PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
3. Dimana saja pusat kegiatan intelektual di luar Arab pada masa pra Islam?
C. Tujuan
3. Mengetahui pusat kegiatan intelektual di luar Arab pada masa pra Islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Letak Geografis
Jazirah Arab terletak di antara dua kebudayaan besar dunia, yaitu Persia di
Timur dan Romawi di Barat. Persia adalah ladang subur berbagai khayalan
(khurafat) keagamaan dan filosof yang saling bertentangan, sedangkan Romawi
telah duasi sepenuhnya oleh semangat kolonialisme. Negeri ini terlibat
pertentangan agama , antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain.
Negeri ini mengandalkan kekuatan militer dan ambisi kolonialnya dalam
melakukan petualangan (naif) demi mengembangkan agama kristen, dan
mempermainkannya sesuai dengan keinginan hawa nafsunya yang serakah.
Sedangkan Bangsa Arab yang mendiami Jazirah Arab terlepas dari dua
kekuatan tersebut, dikarenakan letak geografis Jazirah Arab yang dikelilingi oleh
padang pasir dan lautan luas, sementara negerinya gersang tidak dialiri oleh
sungai dan tidak juga mendapat siraman air hujan dengan teratur kecuali Yaman
di sebelah Selatan. Maka wajar kalau dimasa itu Jazirah Arab tidak dikenal
kecuali Yaman, namun demikian kedua kekuatan itu tidak tertarik untuk
menguasainya lantaran letaknya yang sangat jauh dan harus dijangkau dengan
mengarungi lautan atau pegunungan tandus dan padang pasir yang luas.[1]
1
Ahmad Hatimi, Sejarah Peradaban Islam, 2013
2
yaitu Arab Baidah dan Arab Baqiyah. Arab Baqiyah terbagi menjadi Arab Aribah
dan Arab Musta’ribah (Muta’arribah).
• Arab Ba’idah yaitu kamu Arab terdahulu atau bangsa Arab kuno
yang sudah punah jauh sebelum Islam lahir yang sejarahnya tidak bisa dilacak
secara rinci dan komplik. Riwayat mereka tidak banyak diketahui selain
termaktub dalam syair-syair klasik, antara lain kaum Ad, kaum Tsamud,
Amaliqah, Yusida dan Amien. Mereka inilah yang termasuk rumpun bangsa
Semit.
• Arab Aribah, yaitu kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub
bin Yasyjub bin Qahthan. Arab Aribah merupakan persebaran dari nenek moyang
Yamaniyah (Yaman) atau yang disebut juga Arab Qahthaniyah. Yang termasuk di
antaranya adalah suku Jurhum, Kahlan dan Hiymar, Asal usul kelahiran Arab
Aribah adalah Yaman yang kemudian berkembang menjadi beberapa kabilah dan
suku, di antara yang terkenal adalah kabilah Himyar (terdiri dari suku Zaid Al-
Jumhur, Qadha’ah dan Sakasik) dan kabilah Kahlan (terdiri dari suku Hamdan,
Anmar, Wathi’, Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Udz, Aus, Khazraj dan anak
keturunan Jafnah raja Syam).
Secara asal usul keturunan Bangsa Arab dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu:
• Segi Pemukiman
2
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18
3
• Ahl al-badwi atau kaum Badwi adalah penduduk padang pasir.
Karakteristik penduduk ahl al-badwi adalah nomaden atau berpindah-pindah
untuk mencari tempat yang subur yang terdapat mata air dan rumput untuk
binatang.
c. Kondisi Budaya
Selain itu, ada pula karya lain yaitu Qishah (cerita prosa). Yang terkenal di
antaranya Ayyam al-Arab yang berisi cerita tentang peperangan yang terjadi antar
kabilah-kabilah pada masa jahiliyah.
3
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18
4
sebelum Masehi. Bendugan ini membendung sungai yang mengalir diantara dua
gunung pada celah yang sempit. Di puncaknya dibuat saluran air yang mempu
mengairi 70 lembah yang membutuhkan pengairan dalam pengolahan tanahnya.
Pembuatan bendungan ini meunjukan keahlian dan teknik yang sudah maju dari
bangsa Arab Yaman. Bendungan ini terpelihara sampai pertengahan abad kedua
masehi. Lama kelamaan, bendungan ini akhirnya roboh karena kurangnya
perhatian dan pemeliharaan. Peristiwa robohnya bendungan tersebut dikenal
dengan nama sail al-arim atau banjir besar. Hal ini meruntuhkan kerajaan karena
banjir besar melanda. [4]
Sebelum Islam lahir, ada diantara bangsa Arab yang berpikir untuk
melepaskan diri dari berhala dan kufarat. Mereka menganut agama Tauhid yaitu
agama Nabi Ibrahim AS. Agama ini disebut Hanif, yaitu kepercayaan yang
mengakui Allah sebagai pencipta alam, Tuhan yang menghidupkan dan
mematikan, Tuhan yang memberi rizki dan sebagainya. Mereke mempercayai
adanya Tuhan dan hari Kiamat. Beberapa dari mereka adalah Umayah bin Abi
Shalt, Waqarah bin Naufal dan Qus bin Sa’idah.
4
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18
5
melalui Bezantium dipeluk oleh penduduk Hirah dan Ghassan. Di Najran Agama
Nasrani masuk melalaui Habsyi. Agama Syam dipeluk oleh penduduk Yaman,
Najran dan Syam. Adapula yang menganut agama Majusi yaitu agama orang arab
yang bedekatan dengan Persia, juga oleh orang Arab Iraq, Bahrain dan pesisisr
teluk Arab dan Yaman. Sedangkann agama Shabi’ah berkembang di Iraq dan
yang sudah dianggap sebagai agama kaum Ibrahim. Namun setelah kedatangan
agama Yahudi dan Nasrani agama ini mulai surut.
Walaupun agama Yahudi dan Nasrani sudah masuk Jazirah Arab tetapi
masih banyak dari bangsa Arab yang menganut agama asli mereka yaitu percaya
kepada dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala. Berhala-berhala tersebut
dijadikan sembahan dan jadi tempat bertanya dan mengetahui nasib mereka.
Semua gambaan itu adalah syirik dan keyakinan terhadap tahayul dan kufarat.[5]
e. Kondisi Sosial
Secara garis besar, kondisi sosial masyarakat Arab waktu dahulu bisa
dikatakan merosot dan lemah jahiliyah, kebodohan dan kegelapan mewarnai
segala aspek kehidupan, kufarat tidak bisa lepas, menusia hidup layaknya
binatang, wanita diperlakukan seperti benda mati dan diperjual belikan.
Dalam kelas bangsawan Arab, jika ingin dihormati maka harus banyak
dibicarakan oleh wanita tentang kemuliaan dan keberaniannya. Seorang laki-laki
dianggap pemimpin dalam keluarga. Wanita tidak bisa menentukan pilihannya
sendiri melainkan melalui wali. Sedangkan kelas masyarakat lainnya, beraneka
ragam dan memiliki kebebasan hubungan antara laki-laki dan wanita. Diantara
kebiasan masyarakat Arab jahili adalah poligami tanpa ada batas maksimal tanpa
5
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18
6
ada pandang bulu siapa yang akan dinikahinya. Begitu juga dengan perzinaan,
bagi Bangsa arab bukanlah aib yang mengotori keturunan.
f. Kondisi Ekonomi
Karena tanah yang kurang subur di daerah semenanjung Arab, maka orang
Arab sering berpindah tempat dalam mencari rizki. Orang orang arab suka
memelihara unta untuk di kendarai dan menggembalakan ternak berupa domba,
kambing, kuda dan lain-lain untuk penghidupan mereka. Unta memegang peranan
penting dalam kehidupan di padang pasir. Nilai unta dapat digunakan untuk
jumlah mas kawin, besarnya denda atas pembunuhan, keuntungan main judi, kulit
unta di gunakan menjadi pakaian dan perkemahan sedangkan kotorannya
dijadikan bahan bakar. Bagi bangsa arab kuda bermanfaat sebagai hewan yang
kemampuan geraknya cepat, untuk perburuan dan olah raga. Kuda memberikan
keuntungan dalam penyerangan memperebutkan padang rumput dan aspek lain
kehidupan. Akan tetapi penghasilan mereka dari memelihara dan beternak
binatang tidaklah mencukupi sehingga hukum kekuatanlah yang berbicara, siapa
yang kuat dapat hidup baik, sedangkan yang lemah akan di tindas. Oleh karena
itu, ada di antara orang-orang arab yang suka merampok dan merampas harta lain.
6
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18
7
Orang Arab mengenal perindustrian dan kerajinan yaitu kebanyakan hasil
kerajinan seperti jahit menjahit, menyamak kulit dan yang lainnya. Sedangkan
pertanian di Arab hanya daerah-daerah tertentu yang subur dan terdapatnya
wadi/oase yang bisa menghasilkan. Hijaz banyak di tumbuhi kurma yang
merupakan primadona di pertanian di jazirah Arab dan makanan utama
masyarakat badui Arab. Gandum tumbuh di Yaman. Anggur dan zaitun
dibudidayakan di Suriah yang kemudian dibawa ke Thaif. Produk lain dari oase-
oaseb Arab antara lain delima, apel, aprikot, almond, jeruk, lemon, tebu dan lain
lain[7]
Menurut Jawad Ali, seorang penulis sejarah terbaik bangsa Arab Pra-
Islam, pada masa pra-Islam pendidikan dasar atau kuttab sudah dikenal sebagai
lembaga yang mengajarkan baca tulis, berhitung, dan dasar-dasar agama. Hal ini
menurut Husein Asari didukung oleh terdapatnya catatan sejarah dengan beberapa
nama yang dikenal sebagai guru yang hidup pada masa pra-islam seperti Bisyr
bin ‘Abd Al-Malik, Sufyan bin Umayyah bin ‘Abd Syams, ‘Usman bin Zarrah,
Abu Qays, dan lain sebagainya.
7
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18
8
Muntoha dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: UII Press, 2002
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), 12.
8
Keistimewaan bahasa ini merupakan kontribusi mereka dalam
pekembangan Islam pada masa yang akan datang. Seperti dikutip dari pernyataan
Philip K. Hitti, bahwa keberhasilan penyebaran agama Islam diantaranya
didukung oleh keluasan bahasa Arab, khusunya bahasa Arab Al-Quran. Dalam
kaitan ini Ahmad Syalabi bependapat bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang
murni dan terpelihara, karena kerusakan bahasa terutama karena penjajahan
bangsa asing tidak terjadi disini, sehinga tidak terdapat percampuran bahasa.
a. India
9
ilmu pengetahuan dalam Islam. Hal ini terutama dikarenakan oleh letak
geografisnya yang lebih jauh dari Semenanjung Arabia. Namun demikian perlu
kita ingat bahwa daerah ini telah membuat beberapa kemajuan ilmiah sepanjang
abad ke-6 M, yakni abad menjelang datangnya Islam. India membuat kemajuan
berarti di bidang matematika lewat ilmuan besarnya yang bernama Varahamihira.
Kemajuan di bidang ilmu bahasa ilmu kedokteran, astronomi, geografi,
historiografi, dan matematika. Pada abad yang sama, bangsa Jepang mulai
mepelajari ilmu-ilmu Cina melalui para ilmuan Korea.
b. Athena
c. Alexandria
10
Sasaniyah. Pada saat itu Kerajaan Sasaniyah menjamin kebebasan intelektual bagi
semua ilmuan, tanpa mempersoalkan etnissitas dan afiliasi keagamaan mereka.
d. Jundi Syapur
11
Syed Mahmudunnasir,1994, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Remaja Rosda
Karya
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
12