Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjalanan hidup manusia yang penuh dengan perubahan serta tantangan


mendorong manusia untuk senantiasa bercermin kepada para pendahulunya,
sebagai suri tauladan dalam berkehidupan. Begitu pula dengan bangsa-bangsa di
dunia sebelum Islam datang. Ketika Nabi Muhammad SAW lahi, kota Makkah
adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri
Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini di lalui jalur
perdagangn yang ramai, serta danya Ka’bah sebagai puat keagiatan keagamaan,
dimana didalamnya terdapat 360 berhala yang mengelilingi berhala utama, Hubal.

Selain di Jazirah Arab, peradaban di dunia juga terdapat di berbagai


belahan dunia lainnya seperti Yunani, Romawi, Mesir, dan Pesia dengan
berabagai aspek kehidupan didalamnya, juga dengan berbagai kepecayaan yang
telah lebih dahulu berkembang disana sebelum Islam datang.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peradaban banga Arab sebelum datangnya Islam?

2. Bagaimana tradisi menulis dan pendidikan bangsa Arab pra Islam?

3. Dimana saja pusat kegiatan intelektual di luar Arab pada masa pra Islam?

C. Tujuan

Tujuan disusunnya makalah ini yaitu:

1. Mengetahui peradaban bangsa Arab sebelum datangnya Islam.

2. Mengetahui tradisi menulis dan pendidikan bangsa Arab pra-Islam.

3. Mengetahui pusat kegiatan intelektual di luar Arab pada masa pra Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. ARABIYA PRA ISLAM

1.Kondisi Jazirah Arabiya Pra Islam

a. Letak Geografis

Secara geografis, Jazirah Arab bentuknya memanjang, ke sebelah utara


berbatasan dengan Palestina dan padang Syam, ke sebelah timur Hira, Dijla
(Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk Persia, ke sebelah selatan Samudera
Indonesia dan Teluk Aden, sedang ke sebelah barat adalah Laut Merah. Jadi, dari
sebelah barat dan selatan daerah ini dilingkungi lautan, dari utara padang sahara
serta dari timur padang sahara dan Teluk Persia, letak geografis ini telah
melindunginya dari serangan dan penyerbuan penjajahan serta penyebaran agama.

Jazirah Arab terletak di antara dua kebudayaan besar dunia, yaitu Persia di
Timur dan Romawi di Barat. Persia adalah ladang subur berbagai khayalan
(khurafat) keagamaan dan filosof yang saling bertentangan, sedangkan Romawi
telah duasi sepenuhnya oleh semangat kolonialisme. Negeri ini terlibat
pertentangan agama , antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain.
Negeri ini mengandalkan kekuatan militer dan ambisi kolonialnya dalam
melakukan petualangan (naif) demi mengembangkan agama kristen, dan
mempermainkannya sesuai dengan keinginan hawa nafsunya yang serakah.

Sedangkan Bangsa Arab yang mendiami Jazirah Arab terlepas dari dua
kekuatan tersebut, dikarenakan letak geografis Jazirah Arab yang dikelilingi oleh
padang pasir dan lautan luas, sementara negerinya gersang tidak dialiri oleh
sungai dan tidak juga mendapat siraman air hujan dengan teratur kecuali Yaman
di sebelah Selatan. Maka wajar kalau dimasa itu Jazirah Arab tidak dikenal
kecuali Yaman, namun demikian kedua kekuatan itu tidak tertarik untuk
menguasainya lantaran letaknya yang sangat jauh dan harus dijangkau dengan
mengarungi lautan atau pegunungan tandus dan padang pasir yang luas.[1]

b. Asal Usul Bangsa Arab

• Menurut rumpun bangsa, bangsa Arab merupakan bangsa Semit


(Samiyah) keturunan Syam bin Nuh yang dibagi menjadi dua kelompok besar

1
Ahmad Hatimi, Sejarah Peradaban Islam, 2013

2
yaitu Arab Baidah dan Arab Baqiyah. Arab Baqiyah terbagi menjadi Arab Aribah
dan Arab Musta’ribah (Muta’arribah).

• Arab Ba’idah yaitu kamu Arab terdahulu atau bangsa Arab kuno
yang sudah punah jauh sebelum Islam lahir yang sejarahnya tidak bisa dilacak
secara rinci dan komplik. Riwayat mereka tidak banyak diketahui selain
termaktub dalam syair-syair klasik, antara lain kaum Ad, kaum Tsamud,
Amaliqah, Yusida dan Amien. Mereka inilah yang termasuk rumpun bangsa
Semit.

• Arab Aribah, yaitu kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub
bin Yasyjub bin Qahthan. Arab Aribah merupakan persebaran dari nenek moyang
Yamaniyah (Yaman) atau yang disebut juga Arab Qahthaniyah. Yang termasuk di
antaranya adalah suku Jurhum, Kahlan dan Hiymar, Asal usul kelahiran Arab
Aribah adalah Yaman yang kemudian berkembang menjadi beberapa kabilah dan
suku, di antara yang terkenal adalah kabilah Himyar (terdiri dari suku Zaid Al-
Jumhur, Qadha’ah dan Sakasik) dan kabilah Kahlan (terdiri dari suku Hamdan,
Anmar, Wathi’, Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Udz, Aus, Khazraj dan anak
keturunan Jafnah raja Syam).

• Arab Musta’ribah, yaitu merupakan bangsa Ismailiyah atau


keturunan Ismail bin Ibrahim yaitu keturunan Ibrani yang lahir dan besar di
Makkah. Cikal bakal Arab Musta’ribah adalah Ibrahim AS. Mereka juga disebut
al-Arab al-Adnaniyah karena salah satu keturunan Nabi Ismail bernama Adnan.
Keturunan Adnan ini yang melahirkan suku Quraisy.[2 ]

• menurut asal asul keturunan

Secara asal usul keturunan Bangsa Arab dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu:

• Qahthaniyun yang berarti ketrunan Qahthan yaitu keluarga yang


datang dari sebelah timur sungai Euphrat lalu bernegeri di Hadramaut dan Yaman,
bagian selatan semenanjung Arab.

• Adnaniyun yang berarti keturunan Ismail dan Ibrahim yaitu


keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim yang datng ke Makkah dan mendirikan Ka’bah
dan mereka mendiami Makkah dan sekitarnya (Hijaz).

• Segi Pemukiman

Dari segi pemukiman dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

2
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18

3
• Ahl al-badwi atau kaum Badwi adalah penduduk padang pasir.
Karakteristik penduduk ahl al-badwi adalah nomaden atau berpindah-pindah
untuk mencari tempat yang subur yang terdapat mata air dan rumput untuk
binatang.

• Ahl al-hadlar atau penduduk pesisir adalah penduduk yang berada


di pesisir yang mengelilingi Jazirah Arab. Karakteristik penduduk ahl al-hadlar
adalah sudah hidup menetap di daerah-daerah yang subur, daerah perdagangan
atau industri, antara lain al-Ansa (Bahrain), Oman, Mahra Hadramaut, Hijaz.[3]

c. Kondisi Budaya

Didalam masyarakat badui kebudayaanya tidak berkembang karena sering


terjadinya perang antar suku. Namun sejarah masyarakat badui diketahui melalui
syair-syair. Karena hampir seluruh masyarakat badui adalah penyair. Dari syair-
syair tersebutlah diketahui karakteristik masyarakat badui diantaranya adalah
senang dengan kebebasan, tegar menghadapi kerasnya medan kehidupan, dan
semangat dalam mencari nafkah.

Sedangkan masyarakat pesisir jazirah Arab yang telah hidup menetap.


Sejarah mereka lebih jelas sehingga mereka lebih berbudaya. Daerah mereka
adalah daerah perdagangan. Mereka mengalami perubahan seiring dengan
berkembangnya kebudayaan mereka. Hal ini ditunjukan oleh berdirinya beberapa
kerajaan. Masyarakat pesisir juga menyukai syair sehingga munculah pasar ukaz
yaitu pagelaran pembacaan syair. Salah satu syair tersebut adalah Syair Arab
Jahili yang memiliki nada, irama, makna,sajak yang serasi. Temanya mengenai
kejadian yang menakjubkan, keagamaan, kehidupan padang pasir. Selain itu syair
jahili juga menggamabarkan kehidupan masyarakat badui yang sederhana;
tentang perburuan, kebanggaan, unta, padang pasir, berhala, ratapan, pujian
terhadapp wanita. Hasil karya sastra lain yang bernilai sanagt tinggi adalah
Amtsal atau pepatah Arab. Amtsal berisi tentang pencerminan bahasa rakyat yang
menggambarkan alam sekitar, kehidupan dan aktivitas kabilah-kabilah sehari-hari
di padaang pasir. Dari sinilah terungkapperadaban, adat istiadat dan budi pekerti
Bangsa Arab. Amtsal berasal dari orang (awam umum) dan tidak terikat
persajakan.

Selain itu, ada pula karya lain yaitu Qishah (cerita prosa). Yang terkenal di
antaranya Ayyam al-Arab yang berisi cerita tentang peperangan yang terjadi antar
kabilah-kabilah pada masa jahiliyah.

Dan ada bangunan yang menunjukan peradaban dan kebudayaan bangsa


Arab yaitu bendungan Ma’rib. Bendungan yang dibangun kira-kira abad kedua

3
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18

4
sebelum Masehi. Bendugan ini membendung sungai yang mengalir diantara dua
gunung pada celah yang sempit. Di puncaknya dibuat saluran air yang mempu
mengairi 70 lembah yang membutuhkan pengairan dalam pengolahan tanahnya.
Pembuatan bendungan ini meunjukan keahlian dan teknik yang sudah maju dari
bangsa Arab Yaman. Bendungan ini terpelihara sampai pertengahan abad kedua
masehi. Lama kelamaan, bendungan ini akhirnya roboh karena kurangnya
perhatian dan pemeliharaan. Peristiwa robohnya bendungan tersebut dikenal
dengan nama sail al-arim atau banjir besar. Hal ini meruntuhkan kerajaan karena
banjir besar melanda. [4]

d. Agama dan Kepercayaan

Sebelum Islam lahir, ada diantara bangsa Arab yang berpikir untuk
melepaskan diri dari berhala dan kufarat. Mereka menganut agama Tauhid yaitu
agama Nabi Ibrahim AS. Agama ini disebut Hanif, yaitu kepercayaan yang
mengakui Allah sebagai pencipta alam, Tuhan yang menghidupkan dan
mematikan, Tuhan yang memberi rizki dan sebagainya. Mereke mempercayai
adanya Tuhan dan hari Kiamat. Beberapa dari mereka adalah Umayah bin Abi
Shalt, Waqarah bin Naufal dan Qus bin Sa’idah.

Dan terjadi penyimpangan secara perlahan, seperti keyakinan itu dicampur


adukkan dengan Tahayul dan Kemusyrikan, penyimpangan dari Agama Hanif
tersebut adlah Wastaniyah, yaitu agama yang mensyariatkan Allah dengan
menyembah Ansab (Batu yang belum memiliki bentuk), Autsan (Patung yang
terbuat dari batu) dan Ashnam (Patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam
dan semua patung yang terbuat dari batu). Berhala tersebut adalah menjadi kiblat
atau penentu arah dalam peribadatan.

Penduduk Arab semakin tidak teratur dalam menganut Agama dan


kepercayaan. Mereka mengaku mengikuti agama Nabi Ibrahim tapi tidak
tercerminkan dalam perilaku mereka. Dan beberapa diantara mereka terus
menyembah berhala. Ka’bah yang merupakan sentral keagamaan malah terdapat
360 buah berhala yang mengelilingi Hubal atau berhala utama yang diletakan
didalam Ka’bah yang merupakan berhala terbesar terbuat dari batu akik dan
berbentuk manusia.

Selain menyembah berhala, agama dan kepercayaan juga dipegang oleh


bangsa Arab. Ada beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi, Nasrani,
Masehi, Majusi dan Shabi’ah. Yahudi dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di
Yaman dan Yastrib yang besar jumlahnya. Pusat agama Yahudi berada di Taima,
Wadi al-Qura, Fadk, Khaibar dan yang terpenting adalah di Yastrib. Nasrani

4
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18

5
melalui Bezantium dipeluk oleh penduduk Hirah dan Ghassan. Di Najran Agama
Nasrani masuk melalaui Habsyi. Agama Syam dipeluk oleh penduduk Yaman,
Najran dan Syam. Adapula yang menganut agama Majusi yaitu agama orang arab
yang bedekatan dengan Persia, juga oleh orang Arab Iraq, Bahrain dan pesisisr
teluk Arab dan Yaman. Sedangkann agama Shabi’ah berkembang di Iraq dan
yang sudah dianggap sebagai agama kaum Ibrahim. Namun setelah kedatangan
agama Yahudi dan Nasrani agama ini mulai surut.

Walaupun agama Yahudi dan Nasrani sudah masuk Jazirah Arab tetapi
masih banyak dari bangsa Arab yang menganut agama asli mereka yaitu percaya
kepada dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala. Berhala-berhala tersebut
dijadikan sembahan dan jadi tempat bertanya dan mengetahui nasib mereka.
Semua gambaan itu adalah syirik dan keyakinan terhadap tahayul dan kufarat.[5]

e. Kondisi Sosial

Secara garis besar, kondisi sosial masyarakat Arab waktu dahulu bisa
dikatakan merosot dan lemah jahiliyah, kebodohan dan kegelapan mewarnai
segala aspek kehidupan, kufarat tidak bisa lepas, menusia hidup layaknya
binatang, wanita diperlakukan seperti benda mati dan diperjual belikan.

Misalnya adalah periselisihan antara beberapa kabilah, seperti kabilah


Quraisy di Makkah dianggap lebih mulia dari kabilah-kabilah lain. Kabilah Auz
dan Hazraj di Yastrib mempunyai status sosial yang lebih tinggi dibandingkan
yang lain. Karena mereka menekankan hubungan kesukuan mereka, maka
kesetiaan dan solidaritas merupakan sumber kekuatan suatu suku atau kabilah atau
yang disebut ‘ashabiyah qabiliyah. Hal ini diwujudkan dalam perlindungan
kabilah atas seluruh anggotanya. Jika ada kesalahan seseorang anggota kabilah
maka menjadi tanggung jawab kabilahnya, yang berarti ancaman terhadap kabilah
tersebut. Perselisihan pun hampir selalu menimbulkan konflik antar kabilah yang
melahirkan peperangan. Tabiat suku badui yang sudah mendarah daging ini
adalah serig terjadinya perang antara suku. Dan dalam situsasi seperti ini lah nilai
wanita menjadi sangat rendah.

Dalam kelas bangsawan Arab, jika ingin dihormati maka harus banyak
dibicarakan oleh wanita tentang kemuliaan dan keberaniannya. Seorang laki-laki
dianggap pemimpin dalam keluarga. Wanita tidak bisa menentukan pilihannya
sendiri melainkan melalui wali. Sedangkan kelas masyarakat lainnya, beraneka
ragam dan memiliki kebebasan hubungan antara laki-laki dan wanita. Diantara
kebiasan masyarakat Arab jahili adalah poligami tanpa ada batas maksimal tanpa

5
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18

6
ada pandang bulu siapa yang akan dinikahinya. Begitu juga dengan perzinaan,
bagi Bangsa arab bukanlah aib yang mengotori keturunan.

Masa sebelum Islam disebut jaman Jahiliyah, masa kegelapan dan


kebodohan dalam hal agama. Kata Jahiliyah berasal dari kata Jahl yang dimaksud
adlah jahl dalam hal hilm bukan ilm, yaitu kemerosotan moral (kebodohan dalam
hal agama), bukan dalam hal lain, seperti ekonomi perdagangan dan sastra.
Karena Bangsa Arab tentang kedua hal ini telah mencapai perkembangan pesat.

Tatanan nilai moral masyarakat Arab Jahiliyah tidaklah ketat dan


bersumber dari kitab suci. Ada kebebasan berpikir dan bertindak. Hal ini yang
biasa mereka lakukan misalnya minum arak(khamr), berjudi, berzina, mencuri dan
merampok. Meskipun mereka mengalami kehidupan jahiliyah, mereka juga
memiliki akhlak terpuji, diantaranya: kedermawanan, memegang teguh janji,
keberanian dan pantang mundur, suka menolong orang lain, dan kesederhanaan
dalam kehidupan Badui.[6]

f. Kondisi Ekonomi

Karena tanah yang kurang subur di daerah semenanjung Arab, maka orang
Arab sering berpindah tempat dalam mencari rizki. Orang orang arab suka
memelihara unta untuk di kendarai dan menggembalakan ternak berupa domba,
kambing, kuda dan lain-lain untuk penghidupan mereka. Unta memegang peranan
penting dalam kehidupan di padang pasir. Nilai unta dapat digunakan untuk
jumlah mas kawin, besarnya denda atas pembunuhan, keuntungan main judi, kulit
unta di gunakan menjadi pakaian dan perkemahan sedangkan kotorannya
dijadikan bahan bakar. Bagi bangsa arab kuda bermanfaat sebagai hewan yang
kemampuan geraknya cepat, untuk perburuan dan olah raga. Kuda memberikan
keuntungan dalam penyerangan memperebutkan padang rumput dan aspek lain
kehidupan. Akan tetapi penghasilan mereka dari memelihara dan beternak
binatang tidaklah mencukupi sehingga hukum kekuatanlah yang berbicara, siapa
yang kuat dapat hidup baik, sedangkan yang lemah akan di tindas. Oleh karena
itu, ada di antara orang-orang arab yang suka merampok dan merampas harta lain.

Sebagian di antara mereka ada yang berdagang. Dalam hal ekonomi


perdagangan, bangsa Arab mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perdagangan
merupakan sarana dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Makkah menjadi
jalur perdagangan lokal dan jalur perdagangan dunia yang sangat penting, yang
menghubungkan antara utara (Syam), dan selatan (Yaman), antara timur (Persia),
dan barat (Abesinia dan Mesir). Peradaban di mekkah menjadi sangat maju dan
menjadi peradaban dan kebudayaan.

6
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18

7
Orang Arab mengenal perindustrian dan kerajinan yaitu kebanyakan hasil
kerajinan seperti jahit menjahit, menyamak kulit dan yang lainnya. Sedangkan
pertanian di Arab hanya daerah-daerah tertentu yang subur dan terdapatnya
wadi/oase yang bisa menghasilkan. Hijaz banyak di tumbuhi kurma yang
merupakan primadona di pertanian di jazirah Arab dan makanan utama
masyarakat badui Arab. Gandum tumbuh di Yaman. Anggur dan zaitun
dibudidayakan di Suriah yang kemudian dibawa ke Thaif. Produk lain dari oase-
oaseb Arab antara lain delima, apel, aprikot, almond, jeruk, lemon, tebu dan lain
lain[7]

B. Tradisi Menulis dan Pendidikan bangsa Arab Pra-Islam

Menurut Jawad Ali, seorang penulis sejarah terbaik bangsa Arab Pra-
Islam, pada masa pra-Islam pendidikan dasar atau kuttab sudah dikenal sebagai
lembaga yang mengajarkan baca tulis, berhitung, dan dasar-dasar agama. Hal ini
menurut Husein Asari didukung oleh terdapatnya catatan sejarah dengan beberapa
nama yang dikenal sebagai guru yang hidup pada masa pra-islam seperti Bisyr
bin ‘Abd Al-Malik, Sufyan bin Umayyah bin ‘Abd Syams, ‘Usman bin Zarrah,
Abu Qays, dan lain sebagainya.

Catatan sejarah tentang kegiatan pendidikan pada komunitas Yahusi dan


Kristen di Arab pada masa ini cenderung lebih lengkap dibanding banga Arab
yang menyembah berhala (pagan). Komunitas Yahudi dan Kristen memiliki
perhatian yang cukukp tinggi terhadap pendidikan yang ditunjukkan dengan
adanya sekolah-sekolah yang mengajarkan kitab suci (Taurot dan Injil), filsafat,
debat, dan sejarah.[8]

Selain itu, meskipun belum terdapat sistem pendidikan sebagaimana


zaman modern saat ini, masyarakat Arab tidak mengabaikan pekembangan
budaya. Kemampuan mereka dalam bidan satra sangat terkenal, baik dalam hal
satra maupun syair. Bahasa mereka sangat kaya dengan ungkapan, tata bahasa,
dan kiasan.[9]

7
Khoiriyah, M.Ag, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam,(Penerbit Teras, Perum POLRI
Gowok Blok D 3 No. 200 Depok Sleman Jogjakarta)hlm. 5-18

8
Muntoha dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: UII Press, 2002

9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), 12.

8
Keistimewaan bahasa ini merupakan kontribusi mereka dalam
pekembangan Islam pada masa yang akan datang. Seperti dikutip dari pernyataan
Philip K. Hitti, bahwa keberhasilan penyebaran agama Islam diantaranya
didukung oleh keluasan bahasa Arab, khusunya bahasa Arab Al-Quran. Dalam
kaitan ini Ahmad Syalabi bependapat bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang
murni dan terpelihara, karena kerusakan bahasa terutama karena penjajahan
bangsa asing tidak terjadi disini, sehinga tidak terdapat percampuran bahasa.

Kemajuan kebudayaan di bidang syair tidak diwarnai dengan semangat


kebangsaan Arab, melainkan diwarnai dengan semangat kesukuan. Pujangga-
pujangga sayi zaman Jahiliah membanggakan suku, kemengangan dalam
pertempuran, mengagungkan nama tokoh, pahlawan dan leluhur mereka. Biasanya
syair-syair tersebut dibacakan di pasar-pasar, semacam pegelaran pembacaan
syair, seperti di pasar ‘ukaz’.

Namun disayangkan bahwa sikap mereka terkait pemerataan pendidikan


masih sangat minim, bagi mereka, ilmu pengetahuan merupakan hak istimewa
bagi kaum terpandang. Sehingga yang boleh pintar hanya orang-orang terhormat,
sementara rakyat jelata dibiarkan bodoh. Dengan kebodohannya tadi mereka dapat
di kelabuhi dan ditindas. Oleh karena itu, bagi masyarakat yang tidak mendaatkan
pendidikan, biasanya akan belajar tentang apa saja kepada keluarga, misalnya
anak laki-laki ang belajar berburu, bertani, maupun berperang kepada ayahnya.

Pada intinya, sebagian bangsa Arab telah mengembangkan suatu kegiatan


pendidikan, meskipun pendidikan yang dominan adalah secara lisan dan praktik,
namun tulisan telah mulai dikenal secara terbatas, setidaknya pada komunitas
Yahudu dan Kristen sudah ada struktur pendidikan meskipun sangat sederhana.
Sementara sebagian lainnya masih buta huruf. Itulah sebabnya bahan-bahan
sejarah Arab pra Islam sangat langka didapatakan, selain itu juga peperangan
antar kabilah menyebabkan kebudayaan mereka sulit berkembang.

C. Pusat Kegiatan Intelektual di luar Arab Pra Islam

Menurut Dr. Teungku Saifullah pusat-pusat kegiatan intelektual di luar


Arabiya sebelum dan menjelang datangnya Islam, yang berperan sebagai
jembatan dalam proses penyerapan ilmu pengetahuan oleh umat Islam generasi
awal, meliputi: Atena, Alexandria, India, Jundi Syapur.

a. India

Dibanding dengan pusat-pusat kegiatan intelektual yang terdapat di


daerah-daerah kekuasaan Kerajaan Romawi dan Sasaniayah, India jauh
mempunyai pengaruh yang lebih sedikit dan tak langsung pada perkembangan

9
ilmu pengetahuan dalam Islam. Hal ini terutama dikarenakan oleh letak
geografisnya yang lebih jauh dari Semenanjung Arabia. Namun demikian perlu
kita ingat bahwa daerah ini telah membuat beberapa kemajuan ilmiah sepanjang
abad ke-6 M, yakni abad menjelang datangnya Islam. India membuat kemajuan
berarti di bidang matematika lewat ilmuan besarnya yang bernama Varahamihira.
Kemajuan di bidang ilmu bahasa ilmu kedokteran, astronomi, geografi,
historiografi, dan matematika. Pada abad yang sama, bangsa Jepang mulai
mepelajari ilmu-ilmu Cina melalui para ilmuan Korea.

b. Athena

Sebagai sebuah kota yang berada dibawah kekuasaan kerajaan Romawi


Timur, Athena mengalami kemakmuran dan kemajuan budaya, serta menjadi
salah satu pusat kegiatan intelektual kerajaan Romawi. Sejumlah pusat pendidikan
berdiri dikota ini. Filsafat dan ilmu-ilmu lainnya berkembang dengan baik. Dikota
inilah lahir Plato yang hidup dan mendirikan sebuah akademi filsafat yang
belakangan berkembang menjadi Museum Athena, pada 387 SM. Di akademi
inilah sejumlah ilmuan dari berbagai bangsa dan agama mengembangkan ilmu
pengetahuan. Pada tahun 529 M, Kaisar Romawi Timur, Justinian I, menutup
Museum Athena bagi filosof dan ilmuan pagan yang sebelumnya bebas keluar
masuk atau menetap.[10]

c. Alexandria

Alexandria (al-Iskandariyyah sekarang masuk wilayah Mesir) adalah


sebuah kota kuno dibangun sekitar abad ke- 13 SM dan terletak di pantai timur
Laut Tengah. Kota ini dulunya berada dibawah kekuasaan Romawi hingga
menjelang datangnya Islam. Sejak abad ke-1 M Alexandria telah menjadi pusat
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani bersamaan dengan
pengetahuan yang berasal dari Timur, utamanya India dan Cina. Dukungan yang
diberikan oleh kaisar konstantinopel melatarbelakangi kemajuan Alexandria yang
berlangsung hingga sekitar lima abad. Kejayaan intelektual ini didukung oleh
ilmuan-ilmuan besar semacam Euclid dan Ptolemy serta sejumlah sarjana lain
yang berasal dari berbagai latar belakang dan agama.

Fanatisme agama tampaknya berperan besar dalam proses kemunduran


kegiatan intelektual di Alexandria. Sejak awal abad ke-5 M kegiatan intelektual di
kota ini terus mengalami kemunduran. Konflik-konflik keagamaan
mengakibatkan ketidaknyamanan bagi para ilmuan pagan yang kemudian
mendorong mereka untuk eksodus, antara lain ke Athena, dimana keadaan masih
relatif baik. Dengan mundurnya Alexandria, ditambah dengan apreiasi yang
rendah terhadap kegiatan intelektual, sejumlah besar ilmuan meninggalkan
Alexandria dan pindah kedaerah yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan
10
Dudung Abdurahman, 1999, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos

10
Sasaniyah. Pada saat itu Kerajaan Sasaniyah menjamin kebebasan intelektual bagi
semua ilmuan, tanpa mempersoalkan etnissitas dan afiliasi keagamaan mereka.

d. Jundi Syapur

Posisi Jundi Syapur semakin penting pada masa kekuasaan Sasaniyah,


ketika Raja Shapur II (310-379 M) memperluas kota ini dan membangun sebuah
lembaga pendidikan tinggi yang kemudian membuat Jundi Syapur menjadi kota
intelektual terpenting di seluruh kekuasaan Sasaniyah (kota lainnya adalah Herat,
Marw, dan Samarkand), bahkan juga di seluruh teritori kerajaan Romawi. Perlu
diungkapkan bahwa sebelum masa Sasaniyah, bangsa Persia telah berusaha
mengembangkan ilmu pengetahuan yang berasal dari Babilonia dan India
(terutama dalam bidang matematika dan musik).

Akumulasi pengetahuan dari kegiatan awal ini kemudian menjadi fondasi


intelektual dan Akademi Jundi Syapur yang mencapai puncak kejayaannya pada
abad ke-6 M. Sikap ini memusuhi ilmu pengetahuan yang tumbuh di daerah
kerajaan Romawi dengan akibat ditutupnya berbagai pusat kegiatan ilmiah, secara
langsung menguntungkan bagi Jundi Syapur. Banyak ilmuan Kristen dari Athena
yang pindah ke Jundi Syapur di mana kebebasan ilmiah dijamin, bahkan didorong
oleh para raja Sasaniyah. Hal yang sama menarik ilmuan-ilmuan dari berbagai
daerah lain.

Kejayaan Jundi Syapur berlangsung tanpa gangguan untuk waktu yang


relatif panjang, dan masih tetap merupakan sebuah kota inteletual terpenting
ketika ditaklukkan oleh pasukan Islam pada tahun 15/636. Signifikasi kota Jundi
Syapur tetap bertahan sampai tumbuhnya Baghdad sebagai kota intelektual baru
yang lebih besar. Khalifah-Khalifah pertama Kerajaan Abbasiyah memanfaatkan
dokter-dokter dari Jundi Syapur sebagai dokter istana mereka. Dalam konteks ini,
kejayaan Jundi Syapur berlanjut hingga akhir abad ke-4/10, dan berfungsi sebagai
jalur utama masuknya warisan pengetahuan dari peradaban kuno ke dalam
peradaban Islam.

Di samping kegiatan-kegiatan di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan,


Jundi Syapur juga berperan dalam proses penerjemahan sastra Hindu (Sansekerta)
ke dalam bahasa Pahlavi. Contoh paling terkenal dari hasil kegiatan ini adalah
Kulilah wa Dimnah, yang diterjemahkan oleh Ibn al-Muqaffa’ dari edisi
Pahlavinya yang semua diterjemahkan dari bahasa aslinya Sansekerta.[11]

11
Syed Mahmudunnasir,1994, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Remaja Rosda
Karya

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas, peradaban dunia sebelum


Islam di daerah Arab yaitu dimana masyarakat telah mempunyai berbagai macam
agama, adat istiadat, akhlaq dan peraturan-peraturan hidup. Bangsa Arab terbagi
atas dua bagian, yaitu: penduduk gurun pasir dan penduduk negeri. Pada
penduduk gurun pasir sering terjadi peperangan sehingga kebudayaan mereka sulit
dilacak, berbeda dengan penduduk negeri. Sementara tradisi menulis dan
pendidikan pada masa itu sudah ada meskipun tebatas pada kalangan yang hidup
di kota, terutama kaum Yahudi dan Kristen yang menaruh perhatian cukup besar
terhadap dunia pendidikan. Selain itu bangsa Arab juga terkenal dengan
kemahiran dalam bidang bahasa dan syair. pusat-pusat kegiatan intelektual di luar
Arabiya sebelum dan menjelang datangnya Islam, yang berperan sebagai
jembatan dalam proses penyerapan ilmu pengetahuan antara lain dikota Athena,
Alexandria, Jundi Syapur, dan India.

B. Saran

Dalam kaitannya dengan peradaban dunia pra Islam, hendaknya dapat


dijadikan cerminan untuk kehidupan di masa depan yang lebih baik sehingga hal
yang kurang baik tidak perlu terulang kembali. Kami sangat mengharapkan saran
dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah pada
masa yang akan datang.

12

Anda mungkin juga menyukai