Anda di halaman 1dari 11

AGAMA PRA-ISLAM DAN PASCA DATANGNYA ISLAM

Reza Maulana1 , Rizki Adul Majid2 , Prosmala Hadisaputra3


1,2
Mahasiswa Institut Agama Islam Hamzanwadi Nw Lombok Timur
3
Dosen Pengampu Mata Kuliah Tauhid Dan Ilmu Kalam (Dosen Tetap Program Studi
Pendidikan Agama Islam).

Abstrak: Bangsa Arab sebelum Islam sebenarnya telah mengenal keyakinan terhadap satu
Tuhan (Tauhid / Monoteisme), yaitu Allah SWT.; sebuah ajaran yang dibawa oleh Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail. Al-Qur’an sendiri mengakui eksistensi ajaran Ibrahim dan
menyebutnya dengan nama Hanif (agama yang lurus). Namun, beberapa abad sebelum
kedatangan Islam, kemurnian ajaran suci itu telah ternoda oleh tahayul dan khurafat, hingga
sampai pada penyekutuan (syirk) terhadap Allah SWT.Penyimpangan ini kemudian dikenal
dengan watsaniyah (penyembahan terhadap berhala / patung. Beberapa abad sebelum Di
dalam Islam ilmu yang membahas tentang ke-Esaan Allah dikenal dengan nama Ilmu Tauhid,
didalam ilmu ini memang tidak semua membahas tentang ke-Esaannya Allah, tetapi
pembahasan yang paling menonjol dalam ilmu ini ialah mengenai tentang ke-Esaannya Allah,
dan ilmu tauhid ini dikenal juga dengan sebutan ilmu kalam. Tujuan penelitian ini untuk
menjelaskan tentang Agama Pra-Islam dan Pasca Datangnya Islam, Agama pada masa Arab
Pra-Islam, ilmu Tauhid pada masa Rasulullah, Ilmu Tauhid pada masa Khulafaur rasyidin,
Ilmu Tauhid pada masa Bani Umayyah dan Imu Tauhid pada masa Abbasiyah dan pasca
Abbasiyah. Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research), penelitian yang
obyek kajiannya menggunakan data pustaka berupa buku-buku sebagai sumber datanya.

Kata kunci: Islam, Arab, pra-Islam

PENDAHULUAN
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa jahiliyyah.
Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral masyarakat Arab
khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu dengan padang pasir dan area tanah
yang gersang. Mereka pada umumnya hidup berkabilah dan nomaden. Mereka berada dalam
lingkungan miskin pengetahuan. Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohan
tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan,
membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan perjudian,
membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam
ini terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.
Bangsa Arab pada umumnya berwatak berani, keras, dan bebas. Mereka telah lama
mengenal agama. Nenek moyang mereka pada mulanya memeluk agama Nabi Ibrahim. Akan
tetapi, akhirnya ajaran itu pudar. Untuk menampilkan keberadaan Tuhan mereka membuat
patung berhala dari batu, yang menurut perasaan mereka patung itu dapat dijadikan sarana
untuk berhubungan dengan Tuhan dan semua itupun hilang ketika islam datang.
Di dalam Islam ilmu yang membahas tentang ke-Esaan Allah dikenal dengan nama
Ilmu Tauhid, didalam ilmu ini memang tidak semua membahas tentang ke-Esaannya Allah,
tetapi pembahasan yang paling menonjol dalam ilmu ini ialah mengenai tentang ke-Esaannya
Allah, dan ilmu tauhid ini dikenal juga dengan sebutan ilmu kalam.
Ilmu ini tumbuh dan berkembang seiringan dengan tumbuh dan berkembangnya Islam
didunia ini, diawali pada zaman Rasul yang meluruskan akidah dimasa-masa sebelumnya
yang masih banyak menyembah berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan mereka
sendiri. Dan pada masa para sebelum Nabi Muhammad pun semua menagajarkan tentang ke-
Esaan Allah di mulai sejak Nabi Adam hingga sampai kepada Nabi yang terakhir yaitu Nabi
Muhammad SAW. Mereka semua diutus untuk meluruskan akidah umat manusia yang
menyimpang pada saat itu.
Berdasarkan pendahuluan di atas maka dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja agama pada masa Arab pra-Islam?
2. Bagaimana perkembangan Ilmu Tauhid pada masa Rasulullah SAW?
3. Bagaimana perkembangan Ilmu Tahuid pada masa khulafaur rasyidin?
4. Bagaimana perkembangan Ilmu Tauhid pada masa Bani Umayyah?
5. Bagaimana perkembangan Tauhid pada masa Abbasiyah dan pasca Abbasiyah?

Dari pendahuluan dan rumusan masalah di atas maka dapat di ambil tujuan penelitian
sebagai berikut:
6. Mengetahui agama apa saja yang di anut bangsa Arab pra Islam
7. Mengetahui perkembangan Ilmu Tauhid pada masa Rasulullah SAW
8. Mengetahui perkembangan Ilmu Tauhid pada masa khulafaur rasyidin
9. Mengetahui perkembangan Ilmu Tauhid pada masa Bani Umayyah
10. Mengetahui perkembangan Tauhid pada masa Abbasiyah dan pasca Abbasiyah

METODE

Naskah makalah ini tidak melakukan penelitian untuk mengumpulkan data yang di
cantumkan dalam naskah ini, penulis menggunakan metode literation review atau kajian
kepustakaan.
Menurut Chamidy dalam Muannif Ridwan dkk, mengemukakan bahwa pendapatnya
yang menjelaskan bahwa kajian pustaka merupakan proses yang dilakkukan guna menemukan
teori baru dan biasanya dilakukan oleh para peneliti.
Menurut Triyono dalam Muannif Ridwan dkk, menjelaskan bahwa kajian pustaka yang
berisi kajian literatur dapat memicu timbulnya gagasan penyusun kerangka pemecahan
masalah.
Sedangkan menurut Punaji dalam Muannif Ridwan dkk mendefikinisikan kajian
pustaka sebagai deskripsi mengenai literatur tertentu yang biasanya ditemukan di buku ilmiah
serta artikel jurnal. Umumnya berisi tinjauan tentang topik penelitian, teori pendukung,
permasalahan serta metode dan metodologi yang sesuai.
Kajian kepustakaan adalah sebuah metode pengumpulan data yang dilakukan oleh
seseorang untuk mengumpulkan data tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu untuk
memperoleh data tersebut, metode kajian kepustakaan tidak membutuhkan lapangan sebagai
tempat melakukan penelitian, metode ini hanya membutuhkan refrensi berupa buku, artikel,
jurnal, dan lain sebagainya.1

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Agama pada masa Arab pra-Islam
Bangsa Arab adalah salah satu entitas yang berasal dari keturunan Sam, putra tertua
Nabi Nuh.Entitas lainnya adalah Romawi dan Persia.Mereka berdomisili disekitar
wilayah barat daya benua Asia (al-Janub al-Gharbi min Asia), atau yang biasa dikenal
dengan Semenanjung Arabia. Semenanjung Arabia sebagian besar terdiri dari gurun pasir
dan stepa (padang rumput luas di gurun pasir). Sedikit sekali menyisakan wilayah yang
layak ditinggali di sekitar pinggirnya, dan daerah itu semuanya dikelilingi laut. Ketika
jumlah penduduk kian bertambah, mereka harus mencari lahan baru guna dijadikan
tempat tinggal.
Mayoritas sejarawan dan peneliti sejarah mencatat, ada dua komunitas bangsa Arab
yang pernah tinggal di wilayah Semenanjung Arabia ini, yaitu:
1. Komunitas pertama adalah bangsa Arab yang datang jauh hari sebelum datangnya
islam, sehingga referensi dan fakta sejarah tentang mereka sangat sulit diungkap. Hal
ini cukup beralasan, mengingat jauhnya rentang waktu serta tidak ditemukannya
indikasi eksistensi mereka dalam panggung sejarah kehidupan manusia. Sejarah
mereka hanya dapat diketahui dari keterangan kitab-kitab samawi, terutama al-
Qur’an, Injil, Taurat, dan syair-syair jahiliyah. Bangsa ini selanjutnya dikenal dengan
istilah Baidah. Arab baidah adalah orang Arab yang kini tidak ada lagi dan musnah.
Di antaranya adalah A’ad, Tsamud, Thasm, Jadis, Ashab ar-Rass, dan penduduk
Madyan.

1
Muannif Ridwan dkk., “Pentingnya Penerapan Literature Review pada Penelitian Ilmiah” 2 (t.t.): hal,
45.
2. Komunitas kedua adalah bangsa Baqiyah (yang masih ada). Terdiri dari dua suku
besar, yaitu Adnaniyin dan Qahthaniyin. Kabilah Adnaniyin berasal dari keturunan
Ismail ibn Ibrahim as. Dinamakan Adnaniyin karena nenek moyang dari kabilah ini
bernama Adnan, yaitu salah satu keturunan Nabi Ismail. Suku kedua dari bangsa
Baqiyah adalah kabilah Qahthan.Garis keturunan Qahthan sampai pada Yaqthan
yang dalam kitab taurat disebut Yaqzan. Nassabun (pakar genealogi) mengatakan,
bahwa Qahthan adalah nenek moyang suku-suku di negeri Yaman (Ab al-
Yamaniyin).2 Pada mulanya wilayah utara diduduki golongan Adnaniyin, dan
wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyin. Akan tetapi, lama kelamaankedua
golongan itu membaur karena perpindahan-perpindahan dari utara ke selatan atau
sebaliknya.3
Bangsa Arab sebelum Islam sebenarnya telah mengenal keyakinan terhadap satu
Tuhan (Tauhid / Monoteisme), yaitu Allah SWT.; sebuah ajaran yang dibawa oleh Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail. Al-Qur’an sendiri mengakui eksistensi ajaran Ibrahim dan
menyebutnya dengan nama Hanif (agama yang lurus). Namun, beberapa abad sebelum
kedatangan Islam, kemurnian ajaran suci itu telah ternoda oleh tahayul dan khurafat,
hingga sampai pada penyekutuan (syirk) terhadap Allah SWT.Penyimpangan ini
kemudian dikenal dengan watsaniyah (penyembahan terhadap berhala / patung).4
Al-Syihristani, seorang sejarawan Muslim terkemuka, mengatakan bahwa terdapat
360 berhala di Ka’bah, yang paling terkenal adalah Hubal, yang dibawa dari Belka di
Syria ke Arabia oleh Umru bin Lahi,dengan tujuan agar bisa mendatangkan hujan ketika
di mintai. Yang menarik untuk di catat adalah Hubal di anggap bisa mendatangkan
hujan,sebuah sifat khas Tuhan yang berasal dari wilayah pertanian. Tiga patung Tuhan
lain yang terkenal di Mekkah adalah Manat, al-Lat, dan al Uzza. 5
Bangsa Arab selatan menyembah banyak dewa dan dewi, di antaranya yang paling
terkenal adalah ‘Athar, yang dianggap sebagai personifikasi planet Venus.Mereka juga
menyembah dewa matahari yang bernama Almaqah di Saba’, Wadd (cinta?) di Ma’in,
‘Amm di Qataban, dan Sin di Hadramaut.Matahari juga disembah sebagai dewi Syam
(matahari).Para dewa dan dewi dipuja di berbagai tempat ibadah yang masing-masing
menpunyai pengikutnya sendiri.

2
Tim Karya Ilmiah Purnasiswa MHM 2006, Sejarah peradaban islam ,hlm.14-15.
3
Drs. Badri Yatim, M. A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),
hlm.10.
4
Tim Karya Ilmiah Purnasiswa MHM 2006, Sejarah…, 20-21.
5
Asghar Ali Engineer; Penerjemah: Imam Baehaqi, Asal-Usul dan Perkembangan
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.50
Kaum nomad padang pasir tidak mempunyai agama formal atau doktrin tertentu.
Mereka menganut apa yang disebut dengan “humanisme suku”, dimana yang paling
penting adalah keunggulan manusia dan kehormatan suku.

B. Ilmu Tauhid Pada Masa Rasulullah SAW


Setelah penyebaran ilmu tauhid sampai di zaman Nabi Isa a.s, pokok bahasan
ilmu tauhid semakin menyebar khususnya di masa kepemimpinan Rasulullah SAW.
Saat itu para kaum muslim datang sendiri kepada Rasul untuk mengetahuidasar-
dasar agama dan hukum-hukum syari’ah.Selain dari pada ituRasulullah jugamengajak
kaum muslimin untuk mentaati Allah swt dan RasulNya serta
menghindaridari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bida
ngsehingga menimbulkan kekacauan. Namun, sudah menjadi rahasia umum
perdebatandalam‘aqidah (keyakinan) merupakan penyebab besar timbulnya perpecahan
dan perbedaan pendapat.Kaum musyrikin mengangkat permasalahan qadar
tujuannyaialah untuk membenarkan perbuatan jahat dan dosa yang mereka kerjakan,
yaitumenisbatkan perbuatan mereka kepada kehendak Allah. Dengan demikian
perbuatanmereka seakanakandirestuioleh Allah danmerupakankehendak Allah. Sedangka
nkaum munafiqun mengeluarkan komentar-komentar yang mengindikasikan
qodariyah
(keyakinan mengingkari takdir). Tidak lain maksudnyauntuk melemahkan
semangat umat Islam dalam peperangan uhud yang berpangkaldari kedengkian dan iri
hati mereka terhadap Rasulullah SAW.
Untuk menyelesaikan perkara ini Nabi saw. menyuruh para sahabat agar bersifatim
bang terhadap pemikiran-pemikiran ahlu kitab, agar tidak membenarkan apa-apayang
mereka beritakan dan tidak pula membantah mereka. Nabi saw. Bersabda:
“janganlah kamu membenarkan ahlul kitab dan janganlah kamu
membantahnya. Dan katakanlah : “kami telah beriman kepada Allah, kepa
da apa yang telah diturunkan kepada kami dan kepada apa yang
diturunkan kepada kamu.” Tuhan kamidan tuhan kamu adalah tuhan yang
Esa, dan kami menyerah diri kepadanya.”6

Dalam hadist Nabi saw tersebut mengandung arti agar kita bersipat netral terhadap
pendapat-pendapat ahlul kitab, guna untuk menghindari perselisihan
yangkemungkinan besar akan berhujung kepada sebuah perbantahan dan perpecahandidal
am Islam. Apabila perlu diadakan pertukaran pikiran, maka hendaklah dilakukandengan
6
Tahrir Abdul Mukmin, Ilmu Kalam, Jakarta, PT.BUMI RESTU, hlm.15-17
cara yang paling baik dan dengan sistem yang menghasilkan maksud. Dan Al-Quran
menghadapkan akal kepada dalil-dalil yang diperoleh dari alam sendiri, sertamenghindari
perdebatan yang menimbulkan pertengkaran.7

C. Ilmu Tauhid pada masa Khulafaur Rasyidin


Setelah Rasulullah wafat, dalam masalah khalifah pertama dan kedua, umat
islamtidak sempat membahas dasar-dasar aqidah karena mereka sibuk menghadapi
musuhdan berusaha mempertahankan kesatuan umat. Tidak pernah terjadi perbedaan
dalam bidang aqidah. Mereka membaca dan memahamkan Alqur’an tanpa mencari tanwil
dari ayat yg mereka baca. Mereka mengikuti perintah Alqur’an dan menjauhilarangannya
Di masa khalifah ketiga terjadi kekacauan politik yang diakhiri denganterbunuhnya
khalifah Ustman.Umat islam terpecah menjadi beberapa gologan dan partai, barulah
masingmasing partai dan golongan golongan itu dengan perkataandan usaha maka
terbukalah pintu ta’wil bagi nas Al-qur’an dan hadist. Karena itu pembahsan mengenai
aqidah mulai subur dan berkembang, selangkah demi selangkahdan kian hari kian
membesar.8
D. Ilmu Tauhid pada masa Bani Umayyah
Akibat dari kekacauan politik pada masa Khalifah Ustman bin ‘Affan dan Ali,
timbul beberapa golongan dalam Islam, yaitu golongan Khawarij, Syi’ah dan Murji’ah.
Golongan ini pada mulanya tumbuh disebabkan ada unsur politik, namun pada
kelanjutannya berkembang menjadi aliran keagamaan. Hal ini terjadi disebabkan masing-
masing berusaha untuk memperkuat pendirian-pendirian politik mereka dengan
menggunakan dalih agama yang bisa menguntungkan politik mereka.9 Golongan
Khawarij mengafirkan yang lain. Golongan Syi’ah mengkufurkan orang yang berbuat
dosa besar, dan mempercayai seorang imam termasuk rukun iman. Bagi golongan
Murji’ah siapa beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya sudah termasuk mukmin,
meskipun dia berbuat dosa besar. Bahkan ada di kalangan Murji’ah yang berpendapat
iman adalah kepercayaan dalam hati, meskipun lisannya mengatakan
kekafiran.10Kemudian timbul pendapat yang lain dan berpendapat bahwa orang yang
melakukan dosa besar bukanlah kafir dan bukan pula mukmin. Pendapat ini dipelopori

7
Kaisar, Aliran-Aliran Teologi Islam, Kediri, KAISAR, 2008, hlm.74-76
8
Fathul muflid, Ilmu Tauhid/Kalam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, Kudus. hlm. 6
9
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, terj. Zaini Dahlan (Jakarta: Bulan Bintang, 1968), hlm. 357
10
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, hlm. 360.
oleh Washil bin ‘Atha yang kemudian menjadi aliran Muktazilah. 11 Pada masa ini
perbincangan masalah qadar dan masalah istith’ah yang dipelopori oleh Ma’bad al-Juhani
cs. (Qadariyah). Di lain pihak ada yang meniadakan kudrat dan iradat manusia yang
ditokohi oleh Jaham bin Safwan (Jabariyah).12

E. Kalam pada masa Abbasiyah dan Pasca Abbasiyah


Di masa ini masalah akidah Islam lebih kompleks persoalannya. Masalahnya lebih
menjadi rumit apabila dibandingkan dengan masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin.
Argumentasi-argumentasi yang digunakan untuk mengiktikadkan wujud Tuhan dan ke-
Esaan-Nya sangat berbeda dengan jaman-jaman sebelumnya. Demikian pula masalah zat
dan sifat serta qadha dan qadar di jaman Rasulullah dan Khalifaturrasyidin tidak
diperbincangkan, akan tetapi pada masa ini masalah tersebut benar-benar menjadi obyek
persoalan. Di samping masalah itu juga masalah “sifat aktif ”, “sifat ilmu”, “sifat kalam”,
kejasmanian”, “arham”, “ru’yah”, dan keadilan Tuhan menjadi objek pembicaraan di
antara mutakallimin.
Tokoh-tokoh mutakallimin yang dikenal di masa ini antara lain Washil bin Atha
(pendiri aliran Muktazilah), Imam Asy’ari (pendiri aliran Asy’ariyah), dan Maturidy
(pendiri aliran Maturidiyah). Modos pemikiran dan argumentasi digunakan oleh
mutakallimin (Muktazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah) dalam masalah “wujud Tuhan”
(mengiktikadkan dan mengesakan Allah) masing-masing menggunakan argumentasi
logika; yaitu teori “atom” (jauhar fard) serta dalil “mumkin dan wajib” yang
dikemukakan oleh kelompok Asy’ariyah.
Dalil “jauhad fard”; dalil ini mengatakan bahwa semua benda mengalami
pergantian keadaan yang bermacam-macam, baik yang berupa bentuk, warna, gerakan,
berkembang, surut, dan perubahan-perubahan lainnya, yang kesemuanya itu disebut
“aradh”. Semua benda tersebut dapat dibandingkan terus menerus sampai menjadi bagian
terkecil yang tidak bisa dibagi lagi. Bagian terakhir ini disebut dengan “jauhar fard”
(“atom”). Kalau atom tidak terlepas dari aradh, sedangkan aradh adalah baru, maka
jauhar fard itu baru pula, karena apa yang tidak lepas yang baru adalah baru pula. Tiap
yang baru mesti ada yang menjadikan, itulah dia Tuhan.13
Maturidy dalam menggunakan dalil jauhar fard ini pada dasarnya sama, hanya gaya
pengungkapannya yang berbeda, yaitu: “dalil perlawanan ardh”, menurut dia bahwa ala
11
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspek (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 36-37
12
Hasby ash-Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 19.
13
A. Hanafi, Theologi Islam (Jakarta: Bulan Bintang, t.th.), hlm. 84-85
mini tidak mungkin qadim, karena padanya terdapat keadaan yang berlawanan seperti
diam dan gerak, baik dan buruk, dan lain-lain. Keadaan tersebut adalah baru dan sesuatu
yang tidak terlepas dari yang baru, maka baru pula. “Dalil terbatas dan tidak terbatas”
menurut dia alam ini terbatas. Tiap yang terbatas adalah baru. Jadi alam ini adalah baru.14

KESIMPULAN

Bangsa Arab sebelum Islam sebenarnya telah mengenal keyakinan terhadap satu Tuhan
(Tauhid / Monoteisme), yaitu Allah SWT.; sebuah ajaran yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail. Al-Qur’an sendiri mengakui eksistensi ajaran Ibrahim dan menyebutnya dengan
nama Hanif (agama yang lurus). Namun, beberapa abad sebelum kedatangan Islam,
kemurnian ajaran suci itu telah ternoda oleh tahayul dan khurafat, hingga sampai pada
penyekutuan (syirk) terhadap Allah SWT.Penyimpangan ini kemudian dikenal dengan
watsaniyah (penyembahan terhadap berhala / patung).

Setelah penyebaran ilmu tauhid sampai di zaman Nabi Isa a.s, pokok bahasan
ilmu tauhid semakin menyebar khususnya di masa kepemimpinan Rasulullah SAW. Saat itu
para kaum muslim datang sendiri kepada Rasul untuk mengetahui dasar-dasar agama
dan hukum-hukum syari’ah.Selain dari pada ituRasulullah jugamengajak kaum muslimin
untuk mentaati Allah swt
danRasulNyasertamenghindaridari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dala
m segala bidangsehingga menimbulkan kekacauan.

Setelah Rasulullah wafat, dalam masalah khalifah pertama dan kedua, umat islamtidak
sempat membahas dasar-dasar aqidah karena mereka sibuk menghadapi musuhdan berusaha
mempertahankan kesatuan umat. Tidak pernah terjadi perbedaan
dalam bidang aqidah. Mereka membaca dan memahamkan Alqur’an tanpa mencari tanwildari
ayat yg mereka baca.

Akibat dari kekacauan politik pada masa Khalifah Ustman bin ‘Affan dan Ali, timbul
beberapa golongan dalam Islam, yaitu golongan Khawarij, Syi’ah dan Murji’ah. Golongan ini
pada mulanya tumbuh disebabkan ada unsur politik, namun pada kelanjutannya berkembang
menjadi aliran keagamaan.

Di masa ini masalah akidah Islam lebih kompleks persoalannya. Masalahnya lebih
menjadi rumit apabila dibandingkan dengan masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin.

14
A. Hanafi, Theologi Islam, hlm. 89.
Argumentasi-argumentasi yang digunakan untuk mengiktikadkan wujud Tuhan dan ke-Esaan-
Nya sangat berbeda dengan jaman-jaman sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Muannif Ridwan dkk., “Pentingnya Penerapan Literature Review pada Penelitian Ilmiah” 2
(t.t.): hal, 45.

Tim Karya Ilmiah Purnasiswa MHM 2006, Sejarah peradaban islam ,hlm.14-15.

Drs. Badri Yatim, M. A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008), hlm.10.

Tim Karya Ilmiah Purnasiswa MHM 2006, Sejarah…, 20-21.

Asghar Ali Engineer; Penerjemah: Imam Baehaqi, Asal-Usul dan Perkembangan


Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.50

Kaisar, Aliran-Aliran Teologi Islam, Kediri, KAISAR, 2008, hlm.74-76

Fathul muflid, Ilmu Tauhid/Kalam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, Kudus. hlm. 6

Ahmad Amin, Fajr al-Islam, terj. Zaini Dahlan (Jakarta: Bulan Bintang, 1968), hlm. 357

Ahmad Amin, Fajr al-Islam, hlm. 360.

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspek (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 36-
37
Hasby ash-Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm.
19.

Hanafi, Theologi Islam (Jakarta: Bulan Bintang, t.th.), hlm. 84-85

Hanafi, Theologi Islam, hlm. 89

Anda mungkin juga menyukai