Anda di halaman 1dari 12

TUGAS RESUM MASA PRA ISLAM DAN DAKWWAH PADA

MASA NABI

DISUSUN OLEH:
AKSEL BEVAN ORLANDO (302190005)

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2020
BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Sudah seyogyanya, penulisan tentang sejarah dan kebudayaan Islam
oleh ahli-ahli sejarah Barat maupun Timur diawali dengan uraian
tentang sejarah bangsa Arab pra-Islam. Hal ini memang terasa sangat
relevan, mengingat negeri dan bangsa Arab adalah yang pertama kali
mengenal dan menerima Islam. Adalah suatu fakta bahwa agama
Islam di turunkan di Jazirah Arab, karena itu sudah barang tentu
bangsa Arablah yang pertama kali mendengar, menghayati dan
mengenal Islam.
Sebab itu terasa penting untuk mengetahui keadaan masyarakat Arab
pra-Islam itu bagi penelaahan sejarah kebudayaan Islam dalam hal ini
adalah sejarah kelahiran Islam dan kondisi masyarakat Arab pra-
Islam, yang lazim disebut “zaman jahiliyyah”.
Sejarah perkembangan masyarakat bangsa Arab dalam kenyataannya
tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan Islam. Bangsa Arab
adalah suatu bangsa yang diasuh dan dibesarkan oleh Islam; dan
sebaliknya Islam didukung dan dikembangluaskan oleh bangsa Arab
Konteks kenyataan inilah yang menarik untuk mengetahui keadaan
bangsa Arab pra-Islam itu yang berkaitan dengan aspek-aspek
perjalanan sejarah mereka, seperti asal-usul, cara hidup penduduk,
jenis-jenis bangsa Arab, agama dan kepercayaan, adat-istiadat, dll.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi masyarakat saat itu sebelum datangnya
islam ?
2. Bagaimana proses perjuangan Nabi ketika menyebarkan islam ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Masyarakat Saat Itu Sebelum Datangnya Islam


1. Masyarakat Arab jahiliyah
Masyarakat Arab, sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad
SAW, dikenal dengan sebutan jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata
jahiliyah (yang berasal dari bahasa Arab dari kata jahala yang berarti
bodoh), maka secara harfiyah bisa disimpulkan bahwa masyarakat
jahiliyah adalah masyarakat yang bodoh. Jahiliyyah biasanya
dikaitkan dengan masa sebelum Rasulullah SAW lahir. Sesungguhnya
kata Jahiliyyah sendiri adalah mashdar shina’iy yang berarti
penyandaran sesuatu kepada kebodohan. Kebodohan menurut Manna’
Khalil al-Qathtan ada tiga 3 makna, yaitu:
· Tidak adanya ilmu pengetahuan (makna asal).
· Meyakini sesuatu secara salah
· Mengerjakan sesuatu dengan menyalahi aturan atau tidak
mengerjakan yang seharusnya dia kerjakan.
Sebutan jahiliyah ini perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, sebab
dari situlah akan terbangun pola kontruksi terhadap masyarakat Arab
masa itu, yang di dalamnya adalah juga nenek moyang Nabi
Muhammad SAW dan sekaligus cikal-bakal masyarakat Islam. Jika
masyarakat jahiliyah kita artikan sebagai masyarakat bodoh dalam
pengertian primitif yang tak mengenal pengetahuan atau budaya; tentu
sulit dipertanggungjawabkan, karena berdasarkan data sejarah,
masyarakat Arab waktu itu juga telah memiliki nilai-nilai peradaban
sesederhana pun peradaban itu. Seorang pujangga Arab Syiria, Jarji
Zaidan, membagi masa jahiliyah kepada dua masa yakni:
1. Arab Jahiliyyah pertama (Al Arabul Jahilliyatul Ula) yaitu
zaman sebelum sejarah sampai abad lima masehi
2. Arab Jahiliyah kedua (Al Arabul Jahiliyatus Tsaniyah) yaitu
dari abad kelima masehi sampai lahir Islam.

2. Agama bangsa Arab pra-Islam


Masyarakat Mekkah jahiliyah dulu menyembah patung (berhala).
Tiga patung Tuhan yang terkenal di Mekkah adalah Manat, al-lat dan
al-Uzza. Tor Andrea berkata, “Persembahan buat ketiganya sudah
berlangsung lama”. Dengan menilik namanya, Manat yang dipuja
oleh suku Hudhail yang suka perang dan mengarang puisi yang
tinggal di Selatan Mekkah nampaknya menjadi model Dewa
Perempuan yang menentukan nasib dan keberuntungan. Ia
menyerupai dewa Yunani Tyehe Soteria, yaitu salah sdatu anak
perempuan Zeus. Pembebas dan penolong manusia di laut dalam
peperangan dan dalam pertemuan umum.
Patung Tuhan lain, Al-Lat telah dikenal pada masa Heroditas, yang
menamainya Al-ilat. Sebenarnya Al-Lat bermakna “Dewi”. Dalam
prasasti Nabatean, “ibu dari para dewa “ juga disebut Al-Lat. Dengan
demikian, bisa disimpulkan bahwa dalam sejarah Arab Al-Lat
mempunyai kedudukan sebagai dewi Semit dari garis ibu, Kesuburan
dan langit terutama di kawasan Semit Barat. Jadi, jelas bahwa Tuhan-
tuhan ini tidak mungkin berasal dari Mekkah tetapi impor dari Utara.
Patung Tuhan yang ketiga, Al-Uzza pada masa Nabi adalah yang
paling sering disembah diantara ketiganya. Nama “Uzza” berarti
“perkasa” atau “terhormat”. Tempat pemujaan Al-Uzza berada di
Nakla, beberapa mil disebelah utara Mekkah. Waqidi menceritakan
kepada kita bahwa pada tahun kedelapan setelah Hijrah,
MUHAMMAD mengutus Khalid sang pemberani dengan diiringi 30
pasukan berkuda untuk menghancurkan tempat tersebut. Ketika ia
sedang menebang pohon aksia yang menutupi patung itu, seorang
wanita kulit hitam tanpa busana dengan rambut tergulung
mendekatinya, dan pendetanya yang berada didekatnya berteriak
“Jangan takut Uzza pertahankan dirimu”. Pertama-tama Khalid
merasa takut tetapi kemudian ia memberanikan diri dan dengan sekali
tebasan pandangnya ia memenggal kepala Uzza.
Dari penjelasan di atas kita ketahui bahwa ketiga Tuhan itu adalah
perempuan dan ketiganya dikaitkan dengan ritus kesuburan tanah atau
pemujaa ibu yang berasal dari wilayah Utara atau negara-negra
Mediterranian, sementara di Mekah sebagaimana yang kita ketahui
sistem Patriarki lebih menonjol sehingga sistem matrinial secara
struktural tidak menjadi bagian dari masyarakat. Al-Quran mengakui
adanya sistem patriarki tersebut dan mengkritik tuhan-tuhan
perempuan, “bagaimana mereka bisa mengatakan Dia mempunyai
anak, dan Allah itu perempuan? Sunggguh itu adalah perkataan yang
keliru”. Sebagaimana yang telah kita lihat di mekkah sistem patriarki
lebih menonjol dan hal ini telah berlangsung sejak dulu. Dalam
masyarakat seperti ini dimana superioritas laki-laki telah berlangsung
lama. Tuhan-tuhan ini tak mungkin dipuja dalam upacara meminta
kesuburan. Satu-satunya kesimpulan yang bisa dikemukakan adalah
bahwa tuhan-tuhan itu berasal dari daerah yang disitu pertanian
menonjol yaitu kawasan subur di Utara.
3. Kebudayaan pada masa pra-islam di Arab
Salah satu kelebihan bangsa Arab terletak pada bahasanya, mereka
pandai dalam bidang sastra, khususnya membuat syair-syair. Syair
bagi mereka untuk mengungkapkan pikiran, pengetahuan, dan
pengalaman hidupnya. Bentuk pengungkapan lainnya melalui natsr
(prosa), amtsal (perumpamaan-perumpamaan), khitabah (pidato),
ansab (geneologi), dan lainnya. Terdapat pertandingan forum umum
untuk membuat dan membacakan syair-syair, kemudian dibahas,
dikritik dan dipilih yang terbaik (Ukadz). Yang terpilih akan
digantungkan didinding ka’bah sebagai penghargaan yang biasa
disebut mu’allaqat. Tradisi ini masih berkembang dan dimanfaatkan
dalam islam sebagai alat dakwah dan pengembangan ilmu
pengetahuan bangsa Arab Islam.
Kehidupan masyarakat Arab berpindah-pindah dari satu kelain tempat
yang dianggap dapat memberikan kemudahan untuk hidup. Kondisi
seperti ini membuat mereka bersikap sebagai pemberani dan bersikap
keras dalam mempertahankan prinsip dan kepercayaan, juga membuat
mereka harus menguasai seperangkat ilmu dan ketrampilan untuk
hidup sesuai dengan lingkungannya. Misalnya, mereka menguasai
ilmu meramal jejak dan peristiwa alam yang akan terjadi, seperti
kapan turun hujan, dimana terdapat mata air, dan dimana terdapat
sarang binatang buruan serta binatang buas. Disiang hari mereka
mampu membaca jejak melalui padang pasir, sedangkan dimalam hari
menggunakan bintang-bintang.
Bangsa arab juga mahir dalam membuat dan menghafal silsilah
keluarga dan nenek moyangnya, sehingga mereka mampu
menunjukkan hubungan dirinya dengan nenek moyang yang besar-
besar sehingga mendapat prestise karena keturunan. Setiap kabilah
mempunyai dan mengetahui silsilahnya.
4. Masyarakat masa pra-islam di Arab
Struktur masyarakat menempatkan perempuan pada posisi sangat
rendah, bahkan tak terhitung sebagai manusia yang wajar. Ia identik
dengan barang-barang komoditas. Perempuan tidak diperbolehkan
untuk tampil sebagaimana laki-laki, karena mereka tidak mempunyai
ketrampilan dalam sektor publik seperti memimpin peperangan dan
mencari nafkah. Perempuan halal dijadikan gundik-gundik seorang
penguasa, dimana mereka mudah dikawini dan diceraikan. Disaat
perempuan haid, mereka tidak diperbolehkan tidur satu rumah dengan
keluarganya melainkan tidur dikandang bagian belakang rumah.
Bahkan ada suku yang memiliki tradisi yang sangat buruk, yaitu suka
mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup. Mereka merasa
terhina memiliki anak-anak perempuan. Perbuatan itu mereka lakukan
karena merasa malu dan khawatir anak perempuannya akan membawa
kemiskinan dan kesengsaraan.
Sistem perbudakan berlaku dan berkembang dikalangan bangsa Arab.
Mereka dipekerjakan dengan sekehendak majikan dan dujualbelikan
serta ditukar dengan barang seperti pedagang bertransaksi secara
barter. Struktur sosial antara bangsawan dan rakyat jelata terdapat
batas jurang yang sangat tajam. Kaum bangsawan menindas rakyat
jelata sesuka hati dan segala cara. Maka, perdamaian antarsuku sangat
sulit diwujudkan, peperangan demi peperangan terus terjadi diantara
mereka. Penghargaan manusia didasarkan atas prestise bukan prestasi,
dan hubungan sosial ditentukan oleh ikatan darah dan emosi bukan
ikatan kemanusiaan dan keagamaan yang ditawarkan dalam islam.

B. Perjuangan Nabi dalam Menyebarkan Agama Islam


1. Secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan
Pada periode ini, tiga tahun pertama, dakwah islam dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah
islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu
Khadijah, yang menerima dakwah beliau, lalu Zaid, bekas budak
beliau. Di samping itu, juga banyak orang yang masuk islam dengan
perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal
awwalun (orang-orang yang terlebih dahulu masuk islam), mereka
adalah Utsman bin Affan, Zubair binAwwan, Sa’ad bin Abi Waqqash,
Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin
Jarrah dan Al-Arqam bin Abil Arqam, yang rumahnya di jadikan
markas untuk berdakwah (rumah Arqam).
2. Setelah tiga tahun melakukan dakwah secara sembunyi-
sembunyi, beliau akhirnya melakukan dakwah secara terang-
terangan
Karena beliau mendapat perintah dari Allah dalam Q.S. al-Hijr: 94-
95, yang artinya : “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-
terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah
dari orang-orang yang musyrik”.
Dakwah yang dilakukan beliau tidak mudah, karena mendapat
tantangan dari kaum kafir Quraiys. Hal tersebut timbul karena
beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :
· Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan
kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi
Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan BaniAbdul
Mutholib
· NabiMuhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan
dan hamba sahaya
· Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya atau pun mengakui
serta tidak menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan
pembalasan di akhirat
· Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat
akar pada bangsa arab, sehingga sangat berat bagi mereka untuk
meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama islam
· Pemahat dan penjual patung memandang islam sebagai
penghalang rezki.
3. Beberapa upaya yang dilakukan kaum Quraisy dalam
menggagalkan dakwah Nabi
Dengan masuk islamnya Hamzah (salah satu paman NabiMuhammad)
merupakan titik klimaks bahaya yang dirasakan oleh pihak Quraisy.
’Utbabin Rabi’a mengajukan beberapa tawaran kepada Muhammad,
namun beliau menolaknya dengan Q.S. Fussilat : 1-5, yang artinya :
“Haa Miim. Diturunkan dari tuhan yang maha pemurah lagi maha
penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam
bahasaArab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita
gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka
berpaling (darinya) maka mereka tidak (kamu) mendengarkan.
Meraka berkata, ‘Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi)
apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada
sumbatan dan diantara kami dan kamu ada dinding, bekerjalah kamu;
sesungguhnya kamu bekerja (Pula)”.
Banyak cara dan upaya yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk
mencegah dakwah nabi Muhammad, namun selalu gagal, baik secara
diplomatic dan bujuk rayu maupun tindakan-tindakan secara fisik.
Puncak dari segala cara itu adalah dengan diberlakukannya
pemboikotan terhadap Bani Hasyim yang merupakan tempat Nabi
Muhammad saw berlindung. Pemboikotan ini berlangsung selama
tiga tahun, dan merupakan tindakan yang paling melemahkan umat
islam pada saat itu. Pemboikotan ini baru berhenti setelah kaum
Quroisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sangat
keterlaluan.
Tekanan dari orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan
dakwah Nabi Muhammad saw, terlebih setelah meninggalnya dua
orang yang selalu melindungi dan menyokong Nabi Muhammad dari
orang-orang kafir yaitu paman beliau, Abu Tholib, dan istri tercinta
beliau, Khodijah. Peristiwaitu terjadi pada tahun kesepuluh kenabian.
Tahun ini merupakan tahun kesedian bagi Nabi Muhammad saw.
Sehingga dinamakan Amul Khuzn.
4. Hijrah Nabi
Di mekah dakwah NabiMuhammad saw Mendapat rintangan dan
tekanan, pada akhirnya Nabi memutuskan untuk berdakwah di luar
mekah. Namun, di Thaif beliau dicaci dan dilempari batu sampai
beliau terluka. Hal ini semua hampir menyebabkan Nabi Muhammad
saw. Putus asa, sehingga untuk menguatkan hati beliau, Allah
mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun
kesepuluh kenabian itu. Berita tentang isyra’ dan mi’raj ini
menggemparkan masyarakat makkah. Bagi orang kafir, peristiwa ini
dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan Nabi Muhammad
saw. Sedangakan bagi orang yang beriman ini merupakan ujian
keimanan.
Setelah peristiwa isra’ dan mi’raj, suatu perkembangan besar bagi
kemajuan dakwah islam terjadi, yaitu dengan datangnya jumlah
penduduk Yastrib (Madinah) untuk berhaji ke Mekah. Mereka berdiri
dari dua suku yang saling bermusuhan, yaitu suku Ausdan Khazraj
yang masuk islam dalam tiga gelombang. Pada gelombang pertama
pada tahun kesepuluh kenabian, mereka datang untuk memeluk
agama islam dan menerapkan ajarannya sebagai upaya untuk
mendamaikan permusuhan antara keduasuku. Mereka kemudian
mendakwahkan Islam di Yastrib. Gelombang kedua, pada tahun ke-12
kenabian mereka datang kembali menemui nabi dan mengadakan
perjanjian yang dikenal dengan perjanjian “Aqabah pertma”, yang
berisi ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian ke Yatsrib sebagai
juru dakwah disertai oleh Mus’ab bin Umair yang di utus oleh nabi
untuk berdakwah bersama mereka. Gelombang ketiga, pada tahun ke-
13 kenabian, mereka datang kembali kepada nabi untuk hijrah ke
Yastrib. Mereka akan membai’at nabi sebagai pemimpin. Nabipun
akhirnya menyetujui usul mereka untuk berhijrah. Perjanjian ini di
sebut perjanjian “Aqabah kedua” karena terjadi pada tempat yang
sama.
Akhirnya Nabi Muhammad bersama kurang lebih 150 kaum muslimin
hijrah ke Yatsrib. Dan ketika sampai disana, sebagai penghormatan
terhadap nabi, nama Yatsrib di ubah menjadi Madinah. Dan di sinilah
Nabi mendapat dukungan dalam dakwahnya, hingga beliau akhirnya
dapat menakhlukkan kota Mekah.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Setelah menyimak sejarah arab pra Islam dan peletakan dasar
Nabi pada periode Makkah, dapat disimpulkan. Bahwa:1. Masa
sebelum Islam lahir disebut zaman Jahiliyah. Yang mana sebagian
besar masyarakat menyembah berhala, bintang, dan binatang.
2. Arabia yang sebagian besar dari padang pasir, yang berkendara
unta sebagai pengangkut utama,kuda Arab sebagai tunggangan paling
gagah dan cepat untuk mencapai mobilitas tinggi, kurma yang
merupakan makanan utama penduduk negri, domba sebagai hewan
ternak untuk diambil susu dan dagingnya. Di negri inilah
dilahirkan salah satu agama terkemuka.
3. Nabi Muhammad SAW yang lahir dari kalangan kaum Quraisy,
terlahir sebagai yatim, tepatnya di kota Makkah pada tahun 571 M.
4. Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir yang menyempurnakan
agama nabi terdahulu, membawa kabar gembira dan kebahagiaan bagi
umat manusia, yang telah merubah masa Jahiliyah menjadi masa
yang Islamiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Su'ud, Prof. DR. Abu, Islamologi Sejarah, Ajaran, dan Peranannya
Dalam Peradaban Umat Manusia, 2003, Cet.1, PT. Asdi Mahasatya,
Jakarta.

Maryam, Siti, Sejarah Peradaban Islam, 2004, Cet. 2, Lesfi,


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai