Anda di halaman 1dari 27

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI


PROGRAM PASCASARJANA
Nama :DINUL AKHYAR Mata Kuliyah : Perkembangan Peradaban dan
Pemikiran Islam
Nim :211018005 Prodi/Semester : PAI/ Fokus Kajian Pdd Karakter
Lokal : II. C Dosen : Dr. YASNI EFYANTI, M.Ag

1. Bagaimana kondisi, budaya dan agama masyarakat arab pra islam ?


1. Keadaan geografis jazirah Arab
Semenanjung Arab adalah semenanjung yang terletak di sebelah barat daya Asia.
Wilayahnya memiliki luas 1.745.900 kilometer persegi. Semenanjung ini
dinamakan jazirah karena tiga sisinya berbatasan dengan air, yakni di sebelah timur
berbatasan dengan teluk Oman dan teluk Persi, di sebelah selatan berbatasan dengan
Samudra Hindia dan teluk Aden, di sebelah barat berbatasan dengan laut merah.
Hanya di sebelah utara, jazirah ini berbatasan dengan daratan atau padang pasir Irak
dan Syiria. Secara geografis, daratan jazirah Arab didominasi padang pasir yang luas,
serta memiliki iklim yang panas dan kering. Hampir lima per enam daerahnya terdiri
dari padang pasir dan gunung batu. Luas padang pasir ini diklasifikasikan Ahmad
Amin sebagai berikut:
a. Sahara Langit, yakni yang memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil
dari timur ke barat. Sahara ini disebut juga sahara Nufud. Di daerah ini, jarang
sekali ditemukan lembah dan mata air. Angin disertai debu telah menjadi ciri khas
suasana di tempat ini. Hal itulah yang menyebabkan daerah ini sulit dilalui.
b. Sahara Selatan, yakni yang membentang dan menyambung Sahara Langit ke arah
timur sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus,
dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan daerah sepi (al- Rub’ al -
Khali).
c. Harrat, yakni suatu daerah yang terdiri dari tanah liat berbatu hitam.
2. Keadaan sosial dan budaya bangsa Arab sebelum Islam
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk kota
(Hadhary) dan penduduk gurun ( Badui). Penduduk kota bertempat tinggal tetap.
Mereka telah mengenal tata cara mengelola tanah pertanian dan telah mengenal tata
cara perdagangan. Bahkan hubungan perdagangan mereka telah sampai ke luar negeri.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah memiliki peradaban cukup tinggi.
Sementara masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lainnya guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan
mereka. Di antara kebiasaan mereka adalah mengendarai unta, mengembala domba
dan keledai, berburu serta menyerang musuh. Kebiasaan ini menurut adat mereka
adalah pekerjaan yang lebih pantas dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu, mereka
belum mengenal pertanian dan perdagangan. Karenanya, mereka hidup berpindah dari
satu tempat ke tempat lain untuk mencari kehidupan, baik untuk diri dan keluarga
mereka atau untuk binatang ternak mereka. Dalam perjalanan pengembaraan itu,
terkadang mereka menyerang musuh atau menghadapi serangan musuh.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi geografis Arab sangat besar pengaruhnya
terhadap kejiwaan masyarakatnya. Arab sebagai wilayah tandus dan gersang telah
menyelamatkan masyarakatnya dari serangan musuh-musuh luar. Pada sisi lainnya,
kegersangan ini mendorong mereka menjadi pengembara-pengembara dan pedagang
daerah lain. Keluasan dan kebebasan kehidupan mereka di padang pasir juga
menimbulkan semangat kebebasan dan individualisme dalam pribadi mereka.
Kecintaan mereka terhadap kebebasan ini menyebabkan mereka tidak pernah dijajah
bangsa lain. Kondisi kehidupan Arab menjelang kelahiran Islam secara umum dikenal
dengan sebutan zaman jahiliyah. Hal ini dikarenakan kondisi sosial politik dan
keagamaan masyarakat Arab saat itu.
Pada masa itu, kaum wanita menempati kedudukan yang sangat rendah sepanjang
sejarah umat manusia. Masyarakat Arab pra Islam memandang wanita ibarat binatang
piaraan bahkan lebih hina lagi. Karena para wanita sama sekali tidak mendapatkan
penghormatan sosial dan tidak memiliki apapun. Kaum laki-laki dapat saja mengawini
wanita sesuka hatinya dan menceraikan mereka semaunya. Bahkan ada suku yang
memiliki tradisi yang sangat buruk, yaitu suka mengubur anak perempuan mereka
hidup-hidup. Mereka merasa terhina memiliki anak-anak perempuan. Muka mereka
akan memerah bila mendengar isteri mereka melahirkan anak perempuan.
Mereka tidak mendapatkan kebebasan untuk hidup layaknya manusia merdeka.
Bahkan para majikannya tidak jarang menyiksa dan memperlakukan para budak
seperti binatang dan barang dagangan, dijual atau dibunu Secara garis besar kehidupan
sosial masyarakat Arab secara keseluruhan dan masyarakat kota Mekkah secara
khusus benar-benar berada dalam kehidupan sosial yang tidak benar atau jahiliyah.
Akhlak mereka sangat rendah, tidak memiliki sifat-sifat perikemanusiaan dan
sebagainya. Dalam situasi inilah agama Islam lahir di kota Mekkah dengan diutusnya
Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul Allah. Secara singkat dapat disimpulkan
keaadaan sosial dan kebudayaan bangsa Arab sebelum islam diantaranya:
a. Orang-orang Arab sebelum kedatangan Islam adalah orang-orang yang
menyekutukan Allah (musyrikin), yaitu mereka menyembah patung-patung dan
menganggap patung-patung itu suci.
b. Kebiasaan mereka ialah membunuh anak laki-laki mereka karena takut kemiskinan
dan kelaparan.
c. Mereka menguburkan anak-anak perempuan mereka hidup-hidup karena takut
malu dan celaan.
d. Mereka orang-orang yang suka berselisihan, yang suka bertengkar, lantaran sebab-
sebab kecil, sebab segolongan dari mereka memerangi akan segolongannya.
3. Keadaan ekonomi Bangsa Arab sebelum Islam
Perdagangan merupakan unsur penting dalam perekonomian masyarakat Arab
praIslam. Makkah misalnya, karena letak geografisnya yang sangat strategis maka ia
menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi menuju pusat
perniagaan. Mereka berdagang bukan saja dengan orang Arab, tetapi juga dengan non-
Arab. Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam dimungkinkan antara lain karena
pertanian yang telah maju.
Kemajuan ini ditandai dengan adanya kegiatan ekspor-impor yang mereka lakukan.
Para pedagang Arab selatan dan Yaman pada 200 tahun menjelang Islam lahir telah
mengadakan transaksi dengan Hindia, Afrika, dan Persia. Komoditas ekspor Arab
selatan dan Yaman adalah dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak wangi, kulit binatang,
buah kismis, dan anggur. Sedangkan yang mereka impor dari Afrika adalah kayu,
logam, budak; dari Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan pedang; dari Persia adalah
intan.
Data ini menunjukkan bahwa perdagangan merupakan urat nadi perekonomian
yang sangat penting sehingga kebijakan politik yang dilakukan memang dalam rangka
mengamankan jalur perdagangan ini. Faktor-faktor yang mendorong kemajuan
perdagangan Arab sebelum Islam sebagaimana dikemukakan Burhan al-Din Dallu
adalah sebagai berikut:
1. Kemajuan produksi lokal serta kemajuan aspek pertanian.
2. Adanya anggapan bahwa pedagang merupakan profesi yang paling bergengsi.
3. Terjalinnya suku-suku ke dalam politik dan perjanjian perdagangan lokal maupun
regional antara pembesar Hijaz di satu pihak dengan penguasa Syam, Persia dan
Ethiopia di pihak lain.
4. Letak geografis Hijaz yang sangat strategis di jazirahArab.
5. Mundurnya perekonomian dua imperium besar, Byzantium dan Sasaniah, karena
keduanya terlibat peperangan terus menerus.
6. Jatuhnya Arab selatan dan Yaman secara politis ke tangan orang Ethiopia pada
tahun 535 Masehi dan kemudian ke tangan Persia pada tahun 257 M.
7. Dibangunnya pasar lokal dan pasa musiman di Hijaz, seperti Ukaz, Majna, Zu al-
Majaz, pasar bani Qainuna, Dumat al-Jandal, Yamamah dan pasar Wahat.
8. Terblokadenya lalu lintas perdagangan Byzantium di utara Hijaz dan laut merah
Data-data yang dikemukakan Dallu menunjukkan bahwa antara ekonomi dan
politik tidak dapat dipisahkan dalam konteks kehidupan masyarakat Arab pra Islam.
Kehidupan politik Byzantium dan Sasaniah turut memberikan sumbangan dalam
memajukan proses perdagangan yang berlangsung di Hijaz, karena kedua kerajaan ini
sangat berkepentingan terhadap jalur perdagangan ini. Di lain sisi, Mekkah di mana
terdapat ka‟bah yang pada waktu itu sebagai pusat kegiatan Agama, telah menjadi jalur
perdagangan internasional.
Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di
persimpangan jalan yang menghubungkan jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari
Yaman ke Syiria, dari Abysinia ke Irak. Pada mulanya Mekkah didirikan sebagai pusat
perdagangan lokal di samping juga pusat kegiatan agama. Karena Mekkah merupakan
tempat suci, maka para pengunjung merasa terjamin keamanan jiwanya dan mereka
harus menghentikan segala permusuhan selama masih berada di daerah tersebut.
Untuk menjamin keamanan dalam perjalanan suatu sistem keamanan di bulan-
bulan suci, ditetapkan oleh suku-suku yang ada di sekitarnya. Keberhasilan sistem ini
mengakibatkan berkembangnya perdagangan yang pada gilirannya menyebabkan
munculnya tempat-tempat perdagangan baru. Dengan posisi Mekkah yang sangat
strategis sebagai pusat perdagangan bertaraf internasional, komoditas-komoditas yang
diperdagangkan tentu saja barang-barang mewah seperti emas, perak, sutra, rempah-
rempah, minyak wangi, kemenyan, dan lain-lain.
4. Keadaan politik bangsa Arab sebelum Islam
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab adalah
daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur. Ditambah lagi
dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam, sulitnya
transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan faktor-faktor penghalang bagi
terbentuknya sebuah negara kesatuan serta adanya tatanan politik yang benar. Mereka
tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya saja. Oleh karena itu,
mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar kabilahnya yang
menjadikan mereka tidak mengenal konsep negara.
Sementara menurut Nicholson, tidak terbentuknya Negara dalam struktur
masyarakat Arab pra Islam, disebabkan karena konstitusi kesukuan tidak tertulis.
Sehingga pemimpin tidak mempunyai hak memerintah dan menjatuhkan hukuman
pada anggotanya. Namun dalam bidang perdagangan, peran pemimpin suku sangat
kuat. Hal ini tercermin dalam perjanjian-perjanjian perdagangan yang pernah dibuat
antara pemimpin suku di Mekkah dengan penguasa Yaman, Yamamah, Tamim,
Ghassaniah, Hirah, Suriah, dab Ethiopia. Model organisasi politik bangsa Arab lebih
didominasi kesukuan (model kabilah).
Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang dipilih antara
sesama anggota. Shaikh dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya dari anggota yang
masih memiliki hubungan famili. Shaikh tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat
membebankan tugas-tugas atau mengenakan hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban
hanya melekat pada warga suku secara individual, serta tidak mengikat pada warga
suku lain.
5. Keadaan agama bangsa Arab sebelum Islam
Sebelum kedatangan Islam di arab terdapat berbagai agama diantara ada yang
beragama Yahudi, kristen dimana mayoritas penganut agama Yahudi tersebut pandai
bercocok tanam dan membuat alat-alat dari besi seperti perhiasan dan persenjataan.
Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam. Paganisme, Yahudi, dan
Kristen merupakan ragam agama orang Arab pra Islam. Pagan adalah agama mayoritas
mereka. Ratusan berhala dengan bermacam-macam bentuk ada di sekitar Ka‟bah.
Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-berhala itu: sanam, wathan, nusub, dan
hubal. Sanam berbentuk manusia dibuat dari logam atau kayu.
Wathan juga dibuat dari batu. Nusub adalah batu karang tanpa suatu bentuk
tertentu. Hubal berbentuk manusia yang dibuat dari batu akik. Dialah dewa orang Arab
yang paling besar dan diletakkan dalam Ka‟bah di Mekah. Orang-orang dari semua
penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu. Beberapa kabilah melakukan cara-cara
ibadahnya sendiri-sendiri. Ini membuktikan bahwa paganisme sudah berumur ribuan
tahun. Sejak berabad-abad penyembahan patung berhala tetap tidak terusik, baik pada
masa kehadiran permukiman Yahudi maupun upaya-upaya kristenisasi yang muncul di
Syiria dan Mesir.
Agama Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman.
Tidak banyak data sejarah tentang pemeluk dan kejadian penting agama ini di Jazirah
Arab, kecuali di Yaman. DzūNuwās merupakan penguasa Yaman yang condong ke
Yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah menimpa bangsanya. Dia
meminta penduduk Najran agar masuk agama Yahudi. sehingga kalau mereka
menolak, maka akan dibunuh. Namun yang terjadi justru menolak, maka digalilah
sebuah parit dan dipasang api di dalamnya.
Mereka dimasukkan ke dalam parit itu, serta dibunuh dengan pedang atau dilukai
sampai cacat bagi yang selamat dari api tersebut. Korban pembunuhan itu mencapai
dua puluh ribu orang. Tragedi berdarah dengan motif fanatisme agama ini diabadikan
dalam al-Quran dalam kisah “orang - orang yang membuat parit” (Ashab al-Ukhdud ).
Sedangkan Agama Kristen di jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan Islam
tidak ternodai oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang tampak hanyalah
pertikaian di antara sekte-sekte Kristen. Menurut Muhammad „Abid al -Jabiri, al-
Quran menggunakan istilah “Nasara” bukan “ al-Masihiyah ” dan “ al-Masihi” bagi
pemeluk agama Kristen.
Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik, Ortodoks, dan Evangelis) istilah “Nasara”
adalah sekte sesat, tetapi bagi ulama Islam mereka adalah “Hawariyun”. Para
misionaris Kristen menyebarkan doktrinnya dengan bahasa Yunani yang waktu itu
madhab-madhab filsafat dan aliran-aliran gnostik dan hermes menyerbu daerah
itu.Inilah yang menimbulkan pertentangan antara misionaris dan pemikir Yunani yang
memunculkan usaha-usaha mendamaikan antara filsafat Yunani yang bertumpu pada
akal dan doktrin Kristen yang bertumpu pada iman. Inilah yang melahirkan sekte-sekte
Kristen yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru, termasuk jazirah Arab dan
sekitarnya.
Sekte Arius menyebar di bagian selatan jazirah Arab, yaitu dari Suria dan Palestina
ke Irak dan Persia. Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain
tiga agama di atas adalah Hanifiyah yaitu sekelompok orang yang mencari agama
Ibrahim yang murni yang tidak terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhala-
berhala, juga tidak menganut agama Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan
Allah. Mereka berpandangan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Hanifiyah,
sebagai aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luas ke berbagai penjuru
Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Hijaz, yaitu Yathrib, Taif, dan Mekah.
2. Bagaimana cara pengangkatan khalifah Abu Bakar Ash-Shiddig pada masa khalifah Umar
bin khathab ?
1. Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq Menjadi Khalifah
Wafatnya Rasulullah Saw. mengejutkan seluruh umat Islam bahkan banyak dari
kalangan shahabat yang tidak mempercayai kabar ini. sehingga banyak yang
bingung menyikapi peristiwa besar ini. banyak dari para Shahabat yang tertunduk
lesu tak mampu menegakkan kakinya, banyak yang lidahnya kelu tak bisa berkata-
kata, bahkan ada yang mengingkari hal ini dan bahkan ada pula yang sampai
mengatakan bahwa Rasulullah tidaklah meninggal, beliau hanya pergi untuk
menemui Rabbnya sebagaiman Musa AS menemui Rabbnya selama 40 hari.
Bahkan Umar pun mengangkat pedangnya dan bersumpah akan menebas
siapapun yang mengatakan Rasulullah meninggal. Bahkan Imam Qurthuby
mengisahkan betapa besarnya musibah ini, seraya menjelaskan bahwa sebesar-
besar musibah adalah musibah yang menimpa agama. Dan wafatnya Roslullah
merupakan musibah besar yang menimpa agama ini. Rasulullah bersabda: “Jika
salah seorang diantara kalian tertimpa musibah maka hendaklah ia menginga
musibahnya dengan musibah yang menimpaku, sesungguhnya (musibah yang
menimpaku) inilah sebesar-besarnya musibah.”Dan sungguh benar apa yang
disabdakan oleh Rasulullah Saw. ini. karena umat Islam ketika ditinggalkan oleh
beliau mulai menghadapi musibah besar yang tiada henti.
Karena dengan wafatnya Rasulullah maka terputuslah wahyu, berakhirlah
kenabian, dan merupakan awal munculnya para nabi palsu, banyak umat Islam
yanng murtad, dan ini menjadi titik kemunduran pertama setelah sebelumnya umat
Islam berhasil mencapai puncaknya. Disinilah mulai terlihat kepiawaian Abu
Bakar Ash Shidiq yang dengan tenang mampu menghadapi musibah besar ini.
beliau segera berpidato membacakan ayat Allah menenangkan kaum muslimin.
Beliau pun mengatatkan dalam pidatonya bahwa sesungguhnya barang siapa
menyembah Nabi Muhammad Saw.
2. Pertemuan di Saqîfah Bani
Sa’idah setelah berita wafatnya Rasulullah menyebar, para sahabat mulai
bertanya-tanya mengenai siapakah yang akan menggantikan kepemimpinan umat
Islam nantinya. Mengingat bahwa ini merupakan masalah yang penting bagi kaum
Muslimin. Maka di hari itu pula, berkumpullah kaum Anshar di Saqîfah atau
tempat pertemuan Bani Sa’idah. Saat kaum Muhajirin mengetahui hal ini, mereka
pun segera menyusul untuk mengikuti pertemuan ini. Di dalam perjalanannya
menuju Saqîfah Bani Sa’idah ini Umar menceritakan bahwa mereka bertemu
dengan dua orang laki-laki shalih. Dua orang ini bertanya: “Hendakkemanakah
kalian wahai kaum Muhajirin?” kami menjawab: “Kami hendak menemui saudara-
saudara kami di Saqîfah bani Sa’idah.”Keduanya pun mengingatkan agar kaum
Muhajirin mengurungkan niatnya untuk pergi ke saqîfah ini.
Namun kami tetap bersikukuh untuk pergi kesana. Ketika sampai kami melihat
seseorang yang sedang terbaring berselimut berada dalam majlis itu. Aku (Umar)
bertanya: “Siapa ini?” mereka menjawab: “Dia adalah Sa’ad bin Ubadah.”Setelah
kami duduk sejenak salah seorang dari mereka berrpidato dengan menyatakan akan
keutamaan kaum Anshar yang telah menjadi penolong Rasulullah dan membawa
Islam menuju kemajuan seraya mengingatkan agar kaum Muhajirin tidak
mengeluarkan kaum Anshar dalam masalah khilafah. Saat itu aku telah
menyiapkan kata-kata yang menurutku paling indah untuk aku sampaikan. Namun
saat itu Abu Bakar mencegahku dan dia menyampaikan kata-kata yang jauh lebih
indah dari yang hendak kusampaikan.
Kemudian ia menyampaiakan hadits nabi tentang siapa yang berhak dalam
perkara ini. Maka Kaum Anshar pun menerimanya. Setelah Abu Bakar selesai
berpidato dalam saqîfah Bani Sa’idah dia pun mengajukan Umar dan Abu Ubaidah
sebgai Khalifah. Tapi Umar juga menolaknya dan membenci hal itu. Umr juga
mengatakan bahwa jikalau lehernya dipenggal, itu tidaklah cukup untuk
dibandingkan jika dia harus menjadi pemimpin dimana Abu Bakar ada di dalam
kaum tersebut. Maka ketika itu Umar pun membaiat Abu Bakar dan kaum
Muhajirin pun mengikutinya, kemudian kaum Anshar berikutnya.
3. Proses pengangkatan Usman bi Affan pada masa khalifah Ali bin Thalib ?
1. Proses Pemilihan Khalifah Ustman.
Setelah ditikam oleh abu Lu’luah dan merasa dirinya akan meninggal dunia, maka
Umar bin Khottob memilih tujuh orang yang terdiri dari enam orang yaitu Ali bin abi
thalib, utsman bin affan, Sa’at bin abi Waqosh, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin
Awwan dan tholhah bin Ubaidillah. Keenam orang tersebut memiliki kewajiban
memilih dan berhak untuk dipilih, dan satu orang yang hanya berhak memilih yaitu
putra beliau sendiri Abdullah bin Umar.
Setelah Umar wafat, maka mereka segera berunding untuk membahas siapa yang
akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan (kekholifahan). Ketika itu ada
pemikiran dari abdurrahmanbin auf agar mereka dengan suka rela mengundurkan diri
dan memberikan kesempatan kepada orang yang benar-benar paling memenuhi
persyaratan untuk dipilih sebagai kholifah.
Tetapi rupanya usul tersebut tidak berhasil, dan ternyata tidak ada satupun yang
mau mengundurkan diri. Kemudian Abdurrahman bin Auf mengundurkan diri, tetapi
yang lain enggan mengundurkan diri. Ketika itu sempat terjadi oksi dukung
mendukung antara kelompok Ali da kelompok Utsman. Namun akhirnya, Utsman bin
Affan terpilih menjadi kholifah mengantikan Umar bin Khottob. Dalam pengankatan
Utsman tampak bahwa musyawaroh itu dilaksanakan oleh tokoh-tokoh senior (tim
formatur) tetapi terkesan tidak ada peluang untuk berbeda pendapat, sebagaimana
yang pernah diwariskan oleh Umar bin Khattab, karena khawatir terjadi keributan.
Setelah disepakati bersama, mereka membai’at Utsman dan diikuti oleh umat
islam. Pada saat pembaiatan telah selesai, Utsman berpidato di depan kaum muslimin
diantara pidatonya adalah: “ Alhamdulillah, wahai para manusia bertaqwalah kalian
kepada allah!, sesungguhnya dunia yang telah diberitahukan kepada kita oleh Allah
bahwa ia hanyalah permainan, hiburan,penghias, keangkuhan diantara kalian dan
memperbanyak harta dan anak. Seperti hujan lebat yang membuat orang kafir terlena
kepada tumbuhan yang tumbuh dan dikemudian hari berubah menguning dan hancur
(membusuk), di akhirat nanti ada tiga hal, siksa Allah yang sangat pedih,
pengampunan dan ridhoNya. Tiada kehidupan dunia kecuali hanyalah kenikmatan
yang menipu, hamba yang paling baik adalah orang yang menyerah dan
menyandarkan diri pada Allah dan kitabNya waktu di dunia”.
4. Apa yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran dinasti bani umayyah ?
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawiyah
Secara khusus, M. Zurkani Yahya (1984:18-19) meneyebutkan ada tiga faktor yang
mempercepat kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawiyah, diantaranya:
a. Adanya sistem pergantian syah yang tidak konsisten.
Sebagai sebuah dinasti, pergantian syah diturunkan kepada anak saudaranya.
Namun, realitas dalam sejarah Safawi, hal tersebut tidak berlaku. Banyak sekali
syah yang membinasakan keluarganya, termasuk anaknya sendiri karena dianggap
membahayakan kelestarian tahtanya.
b. Petulangan para tokoh pemerintahan yang oportunis
Petualangan para tokoh pemerintahan yang oportunis dari golongan qizilbash,
gulam, harem, dan ulama, yang ada saat-saat tertentu mereka mendapat kesempatan
untuk menentukan roda pemerintahan di bawah syah-syah yang lemah. Namun,
mereka tidak melaksanakan amanah itu dengan baik, bahkan memanfaatkannya
secara sewenang-wenang. Akibatnya, timbullah permusuhan antargolongan dalam
kerajaan, sehingga kerajaan menjadi lemah. Sebagai contoh, pada pemerintahan
Syah Husein para Ulama Syi’ah yang memerintah banyak yang berlaku kejam,
yang mengakibatkan bangkitnya golongan Sunni untuk menumbangkannya.
c. Menurunnya loyalitas para pendukung kerajaan kepada Kerajaan Safawiyah.
Loyalitas Qizilbash bergeser pada suku masing-masing, setelah Syah Ismail
meninggal. Munculnya Ghulam yang dibina oleh Syah Abbas telah berhasil
menopang kerajaan dengan monoloyalitasnya yang tinggi terhadap Safawi. Akan
tetapi, setelah Syah Abbas I meninggal, loyalitas mereka juga menurun dan mulai
bergeser kepada asal-usul bangsa mereka sebagai bangsa Georgia. Oleh karena itu,
pada masa Syah Hussein, ada beberapa pemimpin Georgian yang sangat
menentukan politik di ibukota Isfahan, seperti George XI dan Kay Khusraw.
Dengan munculnya suatu bangsa dengan tingkat ashabiyah-nya tinggi seperti bangsa
Afghan yang berusaha menghancurkan Safawi, Safawi tidak dapat diperintahkan
lagi, karena ditinggalkan oleh para pendukungnya.
(Ading Kusdiana, 2013:198-199) Dalam literatur lain Badri Yatim (2005:158-
159) menjelaskan sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah
konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Bagi Kerajaan Usmani,
berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung
terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung
lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa
Shah Abbas I. Namun, tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan
setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar
Islam itu. Penyebab lainya adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin
kerajaan Safawi.
Ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman, di
samping pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta
harem-haremnya selama tujuh tahun tanpa sekali pun menyempatkan diri
menangani pemerintahan. Begitu juga Sultan Husein. Penyebab penting lainnya
adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak
memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan karena
pasukan tersebut tidak disipakan secara terlatih dan tidak melalui proses
pendidikan rohai seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota
Qizilbash yang baru ternyata tidak memiliki militansi dann semangat yang sama
dengan anggota Qizilbash sebelumnya. Tidak kalah penting dari sebab-sebab diatas
adalah sering terjadinya konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di
kalangan keluarga istana.
5. Bagaimana sejarah berdirinyan Dinasti Abbasiyah ?
1. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah,
sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin
Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Pada tahun 132
H/750 M, oleh Abul abbas Ash- saffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama.
Selama lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M). Kemenangan pemikiran
yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana
Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan
pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam
memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah,
Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini
di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah, dan khurasan.
Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya
bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi
berdirinya dinasti Abbasiyah.
Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang
berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali. Propaganda
Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah
terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti
Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka
kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia
akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah. Sedangkan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari
Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar.
Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh
Abbasiyah dan di usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang
telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul
Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin
Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di
pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di
mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M.
Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu
Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah. kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuan Keberahasilan umat Islam pada masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah dalam pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban
Islam secara menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di
anataranya adalah kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat
non Arab ( Mawali ), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah
lama melingkupi kehidupan mereka.
Meraka diberikan fasilitas berupa materi atau finansial dan tempat untuk terus
melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan malalui bahan-bahan rujukan yang
pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata
membawa dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan sains yang membawa harum dinasyi ini. Dengan demikian, banyak
bermunculan banyak ahli dalam bidang ilmu pengetahaun, seperti Filsafat, filosuf
yang terkenal saat itu antara lain adalah Al Kindi ( 185-260 H/ 801-873 M ). Abu
Nasr al-faraby, ( 258-339 H / 870-950 M ) dan lain-lain. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan peradaban islam juga terjadi pada bidang ilmu sejarah, ilmu bumi, astronomi dan
sebagainya. Dianatar sejarawan muslim yang pertama yang terkenal yang hidup pada
masa ini adalah Muhammad bin Ishaq ( w. 152 H / 768 M ).
6. Masuknya Islam ke Spanyol ?
1. Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah AL-WALID (705–715 M), slah
seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
sebagai salah satu propinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Penguasaaan sepenuhnya atas
Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul
Malik mengangkat Hasan Ibnu Nu’man Al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu.
Pada masa khalifah Al-Walid, Hasan Ibnu Nu’man sudah digantikan oleh Musa
Bin Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa Bin Nushair memperluas wilayah
kekuasaannya dengan menduduki Aljazairdan Maroko. Selain itu ia juga
menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa-bangsa
Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji
tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan
sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan
sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah Bani Umayyah memakan waktu
selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah Ibnu Abi
Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid).
Sebelum dikalahkan dan kemidian dikkuasai Islam, di kawasan ini terdapat
kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan Kerajaan Romawi, yaitu kerajaan
GHOTIK. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan
menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat
Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan
demikian Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan
wilayah Spanyol.Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat 3 (tiga) pahlawan Islam
yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana.
Mereka adalah :
1. THARIF IBNU MALIK
2. THARIQ IBNU ZIYAD
3. MUSA IBNU NUSHAIR

Tharif dapat disebut sebagai perintis dan pnyelidik. Ia menyebrangi selat yang
berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, 500 orang
di antaranya adalah tentara berkuda, mereka memiliki empat buah kapal yang
disediakan oleh JULIAN. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan
yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang
tidak seedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi
dalam tubuh kerajaan Visighothic yang berkuasa di Spanyol pada masa itu, serta
dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa Ibnu Nushair
pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7.000 orang dibawah
pimpinan Thariq Ibnu Ziyad.

Thariq Ibnu Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena
pasukannya lebih basar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian
besar suku Barbar yang didukung oleh Musa Ibnu Nushair dan sebagian lagi orang
Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyebrangi selat di
bawah pimpinan THARIQ IBNU ZIYAD. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq
dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama
“GIBRALTAR” (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah
pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang
bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan.

Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting seperti :
Cordova, Granada, dan Toledo(ibukota kerajaan Goth saat itu). Sebelum Thariq
menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibnu Nushair
di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5.000 personil,
sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum
sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, yaitu 100.000 orang.
Perkembangan islam di Spanyol sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah
Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir disana, Islam memainkan peranan
yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah
panjang yang dilalui umat Islam di spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode
yaitu :

2. Periode Pertama (711-755 M)

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali, yang diangkat
oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas
politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih
terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain
berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama berupa perbedaan etnis dan
golongan. Disamping itu terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus
dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku
bahwa merekalah yang berhak menguasai daerah Spanyol ini.

Oleh karena itu ada terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol
dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandanga politik itu menyebabkan
seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis,
terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Didalam etnis Arab sendiri
terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing, yaitu suku Qais (Arab Utara) dan
Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik
politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada
saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka
waktu yang agak lama.

Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat
tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada
pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari
500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol. Karena
seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka
dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang
peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman Ad-
Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.

3. Periode Kedua (755-912 M)

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar
amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam,
yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama adalah
ABDURRAHMAN I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/75 M dan diberi gelar Ad-
Dakhil (Yang masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil
lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil menaklukkan Bani
Umayyah di Damaskus. Selanjutnya ia berhasil mendiriksn dinasti Bani Umayyah di
Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah :
Abdurrahman Ad-Dakhil, Hisyam I,Hakam I, Abdurrahman Al-Ausath,
Muhammad Ibnu Abdurrahman, Mundzir Ibnu Muhammad dan Abdullah Ibnu
Muhammad. Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-
kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalm bidang peradaban. Abdurrahman
Ad-Dakhil mendirikan Masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar
Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam
dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai
tentara bayaran di Spantol.

Sedangkan Abdurrahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.


Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman
Al-Ausath. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol
sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak. Sekalipun demikian,
berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke 9 stabilitas Negara
terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahida
(Martyrdom). Namun, Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh
simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam diperbolehkan mengembangkan
memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hokum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi.
Lebih dari itu mereka diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara disamping asrama
rahib atau lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan
atau menjadi karyawan pada instansi militer.

Gangguan politik yang paling serius pada periode ini dating dari umat Islam
sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk Negara kota
yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas
membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh HAFSHUN da anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga.
Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih
sering terjadi.

4. Periode Ketiga (912 – 1013 M)

Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar
“AN-NASIR” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan
MULUKUTH THAWAIF. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan
gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai
kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muqtadir, khalifah Daulah Bani Abbas di Bagdad
meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan
ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam
kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk
memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150
tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah
besar yang memerintah pada periode ini ada 3 orang, yaitu :

1. ABDURRAHMAN AN-NASIR (912 – 961 M)


2. HAKAM II (961 – 976 M)
3. HISYAM II (976 – 1009 M)

Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan, kejayaan, dan
menyaingi kejayaan daulah Abbasiyah di Bagdad. Abdurrahman An-Nashir mendirikan
Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II
juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada msa ini, masyarakat dapat
menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khalifah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik
tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan actual berada di tangan para
pejabat.

Pada tahun 981 M, khalifah menunjuk IBNU ABI AMIR sebagai pemegang
kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan
kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan islam dengan menyingkirkan rekan-
rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar
“AL-MANSHUR BILLAH”. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya
AL-MUZAFFAR yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi
setelah Al-Muzaffar wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak
memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara yang tadinya
makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total.

Pada tahun 1009 M Khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba
untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya
pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan
khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali Negara kecil yahg
berpusat di kota-kota tertentu.

7. Cara Islam masuk di Indonesia ?


1. Masuknya Islam di Indonesia
Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, berbagai macam agama dan
kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Buddha telah dianut oleh
masyarakat Indonesia. Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wilyah kepulauan
Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha. Menurut hasil seminar
“Masuknya Islam di Indonesia,” pada tanggal 17-20 Maret 1963 di Medan yang
dihadiri oleh sejumlah budayawan sejarawan Indonesia, disebutkan bahwa agama
Islam masuk ke Indonesia pertama kali pada abad pertama Hijriah (kira-kira abad 8
Masehi). Cara Masuknya Islam di Indonesia Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan
peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru
dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para
ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 : Menurut Uka
Tjandrasasmita, masuknya Islam di Indonesia dilakukan enam saluran yaitu :
1. Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan.
Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat
pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja
dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi
pemilik kapal dan saham.
Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar
sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu
menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa
yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa
banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang
sedang goyah, tetapi karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang
Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih
perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran Perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial lebih
baik dari pada pribumi Indonesia sendiri, sehingga tidak sedikit penduduk pribumi
yang tertarik dengan para pedagang muslim tersebut khususnya putri- putri raja dan
bangsawan. Proses Islamisasi ini dilakukan sebelum adanya pernikahan yang
kemudian dilanjutkan dengan proses pernikahan sampai pada akhirnya mereka
mempunyai keturunan dan mampu membuat daerah-daerah atau bahkan kerajaan-
kerajaan Islam.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar
muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena bangsawan,
raja, dan adipati dapat mempercepat proses masuknya Islam di Indonesia.
Demikianlah yang terjadi antara raden rahmat atau sunan ampel dengan nyai
manila. Sunan Gunung Jati dengan Putri Kaunganten. Brawijaya dengan Putri
Campa yang menurunkan Raden Fatah ( Raja pertama Demak ).
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawauf atau para sufi, mengajarkan teosofi yangb
bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
Mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara
mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat . dengan ilmu
tasawufnya mereka mengajarkan Islam kepada pribumi yang mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yangb se4belumnya menganut agama
hindu, sehingga agama baru itu mudah dimenerti dan di terima.
Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra Islam itu adalah Hamzah Fansuri di
aceh, syeh lemah abang, dan sunan panggung di jawa. Ajaran mistik seperti ini
masih berkembang di Indonesia di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok
yang diselenggaakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di
pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dam kiai mendapat
pendidikan agama. Setelah kelua dari pesantren, mereka pulang ke kampung
masing-masing kemudian mereka berdakwah ketempat tertentu mengajarkan
Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di Ampel Denta
Surabaya dan sunan giri di giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang di undang
ke maluku untuk mengajarkan agama Islam.
5. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan
wayang. Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia
meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.
Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita mahabarata dan Ramayana,
tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam.
Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra ( hikayat,
babad, dan sebagainya ), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran Politik
Di maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam didaerah ini. Di samping itu, baik di sumatera dan jawa maupun
di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam
memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara
politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam. Islam
masuk ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu:
1. Jalur utara, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah)
- Damaskus
- Bagdad
- Gujarat (Pantai Barat India)
- Srilangka
- Indonesia
2. Jalur selatan, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah)
- Yaman
- Gujarat
- Srilangka
- Indonesia
Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai
Sumatera bagian utara. Berawal dari daerah itulah Islam mulai menyebar ke berbagai
pelosok Indonesia, yaitu: wilayah-wilayah Pulau Sumatera (selain pantai Sumatera
bagian utara), Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Kepulauan Maluku dan
sekitarnya, dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan antara lain
sebagai berikut:
1. Adanya dorongan kewajiban bagi setiap Muslim/Muslimah, khususnya para
ulamanya, untuk berdakwah mensyiarkan Islam sesuai dengan kemampuan
mereka masing-masing.
2. Adanya kesungguhan hati dan keuletan para juru dakwah untuk berdakwah
secara terus-menerus kepada keluarga, para tetangga, dan masyarakat
sekitarnya.
3. Persyaratan untuk memasuki Islam sangat mudah, seseorang telah dianggap
masuk Islam hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
4. Ajaran Islam tentang persamaan dan tidak adanya sistem kasta dan diskriminasi
mudah menarik simpati rakyat, terutama dari lapisan bawah.
5. Banyak raja-raja Islam yang ada di berbagai wilayah Indonesia ikut berperan
aktif melaksanakan kegiatan dakwah Islamiah, khususnya terhadap rakyat
mereka.
2. Perkembangan Islam di Indonesia
1. Sumatera
Daerah yang dimasuki Islam dari kepulauan Indonesia adalah Sumatera bagian
utara, seperti Pasai dan Perlak. Karena wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di
tepi Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India ke Cina. Para
pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persi, dan Gujarat, yang juga para
mubalig Islam, banyak yang menetap di Bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara.
Mereka menikah dengan wanita-wanita pribu yang sebelumnya telah diIslamkan,
sehingga terbentuknya keluarga Muslim.
Mereka mensyiarkan Islam dengan cara bijaksana, baik dengan lisan maupun
sikap dan perbuatan, terhadap sanak famili, para tetangga, dan masyarakat
sekitarnya. Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai.
Kerajaan ini berdiri pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe
(Aceh Utara), rajanya bernama Merah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh.
Beliau menikah dengan putrid Raja Perlak yang memeluk agama Islam. Samudra
Pasai makin berkembang dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Seiring
dengan kemajuan kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat, pengembangan
agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Samudra Pasai terkenal
dengan sebutan Serambi Mekah.
2. Jawa
Penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik
yang wafat tahun 1101 M dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa.
Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita
asing tentang masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad ke-
13 M hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak Majapahit mencapai puncak
kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan Islam ditemukan lebih banyak lagi.
Misalnya, penemuan kuburan Islam di Troloyo, Trowulan, dan Gresik, juga berita
Ma Huan (1416 M) yang menceritakan tentang adanya orang-orang Islam yang
bertempat tinggal di Gresik.
Pertumbuhan masyarakat Muslim di sekitar Majapahit sangat erat kaitannya
dengan perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan
orang-orang Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di Kerajaan
Samudra Pasai dan Malaka. Pengembangan Islam di tanah Jawa dilakukan oleh
para ulama dan mubalig yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali Sanga
(sembilan wali).
1. Maulana Malik Ibrahim
Atau Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim merupakan wali tertua di antara
Wali Sanga yang mensyiarkan agama Islam di Jawa Timur, sehingga dikenal
pada dengan nama Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik
dengan mendirikan masjid dan pesantren, tempat mengajarkan Islam kepada
para santri dan kepada para penduduk agar menjadi umat Islam yang bertakwa.
Beliau wafat pada tahun 1419 M (882 H) dan dimakamkan di Gapura Wetan,
Gresik.
2. Sunan Ampel
Sunan Ampel nama aslinya adalah Raden Rahmat. Lahir pada tahun 1401 M
dan wafat pada tahun 1481 M serta dimakamkan di di desa Ampel. Sunan
Ampel menikah dengan seorang putri Tuban bernama Nyi Ageng Manila dan
dikaruniai empat orang anak, yaitu: Maulana Makdum Ibrahim (Sunan
Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), Nyi Ageng Maloka, dan putri yang
menjadi istri Sunan Kalijaga. Jasa-jasa Sunan Ampel antara lain:
- Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya.
- Berperan aktif dalam membangun masjid agung Demak, yang dibangun
pada tahun 1479 M.
- Memelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden
Fatah sebagai sultan pertamanya.
3. Sunan Bonang Sunan
Bonang nama aslinya adalah Maulana Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel.
Lahir pada tahun 1465 M dan wafat tahun 1515 M. semasa hidupnya beliau
mempelajari Islam dari ayahnya sendiri, kemudian bersama Raden Paku
merantau ke Pasai untuk mendalami Islam. Jasa beliau sangat besar dalam
penyiaran Islam.
4. Sunan Giri (1365-1428)
Beliau adalah seorang wali yang sangat besar pengaruhnya di Jawa, terutama di
Jawa Timur. Ayahnya, Maulana Ishak, berasal dari Pasai dan ibunya,
Sekardadu, putri Raja Blambangan Minak Sembayu. Belajar Islam di pesantren
Ampel Denta dan Pasai. Sunan Giri (Raden Paku) mendirikan pesantren di
Giri, kira-kira 3 km dari Gresik. Selain itu, beliau mengutus para mubalig
untuk berdakwah ke daerah Madura, Bawean, Kangean, bahkan ke Lombok,
Makassar, Ternate, dan Tidore.
5. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifuddin, putra Sunan Ampel dan adik Sunan Bonang.
Beliau berjasa dalam mensyiarkan Islam dan mendidik para santri sebagai
calon mubalig.
6. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati lebih dikenal dengan sebutan Syarif Hidayatullah. Beliau
berjasa dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat dan berhasil mendirikan dua
buah kerajaan Islam, yakni Banten dan Cirebon. Syarif Hidayatullah wafat
pada tahun 1570 M dan dimakamkan di Gunung Jati (7 km sebelah utara
Cirebon).
7. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq, lahir pada pertengahan abad ke-15 dan wafat
pada tahun 1550 M (960 H). Beliau berjasa dalam menyebarkan Islam di
daerah Kudus dan sekitarnya, Jawa Tengah bagian utara. Sunan Kudus
membangun sebuah masjid yang terkenal sebagai Masjid Menara Kudus.
Sunan Kudus juga terkenal sebagai seorang sastrawan, di antara karya
sastranya yang terkenal adalah gending Maskumambang dan Mijil.
8. Sunan Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden Mas Syahid, salah seorang Wali Sanga yang
terkenal karena berjiwa besar, toleran, dan juga pujangga. Beliau adalah
seorang mubalig yang berdakwah sambil berkelana. Di dalam dakwahnya
Sunan Kalijaga sering menggunakan kesenian rakyat (gamelan, wayang, serta
lagu-lagu daerah). Belau wafat pada akhir ke-16 dan dimakamkan di desa
Kadilangu sebelah timur laut kota Demak.
9. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Umar Said, putra dari Sunan Kalijaga. Beliau seorang
mubalig yang berdakwah ke pelosok-pelosok desa dan daerah pegunungan. Di
dalam dakwahnya beliau menggunakan sarana gamelan serta kesenian daerah
lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, yang terletak di sebelah utara
kota Kudus.
3. Sulawesi
Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi banyak kerajaan-
kerajaan kecil yang sebagian masih memeluk kepercayaan Animisme dan
Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling terkenal dan besar adalah
kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang. Pada tahun 1562-1565 M, di
bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama, kerajaan Gowa Tallo berhasil
menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros, Mandar, dan Luwu. Pada masa
itu, di Gowa Tallo telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dalam
jumlah yang cukup besar.
Atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran dan
pengembangan Islam lebih intensif dan mendapat kemajuan yang pesat. Pada
tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk
Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. Beliau berhubungan baik dengan
Ternate, bahkan secara pribadi beliau bersahabat baik dengan Sultan Babullah dari
Ternate. Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan
perluasan kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan pada
tahun 1611 M. Sejak saat itu Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai.
4. Kalimantan
Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat
kerajaan-kerajaan Hindu yang berpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang
terletak di hulu sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah
menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang raja Majapahit
menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab “Negara
Kertagama” karya Empu Prapanca. Menjelang kedatangan Islam, Kerajaan Daha
diperintah oleh Maha Raja Sukarana. Setelah beliau meninggal digantikan oleh
Pangeran Tumenggung.
Hal ini menimbulkan kemelut keluarga, karena Pangeran Samudra (cucu Maha
Raja Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta kerajaan. Akhirnya Pangeran
Samudra dinobatkan menjadi Raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang
membawahi daerah Masik, Balit, Muhur, Kuwin dan Balitung, yang terletak di
hilir sungai Nagara. Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta
bantuan Kerajaan Demak (Sultan Trenggono) untuk memerangi Kerajaan Daha,
dengan perjanjian apabila Kerajaan Daha dapat dikalahkan maka Pangeran
Samudra beserta rakyatnya bersedia masuk Islam.
Ternyata berkat bantuan tentara Demak, Pangeran Tumenggung dari Kerajaan
Daha dapat ditundukkan sesuai dengan perjanjian, akhirnya Raja Banjar, Pangeran
Samudra beserta segenap rakyatnya masuk Islam dan bergelar Sultan Suryamullah.
Menurut A.A Cense dalam bukunya, “De Kroniek van Banjarmasin 1928,”
peristiwa itu terjadi pada tahun 1550 M. 5.Maluku dan Sekitarnya Antara tahun
1400-1500 M (abad ke-15) Islam telah masuk dan berkembang di Maluku, dibawa
oleh para pedagang Muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa. Mereka yang sudah
beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren-pesantren di Jawa Timur untuk
mempelajari Islam. Raja-raja di Maluku yang masuk Islam di antaranya:
1. Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum (1465-1486). Setelah
beliau meninggal, digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang besar jasanya
dalam mensyiarkan Islam di kepulauan Maluku dan Irian, bahkan sampai ke
Filipina.
2. Raja Tidore, yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin.
3. Raja Jailolo, yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
4. Raja Bacan, yang masuk Islam pada tahun 1520 dan bergelar Sultan Zaenal
Abidin. Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke
Irian. Daerah-daerah Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah Miso, Jalawati,
Pulau Waigio dan Pulau Gebi.
Referensi
Al-Din, Burhan, Jazirat- Arab al-Islam, Beirut: t. p. 1989 Asy Syarkowi, Abdurrahman,
Muhammad Sang Pembebas,Yogyakarta: Mitra Pustaka 2003
Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih Al-Bukhari, Dâl Al-Âmiyah:
2015.
Fawaid, Jazilul, Bahasa Politik Al-Qur`an Konsep dan Aktualisasinya dalam Sejalah,
Depok: Penerbit Azza Media, 2017.
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2003.
Katsir, Ibnu, Sejarah Lengkap Khulafa’ur Rasyidin, Terj. Muhammad Ahsan bin Usman,
Cikumpa: Senja Media Utama, 2018.
Syamsuri. 2007. Pendidikan Agama Islam Untuk SMA Kelas XII . Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai