Anda di halaman 1dari 13

1

MODUL PERKULIAHAN

U002100001
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
PERADABAN ISLAM
Dosen: Sakdun, S.Ag M.Pd
Disusun Oleh:
Agus Alfianto (43122010079)
PERADABAN
A. Latar Belakang1

Islam yang diturunkan di Jazirah Arab telah membawa bangsa Arab yang semula
terkebelakang, bodoh, tidak dikenal dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain menjadi
bangsa yang maju dan berperadaban. Ia sangat cepat bergerak mengembangkan dunia
memmbina suatu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah
manusia hingga sekarang. Bahkan kemajuan bangsa Barat pada mulanya bersumber dari
peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol.

PERADABAN
ISLAM

Sejarah Bangsa Tokoh-Tokoh


Pengertian Arab sebelum Saintis dalam
Latar Eksistensi Masa Islam dan
Sejarah Islam Kemajuan
Belakang Peradaban Islam Indonesia
Peradaban Islam Ilmiah Era
Keislaman

B. Pengertian Sejarah Peradaban Islam

Sejarah menjadi kajian yang mengkaji peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dan
penting dikaji ulang. Sejarah Peradaban Islam bagi Isma’il R R Al- Faruqi dan Louis
Lamya Al- Faruqi memiliki intisari tauhid, yakni perbuatan yang menegaskan bahwa Allah
swt. Esa, Pencipta mutlak dan utama serta Tuhan semesta alam. Sebaga intsari,
peradaban Islam, Ismail R Al- Faruqi dan Louis Lamya Al Faruq memiliki dua dimensi;
metodologis dan konseptual.

Terma sejarah dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan tarikh, kata ini menurut
Sidi Gazalba berasal dari bahasa Arab yang berarti buku tahunan, kronik, perhitungan
tahun, buku riwayat, tanggal, pencatatan tanggal. Sedangkan kata peradaban, dapat
dijumpai dengan terjemah hadharah dengan penerjemahan Arab dan civilization dalam
terjemah bahasa Inggris. Dalam studi sejarah peradaban Islam, ada dua kata yang sering
“dimiripkan” antara peradaban dengan kebudayaan. Padahal bagi Badri Yatim peradaban
sering diterjemahkan dengan hadharah islamiyyah, peradaban Islam, walaupun
sebenarnya kebudayaan merupakan hasil dari peradaban.

Batasan pembahasan sejarah peradaban Islam mencakup pada kajian yang


diawali dengan hadirnya Islam “fajr al-Islam” hingga saat ini di mana Islam berkembang
dan menjadi ajaran agama yang dianut manusia. Namun demikian, cakupan bahasan
sejarah peradaban Islam perlu pula melibatkan materi bangsa Arab sebelum Islam (qabla
fajr al-Islam) sebagai bagian dari bahasan untuk melihat secara utuh dan integratif
memahami konteks masyarakat Arab sebagai objek dari dakwah Islam.

Sejarah peradaban Islam memiliki karakteristik yang berbeda dengan sejarah


keagamaan yang lain maupun sejarah pada umumnya. Kekhasan tersebut dipengaruhi
karena Islam sebagai kajian utama dalam sejarah Peradaban Islam dengan berbagai
ajaran-ajarannya yang khas dan bersifat ketauhidan.Perkembangan dari peradaban Islam
yang terus mengalami perkembangan, sejatinya didasari oleh beberapa hal:

Iman menjadi dasar ketauhidan yang mendasari perkembangan peradaban


dengan menjadikan agama sebagai pondasi inti dalam membimbing dan mengarahkan
dalam penciptaan dan penentuan peradaban yang hendak dipilih atau dikembangkan.
Karena bila tanpa iman, peradaban yang dihadirkan bisa menjadi sesuatu hal yang dapat
merugikan bagi kehidupan manusia, baik di dunia dan akhirat dan tentunya bukan dalam
jalur yang diridhai Allah swt.
Ilmu dengan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber pengetahuan dapat
melahirkan ilmu pengetahuan yang hadir dan bersamaan dengan dinamika kehidupan
manusia yang terus mengalami perkembangan. Karena setiap kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan hasil dari ijtihadi kaum muslim yang pada
gilirannya mendatangkan kemashlahatn bagi kehidupan manusia.

Sedangkan amal menjadi bentuk ekspresi dan karya manusia yang ditampilkan
berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Ketiga dasar inilah yang turut serta
mendasari maju dan berkembanganya peradaban kaum muslim. Peradaban kaum muslim
tersebut dalam bentangan sejarah turut serta mencatatkan berbagai informasi-informasi
yang terus menjadi kajian bagi kaum muslim setelahnya. Bahkan pada tahap
perkembangannya, sejarah peradaban Islam (kaum muslim) dikaji ke dalam beberapa
fase atau periode.
C. Sejarah Bangsa Arab Sebelum Islam luasnya 1.027.000 mil persegi,

Secara etimologis, term Arab ada yang mendefinisikan sebagai padang pasir,
tanah gundul, dan gersang yang tidak ada air dan tanamannya. Pernyataan ini nampak
jelas bila dilihat dari tinjauan geografis jazirah Arab di mana luas tanah yang mereka
singgahi merupakan hamparan gurun pasir yang tandus dan sulit ditemukan sumber mata
air sebagai kebutuhan keberlangsungan kehidupan manusia. Bahkan kondisi ini pun
sangat populer dalam sejarah Sayyidah Hajar dan putranya nabi Isma’il yang kesulitan
mencari sumber mata air sebagai pelepas dahaga di tengah teriknya kondisi geografis
jazirah Arab.

Muhammad Ali Al-Shabuni menyebut masyarakat Arab sebelum Islam dikenal


sebagai bangsa yang memiliki tradisi menghafal yang cukup kuat. Mereka sangat
mengenal secara jelas bilangan dan keturunan dari bangsa mereka. Selain itu juga
mereka dikenal pula sebagai bangsa yang memiliki hafalan yang kuat dalam bidang
sya’ir, puisi. Bahkan tradisi puisi yang merupakan bagian dari disiplin sastra menjadi
tradisi yang turut dikembangkan bagi masyarakat Arab jahiliyyah pada saat itu. Sejarah
sastra Arab menyebut bahwa tradisi sastra ini menjadi rutinitas yang dikembangkan
masyarakat Arab. Perlombaan menggubah sastra menjadi rentetan informasi sejarah
panjang kemahiran masyarakat Arab dalam puis, prosa “natsr”.

Yunus Ali Muhdar dan H. Bey Arifin menyebut bangsa Arab sebagai kelompok
yang menyukai keindahan bahasa, bahkan komunikasi yang mereka berkembang di
tengah masyarakat Arab merupakan komunikasi dengan gaya bahasa sastra. Sehingga
tidak mengherankan bila mereka dikenal dengan masyarakat dengan peradaban teks,
yakni puisi dan prosa menjadi produk-produk gaya bahasa indah yang mereka hasilkan.

Muhammad Ridha dalam bukunya Sirrah Nabawiyyah menyebut bahwa bangsa


Arab yang paling tertua adalah mereka yang masih eksis dan tetap hidup paska banjir
bandang yang dialami nabi Nuh a.s. Yaqzhan atau Qathan merupakan asal muasal dari
keturunan mereka. Para sejarawan membagi bangsa Arab kepada tiga klaster kelompok;
Ba’idah, Aribah dan Musta’ribah. Ba’idah merupakan bangsa Arab yang dalam catatan
sejarah dikenal sebagai kelompok yang telah punah, sedangkan ‘Aribah diyakini sebagai
nenek moyang bangsa Arab sedangkan kelompk Musta’ribah menjadi kelompok bangsa
Arab yang tumbuh dengan pengaruh campuran dari bangsa lain.

Sejarah Peradaban Islam menyebut masyarakat sebelum Islam (Pra Islam)


dikenal dengan masyarakat jahilyyah. Istilah jahiliyyah secara etimologis sebenarnya
dapat disebut dengan bodoh. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa mereka disebut demikian
dikarenakan mereka dikenal sebagai masyarakat yang tidak memiliki etika mulia, gemar
melakukan perampasan dan perusakan dan sulit untuk patuh pada pimpinan. Namun
demikian, dari tabi;atnya yang tidak baik, terdapat beberapa karakteristik yang positif dari
mereka yakni, bersih dan murni, pemberani dan sanggup berkorban untuk hal-hal yang
menurut mereka ada kebaikan di dalamnya.

Dr. Raghib Al-Sarjani, meneybut ada beberapa akhlak mulia yang dimiliki orang-
orang Arab sebelum Islam datang kepada mereka, yakni; Jujur, mereka sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, enggan berdusta. Murah hati, sifat ini ditunjukkan
dalam kebiasaan mereka sering menerima dan menghirmati tamu. Adil, mereka dikenal
dengan masyarakat yang adil, mereka dapat hidup bebas dan menolak segala bentuk
ketidakadilan. Bertetangga dengan Baik, mereka dikenal dengan masyarakat yang
memegang teguh hak-hak bertetangga. Kesabaran, mereka hidup dalam keadaan jazirah
Arab yang sangat keras sehingga membuat mereka dituntut bersabar dan kuat. Berani,
mereka dikenal dengan masyarakat yang memiliki kekuatan untuk mendorongnya
berperang tanpa rasa takut, Loyalitas tinggi, orang Arab dikenal dengan masyarakat
yang terbiasa menepati janji.

D. Eksistensi Masa Peradaban Islam

Sejaran peradaban Islam dimulai sejak nabi Muhammad saw. diangkat sebagai
nabi dan Rasulullah saw. Diturunkannya QS. Al-‘Alaq 1-5 menjadi petanda bahwa dakwah
nabi Muhammad saw. dimulai dan kerisalahan mulai dilaksanakan nabi Muhammad saw.
Dalam sejarah peradaban Islam, dakwah nabi Muhammad saw. tercatat terbagi -secara
umum- ke dalam fase Mekkah dan Madinah. Dalam literatur studi al-Qur’an fase-fase ini
dilihat dari segi pewahyuan yang terjadi, baik secara geografis saat nabi Muhammad di
Mekkah dan Madinah maupun secara timing hijrah nabi Muhammad saw. dari Mekkah ke
Madinah yang kemudian dikenal dengan Makiyyah dan Madaniyyah.

Fase Makiyyah dan Madaniyyah ini menyampaikan pesan yang menyebutkan


bahwa terdapat perbedaan karakteristik dakwah yang dilakukan nabi Muhammad saw.
kepada masyarakat Arab saat itu. Fase Makiyyah lebih dikenal sebagai periode
pembinaan akidah bangsa Arab sedangkan fase Madaniyyah disebut sebagai fase
pemberlakuan hukum-hukum Islam kepada kaum muslim.
Pada masa nabi Muhammad saw. syari’ah Islam diterapkan, seperti kewajiban
shalat, puasa, zakat dan haji serta beberapa produk syari’ah lain yang hingga kini terus
dijalankan oleh kaum muslim. Dakwah nabi Muhammad saw. dibekali pedoman al-Qur’an
yang diturunkan secara periodik, bertahap dan berangsur-angsur. Penahapan periode
pewahyuan dimaksudkan agar memudahkan kaum muslim menjalankan ajaran-ajaran
Islam dan juga dapat membantu menjawab persoalan-persoalan yang dilontarkan
masyarakat Arab saat itu maupun persoalan yang dialami oleh kaum muslim yang saat itu
membutuhkan penjelasan dari Nabi Muhammad saw.

Penjelasan dari nabi Muhammad saw. tidak hanya bersandar pada pedoman kitab
suci al-Qur’an yang merupakan sumber utama dan pertama, namun juga didukung
dengan penjelasan dari hadts-hadits nabi Muhammad saw. Hadits-hadits nabi
Muhammad saw. disampaikan sebagai bentuk perwujudan yang menyatakan bahwa nabi
Muhammad saw. diutus kepada manusia sebagai penjelas atas kitab suci al-Qur’an yang
diturunkan kepadanya. Penjelasan-penjelasan tersbeut terus disampaikan hingga masa
kerisalahan nabi Muhammad saw, berakhir dan digantikan oleh Abu Bakar al-Sidddiq,
Umar ibn al-Khattab, Utsman bn Affan dan Ali ibn Abi Thalib.

Keberlangsungan dakwah nabi Muhammad saw. terus dilanjutkan oleh para


Khulafaur Rasyidin dengan Abu Bakar al-Shiddiq sebagai penggantinya. Pada masa
Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq berlangsung kurang lebih dua tahun dengan berbagai
kebijakkan yang diputuskannya. Di antaranya adalah perang riddah, yakni perang
melawan sikap sebagian orang beriman yang enggan berzakat dengan alasan kewajiban
zakat telah berakhir dengan berakhirnya dakwah nabi Muhammad saw., memerangi nabi
palsu, mengumpulkan mushaf al-Qur’an dan membukukannya dan lain sebagainya.

Setelah khalifah Abu Bakar al-Siddiq wafat, Umar ibn al-Khattab melanjutkan
kekhilafahan tersebut, namun pada masa kepemimpinannya, khalifah Umar ibn al-Khattab
lebih dikenal dengan amirul mu’minin, pemimpin orang-orang beriman. Pada masa beliau,
perluasan wilayah Islam sangat pesar, al-futuhaat, penaklukkan wilayah-wilayah baru bagi
kaum muslim semakin meluas. Kebijakan yang diterapkan khalifah Umar ibn al-Khattab di
antaranya adalah menetapkan kalender Hijriyyah, membebaskan Baitul Maqdis,
memperluas dan merenovasi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah pada tahun
683 M. dan lain sebagainya.

Khalifah Utsman ibn Affan menjadi pengganti khalifah Umar ibn al-Khattab. Beliau
menjadi khalifah yang terpilih dalam usia yang sangat sepuh, namun sejarah mencatat
akhlak luhur khalifah ketiga ini dikenal sebagai sosok yang lembut dan pemalu, dermawan
dan suka menolong mereka yang mengalami kesulitan dan kekayaan yang dimilikinya
menjadi dukungan besar bagi agama Islam, memiliki gagasan cerdas alam membukukan
al-Qur’an menjadi mushaf pertama kali, sabar dan berserah diri pada Allah swt saat fitnah
besar menimpanya di akhir kehidupannya.

Kekhalifahan terakhir dari Khulafaur Rasyidin adalah sayyidina Ali ibn Abi Thalib
sosok yang cerdas dan merupakan saudara sepupu nabi Muhammad saw. sekaligus
sebagai menantu dari putrinya yang bernama Fatimah al-Zahra. Ia dikenal sebagai
khalifah yang memiliki sifat pengirbanan yang tinggi, zuhud dunia, bertaqwa dan
dermawan. Namanya dikenal sebagai sahabat nabi Muhammad saw. yang memiliki gelar
karamaAllahu wajhahu, semoga Allah swt. memuliakan wajah sayyidina Ali ibn Abi Thalib.
Kebijakkan yang turut diterapkannya adalah mempertahankan stabilitas negara. Hal ini
dilakukan karena gejolak yang telah ada pada masa khalifah Sayyidina Utsman ibn Affan.
Di antara penciptaan stabilitas tersebut kebijakan yang diambil adalah pergantian pejabat
lama dengan yang baru, penarikan kembali tanah hadiah, menghadapi para pemberontak
dan lain sebagainya.

Sejarah kepemipinan dalam Islam semenjak khalifah keempat wafat adalah


munculnya dinasti yang dibangun dari keluarga Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Dinasti ini
kemudian dikenal dengan dinasti Umayyah I (Damaskus). Pemerintahan dinasti Umayyah
I (Damaskus) berlangsung selama 90 tahun, sedangkan dinasti Umayyah II (Spanyol)
berjalan selama 275 tahun. Dalam sejarah dinasti Umayyah I (Damaskus) didirikan pada
tahun 661 Masehi dengan Mu’awiyyah ibn Abi Sufyan sebagai khalifah pertama. Masa-
masa keemasan dinasti Umayyah I (Damaskus) terjadi pada masa Al-Walid I atau Al-
Walid ibn Abdul Malik yang memimpin pada tahun 705-715 M. di masa ini dibangun jalan
raya, pabrik, gedung, masjid, panti asuhan dan juga perluasan wilayah.

Setelah dinasti Umayyah I (Damaskus) runtuh, sejarah pemerintahan Islam


dilanjutkan oleh dinasti Abbasiyyah. Dinasti ini memimpin selama lima abad, yakni sejak
750 sampai dengan 1258 Masehi. Dinasti ini dinisbahkan (dikaitkan) dengan nama
Paman nabi Muhammad saw., yakni Abbas ibn Abdul Muthalib karena para pendiri dan
khalifahnya adalah keturunan darinya. Khalifah yang pertama dijabat oleh Abdul Abbas
As-Safah yang memimpin kekhilfahan selama 750-753 Masehi dan diakhiri oleh khalifah
terakhir bernama Al-Mu’tazim yang berkuasa pada tahun 1258 Masehi.

Pada masa dinasti Abbasiyyah, ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat


pesat. Kegiatan penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan, seperti buku-buku dari bahasa
Yunani, Mesir, Persia, India dan lain-lain ke dalam bahasa Arab. Buku-buku tersebut
antara lain yang berhubungan dengan kedokteran, kimia, ilmu alam, mantiq (logika),
filsafat, ilmu falak, matematika, seni, dan lain-lain. Hingga pada masa khalifah Harun al-
Rasyid yang memiliki concern terhadap ilmu pengetahuan mendirikan Baitul Hikmah
yang berfungsi sebagai pusat penerjemahan, penelitian dan pengkajian ilmu
perpustakaan serta lembaga pendidikan.

Selain kedua dinasti atau kekhilafahan di atas, kekhilafahan Turki Utsmani turut
serta menghiasi lembar kecemerlangan sejarah peradaban Islam. Kekhilafahan ini dalam
dtradisi kajian sejarah Islam kontemporer menjadi kajian yang sedang diminati oleh para
kaum milenial muslim untuk menggali informasi-informasi terkait perkembangan sejarah
Islam di Eropa maupun dunia. Kekhilafahan Turki Utsmani diawali pada tahun 1517 dan
berakhir pada 1924 Masehi. Kekhilafahan ini di bawah bangsa Utsmaniyah. Ia menjadi
kekhilafahan Islam Sunni terakhir pada akhir abad pertengahan dan awal zaman modern.

Kekhilafahan ini dikenal pula dengan Kekaisaran Ottoman dengan masa


kejayaan dihadirkan oleh Suleiman I atau dalam sejarah peradaban Islam dikenal dengan
Suleiman the Magnificent (Sulaiman yang Agung) ia menjadi sultan Turki yang kesepuluh
yang berkuasa antara tahun 1520 sampai dengan 1566 Masehi. Kebijakan yang
dilakukannya adalah memajukan ekonomi, militer, dan politik kekaisaran Turki Utsmani
(Ottoman) dan menaklukkan Eropa, Timur Tengah dan Afrika Utara. Di dunia Islam,
Suleiman dikenal dengan al-Qanuni, pembuat undang-undang.

E. Tokoh-Tokoh Saintis dalam Kemajuan Ilmiah Era Keislaman

Islam mendorong manusia untuk selalu berpikir dan memaksimalkan potensi


akalnya. Memaksimalkan akal yang dimiliki manusia menjdikan manusia mampu
menemukan ilmu pengetahuan dan mengembangkannya. Sejaran peradaban islam
mencatat banyak penemuan yang dihasilkan dari para cendikiawan muslim dengan
bidang ilmu pengetahuan yang beraneka ragam. Mulai dari sastra, kedokteran, ekonomi,
politik, astronomi, matematika, kimia, musik, seni rupa, arsitektur dan lain sebagainya.

Penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan tersebut terjadi karena


mendapat dukungan dan dorongan dari kitab suci al-Qur’an dan hadits nabi Muhammad
saw. yang merupakan sumber ilmu pengetahuan dalam Islam yang utama dan abadi.
Sehingga ikhtiar para cendikiawan muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
dinilai sebagai bentuk dari menjalankan perintah agama. Kemajuan ilmu pengetahaun
dan teknologi di dunia Islam terus mengalami perkembangan, namun kondisi saat ini
berbanding terbalik, dunia Barat yang justru menjadi pihak yang paling terdepan dalam
inovasi dan kreasi teknologi dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Bila merunut dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, sastra
Islam menjadi bagian dari kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Isma’il R Al-
Faruqi dan Louis Lamya al-Faruqi menyebut al-Qur’an sebagai karya satra agung.
Keagungan tersebut bagi Isma’il R al-Faruqi dan Louis Lamya al-Farouqi dikarenakan
keagungan bentuk, isi, dan pengaruh. Di antara sastrawan muslim pouler dengan gaya
tawazun adalah Abdul hamid al-Khathib, Abu ‘Amar Utsman al-Jahizh dan Abu Haya nal-
Tawhidi dan lain sebagainya.

Di bidang kedokteran Islam, sejarah peradaban Islam mengenal sosok yang


sangat pouler di bidang ini. Ia adalah Ibnu Sinna atau pupuler juga dikenal dengan
Avicenna, Muhammad ibn Zakaria al-Razi, Abu Qasim Al-Zahrawi, Ibnu al-Nafis dan Abu
Zaid al-Balkhi. Kelima cendikiawan muslim ini mengembangkan ilmu kedokteran dan
menjadi rujukan ilmu kedokteran dunia dengan berbagai karya yang dihasilkannya.

Sektor ekonomi dalam Islam dikenal dengan fqih muamalah (hukum ekonomi
Islam). Petunjuk-petunjuk ayat yang berkenaan dengan praktik perekonomian menjadi
perhatian di kalangan ulama untuk mengembangkan konsep kekonomian Islam. Ilmu
ekonomi menjadi bagian yang sangat penting dan utama bagi kehidupan manusia
mengingtat hampir seluruh kehidupan manusia berhubungan langsung dengan praktik-
praktik eknonomi. Di antara tokoh-tokoh tersebut dikenal ada Imam al-Ghazali, Ibnu
taimiyyah, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dan masih banyak lagi.

Perkembangan ilmu pengetahun di bidang farmakologi dan kimia ada ilmuwan


muslim yang bernama Jabir ibn Hayyan, al-Kindi, dan al-Razi, kemudian dikembangkan
sebagai disiplin ilmu yang otonom oleh al-Biruni. Selain itu juga terdapat Ibnu al-Baythar
yang menulis Al-Mughni fi al-Aadwiyah yang ia persembahkan kepada sultan Shalah al-
Din al-Ayyubi di Mesir dan ulama yang sezaman dengannya adalah Rasyid al-Din ibn Al-
Shuri yang mengembangkan obat-obatan yang dihasilkan dari hasil riset dari tumbuh-
tumbuhan yang ada di kebun dan pegunungan.

Pada bidang fisika, cendikiawan muslim yang terkenal adalah Ibn Haitsam, teori
yang dikembangkannya di antaranya adalah teori pengaruh tekanan atmosfer dan kuat
magnetik bumi pada berat. Namun di antara teori-teori yang dikembangkannya tersebut,
optik menjadi karya monumental Ibnu Haitsam, ia berhasil memadukan metode
matematis dan prinsif fisika. Al-Manazhir (dunia visual) menjadi buku peletak dasar teori
tentang prsepsi visual, berdasarkan penyerapan cahaya yang keluar dari objek, melewati
bola mata, dan mencapai otak melalui penglihatan atau syaraf mata.

F. Islam di Indonesia

Indonesia menjadi negara kepulauan dengan memiliki komunitas muslim terbesar


di dunia. Sejarah awal masuknya Islam di Indonesia menurut Moeflich Hasbullah
teradapat beberapa teori; Teori Arab, menyebutkan Islam disebarkan oleh orang Arab
pada abad ke 7 atau 8 Masehi saat kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya.
Teori Cina, etnis Cina muslim memiliki peran dalam penyebaran Islam di nusantara.
Teori Persia, bukti yang mendukung teori ini dilihat dari serapan bahasa-bahasa Persia
yang menjadi bahasa kaum muslim di nusantara. Teori India, teori ini menyebutkan
bahwa Islam datang ke Indonesia bukan dari bangsa Arab melainkan dari India yang
terjadi pada abad ke-13 Masehi.

Meluasnya pengaruh Islam di nusantara disebabkan penentuan strategi dakwah


yang tepat, efektif, persuasif sehingga mudah diterima oleh masyarakat nusantara yang
sebelumnya sudah menganut agama tertentu. Abdul Karim menyebutkan bahwa terdapat
strategi dakwah yang dilakukan saat penyebaran Islam di nusantara, yakni melalui jalur
perdagangan, jalur dakwah bil hal, jalur perkawinan, jalur pendidikan, jalur kultural.

Masyarakat muslim Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan


masyarakat muslim di beberapa negara lain, yakni bersrikat yang kemudian diwujudkan
dalam bentuk organisasi keagamaan. Di Indonesia organisasi masyarakat keagamaan
telah banyak tumbuh. Kehadiran organisasi keislaman tersbeut turut serta berkontribusi
positif bagi perjuangan bangsa Indonesia. Organisasi keagamaan tersebut di antaranya
adalah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyyah. Kedua ormas ini memiliki anggota yang
sangat banyak tersebar di seluruh Indonesia dengan kepengurusan dari tingkat ranting,
cabang, wilayah hingga nasional.

Nahdlatul Ulama atau yang biasa dikenal dengan NU, menurut Masykur Hasyim
lahir pada taggal 31 Januari tahun 1926 Masehi. NU lahir sebagai representasi dari ulama
tradisionalis dengan dasar ideologi Ahlussunnah wal Jama’ah. tokoh-tokoh ulama yang
berperan adalah K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah dan ulama-ulama lainnya.

Hadirnya NU diyakini sebagai upaya mempertahankan ajaran Ahlussunnah wal


Jama’ah. Laode Ida menyebut kerangka dasar pemikiran NU ada pada aqidah, syari’ah
dan tasawwuf. Prinsip dasar Aqidah berpegang pada pemikiran kalam Imam al-Ma’turidi
dan Al-Asy’ari, dalam bidang fiqih menganut empat madzhab pemikiran hukum Islam.
Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hanbali walaupun pada mayoritasnya, anggota NU lebih banyak
mempraktekkan aliran fiqih Syafi’iyyah dan dalam bidang Tasawwuf merujuk pada Imam
Al-Ghazali dan Abu al-Qasim al-Junaidi.

Organisasi terbesar kedua adalah Muhammadiyah. Organisasi keagamaan ini


lebih memfokuskan pada pengembangan pendidikan Islam. Pendidikan yang dikelola oleh
Muhammadiyah dari tingkat dasar hingga perguruan Tinggi. Hampir di setiap kabupaten
dan provinsi di Indonesia terdapat lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah.

Menurut M. Dawam Rahardjo Muhammadiyah tampil sebagai organisasi sosial,


pendidikan dan dakwah yang diarahkan kepada golongan muslim marginal dan di
kalangan priyayi dengan menyajikan konsep Islam yang menyederhanakan konsep
kemusliman. Islam ditampilkan sebagai agama yang mudah dipahami dan dipraktikkan
mengingat sasaran dakwah yang dilakukan Muhammadiyah adalah masyarakat kota yang
memiliki tingkat kesibukan yang tinggi dan mendasarkan pemikirannya pada basis
rasional.

Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban mengatakan bahwa


Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan nama asal adalah Muhammad
Darwis dan ayahnya bernama K.H. Abu Bakar yang merupakan seorang khatib masjid
besar Kesultanan Yogyakarta. Menurut Prof. Mukti Ali seperti yang dikutip Haedar Nashir,
latar belakang berdirinya Muhammadiyyah adalah dikarenakan:

Ketidakbersihan dan campur aduknya kehidupan agama Islam di Indonesia;

Ketidakefektifannya lembaga-lembaga pendidikan Islam;

Aktifitas misi-misi Katolik dan Protestan;

Adanya sikap merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam.

Muhammadiyah dalam pergerakannya bergerak pada bidang keagamaan, pendidikan,


kemasyarakatan, politik kenegaraan. Pergerakan yang dikembangkan Muhammadiyah
menurut Amin Rais, memegang lima doktrin: Tauhid, pencerahan umat, menggembirakan
amal shalih, kerjasama untuk kebajikan, tidak berpolitik praktis.
Daftar Pustaka

Badri Yatim, sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Rajawali Press, 2010.

Isma’il R Al-Faruqi dan Louis Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, terj. Ilyas
Hasan, Bandung, Mizan:1998

Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, Bandung, C.V.


Pustaka Setia, 2012.

Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta, Pustaka Book
Publisher, 2007.

Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, Surabaya: Yayasan 95, 2002.

Laode Ida, NU Muda, Jakarta: Erlangga, 2004.


M. Dawam Rahardjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah
Cendikiawan Muslim, Bandung, Mizan:1999.

Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, Yogyakarta: Suara


Muhammadiyah, 2010.

Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai


Gerakan Islam, Yogyakarta, Pustaka SM: 2009.

M. Amin Rais., dkk., Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah: Almanak


Muhammadiyah Tahun 1997 M/1417-1418 H., Yogyakarta, Lembaga Pusat
Dokumentasi Pimpinan Muhammadiyah, 1997.

Anda mungkin juga menyukai