Anda di halaman 1dari 19

ISLAM KAWASAN SAUDI ARABIA DAN PAHAM WAHABISME

Makalah ini disusun dan dipresentasikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian
Islam Kawasan pada Program Studi Magister Studi Islam

Pengampu:
Dr. H. M. Hasan Ubaidillah, M.Si

Oleh:
Hasyim Asy’ari
02040122006

MAGISTER STUDI ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2023
1

Islam Kawasan Saudi Arabia dan Paham Wahabisme

Hasyim Asy’ari
hasyim.ikahac@gmail.com
Magister Studi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

A. Kondisi Bangsa Arab


Secara geografis, bangsa Arab mendiami wilayah Jazirah di barat daya, Benua
Asia, antara Laut Merah dan Laut Arab, Teluk Persia, dan Lautan Hindia. Di mana
bangsa Arab menjadikan tempat tinggal akhirnya disebut dengan Jazirah Arab.
Menurut Noeldeke, penamaan Jazirah tersebut dengan Jazirah Arab karena wilayah
tersebut merupakan wilayah yang sebagian besar terdiri dari padang pasir.
Sedangkan menurut Muhammad Hasyim Athiyah dinamakan Jazirah tersebut dengan
Jazirah Arab karena penduduknya suka mengembara, dari satu tempat ke tempat
yang lain.1
Bangsa Arab termasuk ras atau rumpun bangsa Caucasoid dalam sub ras
Mediteranian yang anggotanya meliputi sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Amerika,
Arabia dan Irania. Bangsa Arab menurut silsilahnya berakhir pada Sam bin Nuh
dimana darinya muncul Bangsa Babilonia, Khaldea, Asyuria, Ibrani, Phunisaia,
Aram dan Habsyi. Kecuali bangsa Arab bangsa-bangsa keturunan Sam bin Nuh atau
rumpun Semit ini sebagian besar sudah lenyap dan tidak dikenal lagi. Karena
terintegrasi ke dalam kebudayaan lain atau punah dan hancur.
Bila dilihat dari asal usul keturunan, penduduk Jazirah Arab dapat dibagi menjadi
dua golongan besar yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan Adnaniyun
(keturunan Islamil ibn Ibrahim). Pada mulanya wilayah utara diduduki golongan
Adnaniyun, dan wilayah selatan didiami Qahthaniyun. Kelompok beberapa keluarga
membentuk kabila (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan
dipimpin oleh seorang syekh. Mereka menekankan hubungan kesukuan sehingga
kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau
suku.2

1
Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam: Daras Sejarah Peradaban Islam (Surabaya:
Pustaka Islamika, 2003), 1.
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Grafindo Persada, 2000), 10-11.
2

Bangsa Arab sebelum Islam sebenarnya telah mengenal keyakinan terhadap satu
Tuhan (Tauhid/ Monoteisme), yaitu Allah Swt. sebuah ajaran yang dibawa oleh Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail. Al-Quran sendiri mengakui eksistensi ajaran Ibrahim dan
menyebutnya dengan Hanif (agama yang lurus). Namun beberapa abad sebelum
kedatangan Islam, kemungkinan ajaran suci itu telah ternoda oleh tahayul dan
khurafat, hingga sampai pada penyekutuan (syirk) terhadap Allah Swt.
Penyimpangan ini kemudian dikenal dengan watsaniyah (penyembahan terhadap
berhala atau patung).
Sebelum agama Islam datang, masyarakat Arabia sudah memiliki beberapa agama
dan kepercayaan, misalnya bangsa Arab Qathan (kaum Saba) yang bermukim di Ya-
man menganut agama dan kepercayaan Shabaiyah,yaitu suatu kepercayaan yang ber-
kembangdikalangan masyarakat Qahthan tentang adanya kekauatan yang terdapat
pada bintang-bintang dan matahari. Setelah hancurnya bendungan Maâ’rib masyara-
kat Qahthan terpencar kebeberapa tempat dibagian utara Yaman, sehingga lama-ke-
lamaan kepercayaan yang mereka anut mengalami perubahan ketika mereka mulai
berinteraksi dengan masyarakat dan kebudayan lain.
Masyarakat kota Mekah sebelum mereka menyembah berhala, batu-batuan dan
pepohonan adalah penganut agama Tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim As, yaitu
agama yang mengajarkan hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, mereka wajib
percaya dan menyembah. Namun karena adanya keterputusan risalah, akhirnya me-
reka menyembah selain Allah.3
Proses perpindahan kepercayaan ini berawal ketika salah seorang pembesar suku
Khuza’ah bernama Amir bin Luay al-khuza’i4 pergi ke Syam (Syria). Ia menuju ke
kota tersebut, karena menurut anggapannya, Syam adalah kota para rasul. Di kota itu
ia melihat tata cara peribatan masyarakatnya yang sangat aneh yang berbeda dengan
tata cara peribadatan yang biasa mereka lakukan, yaitu menyembah berhala.5 Melihat
tata cara peribadatan seperti itu, Amr mulai tertarik untuk mempelajari dan mem-

3
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejarah Zaman Nabi Adam Hingga abad XX (Jakarta: Akbar Media Eka
Sarana, 2003), 83.
4
M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw dalam Sorotan al-Qur’an dan hadits-hadits
Shahih, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), 85-88.
5
Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah: Studi Analisis Berdasar Sumber-sumber otentik. ( Terj).
Al-Sirah al-Nabawiyah fi Dhau’I al-Mashadir al-Ashliyah: Dirasat Tahliliyah. Penerjemah. Yessi HM.
Basyaruddin. ( Jakarta” Qisthi Press), 66-67.
3

praktikannya. Untuk keperluan peribadatan tersebut, Amr Ibn Luay meminta sebuah
berhala dari suku Amaliqah sebagai kenang-kenangan dan akan dijadikan alat alat
perantara dalam peribadatan masyarakat Arab Mekah guna mendekatkan diri kepada
tuhannya. Berhala itu diberi nama Hubal yang kemudian ditempatkan di tengah-
tengah Ka’bah. Setelah itu, Amr ibn Luay meminta masyarakat Mekah untuk
menyembah Hubal, sebagai tuhan mereka. Berhala ini kemudian diletakan di Ka’bah
dan dija dikan sebagai pimpinan berhala-berhala lainnya seperti Manat,6 berhala
tertua suku bangsa Arab, diletakkan di Masyalal, daerah pantai Laut Merah dekat
Qadidi, jalur antara Mekkah dan Madinah. Manat merupakan berhala yang disembah
oleh suku‘Aush dan Khazraj. Selain Manat, terdapat berhala-berhala kecil yang juga
disembah oleh suku bangsa tersebut. Di antara berhala ini, ada berhala bernama
Suwa, yang disembah orang Yanbu’. Wadd, disembah suku Kalb, Yaghuth disembah
suku Madhij. Ya’uq, disembah suku Khiwan, penduduk San’a, Yaman.7 Sementara
Latta, ditempatkan di Thaif. Sedang Uzza, diletakkan di Wadi Nakhlah. 8
Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Khuza’ah, anak
keturunan Isma’il bin Ibrahim as, berkembang dan menyebar ke seluruh jazirah
Arabia. Dalam hal peribadatan, mereka memiliki tradisi tersendiri. Menurut Ibn
Atsir9 dan beberapa sejarawan muslim lainnya mengatakan bahwa ke manapun
mereka pergi untuk menetap di suatu daerah, mereka selalu membawa sebongkah
batu dari tanah Haram (Mekah), sebagai penghormatan terhadap tanah Haram. Di
tempat baru mereka, batu-batu tersebut diletakkan di tempat khusus. Pada waktu
tertentu mereka mengelilinginya seperti orang thawaf di Ka’bah. Tradisi ritual seperti
ini terus berjalan hingga terkikis dengan sendirinya, karena digantikan oleh
penyembahan batu-batu yang mereka pahat yang dijadikan sesembahan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa mereka telah lepas dari akar tradisi agama Ibrahim.
Selain agama dan kepercayaan tersebut di atas, terdapat agama lain yang juga
danut masyarakat Arab, seperti agama Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Saba’i.

6
M. Quraish Shihab, Membaca…, 87-88.
7
P.K.Hitti, History of the Arabs ( London: McMillan, 1970), 98-102.
8
Arthur Goldschmidt, Jr. A Concise History of The Middle East, 2 nd ed. (Colorado: WestviewPress,
1983), 25.
9
Ibn Atsir, Abu As-Sa’adat al-Mubarak ibn Muhammad al-Jazai’iri, al-Bidayah wa al-Nihayah.J.2. (ed).
Thahir Ahmad al-Zawi dan Mahmud Muhammad al-Thanahi (Kairo: Dar al-Ihya al-Kutubal-Arabiyah, tt),
205.
4

Kedatangan agama Yahudi disebabkan eksodus bangsa Yahudi karena serangan


Bukhtanshir pada 578 SM atas Babilonia dan Assyria. Serangan ini menyebabkan
masyarakat Yahudi melarikan diri ke wilayah Hejajz bagian utara. Selain itu, sekitar
tahun 70 M bangsa Yahudi dijajah oleh bangsa Romawi.10 Penjajahan ini membuat
beberapa kabilah Yahudi melakukan eksodus ke wilayah Hejaz. Di Hejaz, mereka
kemudian menetap di Yatsrib dan Taima. Di tempat ini, suku-suku Yahudi tersebut
membuat perkampungan dan benteng-benteng pertahanan. Melalui mereka agama
Yahudi tersebar di kalangan orang-orang Arab. Hal ini membuat masyarakat Yahudi
memainkan peran cukup penting dalam peristiwa politik di Yatsrib, baik sebelum
maupun sesudah Islam datang. Pada masa kedatangan Islam, terdapat beberapa suku
Yahudi yang cukup berpengaruh, seperti Khaibar, Nadlir, Musthaliq, Quraizhah,
Qainuqa, dan Bani Gathfan. 11

B. Masa Pembentukan Islam di Makkah-Madinah


1. Islam di Makkah
Dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah Saw, baik secara diam-diam
maupun secara terbuka, mendapat tanggapan (respon) yang beragam, ada yang
menerima dan banyak pula yang menolak. Sejumlah kecil mereka yang
menerima ajaran Islam adalah para sahabat dan keluarga dekat Rasulullah Saw,
meskipun ada juga keluarga dekatnya yang menolak misalnya Abu Lahab. Nabi
Muhammad bersama para sahabatnya berusaha secara bersama-sama
menyebarkan ajaran di tengah-tengah kehidupan masyarakat kota Mekah. Salah
seorang sahabat dekat beliau adalah Abu Bakar Al-Shiddik. Abu Bakar dikenal
dikalangan masyarakat Qurays sebagai seorang saudagar kaya dan memiliki
status sosial tinggi serta mempunyai pengaruh yang cukup besar, hingga disegani
oleh kawan maupun lawan.12
Sebagaimana ditegaskan pada bagian terdahulu bahwa Abu Bakar, dengan
kharisma dan status sosial-ekonomi dan pengaruhnya telah berhasil menarik
simpati kawan-kawannya untuk menerima Islam dan membela perjuangan Nabi

10
Ira. M. Lapidus, A. History of Islamic Peoples (Cambridge: Cambridge Univ.press, 1988), 7-8.
11
Shafiyurrahman al- Mubarakfury, Sejarah Hidup Nabi Muhammad: Sirah Nabawiyah (Jakarta: Robbani
Press, 2008), 36-38.
12
Muhamad Husein Haikal, Biografi Abu Bakar ash.Shiddiq: Khalifah Pertama yang menentukan Arah
Perjalanan Umat Islam Sepeninggal Rasulullah (terj), ( Jakarta: Qisthi Press,: 2007), 29-30.
5

Muhamad Saw dalam perjuangannya menyebarkan ajaran Islam. Di antara


mereka yang berhasil diajak masuk Islam adalah Usman bini Affan, Zubair bin
Awwam, Sofiah binti Abd al-Muthalib Sa’ad bin Abi Waqqash, Arqam bin Abi
al-Arqam, 13 Abd Allah bin Mas’ud, Shuhaib al- Rumi, Abu Dzar al-Ghifari dan
lain-lain. Dari mereka itulah kemudian agama Islam tersebar dan menjadi agama
yang dicintai masyarakat Arab.14
Salah satu upaya awal penyebaran Islam secara sistematis kepada masya-
rakat kota Mekah adalah melalui pendidikan di rumah Arqam Ibn Abi Arqam. Di
tempat inilah, Islam dikembangkan melalui kegiatan pengajaran secara kelompok
kepada mereka yang baru masuk Islam dan mereka yang sudah lama menyatakan
sebagai muslim. Dari kegiatan pengajaran agama kepada sekelompok kecil
masyarakat Arab kota Mekah inilah nantinya Umar Ibn al-Khattab masuk Islam.
Meskipun dapat dikatakan bahwa masyarakat Arab di kota Mekah ada
yang menerima ajaran Islam secara ikhlas, tapi pada umumnya masyarakat Arab
kota Mekah menolak dan tidak menghendaki kehadiran Islam dan umat Islam di
kota tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai penghinaan bahkan ancaman
pembunuhan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw dan umat Islam.15
Dalam menghadapi tanggapan yang tidak menyenangkan ini, Rasulullah
terus saja menyebarkan ajaran Islam, meskipun ia bertaruh nyawa. Karena beliau
berkeyakinan bahwa Islam merupakan agama yang paling benar yang mengajak
umatnya menuju keselamatan di dunia dan di akhirat. Beliau mengajarkan bahwa
hanya Allah yang wajib disembah, karena tiada Tuhan selain Allah dan Muham-
mad adalah Rasulullah. Meninggalkan segala perbuatan tercela dan melaksanak-
an perbuatan terpuji, sesuai ajaran yang disampaikan Rasulullah Saw.Sebagai
konsekuensi dari ajaran ini, maka segala bentuk peribadatan hanya ditujukan
kepada Allah semata. Bukan kepada berhala yang selama itu mereka jadikan
tuhan. Akibat dakwah ini, rasulullah dan umat Islam mendapat gangguan yang
luar biasa. Karena dakwah yang dilakukan dianggap telah mengacaukan sistem
sosial dan keagamaan yang sudah mapan. Muhamad saw dianggap orang yang

13
Shafiyurrahman al- Mubarakfury, Sejarah Hidup Nabi Muhammad, 113-114.
14
Muhamad Husein Haikal, Biografi Abu Bakar ash.Shiddiq..., 29-30
15
Rizqullah, Biografi… hlm, 194-195
6

memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Arab dengan mengajarkan Islam,
sebuah ajaran baru dalam kehidupan mereka.
2. Islam di Madinah
Di Madinah, Muhammad saw., selain sebagai Nabi pembawa risalah
Islam, beliau juga menduduki posisi sebagai negarawan yang kepadanya seluruh
pertentangan dimintai solusinya. Setelah fath al-Makkah pada thaun 630 M.,
Nabi Muhammad saw.menjadi pemimpin Negara yang wilayahnya meliputi
Mekah dan Madinah. Menjelang akhir hidupnya, pada tahun 632 M. Nabi
Muhammad saw. telah mengubah masyarakat pagan Arab ke masyarakat yang
bertauhid, mengimani keesaan Tuhan.16
Dampak perubahan peradaban yang paling signifikan pada masa
Rasulullah adalah perubahan tatanan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa
amoral menuju moralitas yang beradab. Dalam tulisan Ahmad al-Husairy
diuraikan bahwa peradaban pada masa nabi dilandasi dengan asas-asas yang
diciptakan sendiri oleh Nabi Muhammad di bawah bimbingan wahyu. Di antara
dampak positifnya adalah dengan pembangunan masjid yang di kenal dengan
masjid Nabawi.17
Pembangunan masjid ini merupakan bagian dari strategi dakwah pertama
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk melebarkan sayap Islam, karena
masjid memiliki peranan penting dalam sejarah Islam. Di samping sebagai
tempat untuk beribadah, masjid juga merupakan madrasah yang menghasilkan
pemimpin Muslim yang berkompeten serta menjadi pembawa panji keislaman.
Di sisi lain, masjid juga menjadi tempat pemilihan khalifah, baiat, dan diskusi
tentang semua persoalan umat sekaligus menjadi pusat pemerintahan. Dari
masjid pula lahirlah para pasukan tangguh. Di masjid ini pula Nabi menyambut
utusan para suku dan delegasi para raja dan penguasa.18
Strategi kedua adalah dengan membangun ukhuwwah islamiyyah yaitu
mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin. Dalam hal ini Ibnu Katsir

16
Ruswan Thoyib, Development of Muslim Educational System in the Classical Period (600-1000 M.)
dalam The Dynamics of Islamic Civilization; Satu Dasawarsa Program Pembibitan (1988-1998),
(Yogyakarta: FKAPPPCD bekerjasama dengan Penerbit Titian IIahi, T.Th), 56
17
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2016), 63.
18
Hamid Fahmi Zarkasyi, Peradaban Islam, Makna Strategi Pembangunannya (Ponorogo: CIOS, 2010),
18-19.
7

mengutip riwayat Imam Ahmad, dalam karyanya al-Bida>yah wa al-Niha>yah,


bahwa Rasulullah SAW mempersaudarakan antara kaum Anshar dan Muhajirin
di rumah Anas bin Malik. Kaum Anshar dengan lapang dada membantu kaum
Muhajirin dalam hal apapun, seperti tempat tinggal bahkan harta benda
sekalipun. Persaudaraan ini kemudian mampu menghilangkan sekat kesukuan,
dan saling tolong menolong terhadap sesama.19
Setelah berhasil menguatkan persaudaraan antara Muslim Anshar dan
Muhajirin, strategi yang ke tiga adalah membuat perjanjian dengan non-Muslim.
Penduduk Madinah di awal kedatangan Rasulullah terdiri dari tiga kelompok,
yaitu bangsa Arab Muslim, bangsa Arab non-Muslim dan orang Yahudi. Untuk
menyelaraskan hubungan antara tiga kelompok tersebut, Nabi mengadakan
perjanjian atau kesepakatan dalam piagam yang di sebut “Konstitusi Madinah”,
yang isinya antara lain: Pertama,semua kelompok yang menandatangani piagam
merupakan suatu bangsa. Kedua, jika salah satu kelompok di serang musuh, maka
kelompok lain wajib untuk membelanya. Ketiga, masing-masing kelompok tidak
dibenarkan membuat perjanjian apapun dengan orang Quraisy. Keempat,
masing-masing kelompok bebas menjalankan agamanya tanpa campur tangan
kelompok lain. Kelima, kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin,
nonmuslim, maupun bangsa Yahudi, saling membantu secara moril dan materiil.
Keenam, Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan
beliau menyelesaikan masalah yang timbul antar kelompok.20
Adapun dalam bidang politik, Nabi Muhammad SAW meletakkan sistem
permusyawaratan (syura) sebagai dasar yang sangat ideal dalam kehidupan
demokrasi. Seperti yang difirmankan dalam al-Qur’an QS. Asy-Syura [42]: 38.
Adapun dalam bidang ekonomi, beliau meletakkan sistem yang dapat menjamin
keadilan sosial. Karena hal ini sangat diperlukan oleh masyarakat yang baru
dibentuk, ditata, dibina dan dikembangkan. Agar masyarakat dapat tumbuh
kembang dengan keadilan sosial, oleh karena itu Rasulullah sebagai seorang
visioner, sangat menghayati dan menjiwai akan merealisasikan prinsip-prinsip

19
mad al-Din Abi Fida’ Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir, Al-Bida>yah wa al-Niha>yah, Jilid IV, (Hijr:
Markaz al-Buhuts wa al-Dirasat al-Arabiyyah wa al-Islamiyyah, 1997), 554-561.
20
Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M) (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2017), 44-45.
8

keadilan sosial dalam masyarakat yang baru dibentuknya, seperti pembagian


zakat.
Selanjutnya dalam bidang sosial-kemasyarakatan, Rasulullah SAW
meletakkan dasar dan sistem yang sangat penting, seperti persamaan derajat
manusia dihadapan Allah SWT yang mana tidak ditentukan oleh latar belakang
suku, ras, bangsa, pangkat, kedudukan, strata sosial dan atribut-atribut duniawi
lainnya. Karena derajat dan martabat manusia dihadapan Allah SWT ditentukan
oleh kualitas takwa kepadaNya.21

C. Islam di Makkah-Madinah Setelah Nabi Wafat


Islam berkembang di Arab Saudi tidak bisa dilepaskan dari jasa para sahabat
Rasulullah saw. al-Khulafa’ ar-Rasyidin telah berjuang demi penegakan agama
Allah swt., Islam. Rasulullah saw. telah wafat dan meninggalkan amanah besar
berupa tampuk pimpinan yang akan melanjutkan risalah Allah swt. Islam pada masa
al-Khulafa’ ar-Rasyidin mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dari segi
antropologi para al-Khulafa’ ar-Rasyidin juga bisa memasukkan budaya bangsa luar
arab ke bangsa arab dengan prinsip tidak ada pertentangan dan perbedaan antar
mereka. Dilihat dari segi sosiologis bahwa bahwa pemimpin-pemimpin pada masa
al-Khulafa’ ar-Rasyidin adalah bukan pemimpin yang otoritas, melainkan
masyarakat yang tetap mempertahankan menghimbau bukan kekuasaan untuk
memerintah.
Masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin adalah masa yang sangat pantas ditiru dalam
pribadinya, karena mereka adalah seorang pemimpin yang adil, bijaksana, sederhana
dan sebgainya. Mereka juga seorang pemimpin pemerintahan yang ideal dan sejati
yang harus dijadikan contoh. Masa pemerintahan al-Khulafa’ ar-Rasyidin banyak
mengalami kemajuan yang tinggi yakni terbukti dengan luas kekuasaan islam pada
masa ini dan adanya usaha pembukuan al-Quran yaitu masa Ustman. Jadi masa ini
adalah masa yang cemerlang.22
Pengembangan agama Islam yang dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin
dalam waktu yang relatif singkat telah membuahkan hasil yang gilang-gemilang.

21
Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam …, 161-163.
22
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2011), 50.
9

Ekspansi ke negri-negri yang sangat jauh dari pusat kekusaan, dalam waktu tidak
lebih dari setengah abad merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa
yang sebelumnya tidak pernah memiliki pengalaman politik yang memadai.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat, antara lain
sebagai berikut:
1. Islam, di samping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para sahabat Nabi SAW tertanam keyakinan yang sangat kuat tentang
kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) keseluruh penjuru dunia.
3. Dertentangan aliran agama di wilayah Bizaitun mengakibatkan hilangnya
kemerdekaan beragama bagi rakyat.
4. Islam datang kedaerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan
toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
5. Bangsa sami di Syiria dan palestina, dan bangasa Hami di Mesir memandang
bangsa Arab lebih dekat daripada bangsa Eropa, Bizantiun, yang merintah
mereka.
6. Mesir, Syiria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan intu membantu
pengusa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.23

D. Sejarah Perkembangan Kerajaan Saudi Arabia


Secara politis, pusat-pusat kekhalifahan pertama kalinya di Madinah masa
pemerintahan Abu Bakar dan Umar, selanjutnya berpindah ke Kufah di masa Ali bin
Abu Thalib, seterusnya ke Damaskus masa Dinasti Umayyah, ke Baghdad masa
Abbasiyah, ke Istamabul masa Turki Utsmani, sampai sistem kekhalifahan tersebut
mengalami kemunduran, dan pada gilirannya wilayah-wilayah Islam, menjadi
negara-negara tersendiri, dan memiliki batas-batas wilayah tersendiri. Dalam peta
dunia terlihat bahwa Arab Saudi menempati sebagian besar Jazirah Arab,
semenanjung yang memisahkan Laut Merah di Barat dan Teluk Persia di Timur.
Dengan adanya kemunduran di masa kekhalifahan, dan dengan adanya suhu
politik, maka secara politis tokoh-tokoh agama pemrakarsa kerajaan kemudian ketika
itu sampai terbentuknya Arab Sa’udiyah, keluarga Bani Saudi tampil menjadi

23
Samsul Munir Amin, Sejarah Perkembangan Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 113-114.
10

pemimpin, dan berkuasa sejak tahun 1446 M. Kemudian secara berturut-turut


terwariskan pada generasi sesudahnya, sebagai berikut:
1. Sa'udiyah (1446)
2. Muhammad bin Sa'ud (1747)
3. Abdul Aziz (1765)
4. Sa'ud bin Abdul Aziz (1803)
5. Abddullah I bin Sa'ud (1814)
6. Arab dikuasi oleh Turki Utsmani (1818-1823)
7. Faysal I, pemerintahan pertama (1834)
8. Khalid bin Sa'ud (1837)
9. Abdullah II, sebagai boneka Muhammad Ali di Mesir (1841)
10. Faysal I, pemerintahan kedua (1843)
11. Abdullah III bin Faysal, pemerintahan pertama (1865)
12. Sa'ud bin Faisal (1871)
13. Abdullah III, pemerintahan kedua (1874)
14. Penaklukan Rasyidah dari Hail, Abdullah bertahan sebagai Gubernur Riyadh
(1887-1889)
15. Abdul Rahman bin Faysal (1889)
16. Muhammad bin Faysal (1891)
17. Abdul Aziz II (1902)
18. Sa'ud (1953)
19. Faysal II (1964)
20. Khalid (1975)
21. Fahd (1982)24
Sa'udiyyun (keluarga Sa'ud atau Saudiyah) sebagai nenek moyang mereka yang
berkuasa pada mulanya menetap di Wadi Hanifah. Dalam beberapa generasi
sesudahnya tampil Muhammad bin Sa'ud sebagaimana yang disebutkan di atas
menjadi peletak dasar keamiran keluarga Sa'udiyah. Oleh karena itu, tempat mereka
setelah berkembangnya disebut dengan al-Dar'iyah. Sebelum mereka menetap di
sana, keturunan mereka itu tersebar ke berbagai wilayah di Jazirah Arab untuk

24
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies (Sejarah Sosial Umat Islam), terj. Ghufran A Mas'adi, Cet.
II (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 187.
11

mencari air dan makanan, sampai mereka tiba di Khaibar, Taima, Madain, Madinah
al-Munawwarah, dan daerah-daerah Najd, dan Dar'iyah sendiri sebagai pusat
pemerintahannya. Kondisi ini tidak dimaksudkan sebagai awal perencanaan
pendirian kerajaan Arab Saudi karena perpindahan mereka itu lebih bersifat nomaden
yang telah menjadi karakter mereka sendiri sejak dulu.25 Setelah beberapa saat,
kekuasaan mereka melebar ke daerah lain, dan dari sinilah awal perintisan Arab
Saudi sampai perkembangannya sekarang
Jika sejarah pemerintahan Arab Saudi ditelusuri kembali dalam beberapa
periodenya, pada mulanya ditandai dengan kekhawatiran Turki yang sudah melemah
berhadapan dengan semangat keagamaan bangsa Arab, terutama Mesir yang
bergerak bukan atas nama kekhalifahan Turki Usmani. Akhirnya, Turki meminta
bantuan ke Rusia dan Eropa. Inggris merasa khawatir atas perkembangan politik dan
keagamaan yang menguatkan kedudukan Mesir.26 Muhammad Ibn Abdullah ibn
Rasyid (1872-1887 M) dengan dukungan Turki berhasil menguasai dinasti lama
Sa'ud di Riyadh, tidak lama kemudian dibangun lagi oleh Abdul Aziz ibn Mit'ab dan
Abdul Aziz ibn Abdul Rahman dengan bantuan Inggris pada 1902.
Selanjutnya Sa'ud ibn Abd. Al-Aziz pada 1906 mengembalikan semangat
Wahabisme dengan mendirikan organisasi Ikhwan pada 1910, Ikhwan ini berperan
sebagai pasukan siaga.27 Sampai pada akhirnya posisi garis keturunan al-Sau'diyah
menjadi kuat, dan pada akhirnya pula sistem pemerintahan negara Arab Saudi
menjadi kerajaan. Arab Saudi sebagai sebuah negara, memang sudah lama dirintis
oleh keluarga keturunan Sa'udiyah, namun menurut John L. Esposito dalam The
Oxford Enciyclopedia bahwa Arab Saudi baru diproklamasikan secara resmi pada
tahun 1932 oleh Abd. Aziz ibn Abd. Rahman al-Sa'ud dan diperintah oleh
keturunannya dalam bentuk pemerintahan kerajaan.28
E. Islam Saudi Arabia dan Paham Wahabisme
Seiring dengan berkembangnya dakwah Islam, maka negara-negara yang berbasis
Islam di Jazirah Arab terus mengalami perkembangan. Negara-negara tersebut yang

25
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), 231
26
Ahmad Syalabi, Mawsū'ah al-Tarīkh al-Islaimiy, Juz II (Mekkah: al-Nahdlah al-Mishriyah, 1978), 159.
27
Ahmad Syalabi, Mawsū'ah al-Tarīkh …, 234.
28
John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol. 3 (New York: Oxford
University, 1995), 4.
12

memiliki organisasi tersendiri, Persatuan Emirat Arab, yakni organisasi negara


Arabisme, termasuk negara-negara yang wilayahnya subur (fertile crescent) telah
mencapai kemerdekaannya
beberapa tahun setelah Peran Dunia II.29 Kemerdekaan tersebut mengantarkan
negara-negara Arab di Timur Tengah semakin eksis, dan tidak dapat disangkal bahwa
salah satunya yang menjadi perhatian dunia adalah, Arab Saudi. Di samping karena
di negara ini terletak dua kota suci, Mekah dan Madinah, negara tersebut juga kaya
akan minyak, gas, dan emas, serta banyak lagi kekayaan dan atau keistimewaannya.
Sebagai negara Islam yang terwariskan secara turun-temurun dari Nabi Saw.,
praktis eksistensi Islam di Arab Saudi mengalami perkembangan signifikan. Keadaan
tersebut, berlangsung sejak empat belas abad yang lalu sampai era sekarang dengan
system pemerintahannya yang berbentuk kerajaan. Legitimasi kerajaan di bawah
kekuaasaan al-Sa'ūdiyah di Arab Saudi sebagai negara Islam, menekankan
pentingnya perilaku yang selaras dengan ajaran al-Qur'an dan Sunnah. Karena itulah,
penduduk negara tersebut mengamalkan ajaran agama dengan merujuk pada kedua
sumber ajaran Islam secara murni. Berkenaan dengan itu juga, sampai sekarang,
paham keagamaan masyarakat di Arab Saudi dominan Wahabiyah, di mana paham
ini (Wahabiyah) dikenal sebagai Gerakan Islam yang tujuan utamanya memurnikan
ajaran Islam dari khurafat.
Perkembangan Islam di Arab Saudi sejak ia diproklamirkan sebagai sebuah
negara dengan sistem kerajaan, diwarnai dengan aliran pemikiran dan bisa juga
disebut sebagai perkembangan kepercayaan paham, sebab sejak keturunan al-
Sa'udiyah memerintah di Arab Saudi, perkembangan Islam diwarnai dengan paham
Wahabiyah. John L. Esposito menyatakan bahwa gerakan Wahabiyah di Arab Saudi
mulai meluas terutama pada pertengahan abad ke-19.30 Walaupun pada kenyataannya
dalam sejarah Islam, munculnya gerakan Wahabiyah tersebut telah ada sejak abad
ke-17 yang dipelopori oleh Muhammad Abd. al-Wahhab (1703-1787 M). Abad ke-
17 ini yang dimaksudkan dalam periodesasi sejarah yang disebutkan tadi adalah abad
rasionalisme, dan memang dipahami bahwa Wahabiyah menganut paham rasional,
dan modern, bukan paham Jabariah (fatalisme) dan tradisional.

29
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies (Sejarah Sosial Umat Islam), terj. Ghufran A Mas'adi, Cet.
II (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 157.
30
John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia …, 5.
13

Pemikiran yang dicetuskan Muhammad Abd. al-Wahhab adalah untuk


memperbaiki kedudukan umat Islam, dan gerakan ini bukan timbul sebagai reaksi
terhadap suasana politik seperti yang terdapat di kerajaan Usmani dan Mughal, tetapi
sebagai reaksi teradap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam di waktu
itu. Kemurdian paham tauhid mereka dirusak oleh ajaran-ajaran tarekat yang
semenjak abad ke-13 memang tersebar luas di dunia Islam.31 Di tiap negara yang
dikunjunginya, Muhammad Abd al-Wahhab melihat kuburan-kuburan syaikh
tarekat, dan di sana mereka (umat Islam) naik haji, meminta-meminta pertolongan
dari syaikh atau wali yang dikuburkan di dalamnya. Keadaan seperti yang disebutkan
di atas dalam keyakinan Muhammad Abd. al-Wahhab adalah salah bentuk syirik
yang harus dibasmi dengan cara mendahwahkan konsep tauhidnya dengan prinsip
bahwa hanya Allah yang berhak disembah, dan karena itu, dilarang keras bagi umat
Islam ketika itu berkunjung ke kuburan para syaikh dan waliyullah. Pemikiran
Muhammad Abd. Wahhab ini kemudian dikembangkan oleh Syaikh Muhammad
dengan menerbitkan sebuah buku khusus yang berjudul Risalāt al-Tauhid.32
Muhammad Abd. al-Wahhab bukan hanya seorang ahli teori yang mengembangkan
gerakan dakwah, tetapi ia juga seorang pemimpin yang dengan aktif berusaha
mewujudkan pemikirannya. Ia mendapat sokongan dari Muhammad Ibn Sa'ud dan
Putranya Abd. al-Aziz di Nejd.33
Berdasarkan pada apa yang dikemukakan di atas, praktis bahwa bahwa
penerimaan paham Wahabi cepat berkembang di wilayah Arab ketika itu terutama
pada masa Muhahmad Ibn Sa'ud dan putranya. Berkenaan dengan itu juga, memang
dalam teori umum penyebaran Islam dan paham keislaman dipahami bahwa bila raja
yang telah menerima Islam, besar kemungkinan Islam tersebut diikuti oleh
masyarakatnya, termasuk paham keagamaan yang dianut oleh raja cepat
berkembang. Teori seperti ini sebagaimana yang dikemukakan Ahmad Sewang
diistilahkan top down, yakni Islam diterima langsung oleh elit penguasa kerajaan,
kemudian disosialisasikan dan berkembang kepada masyarakat bawah.34

31
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet. IX (Jakarta: Bulan
Bintang 1992), 23.
32
Muhamed Arkoun, Pemikiran Arab, Cet. I, diterjemahkan oleh Yudian W. Asmin (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), 118-119.
33
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, 25.
34
Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa, Cet. II (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), 86.
14

Sepintas pemikiran Muhammad ibn Abdul Wahhab dipengaruhi oleh pemikiran Ibn
Taimiyah, yaitu sebagai berikut:
1. Pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah (Hadis) yang dipahami
berdasarkan metodologi Salaf al-Shalih (ulama shalih generasi terdahulu). Ia
berpandangan bahwa al-Qur’an dan alSunnah bukan hanya sekadar cerita saja
sebagaiana diperkirakan orang-orang dari ahli kalam, Hadis, fikih dan tasawuf,
tetapi sebagai dalil dan petunjuk jalan bagi makhluk dan dalil yang tegas bagi
dasar-dasar agama.
2. Ketauhidan sangat diperhatikan meliputi zat, sifat, dan ibadah makhluk terhadap
Allah, yakni konsep tauhid bahwa Allah tidak bisa disamakan dengan apapun
(na'buda Allah wa la nusyriku bihi syai). Oleh karena itu, doa merupakan bagian
dari ibadah yang tidak boleh meminta kepada sesama makhluk yang sudah mati.
3. Rasul Allah Swt., tidak melebih-lebihkan, tetapi cukup sebagai petunjuk saja.
Dibolehkan ziarah kubur, tetapi tidak boleh untuk meminta-minta.
Demikianlah, paham Wahabi di Arab Saudi terus mengalami perkembangan,
walaupun menurut Carl Brockelman, bahwa paham tersebut nyaris padam, tapi Ibn
Sa'ud mampu menghidupkan Kembali semangatnya dengan mendirikan organisasi
Ikhwan.35 Hidupnya kembali, dan berkembangnya lebih lanjut paham Wahhabi
bukan saja di Arab Saudi, tetapi juga di berbagai negara, ketika para ulama datang
ke tanah suci, mereka belajar tentang paham tersebut kemudian mengembangkan
lebih lanjut di negeri asal mereka. Ke India dibawa oleh Haji Ahmad, ke Afrika Utara
oleh al-Sanusi. Ke Yaman oleh al-Syaukani, dan ke Mesir oleh Muhammad Abduh.
Di sini lain, secara turun temurun berkembanganya paham Wahabi di Arab Saudi,
sebab ulama negeri ini dominan keturunan Abd. Wahhab, yang menikahi keluarga
penguasa.36 Artinya, di samping perkembangannya melalui jalur dakwah, juga
melalui jalur pernikahan. Sebab Ibn Sa'ud dan keluarganya mengikuti Wahabi dan
men-jadikannya sebagai ideologi agama Arab Saudi, tentu saja para pengikutnya
terus mengembangkan paham tersebut, dan memasukkan pada versi Islam reformatif
yang rasiona. Sebagaimana imam pergerakan Wahabi mereka menjadi pimpinan
spiritual juga sebagai pimpinan duniawi.

35
Brockelman, History the Islamic Peoples (London: Routledge & Kegan Paul, 1982), 471.
36
Lapidus, A History of Islamic…, 191.
15

F. Simpulan
Bangsa Arab sebelum Islam sebenarnya telah mengenal keyakinan terhadap satu
Tuhan (Tauhid/ Monoteisme), yaitu Allah Swt. sebuah ajaran yang dibawa oleh Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail. Al-Quran sendiri mengakui eksistensi ajaran Ibrahim dan
menyebutnya dengan Hanif (agama yang lurus). Proses perpindahan kepercayaan ini
berawal ketika salah seorang pembesar suku Khuza’ah bernama Amir bin Luay al-
khuza’i pergi ke Syam (Syria). Ia menuju ke kota tersebut, karena menurut
anggapannya, Syam adalah kota para rasul. Di kota itu ia melihat tata cara peribatan
masyarakatnya yang sangat aneh yang berbeda dengan tata cara peribadatan yang
biasa mereka lakukan, yaitu menyembah berhala. Selain agama dan kepercayaan
tersebut di atas, terdapat agama lain yang juga danut masyarakat Arab, seperti agama
Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Saba’i.
Pemerintahan Arab Saudi ditelusuri kembali dalam beberapa periodenya, pada
mulanya ditandai dengan kekhawatiran Turki yang sudah melemah berhadapan
dengan semangat keagamaan bangsa Arab, terutama Mesir yang bergerak bukan atas
nama kekhalifahan Turki Usmani. Akhirnya, Turki meminta bantuan ke Rusia dan
Eropa. Inggris merasa khawatir atas perkembangan politik dan keagamaan yang
menguatkan kedudukan Mesir. Muhammad Ibn Abdullah ibn Rasyid (1872-1887 M)
dengan dukungan Turki berhasil menguasai dinasti lama Sa'ud di Riyadh.
Selanjutnya Sa'ud ibn Abd. Al-Aziz pada 1906 mengembalikan semangat
Wahabisme dengan mendirikan organisasi Ikhwan pada 1910, Ikhwan ini berperan
sebagai pasukan siaga. Arab Saudi baru diproklamasikan secara resmi pada tahun
1932 oleh Abd. Aziz ibn Abd. Rahman al-Sa'ud dan diperintah oleh keturunannya
dalam bentuk pemerintahan kerajaan.
Dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah Saw, baik secara diam-diam maupun
secara terbuka, mendapat tanggapan (respon) yang beragam, ada yang menerima dan
banyak pula yang menolak. upaya awal penyebaran Islam secara sistematis kepada
masyarakat kota Mekah adalah melalui pendidikan di rumah Arqam Ibn Abi Arqam.
Masyarakat Arab kota Mekah menolak dan tidak menghendaki kehadiran Islam dan
umat Islam di kota tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai penghinaan bahkan
ancaman pembunuhan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw dan umat Islam.
16

Di Madinah, Muhammad saw., selain sebagai Nabi pembawa risalah Islam, beliau
juga menduduki posisi sebagai negarawan yang kepadanya seluruh pertentangan
dimintai solusinya. Setelah fath al-Makkah pada thaun 630 M., Nabi Muhammad
saw.menjadi pemimpin Negara yang wilayahnya meliputi Mekah dan Madinah.
Menjelang akhir hidupnya, pada tahun 632 M. Nabi Muhammad saw. telah
mengubah masyarakat pagan Arab ke masyarakat yang bertauhid, mengimani
keesaan Tuhan.
Pengembangan agama Islam yang dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin
dalam waktu yang relatif singkat telah membuahkan hasil yang gilang-gemilang.
Ekspansi ke negri-negri yang sangat jauh dari pusat kekusaan, dalam waktu tidak
lebih dari setengah abad merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa
yang sebelumnya tidak pernah memiliki pengalaman politik yang memadai.
Perkembangan Islam di Arab Saudi sejak ia diproklamirkan sebagai sebuah
negara dengan sistem kerajaan, diwarnai dengan aliran pemikiran dan bisa juga
disebut sebagai perkembangan kepercayaan paham, sebab sejak keturunan al-
Sa'udiyah memerintah di Arab Saudi, perkembangan Islam diwarnai dengan paham
Wahabiyah. John L. Esposito menyatakan bahwa gerakan Wahabiyah di Arab Saudi
mulai meluas terutama pada pertengahan abad ke-19. Teori seperti ini sebagaimana
yang dikemukakan Ahmad Sewang diistilahkan top down, yakni Islam diterima
langsung oleh elit penguasa kerajaan, kemudian disosialisasikan dan berkembang
kepada masyarakat bawah.
17

Daftar Pustaka

Ahmad, Mahdi Rizqullah. Biografi Rasulullah: Studi Analisis Berdasar Sumber-


sumber otentik. (Terj). Al-Sirah al-Nabawiyah fi Dhau’I al-Mashadir al-
Ashliyah: Dirasat Tahliliyah. Penerjemah. Yessi HM. Basyaruddin. Jakarta:
Qisthi Press.

Amin, Samsul Munir. Sejarah Perkembangan Islam. Jakarta: Amzah. 2009.

Arkoun, Muhamed. Pemikiran Arab, Cet. I, diterjemahkan oleh Yudian W. Asmin.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996.

Atsir, Ibn; Abu As-Sa’adat al-Mubarak ibn Muhammad al-Jazai’iri. al-Bidayah wa


al-Nihayah.J.2. (ed). Thahir Ahmad al-Zawi dan Mahmud Muhammad al-
Thanahi. Kairo: Dar al-Ihya al-Kutubal-Arabiyah.

Brockelman. History the Islamic Peoples. London: Routledge & Kegan Paul. 1982.

Esposito, John L. (ed.). The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World,
Vol. 3. New York: Oxford University. 1995.

Goldschmidt, Jr. Arthur. A Concise History of The Middle East, 2 nd ed. Colorado:
WestviewPress. 1983.

Haikal, Muhamad Husein. Biografi Abu Bakar ash.Shiddiq: Khalifah Pertama yang
menentukan Arah Perjalanan Umat Islam Sepeninggal Rasulullah. Jakarta:
Qisthi Press. 2007.

Hitti, P.K. History of the Arabs. London: McMillan. 1970.

Ismail, Faisal. Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M).
Yogyakarta: IRCiSoD. 2017.

Lapidus, Ira. M. A. History of Islamic Peoples. Cambridge: Cambridge Univ press.


1988.

____________. A History of Islamic Societies (Sejarah Sosial Umat Islam), terj.


Ghufran A Mas'adi, Cet. II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2000.

al-Mubarakfury, Shafiyurrahman. Sejarah Hidup Nabi Muhammad: Sirah Naba-


wiyah. Jakarta: Robbani Press. 2008.

Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,


Cet. IX. Jakarta: Bulan Bintang. 1992.

Sewang, Ahmad M. Islamisasi Kerajaan Gowa, Cet. II. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 2005.

Shihab, M. Quraish. Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw dalam Sorotan al-
Qur’an dan hadits-hadits Shahih. Jakarta: Lentera Hati. 2011.
18

Syalabi, Ahmad. Mawsū'ah al-Tarīkh al-Islaimiy, Juz II. Mekkah: al-Nahdlah al-
Mishriyah. 1978.

Syukur, Fatah. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2011.

Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2016.

Taufiqurrahman. Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam: Daras Sejarah


Peradaban Islam. Surabaya: Pustaka Islamika. 2003.

Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam. Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada. 2002.

Thoyib, Ruswan. Development of Muslim Educational System in the Classical


Period (600-1000 M.) dalam The Dynamics of Islamic Civilization; Satu
Dasawarsa Program Pembibitan (1988-1998). Yogyakarta: FKAPPPCD
bekerjasama dengan Penerbit Titian IIahi.

al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam: Sejarah Zaman Nabi Adam Hingga abad XX.
(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2003.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Grafindo Persada. 2000.

Zarkasyi, Hamid Fahmi. Peradaban Islam, Makna Strategi Pembangunannya.


Ponorogo: CIOS. 2010.

Anda mungkin juga menyukai