Anda di halaman 1dari 10

ASAL USUL MASYARAKAT ARAB, SITUASI DAN KONDISI

MASYARAKAT ARAB SEBELUM ISLAM

Diajukan Sebagai Tugas pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

DISUSUN OLEH :

M. Ilham [2131002] Muh. Riad [2131035]


Yuliani [2131027] Nur Arini Amir [2131026]
Rismayanti [2131019] Mita Aprilia N [2131024]
Isma [2131025]

DOSEN PENGAMPU :
A Muhammad Yusri, S.Pd.I., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUD DA’WAH WA-IRSYAD

(STAI DDI MAROS)

2022
A. Asal Usul Masyarakat Arab
Bangsa Arab adalah salah satu entitas yang berasal dari keturunan Sam,
putra tertua Nabi Nuh.Entitas lainnya adalah Romawi dan Persia.Mereka
berdomisili disekitar wilayah barat daya benua Asia (al-Janub al-Gharbi min
Asia), atau yang biasa dikenal dengan Semenanjung Arabia. Semenanjung Arabia
sebagian besar terdiri dari gurun pasir dan stepa (padang rumput luas di gurun
pasir). Sedikit sekali menyisakan wilayah yang layak ditinggali di sekitar
pinggirnya, dan daerah itu semuanya dikelilingi laut. Ketika jumlah penduduk
kian bertambah, mereka harus mencari lahan baru guna dijadikan tempat tinggal.
Mayoritas sejarawan dan peneliti sejarah mencatat, ada dua komunitas
bangsa Arab yang pernah tinggal di wilayah Semenanjung Arabia ini, yaitu:
1. Komunitas pertama adalah bangsa Arab yang datang jauh hari sebelum datangnya
islam, sehingga referensi dan fakta sejarah tentang mereka sangat sulit diungkap.
Hal ini cukup beralasan, mengingat jauhnya rentang waktu serta tidak
ditemukannya indikasi eksistensi mereka dalam panggung sejarah kehidupan
manusia. Sejarah mereka hanya dapat diketahui dari keterangan kitab-kitab
samawi, terutama al-Qur’an, Injil, Taurat, dan syair-syair jahiliyah. Bangsa ini
selanjutnya dikenal dengan istilah Baidah. Arab baidah adalah orang Arab yang
kini tidak ada lagi dan musnah. Di antaranya adalah A’ad, Tsamud, Thasm, Jadis,
Ashab ar-Rass, dan penduduk Madyan.
2. Komunitas kedua adalah bangsa Baqiyah (yang masih ada). Terdiri dari dua suku
besar, yaitu Adnaniyin dan Qahthaniyin. Kabilah Adnaniyin berasal dari
keturunan Ismail ibn Ibrahim as. Dinamakan Adnaniyin karena nenek moyang
dari kabilah ini bernama Adnan, yaitu salah satu keturunan Nabi Ismail. Suku
kedua dari bangsa Baqiyah adalah kabilah Qahthan.Garis keturunan Qahthan
sampai pada Yaqthan yang dalam kitab taurat disebut Yaqzan. Nassabun (pakar
genealogi) mengatakan, bahwa Qahthan adalah nenek moyang suku-suku di
negeri Yaman (Ab al-Yamaniyin). Pada mulanya wilayah utara diduduki
golongan Adnaniyin, dan wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyin. Akan
tetapi, lama kelamaankedua golongan itu membaur karena perpindahan-
perpindahan dari utara ke selatan atau sebaliknya.
B. Situasi dan Kondisi Masyarakat Arab sebelum Islam

Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa


jahiliyyah. Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral
masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu dengan
padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka pada umumnya hidup
berkabilah. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan.Situasi yang
penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat
jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih
kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan perjudian, membangkitkan
peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini
terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.

Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama
sekali tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal
sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada
waktu itu merupakan kota dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh
posisinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung
jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.Rentetan peristiwa
yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang sangat pentinguntuk
dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa di dunia yang terlepas
dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Artinya, antara satu
peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan yang erat dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan kondisi Arab pra
Islam.
Sementara masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat
ke tempat lainnya guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan
mereka. Di antara kebiasaan mereka adalah mengendarai unta, mengembala
domba dan keledai, berburu serta menyerang musuh. Kebiasaan ini menurut adat
mereka adalah pekerjaan yang lebih pantas dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena
itu, mereka belum mengenal pertanian dan perdagangan. Karenanya, mereka
hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari kehidupan, baik
untuk diri dan keluarga mereka atau untuk binatang ternak mereka. Dalam
perjalanan pengembaraan itu, terkadang mereka menyerang musuh atau
menghadapi serangan musuh. Di sinilah terjadi kebiasaan berperang di antara
suku-suku yang ada di wilayah Arabia.
Ketika mereka diserang musuh maka suku yang bersekutu dengan mereka
biasanya ikut membantu dan rela mengorbankan apa saja untuk membantu kawan
sekutunya itu. Di sinilah dapat kita lihat adanya unsur kesetiakawanan yang ada di
antara mereka. Selain itu, manakala seorang anggota suku diserang oleh suku lain
maka seluruh anggota wajib membela anggotanya meskipun anggotanya itu salah.
Mereka tidak melihat kesalahan ada di pihak mana. Hal penting yang mereka
lakukan adalah membela sesama anggota suku. Itulah yang dapat kita lihat dari
sikap fanatisme dan patriotisme yang ada di dalam kehidupan masyarakat Badui.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi geografis Arab sangat besar
pengaruhnya terhadap kejiwaan masyarakatnya. Arab sebagai wilayah tandus dan
gersang telah menyelamatkan masyarakatnya dari serangan musuh-musuh luar.
Pada sisi lainnya, kegersangan ini mendorong mereka menjadi pengembara-
pengembara dan pedagang daerah lain. Keluasan dan kebebasan kehidupan
mereka di padang pasir juga menimbulkan semangatkebebasan dan
individualisme dalam pribadi mereka. Kecintaan mereka terhadap kebebasan ini
menyebabkan mereka tidak pernah dijajah bangsa lain.
Kondisi kehidupan Arab menjelang kelahiran Islam secara umum dikenal
dengan sebutan zaman jahiliyah. Hal ini dikarenakan kondisi sosial politik dan
keagamaan masyarakat Arab saat itu. Hal itu disebabkan karena dalam waktu
yang lama, masyarakat Arab tidak memiliki nabi, kitab suci, ideologi agama dan
tokoh besar yang membimbing mereka. Mereka tidak mempunyai sistem
pemerintahan yang ideal dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Pada saat itu,
tingkat keberagamaan mereka tidak berbeda jauh dengan masyarakat primitif.
Sesungguhnya sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab memiliki berbagai
sifat dan karakter yang positif, seperti sifat pemberani, ketahanan fisik yang
prima, daya ingat yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta
kebebasan, setia terhadap suku dan pemimpin, pola kehidupan yang sederhana,
ramah tamah, mahir dalam bersyair dan sebagainya. Namun sifat-sifat dan
karakter yang baik tersebut seakan tidak ada artinya karenasuatu kondisi yang
menyelimuti kehidupan mereka, yakni ketidakadilan, kejahatan, dan keyakinan
terhadap tahayul.
Pada masa itu, kaum wanita menempati kedudukan yang sangat rendah
sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat Arab pra Islam memandang wanita
ibarat binatang piaraanbahkan lebih hina lagi. Karena para wanita sama sekali
tidak mendapatkan penghormatan sosial dan tidak memiliki apapun. Kaum laki-
laki dapat saja mengawini wanita sesuka hatinya dan menceraikan mereka
semaunya. Bahkan ada suku yang memiliki tradisi yang sangat buruk, yaitu suka
mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup. Mereka merasa terhina memiliki
anak-anak perempuan. Muka mereka akan memerah bila mendengar isteri mereka
melahirkan anak perempuan. Perbuatan itu mereka lakukan karena mereka merasa
malu dan khawatir anak perempuannya akan membawa kemiskinan dan
kesengsaraan dan kehinaan.
Selain itu, sistem perbudakan juga merajalela. Budak diperlakukan
majikannya secaratidak manusiawi. Mereka tidak mendapatkan kebebasan untuk
hidup layaknya manusia merdeka. Bahkan para majikannya tidak jarang menyiksa
dan memperlakukan para budak seperti binatang dan barang dagangan, dijual atau
dibunuh.
Secara garis besar kehidupan sosial masyarakat Arab secara keseluruhan
dan masyarakat kota Mekkah secara khusus benar-benar berada dalam kehidupan
sosial yang tidak benar atau jahiliyah. Akhlak mereka sangat rendah, tidak
memiliki sifat-sifat perikemanusiaan dan sebagainya. Dalam situasi inilah agama
Islam lahir di kota Mekkah dengan diutusnya Muhammad saw. sebagai nabi dan
rasul Allah.
Secara singkat dapat disimpulkan keaadaan sosial dan kebudayaan bangsa
Arab sebelum islam diantaranya:
a. Orang-orang Arab sebelum kedatangan Islam adalah orang-orang yang
menyekutukanAllah (musyrikin), yaitu mereka menyembah patung-patung
dan menganggap patung-patung itu suci.
b. Kebiasaan mereka ialah membunuh anak laki-laki mereka karena takut
kemiskinan dan kelaparan.
c. Mereka menguburkan anak-anak perempuan mereka hidup-hidup karena
takut malu dan celaan.
d. Mereka orang-orang yang suka berselisihan, yang suka bertengkar, lantaran
sebab-sebab kecil, sebab segolongan dari mereka memerangi akan
segolongannya.
 Keadaan ekonomi bangsa arab sebelum islam

Perdagangan merupakan unsur penting dalam perekonomian masyarakat


Arab pra Islam. Makkah misalnya, karena letak geografisnya yang sangat strategis
maka ia menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi
menuju pusat perniagaan[2]2.Mereka berdagang bukan saja dengan orang Arab,
tetapi juga dengan non-Arab. Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam
dimungkinkan antara lain karena pertanian yang telah maju. Kemajuan ini
ditandai dengan adanya kegiatan ekspor-impor yang mereka lakukan. Para
pedagang Arab selatan dan Yaman pada 200 tahun menjelang Islam lahir telah
mengadakan transaksi dengan Hindia, Afrika, dan Persia. Komoditas ekspor Arab
selatan dan Yaman adalah dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak wangi, kulit
binatang, buah kismis, dan anggur. Sedangkan yang mereka impor dari Afrika
adalah kayu, logam, budak; dari Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan pedang;
dari Persia adalah intan. Data ini menunjukkan bahwa perdagangan merupakan
urat nadi perekonomian yang sangat penting sehingga kebijakan politik yang
dilakukan memang dalam rangka mengamankan jalur perdagangan ini.Faktor-
faktor yang mendorong kemajuan perdagangan Arab sebelum Islam sebagaimana
dikemukakan Burhan al-Din Dallu adalah sebagai berikut:

1. Kemajuan produksi lokal serta kemajuan aspek pertanian.


2. Adanya anggapan bahwa pedagang merupakan profesi yang paling
bergengsi.
3. Terjalinnya suku-suku ke dalam politik dan perjanjian perdagangan lokal
maupun regional antara pembesar Hijaz di satu pihak dengan penguasa Syam,
Persia dan Ethiopia di pihak lain.
4. Letak geografis Hijaz yang sangat strategis di jazirah Arab.
5. Mundurnya perekonomian dua imperium besar, Byzantium dan Sasaniah,
karena keduanya terlibat peperangan terus menerus.
6. Jatuhnya Arab selatan dan Yaman secara politis ke tangan orang Ethiopia
pada tahun 535 Masehi dan kemudian ke tangan Persia pada tahun 257 M.
7. Dibangunnya pasar lokal dan pasa musiman di Hijaz, seperti Ukaz, Majna, Zu
al-Majaz, pasar bani Qainuna, Dumat al-Jandal, Yamamah dan pasar Wahat.

8. Terblokadenya lalu lintas perdagangan Byzantium di utara Hijaz dan laut


merah.

Data-data yang dikemukakan Dallu menunjukkan bahwa antara ekonomi


dan politik tidakdapat dipisahkan dalam konteks kehidupan masyarakat Arab pra
Islam. Kehidupan politik Byzantium dan Sasaniah turut memberikan sumbangan
dalam memajukan proses perdagangan yang berlangsung di Hijaz, karena kedua
kerajaan ini sangat berkepentingan terhadap jalur perdagangan ini.

Di lain sisi, Mekkah di mana terdapat ka’bah yang pada waktu itu sebagai
pusat kegiatan Agama, telah menjadi jalur perdagangan internasional. Hal ini
diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan
jalan yang menghubungkan jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke
Syiria, dari Abysinia ke Irak. Pada mulanya Mekkah didirikan sebagai pusat
perdagangan lokal di samping juga pusat kegiatan agama. Karena Mekkah
merupakan tempat suci, maka para pengunjung merasa terjamin keamanan
jiwanya dan mereka harus menghentikan segala permusuhan selama masih berada
di daerah tersebut. Untuk menjamin keamanan dalam perjalanan suatu sistem
keamanan di bulan-bulan suci, ditetapkan oleh suku-suku yang ada di sekitarnya.
Keberhasilan sistem ini mengakibatkan berkembangnya perdagangan yang pada
gilirannya menyebabkan munculnya tempat-tempat perdagangan baru.

Dengan posisi Mekkah yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan


bertaraf internasional, komoditas-komoditas yang diperdagangkan tentu saja
barang-barang mewah seperti emas, perak, sutra, rempah-rempah, minyak wangi,
kemenyan, dan lain-lain. Walaupun kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah
pada mulanya para pedagang Quraish merupakan pedagang eceran, tetapi dalam
perkembangan selanjutnya orang-orang Mekkah memperoleh kesuksesan yang
besar, sehingga mereka menjadi pengusaha di berbagai bidang bisnis.

 Keadaan politik bangsa arab sebelum islam

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab


adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur.
Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab,
bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan
faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan serta adanya
tatanan politik yang benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa
loyal ke kabilahnya saja. Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah
kekuatan politik di luar kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengenal
konsep negara.

Sementara menurut Nicholson, tidak terbentuknya Negara dalam struktur


masyarakat Arab pra Islam, disebabkan karena konstitusi kesukuan tidak
tertulis[4]4. Sehingga pemimpin tidak mempunyai hak memerintah dan
menjatuhkan hukuman pada anggotanya. Namun dalam bidang perdagangan,
peran pemimpin suku sangat kuat. Hal ini tercermin dalam perjanjian-perjanjian
perdagangan yang pernah dibuat antara pemimpin suku di Mekkah dengan
penguasa Yaman, Yamamah, Tamim, Ghassaniah, Hirah, Suriah, dab Ethiopia.

Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan (model


kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang dipilih
antara sesama anggota.Shaikh dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya dari
anggota yang masih memiliki hubunganfamili. Shaikh tidak berwenang memaksa,
serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau mengenakan hukuman-hukuman.
Hak dan kewajiban hanya melekat pada warga suku secara individual, serta tidak
mengikat pada warga suku lain.

 Aqidah bangsa arab sebelum islam

Sebelum kedatangan Islam di arab terdapat berbagai agama diantara ada


yang beragama Yahudi, kristen dimana mayoritas penganut agama Yahudi
tersebut pandai bercocok tanam dan membuat alat-alat dari besi seperti perhiasan
dan persenjataan. Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam.
Paganisme, Yahudi, dan Kristen merupakan ragam agama orang Arab pra Islam.
Paganisme adalah agama mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan bermacam-
macam bentuk ada di sekitar Ka’bah. Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-
berhala itu: sanam, wathan, nusub, dan hubal. Sanam berbentuk manusia dibuat
dari logam atau kayu. Wathan juga dibuat dari batu. Nusub adalah batu karang
tanpa suatu bentuk tertentu. Hubal berbentuk manusia yang dibuat dari batu akik.
Dialah dewa orang Arab yang paling besar dan diletakkan dalam Ka’bah di
Mekah. Orang-orang dari semua penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu.
Beberapa kabilah melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri. Ini
membuktikan bahwa paganisme sudah berumur ribuan tahun. Sejak berabad-abad
penyembahan patung berhala tetap tidak terusik, baik pada masa kehadiran
permukiman Yahudi maupun upaya-upaya kristenisasi yang muncul di Syiria dan
Mesir.
Agama Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan
Yaman. Tidak banyak data sejarah tentang pemeluk dan kejadian penting agama
ini di JazirahArab, kecuali di Yaman. Dzū Nuwās merupakan penguasa Yaman
yang condong ke Yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah
menimpa bangsanya. Dia meminta penduduk Najran agar masuk agama Yahudi.
sehingga kalau mereka menolak, maka akan dibunuh. Namun yang terjadi justru
menolak, maka digalilah sebuah parit dan dipasang api di dalamnya. Mereka
dimasukkan ke dalam parit itu, serta dibunuh dengan pedang atau dilukai sampai
cacat bagi yang selamat dari api tersebut.

Sedangkan Agama Kristen di jazirah Arab dan sekitarnya sebelum


kedatangan Islam tidak ternodai oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang
tampak hanyalah pertikaian di antara sekte-sekte Kristen. Para misionaris Kristen
menyebarkan doktrinnya dengan bahasaYunani yang waktu itu madzhab-madzhab
filsafat dan aliran-aliran gnostik dan hermes menyerbu daerah itu. Inilah yang
menimbulkan pertentangan antara misionaris dan pemikir Yunani yang
memunculkan usaha-usaha mendamaikan antara filsafat Yunani yang bertumpu
pada akal dan doktrin Kristen yang bertumpu pada iman. Inilah yang melahirkan
sekte-sekte Kristen yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru, termasuk
jazirah Arab dan sekitarnya. Sekte Arius menyebar di bagian selatan jazirah Arab,
yaitu dari Suria dan Palestina ke Irak dan Persia. Salah satu corak beragama yang
ada sebelum Islam datang selain tiga agama di atas adalah Hanifiyah[6]6, yaitu
sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang murni yang tidak
terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhala-berhala, juga tidak menganut
agama Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka
berpandangan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Hanifiyah, sebagai
aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luas ke berbagai penjuru
Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Hijaz,yaitu Yathrib, Taif, dan Mekah.

Anda mungkin juga menyukai