di Kordova Spanyol, Idrisiyah di Marokko, Aglabiyah
di Tunisia, Tahiriyah di Khurasan, Dulafiyah di Kurdistan, Alawiyah di
Tabaristan, Thuluniyah di Mesir, Saffariyah di Fars, Samaniyah di Transoxania,
Sajiyyah di Azerbaijan, Fatimiyah di Mesir, Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil,
Buwaihiyah di Persia, Ikhsidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afganistan,
Ukailiyyah di Maushil, Mazyadiyah di Hillah, Mirdasiyah di Aleppo, Saljuk dan
Ayyubiyah.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahmah, Dudung,et.al. 2003. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga


modern.Yogyakarta:Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga.

Al – Azizi,Abdul Syukur. 2014. Kitab sejarah peradaban islam terlengkap. cet.1.


Jakarta: Diva press.
Al – ‘Usairy,Ahmad. 2011. Tarikh al – Islam, Edisi Indonesia, Sejarah Islam. Penerjemah
Samson Rahman.Jakarta:Akbar Media.

Fu’adi, imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta: Teras.

Hitti,Philip K. 2008. History of The Arabs:From the earliest times to the present, terj.R
Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi.Jakarta:Serambi Ilmu Semesta.

Khoiriyah. 2012. Reorientasi wawasan sejarah Islam dari Arab sebelum Islam Hingga
Dinasti – Dinasti Islam.Cet I. Yogyakarta:Teras.

Munir, Samsul. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Cet 2. Jakarta: Amzah.

Syalabi. 1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Terj. Muhammad Labib Ahmad. Cet.II.
Jakarta:Al Husna Zikra.

Tim Penyusun Ensiklopedi Islam.1994 . Ensiklopedi Islam. Jakarta:Ichtiar Baru Van


Hoeve.

Yusran,Asmuni,H.M..1996. Dirasah islamiyah:pengantar studi sejarah kebudayaan


islam dan pemikiran.Jakarta: raja grafindo persada

[1] Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta:Ichtiar


Baru Van Hoeve,1994), hlm.7.
[2] Syalabi,Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, terj.Muhammad Labib
Ahmad. (Cet.II.Jakarta:Al – Husna Zikra,1997) Hlm.209.
[3] Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam (Jakarta:Departemen Agama RI,1988), Hlm.376.
[4] Khoiryah, reorientasi wawasan sejarah islam dari arab sebelum islam
hingga dinasti-dinasti islam (cet.1 ; Yogyakarta,teras:2012)hlm128.
[5] Khoiryah, reorientasi wawasan sejarah islam dari arab sebelum islam
hingga dinasti-dinasti islam....hlm129
[6] Khoiryah, reorientasi wawasan sejarah islam dari arab sebelum islam
hingga dinasti-dinasti islam....hlm130
[7] Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam,.....Hlm 65.
[8] Ahmad al – ‘Usairy,Tarikh al – Islam, Edisi Indonesia, Sejarah Islam,
Penerjemah Samson Rahman, (Jakarta:Akbar Media,2011). Hlm.266.
[9] Ahmad al – ‘Usairy,Tarikh al – Islam, Edisi Indonesia, Sejarah Islam,
Penerjemah Samson Rahman,..... Hlm.266.
[10] Ahmad al – ‘Usairy,Tarikh al – Islam, Edisi Indonesia, Sejarah Islam,
Penerjemah Samson Rahman,.....Hlm.266
[11] Ahmad al – ‘Usairy,Tarikh al – Islam, Edisi Indonesia, Sejarah Islam,
Penerjemah Samson Rahman,... Hlm.267.
[12] Samsul Munir,Sejarah Peradaban Islam (Cet.2;Jakarta,Amzah:2010).
Hlm 276.
[13] Dudung Abdurrahmah,et.al, Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa
Klasik hingga modern (Yogyakarta:Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Sunan
Kalijaga,2003), Hlm.329.
[14] Khoriyah,Reorientasi Wawasan sejarah Islam Dari Arab sebelum
Islam hingga dinasti – dinasti Islam,..... Hlm.139
[15] Philip K.Hitti,History of The Arabs:From the earliest times to the
present, terj.R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta:Serambi
Ilmu Semesta,2008) Hlm. 573.
[16]  Khoriyah,Reorientasi Wawasan sejarah Islam Dari Arab sebelum
Islam hingga dinasti – dinasti Islam,..... Hlm.140
[17] Samsul Munir,Sejarah Peradaban Islam...hlm2776
[18] Philip K.Hitti,History of The Arabs:From the earliest times to the
present, terj.R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi...hlm576
[19] Khoriyah,Reorientasi Wawasan sejarah Islam Dari Arab sebelum
Islam hingga dinasti – dinasti Islam ...hlm141
[20] Philip K.Hitti,History of The Arabs:From the earliest times to the
present, terj.R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi...hlm574
[21] Samsul Munir,Sejarah Peradaban Islam....hlm277
[22] Khoriyah,Reorientasi Wawasan sejarah Islam Dari Arab sebelum
Islam hingga dinasti – dinasti Islam,..... Hlm140
[23] Philip K.Hitti,History of The Arabs:From the earliest times to the
present, terj.R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi...hlm
[24] Khoriyah,Reorientasi Wawasan sejarah Islam Dari Arab sebelum
Islam hingga dinasti – dinasti Islam,..... Hlm141
[25] Philip K.Hitti,History of The Arabs:From the earliest times to the
present, terj.R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi.... Hlm.575
[26] Khoriyah,Reorientasi Wawasan sejarah Islam Dari Arab sebelum
Islam hingga dinasti – dinasti Islam,..... Hlm 141
[27] Philip K.Hitti,History of The Arabs:From the earliest times to the
present, terj.R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi.... Hlm 579
[28] Philip K.Hitti, History of the Arabs ; from the Earliest times to the
present, trj. R.Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta, PT Serambi
Ilmu Semesta;2008) hlm580
[29] Philip K.Hitti, History of the Arabs ; from the Earliest times to the
present, trj. R.Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi.....hlm580
[30]Imam Fu’adi,Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta:Teras,2011).
Hlm.171
[31] Philip K.Hitti, History of the Arabs ; from the Earliest times to the
present, trj. R.Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi.....hlm583
[32] Asmuni,H.M.Yusran,dirasah islamiyah:pengantar studi sejarah
kebudayaan islam dan pemikiran(Jakarta: raja grafindo persada ;1996) hlm.13
[33] Khoriyah,Reorientasi Wawasan sejarah Islam Dari Arab sebelum
Islam hingga dinasti – dinasti Islam,.....hlm172
[34] Abdul Syukur Al-Azizi,kitab sejarah peradaban islam
terlengkap (cet.1 ; Jakarta,diva press:2014)hlm255
[35] Abdul Syukur Al-Azizi,kitab sejarah peradaban islam
terlengkap.....hlm259

Anda mungkin juga menyukai