Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa pra-islam merupakan sebuah masa dimana islam yang


disebarkan oleh Rasulullah SAW melalui mukjizat yang Allah SWT berikan
berupa al-Qur’an belum didakwahkan kepada seluruh masyarakat dunia
khususnya di kawasan jazirah Arab.

Masa sebelum lahirnya agama islam ditanah arab disebut sebagai masa
Jahiliyyah. Sebutan itu terlahir sebagai garis batas yang menjadi pemisah
antara zaman lama dengan zaman baru, maksudnya antara zaman sebelum
islam dan zaman sesudah datangnya agama islam.

Disebut Arab Jahiliyyah bukan hanya karena masyarakatnya buta


aksara akan tetapi lebih dari itu adalah bangsa yang tidak mempunyai
peradaban dan tidak mengenal aturan (norma). Perilaku masyarakat Arab
Jahiliyyah yang miskin pengetahuan dan memiliki moral yang terbelakang
serta tidak memiliki rasa kemanusiaan membuat terjadinya pembunuhan
terhadap anak perempuan yang baru dilahirkan sering terjadi, bermabuk-
mabukan, perjudian, peperangan dengan dalih harga diri terjadi hingga Islam
hadir ditengah-tengah mereka.

Dilihat dari segi geografis jazirah Arab disebut juga sebagai


semenanjung arabia, sebuah kawasan yang berbentuk persegi panjang yang
sisi-sisinya tidak sejajar. Kawasan ini berbatasan dengan laut merah di sebelah
barat, laut hindia di sebelah selatan, teluk arab di sebelah timur dan di sebelah
utara berbatasan dengan negara Irak dan Syria.

Kondisi geografis jazirah arab yang sangat strategis inilah maka


perdagangan menjadi unsur penting dalam perekonomian masyarakat arab
pra-islam. Misalnya Makkah, karena memiliki letak geografis yang sangat
strategis yakni menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang dating
dan pergi menuju pusat perniagaan (Abdurrahman Ary Syarkowi, 2003:10),
mereka berdangan bukan saja dengan orang Arab, tetapi juga dengan
pedagang non-Arab.

Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam dimungkinkan antara


lain karena pertanian yang telah maju. Kemajuan ini ditandai dengan adanya
kegiatan ekspor dan impor yang mereka lakukan. Para pedagang arab dan

1
Yaman telah melakukan transaksi dengan Hindia, Afrika dan Persia 200 tahun
sebelum islam lahir.

Komoditas ekspor arab dan yaman adalah dupa, kemenyan, kayu


gaharu, minyak wangi, kulit binatang, buah kismis, dan anggur. Sedangkan
yang mereka impor dari afrika adalah kayu, logam, budak, dari hindia adalah
gading, sutra, pakaian dan pedang serta dari Persia adalah intan. Data ini
menunjukan bahwa perdagangan merupakan urat nadi perekonomian yang
sangat penting sehingga kebijakan politik yang dilakukan memang dalam
rangka mengamankan jalur perdagangan ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor kemajuan perekonomian Arab pra-Islam?
2. Siapakah tokoh-tokoh pada masa peradaban ekonomi pra-Islam?

C. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui tokoh
dan faktor pendukung penyebab berkembangnya perekonomian masyarakat
pra-islam di jazirah arab.

D. Metodologi

Makalah ini dibuat dengan menggunakan metode studi literature, yakni


didapatkan dari buku, jurnal yang membahas mengenai peradaban ekonomi di
kawasan jazirah arab sebelum lahirnya islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perekonomian Arab Pra-Islam

Sebelum lahirnya Islam, Jazirah arab belum mengenal dan memiliki


pemimpin yang berdaulat, sistem pemerintahan masih terdiri dari suku-suku,
diantaranya dua suku besar, yaitu Aus dan khasraj, dan terbagi atas 12 kaum.
10 diantaranya adalah Yahudi yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubayy. Ia
berambisi untuk menjadi raja di Madinah.pada saat itu antar kelompok masih
saling bertikai karena belum adanya hukum dan pemerintahan.

Yahudi menjadi kelompok terkaya dan terkuat, namun sistem


perekonomiannya masih lemah dan hanya bertopang pada bidang pertanian
dan peternakan, karena belum adanya aturan, sehingga tidak ada kewenangan
ataupun sistem pajak dan fiskal.

Sebaliknya kota Madinah dan Tha’if adalah satu-satunya bagian dari


wilayah Hijaz yang lahan pertaniannya cukup subur karena cukup kelembapan
dan curah hujan. Maka dari itu mata pencaharian khusus penduduk Madinah
adalah agrikultura, hortikultura dan beternak. Hasil pertanian yang utama di
Madinah adalah kurma, anggur, buah dan gandum. Hasil peternakannya yaitu
domba, unta, dan kuda.

Kegiatan perekonomian yang lain yang berkembang di Madinah


adalah pada sektor perdagangan, karena mayoritas penduduk madinah adalah
bangsa arab dari arab bagian selatan dan tempat asal mereka adalah yaman.
Pada dasarnya di Yaman sudah dibangun rute dagang yang memungkinkan
terjadinya perdagangan antara India disatu sisi dan Syiria, Mesir, Romawi
disisi yang lain. Karena ada suatu hal yang membuat mereka mengalami
penurunan dalam industri pertanian, maka oarang-orang Yaman mulai
bermigrasi menuju daerah pusat dan wilayah utara Hijaz, kemudian menetap
di Madinah dan sektor ini telah dilakukan dahulu kala.

Perdaganagn orang Quraisy juga mulai tumbuh pesat ketika Hasyim,


kakek Rasulullah SAW. menjadi kepala suku. Beliau membuat kesepakatan-
kesepakatan perdagangan dengan bangsa Ethiopia, Mesir, Syiria dan Yaman.
Beliau juga membuat perjanjian dengan kaum Badui untuk memberikan
jaminan keamanan dan perlindungan kepada rombongan kaum dagang.

3
B. Faktor Kemajuan Perekonomian Arab

Kemajuan perekonomian suatu daerah pastilah tidak akan lepas dari


faktor ekternal dan faktor internal di kawasan tersebut. Dalam hal ini selain
faktor ekonomi juga adanya campur tangan keamanan dan politik di kawasan,
menurut Burhan al-Din Dallu (1989:21) faktor-faktor penyebab kemajuan
perekonomian arab antara lain sebagai berikut:

1. Kemajuan produksi lokal serta kemajuan aspek pertanian.


2. Adanya anggapan bahwa pedagang merupakan profesi yang paling
bergengsi.
3. Terjalinnya suku-suku ke dalam politik dan perjanjian perdagangan lokal
maupun regional antara pembesar Hijaz di satu pihak dengan penguasa
Syam, Persia dan Ethiopia di pihak lain.
4. Letak geografis Hijaz yang sangat strategis di jazirah Arab.
5. Mundurnya perekonomian dua imperium besar, Byzantium dan Sasaniah,
karena keduanya terlibat peperangan terus menerus.
6. Jatuhnya Arab selatan dan Yaman secara politis ke tangan orang
Ethiopiapada tahun 535 Masehi dan kemudian ke tangan Persia pada tahun
257 Masehi.
7. Dibangunnya pasar local dan pasar musiman di Hijaz, seperti Ukaz,
Majna, Zu al-Majaz, Pasar Bani Qainuna, Dumat al-Jandal, Yamamah dan
pasar Wahat.
8. Terblokadenya lalu lintas perdagangan Byzantium di utara Hijaz dan laut
merah.

Dari 8 hal di atas jelaslah bahwa perekonomian dan politik tidak dapat
dipisahkan dalam konteks kehidupan masyarakat Arab pra Islam. Kehidupan
politik Byzantium dan Sasaniah turut memberikan sumbangan dalam
memajukan proses perdagangan yang berlangsung di Hijaz, karena kedua
kerajaan besar ini sangat berkepentingan terhadap jalur perdagangan ini.

Di lain sisi, Makkah di mana terdapat ka’bah yang pada waktu itu
sebagai pusat kegiatan Agama, telah menjadi jalur perdagangan internasional.
Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di
persimpangan jalan yang menghubungkan jalur perdagangan dan jaringan
bisnis dari Yaman ke Syiria, dari Abysinia ke Irak.

Pada mulanya Makkah didirikan sebagai pusat perdagangan lokal di


samping juga pusat kegiatan agama. Karena Makkah merupakan tempat suci,
maka para pengunjung merasa terjamin keamanan jiwanya dan mereka harus
menghentikan segala permusuhan selama masih berada di daerah tersebut.

4
Untuk menjamin keamanan dalam perjalanan suatu sistem keamanan di bulan-
bulan suci, ditetapkan oleh suku-suku yang ada di sekitarnya. Keberhasilan
sistem ini mengakibatkan berkembangnya perdagangan yang pada gilirannya
menyebabkan munculnya tempat-tempat perdagangan baru.

Dengan posisi geografis makkah yang sangat strategis sebagai pusat


perdagangan bertaraf internasional, komoditas-komoditas yang
diperdagangkan tentu saja barang-barang mewah seperti emas, perak, sutra,
rempah-rempah, minyak wangi, kemenyan, dan lain-lain. Walaupun kenyataan
yang tidak dapat dipungkiri adalah pada mulanya para pedagang Quraish
merupakan pedagang eceran, tetapi dalam perkembangan selanjutnya orang-
orang Makkah memperoleh kesuksesan yang besar, sehingga mereka menjadi
pengusaha di berbagai bidang bisnis.

C. Keuntungan Geografis Terhadap Perkembangan Ekonomi Arab

Ditinjau dari tempat tinggalnya, orang Arab terbagi dalam dua


wilayah, yaitu Arab badui (kampung) dan hadhari (perkotaan).

Dari sini, nampaklah perbedaan sumber penghidupan di antara mereka.


Orang Arab badui menggantungkan sumber kehidupannya dari beternak.
Mereka berpindah-pindah menggiring ternak menuju daerah yang sedang
mengalami musim hujan atau ke padang rumput. Mereka mengonsumsi
daging dan susu hasil ternaknya, membuat pakaian, kemah, dan perabot dari
wol (bulu domba) serta menjualnya jika keperluan pribadi dan keluarganya
sudah terpenuhi. Kekayaan mereka terlihat dari banyaknya hewan ternak yang
dimiliki.

Adapun orang Arab perkotaan, terbagi menjadi dua. Penduduk yang


bertempat tinggal di daerah subur seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd,
Khaibar atau yang lainnya, mereka menggantungkan sumber kehidupan pada
pertanian. Meski begitu mayoritas mereka menggantungkan sumber
kehidupannya pada perniagaan. Terutama penduduk Makkah, mereka
memiliki pusat perniagaan istimewa. Penduduk Makkah memiliki kedudukan
tersendiri dalam pandangan orang-orang Arab, yaitu mereka penduduk negeri
Haram (Makkah). Orang-orang Arab lain tidak akan mengganggu mereka,
juga tidak akan mengganggu perniagaan mereka. Allah SWT menganugrahkan
hal itu kepada mereka. Allah SWT berfirman:

5
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah
menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya
rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih
percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut:
67)

Selain penduduk Makkah, penduduk Yaman juga terkenal dengan


perniagaan. Mereka menjadikan perniagaan seabgai primadona dalam mencari
rezeki. Kegiatan bisnis mereka tidak sebatas di darat, tetapi juga merambah
melintasi laut. Mereka berangkat ke daerah pesisir Afrika, seperti Habasyah,
Sudan, Somalia, dan negeri Afrika lainnya. Menyeberang sampai ke Hindia
dan Pulau Jawa, Sumatera, dan negeri Asia lainnya. Setelah mereka memeluk
Islam, orang-orang ini memiliki peran yang sangat berarti dalam penyebaran
agama Islam di penjuru dunia.

Transportasi yang mereka andalkan pada saat itu ialah unta, yang
dianggap seabgai perahu padang pasir. Unta merupakan kendaraan yang
menakjubkan. Unta memiliki kekuatan yang tangguh, mampu menahan haus
dan mampu menempuh perjalanan yang sangat jauh. Unta-unta ini pergi
membawa barang dagangan dari negeri lainnya, dan kemudian kembali
membawa produk negeri tempat berniaga

Aktivitas perdagangan ini juga dilakukan oleh kalangan bangsawan


seperti: Hasyim, Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas, Abu Sufyan bin harb, Abu
Bakar, Zubair bin Awwam, dan lainnya. Di antara mereka ada yang menjaul
barang dagangan milik sendiri dan ada juga yang menjualkan barang milik
orang lainnya dengan mendapatkan upah atau dengan cara bagi hasil. Begitu
pula dengan Nabi Muhammad SAW, sebelum diangkat sebagai rasul, Nabi
Muhammad SAW menjualkan barang milik Khadijah.

Selain berdagang, ada juga masyarakat perkotaan yang menjadikan


ternak gembalaan sebagai sumber penghidupan, baik itu ternaknya sendiri
ataupun bukan. Saat masih kecil, Rasulullah SAW menggembala kambing,
begitu juga Umar bin Khaththab, Ibnu Mas’ud dan lain sebagainya.

Allah SWT mengabadikan perjalanan dagang yang dilakukan orang-


orang Quraisy, sebagai perjalanan dagang yang sangat terkenal, yaitu
perjalanan musim dingin menuju Yaman, dan sebaliknya perjalanan dagang
musim panas ke Syam. Allah berfirman:

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka


bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka

6
menyembah Rabb pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan
kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari
ketakutan.” (QS. Quraisy: 1-4)

Konsekuensi dari arus perdagangan ini, maka orang-orang Arab zaman


jahiliyah memiliki pasar-pasar seabgai pusat perdagangan. Pusat perdagangan
yang terkenal, yaitu: Ukazh, Mijannah, dan Zul Majaz. Di antara tiga pasar ini,
yang paling besar dan paling banyak pengunjungnya ialah Ukazh. Pasar ini
dikunjungi orang-orang Arab dari berbagai daerah di seluruh Arab.
Pengunjung terbanyak berasal dari Qabilah (suku) Mudhar, karena memang
pasar ini terletak di daerah mereka.

Pusat perdagangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi


perdagangan, tetapi juga menjadi pusat pertemuan para pakar sastra, syair, dan
para orator. Mereka berkumppul untuk saling menguji. Sehingga, sebagaimana
pertumbuhan kota-kota modern saat ini, maka konsep pasar pada masa
jahiliyah tersebut tidak sekedar sebagai pusat perbelanjaan, tetapi juga
menjadi pusat peradaban, kekayaan bahasa dan transaksi-transaksi global.

Karena pusat perdagangan ini semuanya terletak di wilayah Makkah


dan sekitarnya, maka ini berarti kesempatan bagi orang-orang Quraisy
mengolaborasi bahasa mereka dengna bahasa Arab dari kabilah-kabilah
lainnya. Mereka bebas memilih bahasa yang disukainya. Adapun bahasa Arab
orang-orang Quraisy pada saat itu menjadi bahasa yang paling mudah
diucapkan, paling enak didengar serta paling kaya perbendaharaan kata dan
maknanya.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Perekonomian bangsa Arab sebelum munculnya islam belum
terdapatnya hukum dan pemerintahan yang mengatur perekonomian,
akan tetapi perekonomian bangsa Arab berjalan dengan sendirinya
yang sebagian besar penduduk bangsa Arab bermata pencaharian
sebagai pedagang dan sebagian yang lain sebagai peternak dan bertani.
2. Letak geografis kota Makkah menguntungkan bangsa Arab karena
berada pada jalur perdagangan internasional.
3. Makkah sebagai kota yang dipercaya keamanannya.
4. Kegiatan perekonomian di Arab mulai terlihat berkembang pesat
ketika Hasyim bin Abdul Manaf menjadi kepala suku Quraish.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-A'zami. 2005. Sejarah Teks Al-Qur'an: dari Wahyu sampai Kompilasi. Jakarta:
Gema Insani. ISBN 979-561-937-3

Haekal. 2006. Sejarah Hidup Muhammad. Bogor: Litera AntarNusa. ISBN 979-
8100-02-6

Lings, Martin. 2002. Muhammad: Kisah Hidup Nabi berdasarkan Sumber Klasik.
Jakarta: Serambi. ISBN 979-3335-16-5

Karim, Adiwarman Azwar. 2002. Ekonomi Mikro Islam. Rajawali Pers.

Subhani, Ja'far. 2002. Ar-Risalah: sejarah kehidupan Rasulullah SAW. Jakarta:


Lentera. ISBN 979-8880-13-7

Anda mungkin juga menyukai