Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak diragukan lagi, Sîrah Nabi Muhammad Saw. merupakan tiang
pancang utama bagi gerakan sejarah yang sangat besar, yang menjadi
keistimewaan kaum Muslim kendati bahasa dan tanah air mereka berbeda-
beda. Sîrah Nabi Saw. membentuk poros gerakan penyusunan sejarah Islam di
Jazirah Arab. Bahkan, Sîrah Nabi Saw. merupakan faktor yang memengaruhi
berbagai kejadian di Jazirah Arab, dan kemudian juga berbagai peristiwa di
seluruh dunia Islam.Sirah Rasulullah Saw. beserta Sunnahnya merupakan
kunci pertama untuk memahami Kitabullah.
Sebelum memasuki pembahasan yang lebih dalam mengenai Sirah Nabi
Muhammad Saw. dan tentang Jazirah Arab yang merupakan tempat tumbuh
kembangnya Islam dan tempat beliau dipilih Allah sebagai rasul untuk seluruh
manusia, pada bab ini pemakalah akan menyajikan materi mengenai kondisi
Jazirah Arab sebelum kedatangan Islam dan berusaha menyingkapkan hikmah
Ilahi yang memilih tanah ini sebagai tempat persemaian dan pertumbuhan
Islam, dan memilih bangsa Arab sebagai bangsa pertama yang mendakwahkan
Islam, bukan bangsa-bangsa yang lain.1
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa
jahiliyyah. Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral
masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu
dengan padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka pada umumnya hidup
berkabilah. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan. Situasi yang
penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat
jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih
kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan perjudian, membangkitkan

1
Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara:
Studi Geobudaya dan Gepolitik”,Jurnal Peradaban Islam Vol. 16 No.1, Juni 2019, hal. 45

1
peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini
terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali
tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai
bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada waktu
itu merupakan kota dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh
posisinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung
jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.2
Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal
yang sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun
peristiwa di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-
peristiwa sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya
terdapat hubungan yang erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
hubungan Islam dengan situasi dan kondisi Arab pra Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal usul bangsa Arab?
2. Bagaimana kondisi bangsa Arab pra Islam dilihat dari aspek geografis,
sosial, budaya, kesusastraan, agama, ekonomi, dan politik?

C. Tujuan
1. Mengetahui asal usul bangsa Arab
2. Menambah wawasan mengenai kondisi bangsa Arab pra Islam dilihat dari
aspek geografis, sosial, budaya, kesusastraan, agama, ekonomi, dan politik

2
Ahmad Hatim, “Makalah Sejarah Peradaban Islam”, (online)
https://ahmadhatimi.blogspot.com/2013/12/makalah-sejarah-peradaban-islam-keadaan.html
(diakses pada 01 Maret 2020, pukul 18.30 WIB)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal Usul Bangsa Arab


Asal Usul dan Kondisi Politik Bangsa Arab Sebelum Islam – Para
sejarawan membagi bangsa Arab berdasarkan garis keturunan asal mereka
menjadi tiga bagian3, yaitu:

1. Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab kuno yang sudah punah. Jejak
mereka tidak dapat diketahui kecuali hanya terdapat dalam catatan kitab-
kitab suci. Di antara kabilah mereka yang dimaksud adalah Aad, Tsamud,
Thasm, Judais, dan Imlaq.

2. Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan
Ya’rib bin Yasyjub bin Qathan, atau disebut pula Arab Arab
Qahthaniyah. Arab Aribah adalah cikal bakal dari rumpun bangsa Arab
yang ada sekarang ini. Suku bangsa Arab yang terkenal adalah Kahlan
dan Himyar. Kerajaan yang terkenal adalah kerajaan Saba’ yang berdiri
abad ke-8 SM dan kerajaan Himyar berdiri abad ke-2 SM.

3. Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis


keturunan Ismail, yang disebut pula Arab Adnaniyah.

Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk


ras atau rumpun bangsa Kaukasoid, meliputi wilayah sekitar Laut Tengah,
Afrika Utara, Armenia, Arabiyah, dan Irania. Bangsa Arab hidup berpindah-
pindah karena tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering dan sangat
sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat yang

3
Shafiyyu al-Rahman al-Mubarakfuri, al-Rahiq al-Makhtum, diterjemahkan oleh Hanif
Yahya dengan judul “Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam (cet.I, Jakarta: Kantor Agama KSA, 2001), h. 2-3. Lihat juga: Ali Mufrodi, Islam di
Kawasan Kebudayaan Arab (Cet.I, Jakarta: Logos, 1997), h. 5-8. Lihat juga
https://tongkronganislami.net/asal0usul-dan-kondisi-politik-bangsa/ (Diakses pada 02 Maret 2020,
pukul 19.00 WIB)

3
lainnya mengikuti tumbuhnya stepa yang tumbuh subur di tanah Arab sekitar
oasis atau genangan air setelah turun hujan.

B. Kondisi Bangsa Arab Sebelum Kedatangan Islam


1. Geografis
Jazirah Arab—dari sisi geografis—berada di titik tengah di antara
bangsa-bangsa yang relatif lebih maju dari sisi per adaban. Orang yang
melihat Jazirah Arab pada zaman sekarang niscaya menemukan—
sebagaimana dikatakan Ustadz Muhammad Al-Mubarak—bahwa
kawasan ini terletak tepat di tengah-tengah di antara dua peradaban yang
sedang melebarkan sayapnya: peradaban materialis Barat dan peradaban
spiritualis Timur, seperti Hindustan, China, dan sekitarnya.4
Secara geografis,  kota Yatsrib (sekarang Madinah) terletak 150 km
sebelah utara kota Mekkah. Yatsrib memiliki suhu dan kesuburan tanah
yang jauh lebih baik dari pada kota tetangganya.  Kota ini merupakan
jalur perdagangan rempah-rempah yang mengubungkan Yaman dengan
Suriah. Inilah kota  oasis yang sangat subur dan sangat cocok untuk
ditanami kurma.
Letak geografis Jazirah Arab memudahkan kawasan ini untuk
memikul beban dakwah seperti ini, karena ia terletak di titik tengah
bangsa-bangsa yang lain. Ini merupakan salah satu faktor yang
menjadikan penyebaran dakwah Islam bisa mencapai seluruh bangsa dan
negara-negara yang mengelilinginya dengan mudah.5
Faktor geografis Arab yang dipengaruhi oleh gurun-gurun pasir yang
luas dan tandus mempengaruhi sifat dan perilaku rata-rata orang Arab
yang terkesan keras. Kepala kabilah Arab, selain tegas dan keras,

4
Al-Ummah Al-‘Arabiyyah fî Ma’rakah Tahqîq Adz-Dzât/147. Lihat juga Said Ramadhan al
Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam dari Fragmen Kehidupan
Rasulullah, Terj. Fedrian Hasmand, Arifin, Fuad, (Bandung: PT Mizan Publika, 2015) hal 32
5
Said Ramadhan al Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam dari
Fragmen Kehidupan Rasulullah, hal.35

4
terkenal juga dengan bertanggungjawab, murah hati, menjamu tamu dan
ringan tangan dalam menolong mereka yang membutuhkan bantuannya.6
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi geografis Arab sangat besar
pengaruhnya terhadap kejiwaan masyarakatnya. Arab sebagai wilayah
tandus dan gersang telah menyelamatkan masyarakatnya dari serangan
musuh-musuh luar. Pada sisi lainnya, kegersangan ini mendorong mereka
menjadi pengembara-pengembara dan pedagang daerah lain. Keluasan
dan kebebasan kehidupan mereka di padang pasir juga menimbulkan
semangat kebebasan dan individualisme dalam pribadi mereka.
Kecintaan mereka terhadap kebebasan ini menyebabkan mereka tidak
pernah dijajah bangsa lain.7

2. Kondisi Bangsa disekitar Arab Pra Islam


Kita mulai pembahasan ini dengan menjelaskan secara ringkas
kondisi umat-umat yang hidup di sekitar Jazirah Arab tidak lama
sebelum Islam datang. Penguasa dan pemimpin dunia saat itu adalah dua
negara adidaya, yaitu Persia dan Romawi. Di bawah keduanya, bangsa
dan peradaban lain yang cukup besar di masa itu adalah Yunani dan
Hindustan.
a. Persia telah menjadi tanah subur bagi lahir dan berkembangnya
aneka macam gagasan keagamaan dan filsafat yang sebagian di
antaranya saling bertentangan. Di sana muncul Zoroaster, keyakinan
yang dipeluk penguasa Persia. Salah satu ajarannya adalah
membolehkan pernikahan seseorang dengan ibunya, putrinya, atau
saudara perempuannya sendiri. 8
Ada juga aliran Mazdakisme yang, sebagaimana dikatakan Imam
Asy-Syahrastani, didasarkan atas ajaran filsafat lain. Aliran ini di
6
Reynold A Nicholson, A Literary History of Arabs, (London: T Fisher Unwin, 1907),
Hal.92. lihat juga Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan
Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”,
7
Ahmad Hatim, “Makalah Sejarah Peradaban Islam”, (online)
8
Said Ramadhan al Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam dari
Fragmen Kehidupan Rasulullah, hal. 30

5
antaranya menghalalkan perempuan dan harta benda dan menjadikan
keduanya sebagai milik bersama masyarakat, sebagaimana mereka
berserikat dalam memiliki air, api, dan rumput. Tentu saja aliran ini
mendapat sambutan luar biasa dari para pengumbar nafsu.9
b. Romawi yang didominasi semangat kolonialisme. Negara itu juga
tenggelam dalam perselisihan keagamaan, yaitu antara penguasa
Romawi di satu pihak dan kaum Kristen Suriah serta Mesir di pihak
lain. Romawi mengandalkan kekuatan militer dan ambisi
kolonialismenya untuk menyebarkan dan mengembangkan Kristen
sekaligus mempermainkannya sesuai dengan hasrat nafsu dan
ketamakan mereka. Kemaksiatan, kekejian, dan kezaliman
merajalela di seluruh pelosok negeri disebabkan berlimpahnya
pemasukan negara dan berlipatgandanya setoran pajak.
1) Yunani, tenggelam dalam lautan takhayul dan mitos yang
dituturkan dari mulut ke mulut.
2) Dikawasan Hindustan. Sebagaimana dituturkan Ustadz Abu Al-
Hasan An-Nadwi, para penulis sejarah Hindustan sepakat bahwa
fase terendah negara itu dari sisi keagaaman, moral, dan sosial
ada di zaman itu. Kemunduran peradaban itu bermula dari awal
abad ke-6 M. Hindustan dan negara-negara kecil di sekitarnya
tenggelam dalam kemerosotan moral dan sosial.10
Seyogianya kita mengetahui bahwa penyebab kemerosotan,
kekacauan, dan kemalangan mereka itu adalah kebudayaan dan
peradaban yang hanya mengutamakan nilai-nilai materi tanpa
didasari idealisme yang memandu mereka menuju jalan yang benar
dan lurus. Jazirah Arab di masa itu jauh dari hiruk-pikuk
pertentangan politik dan kekacauan peradaban. Negara-negara di
kawasan itu terpencil bahkan terbelakang dari sisi peradaban.

9
Said Ramadhan al Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam dari
Fragmen Kehidupan Rasulullah, hal. 29
10
Said Ramadhan al Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam
dari Fragmen Kehidupan Rasulullah, 30

6
Keadaan mereka bagaikan bahan baku yang belum diolah;
masih didominasi fitrah manusia yang lurus serta motivasi yang
kuat untuk mewujudkan berbagai kecenderungan manusia yang
terpuji, seperti sifat setia, suka menolong, dermawan, menjaga
harga diri, dan menjaga kehormatan. Hanya saja, mereka terhalang
dari pengetahuan yang dapat menyingkapkan jalan untuk
mengembangkan semua potensi itu. Pasalnya, mereka hidup di
tengah gelap kebodohan, kesederhanaan, dan kenaifan. Akibat
kebodohan, banyak di antara mereka yang tersesat dari
kecenderungan fitrah yang positif sehingga mereka tega
membunuh anak-anak demi kehormatan dan kesucian diri, dan rela
menyia-nyiakan harta benda demi kedermawanan, serta saling
bertempur satu sama lain demi mempertahankan harga diri.11
Seperti itulah kondisi bangsa-bangsa Arab sebagaimana
diungkapkan Allah Swt. melalui firman-Nya: ... dan sesungguhnya
kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang yang sesat. (QS
Al-Baqarah [2]: 198)
Hikmah pemilihan Jazirah Arab sebagai tempat bersemainya
Islam ini seperti hikmah yang menetapkan Rasulullah Saw.
tunaaksara, tidak bisa membaca buku, dan tidak bisa menulis,
sebagaimana difirmankan Allah Swt., yaitu agar manusia tidak
meragukan kenabiannya dan agar mereka tidak punya banyak
alasan untuk meragukan kebenaran dakwahnya.12
Salah satu pelengkap hikmah Ilahi ini adalah bahwa lingkungan
diutusnya Nabi Saw. adalah lingkungan masyarakat yang
tunaaksara pula jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di
sekitarnya; lingkungan yang sama sekali belum terpengaruh segala

11
Said Ramadhan al Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam
dari Fragmen Kehidupan Rasulullah, hal.31
12
Hidayah al Madany, “Kondisi Masyarakat Arab Pra Islam”, (online)
https://hidayahalmadany.blogspot.com/2013/06/kondisi-masyarakat-arab-pra-islam.html (diakses
pada 01 Maret 2020, pukul 20.00)

7
peradaban di sekelilingnya, dan cara berpikirnya sama sekali belum
menganut aneka filsafat rumit yang berkembang di lingkungan
sekitarnya.
Pasalnya, dikhawatirkan itu dapat menimbulkan keragu-raguan
dalam hati manusia apabila mereka melihat Nabi Saw. mempelajari
dan menelaah kitab-kitab kuno serta sejarah umat-umat
terdahuludan berbagai peradaban bangsa lain. Selain itu,
dikhawatirkan pula keraguan itu merasuki hati jika dakwah Islam
muncul di tengah suatu umat yang memiliki posisi penting dalam
peradaban, filsafat, dan sejarahnya, seperti Persia, Yunani, atau
Romawi.
Kehendak Allah Swt. juga telah menetapkan agar Rasul-Nya
tunaaksara, dan komunitas tempatnya dilahirkan pun tunakasara
sehingga mukjizat kenabian dan syariat Islam menjadi jelas dalam
benak dan tidak mengandung kerancuan.13

3. Ekonomi
Bangsa Arab pra-Islam memiliki kemajuan di bidang perekonomian,
khususnya dalam aspek pertanian dan perdagangan. Masyarakat Arab
telah mengenal dan menggunakan peralatan pertanian semi-modern
seperti alat bajak, cangkul, garu dan tongkat kayu untuk menanam.
Penggunaan hewan ternak sebagai pembawa air dan penarik bajak juga
telah dikenal kala itu. Mereka juga mampu membangun sistem irigasi
yang baik, meskipun bendungan Ma’arib yang mereka bangun akhirnya
rusak dan tidak berfungsi.14 Untuk menyuburkan tanah dan
memperbanyak hasil produksi, mereka juga telah menggunakan berbagai
macam pupuk alami, seperti pupuk kandang dan juga penyilangan pohon

13
Said Ramadhan al Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam
dari Fragmen Kehidupan Rasulullah, hal.34
14
Philip K Hitti, History of The Arabs: Tenth Edition, (London: Macmillan Education LTD,
1970), hal 95. Lihat juga Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah
dan Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”, hal 46

8
tertentu untuk mendapat bibit unggul. Sistem pengelolaan ladang dan
sawah mereka juga telah menggunakansistem sewa tanah, bagi hasil atau
bekerjasama dengan penggarap.15
Di samping pertanian, mereka juga terkenal dalam urusan
perdagangan. Perdagangan yang dilakukan juga tidak terbatas sesama
Arab, namun juga dengan non-Arab. Kemajuan mereka dilihat dari
kegiatan ekspor dan impor yang telah dilakukan para pedagang Arab
Selatan dan Yaman sejak 200 tahun sebelum lahirnya Islam. Mereka
melakukan ekspor barang-barang seperti dupa, kayu gaharu, minyak
wangi, kulit binatang, buah kismis dan lainnya dan mengimpor bahan
bangunan, bulu burung unta, logam mulia, batu mulia, sutra, gading,
rempah-rempah, intan dan sebagainya dari Afrika, Persia, Asia Selatan
dan Cina.16
Hal tersebut didukung dengan fakta bahwa Mekkah memiliki peran
strategis karena merupakan jalur persilangan ekonomi internasional, yang
menghubungkan jalur-jalur dari dan ke mancanegara.
Meskipun demikian, beberapa ahli menyebutkan bahwa kegiatan
pertanian dan perdagangan tersebut masih jauh bahkan tidak memiliki
roh atau semangat kemanusiaan seperti keadilan dan persamaan. Sistem
kapitalis dan monopoli telah jauh-jauh hari dijalankan di tanah Arab yang
melahirkan kesenjangan ekonomi yang mencolok antara si kaya dan si
miskin dan memperlebar jurang pemisah antara mereka. Sehingga
disamping para pedagang, tidak sedikit masyarakat Arab yang berprofesi
sebagai penyamun dan perampok.Karenanya, tidak meleset bila
Nicholson,orientalis asal Britania Raya yang concern terhadap Islam,
melabeli kaum Arab pra-Islam sebagai kaum yang sepenuhnya hedonis.17

15
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. VI. (Yogyakarta:
Bagaskara, 2015), hlm 54-55. Lihat juga Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di
Timur Tengah dan Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”, hal 42
16
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. VI. (Yogyakarta:
Bagaskara, 2015), hlm 56-57. Lihat juga Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di
Timur Tengah dan Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”, hal 41

9
Kekayaan yang di miliki mereka banyak mengundang peperangan
sehingga kemiskinan, kelaparan merupakan hal yang biasa. Sedangkan
masyarakat umumnya perekonomiannya miskin dan menderita. mereka
menggunakan sistem pinjam-meminjam yang di dasarkan sistem
renten/riba. Keadaan ini juga berlaku pada masyarakat Yahudi yang
memperlakukan pihak yang berhutang secara kejam.18

4. Keadaan Sosial, Budaya dan Sastra


a. Sosial
Salah satu fenomena sosial yang menggejala di Arab menjelang
kelahiran Islam adalah apa yang dikenal dengan sebutan “ Hari-hari
orang Arab “ (ayyam al-Arab). Ayyam al-Arab merujuk pada
permusuhan antar suku yang secara umum muncul akibat
persengketaan seputar hewan ternak, padang rumput atau mata air.
Persengketaan itu menyebabkan seringnya terjadi perampokan dan
penyeranganya, dan memunculkan sejumlah pahlawan lokal. Para
pemenang dari suku-suku yang bersengketa menghasilkan perang
sya’ir yang penuh kecaman diantara para penya’ir yang berperan
sebagai juru bicara setiap pihak yang bersengketa. Meskipun selalu
siap untuk berperang, orang-orang badui tidak serta merta berani
mati. Jadi mereka bukanlah manusia haus darah seperti yang
mungkin dikesankan dari kisah-kisah yang kita baca. Meskipun
demikian Ayyam al-Arab merupakan cara alami untuk mengendalikan
jumlah populasi orang-orang badui yang biasanya hidup dalam
kondisi semi kelaparan, dan yang telah menjadikan peperangan
sebagai jati diri dan watak sosial. Berkat Ayyam al-Arab itulah

17
Reynold A Nicholson, A Literary History of Arabs. (London: T Fisher Unwin, 1907), hal
102. Lihat juga Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan
Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”,hal 42
18
Hidayah al Madany, “Kondisi Masyarakat Arab Pra Islam”, (online)
https://hidayahalmadany.blogspot.com/2013/06/kondisi-masyarakat-arab-pra-islam.html (diakses
pada 01 Maret 2020, pukul 20.00)

10
pertarungan antar suku menjadi salah satu institusi sosial keagamaan
dalam kehidupan mereka.
Diantara preseden buruk yang melekat pada Arab pra-Islam
adalah kondisi dan kedudukan wanita yang dipandang sebelah mata,
bahkan setengah manusia. Meskipun ditemukan beberapa kepala
suku wanita di Mekkah, Madinah, Yaman dan sebagainya, namun
jumlah mereka amat sedikit sekali. Di mata masyarakat mereka,
wanita tidak ada harganya dan tidak lebih berharga dari barang
dagangan di pasar. Mereka tidak dapat menjadi pewaris suami atau
orang tua. Para lelaki juga bebas menikah dengan wanita mana saja
berapapun jumlahnya, sedangkan tidak demikian bagi wanita.
Seorang istri yang ditinggal suaminya meninggal juga dapat diwarisi
oleh anak tertuanya atau salah satu kerabat mendiang suaminya.
Sungguh jauh berbeda dengan posisi suami setelah menikah yang
berkedudukan layaknya raja dan penguasa.19 Sebelum Islam datang di
Arab, pada masa ini juga kaum wanita berada dalam kedudukan yang
sangat rendah dan hina sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat
Arab pra Islam menilai wanita ibarat binatang piaraan atau bahkan
lebih hina dari itu. Karena para wanita tidak mendapatkan hak
kehormatan sama sekali, maka kaum laki-laki dapat saja mengawini
dan mencerai kan semau nya saja. juga terdapat kebiasaan mengubur
hidup-hidup anak perempuan, karena di takutkan aib, kemunafikan
serta khawatir kelak anak perempuan nya membawa keluarga dalam
kemiskinan dan kesengsaraan serta kehinaan. Atau ada juga yang
mengubur hidup-hidup anak laki-laki nya karena takut miskin dan
lapar20 Selain pembunuhan masyarakat Arab saat itu suka bergaul.
Para laki-laki dan perempuan bebas bergaul, terlebih dalam

19
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. VI. (Yogyakarta:
Bagaskara, 2015), hlm 51. Lihat juga Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di
Timur Tengah dan Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”, hal 44
20
News, “Sejarah Kebudayaan Islam Arab Pra Islam”, (online)
http://newsae65.blogspot.com/2012/10/sejarah-kebudayaan-islam-arab-pra-islam.html. (Diakses
pada 29 Februari 2020. Pukul 13:59 WIB)

11
berhubungan yang tidak ada batasan. Puncak nya wanita bisa
bercampur dengan lima laki-laki sekaligus. Hal ini di namakan
hubungan Poliandri. Kasus perzinahan marak mewarnai setiap
lapisan masryarakat Arab saat itu, dan juga perzinahan tidak di
anggap aib yang merusak keturunan21
Selain pembunuhan yang yang di alami kaum perempuan,
masyarakat Arab pra Islam juga sudah lama mengenal sistem
perbudakan dan feodal. Pada zaman ini perempuan di anggap rendah
dan tidak berhk mendapatkan posisi yang layak seperti kaum laki-
laki. Banyak budak yang diperlakukan tidak manusiawi. Mereka para
budak tidak mendapatkan kebebasan untuk hidup layaknya manusia
merdeka, bahkan para majikan nya tidak segan untuk menyiksa dan
memperlakukan para budak seperti binatang dan barang dagangan, di
jual dan di bunuh.
b. Budaya
Pada awal nya masyarakat bangsa Arab pra islam menganut
agama monotaisme yang di bawa oleh Nabi Ibrahim. Seiring bejalan
nya waktu, muncul lah perubahan dalam hal kepercayaam mereka
yang kemudia terjadi ny penyimpangan dalam bentuk ajaran
ketuhanan mereka, yang mana kemudian mereka membuat berhala
lalu menyembah nya. Berhala tersebut bisa berupa patung, pohon dan
tak ayal berupa mahluk ghaib seperti jin. Berhala merupakan objek
sesembahan berupa benda hidup ataupun mati sehingga banyak
kepercayaan penyembahan berhala menjadi beraneka ragam.
Selain menyembah berhala, orang-orang Arab pada saat itu juga
menyembah dewa-dewa. Dewa-dewa yang mereka anggap benar
adanya. Seperti dewa-dewa masyarakat mekkah dan madina yaitu
Latta dan Uzza. Selain berhala dan dewa, mereka juga kerap
menyembah matahari dan bulan, kepecayaan ini terjadi di Jazirah
Arab jauh sebelum islam hadir. Kawasan Jazirah Arab ini termasuk

21
News, “Sejarah Kebudayaan Islam Arab Pra Islam”, (online)

12
strategis untuk jalur perdagangan, hal ini menjadikan orang-orang
Arab pandai dalam berdagang. Mereka biasa berdagang dengan cara
berpindah tempat mengambil barang dagangan dari Yaman yang
dibawa ke Mekkah, lalu sebagian lain nya mereka jual ke Syam. 22
Selain berdagang, bangsa Arab sejak dulu sudah memiliki
pengetahuan tentang ilmu astronomi, kehidupan mereka yang tinggal
di gurun pasir dan kecintaan nya kepada bintang-bintang, membuat
mereka menyukai ilmu perbintangan. Misalnya untuk mengetahui
terbit dan terbenam nya matahari, juga untuk mengetahui pergantian
musim.
Masyarakat pra islam terkenal dengan syair-syair nya yang Indah,
mereka pandai bersyair dan sangat di hormati. Syair-syair tersebut
biasa nya di bacakan ketika sebelum berperang. Sastra jahiliyyah
adalah cermin langsung bagi keseluruhan bangsa Arab pra islam,
mulai dari hal yang bersifat pribadi sampai permasalahan umum, baik
itu yang masih alami ataupun sudah di pengaruhi oleh bangsa asing
seperti Persia, Yunani,India dan Romawi.23
Kandungan bahasa yang di pakai dalam syair Arab jahiliyah
sangat sederhana, padat, lugas dan jujur. Namun emosi dan rasa
bahasa serta nilai sastra nya tetap tinggi, karena imajinasi dan simbol
yang di pakai sangat sempurna dan mengenai sasaran.24
Selain syair, masyarakat Arab pra islam sudah memiliki
peradaban yang cukup tinggi. Hal ini terbukti dengan penemuan
artefak yang berbentuk materil dan non materil dari kerajaan-kerajaan
sebelum nya. Kerajaan tersebut yaitu Saba’, Ma’in dan Qutban 25
adapun peninggalan berbentuk materil yang sangat terkenal adalah
bendungan Ma’rin di Yaman dari Kerajaan Saba dan bekas kerajaan
22
Ahmad Hatim, “Makalah Sejarah Peradaban Islam”, (online)
23
Aden Wijaya, Pemikiran dan Peradaban Islam.(Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2007).
hlm 16
24
Said Ramadhan al Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam dari
Fragmen Kehidupan Rasulullah,hal. 18
25
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), hlm 6

13
Tsamud ‘Aad dan kaum Amalika. Sedangkan budaya bersifat non
materil yaitu syair-syair Arab yang terkenal dengan cerita-cerita yang
berkembang secara turun temurun, ahli memahat patung serta dalam
bersyair.
c. Sastra
Batasan waktu zaman jahiliyah adalah 150 sampai 200 tahun
sebelum kedatangan Islam. Para pengkaji sastra tidak memasuki fase
waktu sebelum itu tetapi memfokuskan masa pada 150 tahun sebelum
kenabian, suatu masa di mana bahasa Arab mengalami kematangan
dan puisi jahili mengalami kematangan.
Sastra merupakan refleksi lingkungan budaya dan merupakan satu
teks dialektis antara pengarang dan situasi sosial yang membentuknya
atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang
dikembangkan dalam karya sastra. Sehubungan dengan ini sering
dikatakan bahwa syair merupakan antologi kehidupan masyarakat
Arab (Diwān al-`Arab). Artinya, semua aspek kehidupan yang
berkembang pada masa tertentu tercatat dan terekam dalam sebuah
karya sastra (syair).26
Dalam bidang ilmu pengetahuan, bangsa Arab telah terkenal
dengan karya sastranya. Pasar-pasar tahunan seperti Ukaz, Dzul
Majaz dan Mihnah mengadakan perlombaan rutin dalam syair-syair
dan puisi-puisi Arab. Pemenang perlombaantersebut mendapat
kehormatan dengan ditulisnya sya’irnya dengan tinta emas dan
digantungkan di Ka’bah atau Mu’allaqat27. Mereka juga dianugerahi
kelebihan berupa kemampuan menghafal yang sangat tinggi,

26
Ariana, “Kumpulan Makalah Semester 4”, (online)
http://waklehganteng.blogspot.com/p/kumpulan-makalah-smester-4-wak-leh.html (diakses pada 1
Maret 2020, pukul 20.10 WIB)
27
Reynold A Nicholson, A Literary History of Arabs. (London: T Fisher Unwin, 1907), hal
103. Lihat juga Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan
Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”,hal 60

14
khususnya hafalan terhadap sya’ir-sya’ir dan kronologi sejarah nenek
moyang mereka28
Syair-syair yang dihasilkan pada masa ini disebut dengan
“muallaqat”. Dinamakan muallaqat (kalung perhiasan) karena
indahnya puisi-puisi tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan
oleh seorang wanita. Sedangkan secara umum muallaqat mempunyai
arti yang tergantung, sebab hasil karya syair yang paling indah
dimasa itu, pasti digantungkan di sisi Ka’bah sebagai penghormatan
bagi penyair atas hasil karyanya. Dan dari dinding Ka’bah inilah
nantinya masyarakat umum akan mengetahuinya secara meluas,
hingga nama penyair itu akan dikenal oleh segenap bangsa Arab
secara kaffah dan turun temurun. Karena bangsa Arab sangat gemar
dan menaruh perhatian besar terhadap syair, terutama yang paling
terkenal pada masa itu. Seluruh hasil karya syair digantungkan pada
dinding Ka’bah selain dikenal dengan sebutan Muallaqat juga disebut
Muzahabah yaitu syair ditulis dengan tinta emas.29
“Keelokan seseorang terletak pada kefasihan lidahnya” demikian
menurut bahasa Arab. Kefasihan yaitu kemampuan untuk
mengungkapkan jati diri secara tegas dan elegan dalam bentuk prosa
dan puisi, berikut kemampuan memanah dan menunggang kuda pada
masa jahiliyah dipandang sebagai tiga ciri utama “manusia
sempurna” (al-kamil).30
Diantara puisi-puisi liris yang dihasilkan pada masa klasik, puisi
yang disebut “Tujuh Mu’allaqat” menduduki posisi pertama.
Mu’allaqat itu masih dijunjung tinggi diseluruh dunia Arab sebagai
karya agung di bidang puisi. Menurut legenda, setiap bagian
merupakan puisi yang mendapat penghargaan pada festival Ukaz dan
ditulis dengan tinta emas, kemudian digantung di dinding

28
Said Ramadhan al Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam
dari Fragmen Kehidupan Rasulullah,hal 40
29
Ariana, “Kumpulan Makalah Semester 4”, (online)
30
Ariana, “Kumpulan Makalah Semester 4”, (online)

15
ka’bah.  Asal mula kejadian ini, di Ukaz, tepatnya antara Nakhlah
dan Taif di daerah Hijaz diadakan sebuah festival tahunan, sejenis
pertemuan sastra, tempat berkumpulnya para penyair pahlawan untuk
mempertontonkan keahlian dan memperebutkan posisi pertama.
Dikatakan bahwa festival tahunan ini berlangsung selama bulan-
bulan suci yang terlarang untuk perang. Orang-orang pagan Arab
menggunakan sistem kalender serupa dengan yang digunakan oleh
orang-orang islam kemudian, yaitu sistem kalender matahari
(Syamsiah), tiga bulan pertama pada musim semi, yaitu Zulkaidah,
Zulhijjah dan Muharram, merupakan bulan damai. Festival menjadi
kesempatan berharga untuk memperkenalkan barang dagangan, dan
untuk menjual berbagai komoditas. Kita dapat dengan mudah
membayangkan orang-orang gurun pasir yang mengerumuni
pertemuan tahunan itu, berkumpul mengelilingi kios-kios, minum-
minuman dari perasan kurma, dan menikmati sepuasnya lantunan
lagu.31

5. Politik
Bangsa Arab terkenal kurang baik dalam pengorganisasian kekuatan
dan penyatuan aksi karena tidak adanya hukum reguler dan universal dan
lebih mementingkan kekuatan pribadi dan pendapat suku atas lainnya.
Peperangan dan penyerbuan antar suku bagaikan kesibukan setiap hari.
Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau
solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau
suku.32
Sistem hidup mereka yang terdiri atas kabilah-kabilah tidak
menafikan adanya pemerintahan pusat. Bentuk pemerintahan yang ada
kala itu adalah oligarki atau pemerintahan oleh suatu kelompok atau
beberapa orang yang membagi-bagi kekuasaan dalam bidang-bidang
31
Ariana, “Kumpulan Makalah Semester 4”, (online)
32
Said Ramadhan al Buthy, The Great Episodes of Muhammad SAW. : Menghayati Islam
dari Fragmen Kehidupan Rasulullah,hal 40

16
tertentu. Ada kabilah yang menangani masalah peribadatan, ada yang
bertugas menangani pertahanan juga perekonomian. Pusat pemerintahan
kala itu adalah Dar al-Nadwa yang bertugas sebagai Majlis Syura dan
berkedudukan di Kota Suci Mekkah, dimana didalamnya terdapat
Ka’bah, bangunan suci bangsa Arab.
Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan
(model kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang
pemimpin yang dipilih antara sesama anggota. Shaikh  dipilih dari suku
yang lebih tua, biasanya dari anggota yang masih memiliki hubungan
famili. Shaikh tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat
membebankan tugas-tugas atau mengenakan hukuman-hukuman. Hak
dan kewajiban hanya melekat pada warga suku secara individual, serta
tidak mengikat pada warga suku lain.

6. Agama
Dari segi teologis, bangsa Arab juga telah mengenal berbagai macam
agama seperti paganisme, Kristen, Yahudi, Majusi dan agama Tauhid.
Konsep agama Tauhid juga cukup terasa dalam budaya Arab kala itu
dengan penyebutan Allah sebagai Tuhan dan pengkultusan Ka’bah
sebagai Bait Allah dan adanya ritual haji tiap tahunnya. Namun budaya
paganisme terasa lebih kental dalam bangsa Arab pra-Islam dengan
banyaknya patung-patung yang disembah dan diletakkan disekitar
Ka’bah sebagai manifestasi tuhan-tuhan sembahan mereka33 Sedikitnya
terdapat 360 buah patung disekeliling Ka’bah yang mewakili tiap-tiap
kabilah dan suku tertentu (Karim, 2016: 59).
Secara tabiat orang Arab pada masa jahiliyah juga mencari kekuatan
diluar diri mereka yang mereka anggap lebih hebat, sebagai tempat
meminta pertolongan pada saat mereka mengalami kesulitan, ketakutan,
dan tertekan. Mereka mencari sosok yang dapat mereka sembah. Untuk
33
Reynold A Nicholson, A Literary History of Arabs. (London: T Fisher Unwin, 1907), hal
103. Lihat juga Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan
Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”,hal 58

17
merealisasikan hal tersebut mereka menggunakan berbagai macam
perantara, sebagaimana yang dituturkan Dr. Jawwad Aliy dalam bukunya
Al-Mufassol Fi Al-Tarikh Al-Arab Qobla Al-Islam.34
Kebanyakan orang bangsa  Arab masih meyakini dan melaksanakan
ajaran yang disampaikan nabi Ibrahim yang kemudian diteruskan
nabi Ismail. Sepeninggal nabi Ismail ajaran ini mulai memudar
dengan banyaknya ajaran-ajaran yang terlupakan dari praktik
keagamaan dan rutinitas kehidupan mereka. Hanya saja ajaran inti
yang disampaikan nabi Ibrahim masih terjaga sampai munculnya
Amr bin Luhayy seorang pemimpin bani Khuza’ah yang memiliki
akhlaq agung seperti baik hati, dermawan, serta perhatiannya
terhadap masalah keagamaan yang begitu tinggi dan mungkin itulah
yang menjadikan dirinya sangat dihormati dan dipercaya oleh orang
Arab pada saat itu.
Pada dasarnya selain Amr bin Luhayy ada empat hal yang sangat
mempengaruhi penyembahan bangsa-bangsa Arab terhadap berhala-
berhala seperti yang di kemukakan Ismail R al-Faruqi dan Lois Lamya
al-Faruqi dalam Atlas Budaya Islam. Pertama adalah keinginan manusia
akan dewa yang selalu berada didekatnya bila
dibutuhkan. Kedua kecenderungan untuk mengagungkan orang baik
yang sudah meninggal, baik itu leluhur, kepala suku atau dermawan,
sampai tingkat kemanusiaannya menjadi ketuhanan. Ketiga rasa takut
yang terus-menerus yang dialami manusia ketika menyadari ketidak
berdayaan mereka didalam menghadapi peristiwa dahsyat yang tak dapat
dijelaskan atau peristiwa alam tragis. Keempat hampir tidak adanya
keyakinan transedentalis. Itulah mungkin yang akhirnya menjadikan
bangsa Arab melenceng dan meninggalkan agama Ibrahim.35

34
News, “Sejarah Kebudayaan Islam Arab Pra Islam”, (online)
35
Ariana, “Kumpulan Makalah Semester 4”, (online)

18
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Istilah “ Jahiliyah “ biasanya di artikan dengan masa kebodohan
kehidupan barbar. Kata Arab ini di dalam kamus bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan “ kebodohan.” Istilah jahiliyah berasal dari kata – ‫جهل‬
‫يجهل – جهال و جها لة‬  bermakna “ tidak tahu , bodoh, pandir. Istilah jahiliyah
sebenarnya berarti bahwa ketika itu orang-orang Arab tidak memiliki otoritas
hukum, nabi, dan kitab suci.
Kondisi sosial pada masa jahiliyah didominasi dengan adanya ayyam
al-Arab (Hari-hari Orang Arab). Ayyam al-Arab merujuk pada permusuhan
antar suku yang secara umum muncul akibat persengketaan seputar hewan
ternak, padang rumput atau mata air.
Satu-satunya keunggulan artistik masyarakat Arab pra-Islam adalah
dalam bidang puisi. Pada bidang itulah mereka menuangkan ekspresi estetis
dan bakat terbaiknya.
Perdagangan merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi
kebutuhan hidup (syaikh syafiyurrahman al-mubarakhful, 2009 : 34). Tetapi
sebagian mereka kondisi perekonomiannya umumnya payah.
Masyarakat Arabia terpecah belah, retak menjadi kepingan – kepingan
disebabkan permusuhan antar suku. Peperangan dan penyerbuan antar suku
bagaikan kesibukan setiap hari. Mereka sangat menekankan hubungan
kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber
kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.
Masyarakat Jahiliyah banyak menyembah berhala. Selain menyembah
berhala ada juga masyarakat Arab yang masih memegang teguh agama
Ibrahim, memluk agama Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan Shabi’ah.
Masyarakat jahiliyah memiliki karkter negatif dan positif, mereka sulit
bersatu, gemar berperang, kejam, pembalas dendam, angkuh dan sombong,
tetapi di sisi lain mereka mempunyai sifat kedermawanan, keberanian,
kepahlawanan, kesabaran, kesetiaan, kejujuran, ketulusan dan berkata benar.

20
DAFTAR PUSTAKA

Al Buthy, Said Ramadhan. 2015. The Great Episodes of Muhammad SAW. :


Menghayati Islam dari Fragmen Kehidupan Rasulullah,.Terj. Fedrian
Hasmand, Arifin, Fuad. Bandung: PT Mizan Publika
Al Madany, Hidayah. 2013. “Kondisi Masyarakat Arab Pra Islam”, (online)
https://hidayahalmadany.blogspot.com/2013/06/kondisi-masyarakat-arab-
pra-islam.html (diakses pada 01 Maret 2020)
Anonim, 2015. (online) https://tongkronganislami.net/asal0usul-dan-kondisi-
politik-bangsa/ (Diakses pada 02 Maret 2020)
Ariana. 2019. “Kumpulan Makalah Semester 4”, (online)
http://waklehganteng.blogspot.com/p/kumpulan-makalah-smester-4-wak-
leh.html (diakses pada 1 Maret 2020)
Hatim, Ahmad. 2013. “Makalah Sejarah Peradaban Islam”, (online)
https://ahmadhatimi.blogspot.com/2013/12/makalah-sejarah-peradaban-
islam-keadaan.html (diakses pada 01 Maret 2020)
Mufrodi Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos
News. 2012. “Sejarah Kebudayaan Islam Arab Pra Islam”, (online)
http://newsae65.blogspot.com/2012/10/sejarah-kebudayaan-islam-arab-
pra-islam.html. Diakses pada 29 Februari 2020
Wijaya, Aden. 2007. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Safiria
Insani Press
Yahya, Yuangga Kurnia. 2019. “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur
Tengah dan Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”,Jurnal
Peradaban Islam Vol. 16 No.1, Juni

21

Anda mungkin juga menyukai