Anda di halaman 1dari 12

BANGSA ARAB PRA ISLAM

( Kondisi Sosial Budaya, Agama dan Pendidikan)


Oleh: Fitri Zakiah Hutabarat dan Maria Ulfah

A. PENDAHULUAN
Jahiliyah adalah istilah yang diberikan kepada masyarakat Arab
sebelum masuknya Islam pada tahun 610 M. Kata Jahiliyah ini diterjemahkan
sebagai “Zaman Ketidaktahuan”. Istilah Jahiliyah berasal dari kata kerja
jahiliyah “menjadi bodoh, atau bertindak bodoh”.
Sebelum Islam datang di Jazirah Arab, pada masa itu disebut masa
Jahiliyah khususnya Arab pedalaman (badui) terbelakang. Pada umumnya
mereka hidup berkabilah dan berada dalam lingkungan yang pengetahuannya
sangat minim. Sehingga kondisi inilah yang mengakibatkan mereka terseret,
tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih
kemuliaan, menggemari perjudian, dan membangkitkan peperangan dengan
alasan harga diri dan kepahlawanan.1
Selain itu, sebelum lahirnya Islam di Negeri Arab, bangsa ini dikenal
sebagai bangsa yang maju dalam bidang Ekonomi. Hal ini berarti bahwa
bangsa Arab memiliki peradaban sebelum lahirnya Islam. masa ini di tandai
dengan Mekkah yang menjadi kota dagang bertaraf Internasional, hal ini
disebabkan karena posisi kota Mekkah terletak di persimpangan jalan yang
menghubungkan jalur perdagangan antara Utara dan Selatan yaitu Syiria dan
Yaman. Dengan demikian kota Mekkah sebagai pusat Ibadah masyarakat
Arab ketika itu sangat makmur dan menjadi terkenal sapai ke luar wilayah
Arab. 2

1
Nur Hadi,Noor Hidayah dan Itikhah, Ayo Mengkaji Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MA
Kelas X ( Jakarta: Erlangga, Cet. 4, 2020), hlm.3
2
Gusniarti Nasution, Nabila Jannati, dkk, “ Situasi Keagamaan Masyarakat Arab Pra Islam”,
Tsaqifa Nusantara, Vol. 01 No. 01 (Tahun 2022), hlm. 87.

1
B. PEMBAHASAN
1. Kondisi Sosial Budaya
Jazirah Arab merupakan tanah semenanjung di bagian Barat Daya
Benua Asia yang terkenal dengan sebutan Jazirah Arab atau pulau Arab
walaupun masih bertalian dengan Daratan Benua Asia, karena diapit oleh
lautan dari tiga segi yaitu: Laut Merah, Laut Omman dan Selat Persia.
Jika dilihat dari sudut pandang sosiologis dan antropologis, bangsa
Arab memiliki tingkat solidaritas dan budaya yang tinggi karena
kehidupan bangsa Arab di padang pasir, yaitu kaum badui memiliki
perasaan kesukuan yang tinggi. Oleh karena kesukuan inilah yang dapat
melindungi keluarga dan warga suatu suku. Hal ini diakibatkan karena
tidak adanya sistem pemerintahan atau badan resmi yang dapat melindungi
rakyat atau warga negaranya dari penganiayaan dan tindakan sewenang-
wenang di padang pasir. Sehingga kabilah atau suku itulah yang mengikat
warganya dengan ikatan darah (keturunan) atau ikatan kesukuan.
Karena mereka tidak memiliki sistem pemerintahan yang resmi,
akhirnya kehidupan bangsa Arab pada masa jahiliyah menjadi tidak baik
dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral sehingga masyarakatnya
memiliki akhlak yang sangat rendah (krisis moral). Keadaan sosial budaya
masyarakat Arab pra Islam antara lain sebagai berikut:
a. Sebelum kedatangan Islam, orang-orang banyak yang menyekutukan
Allah swt,
b. Mengubur anak-anak perempuan mereka dalam keadaan masih hidup.
Karna pada saat itu mereka menganggap bahwa anak perempuan itu
merupakan aib dan pembawa kemiskinan serta kesengsaraan
sehinggga mereka takut malu dan dicela.
c. Budak diperlakukan majikannya secara tidak manusiawi,
memperlakukannya seperti hewan dan binatang dagangan, dijual atau
dibunuh.
d. Mereka sering bertengkar. Hal tersebut dikarenakan mereka suka
minum khamr.

2
e. Tradisi Ilmu Nuzum ( ramalan ).
f. Ketabiban ( Pengobatan).
g. Meninggikan karya sastra.
Pada saat itu, kaum perempuan menempati kedudukan yang sangat
rendah sepanjang sejarah manusia. Masyarakat Arab sebelum Islam
memandang perempuan ibarat hewan piaraan bahkan lebih hina lagi.
Lantaran para serempuan sama sekali tidak menerima penghormatan sosial
dan tidak mempunyai apapun.
Dalam perihal pernikahan, kondisi bangsa Arab pada masa jahiliyah
pun sangat memprihatinkan. Pada saat itu mereka tidak mengenal antara
yang halal dengan yang haram seperti halnya hubungan Poliandri. Yaitu
seorang istri memiliki beberapa suami. Saat itu perzinahan tidak dianggap
aib yang mengotori keturunan. Banyak hubungan laki-laki dan perempuan
di luar kewajaran antara lain sebagai berikut:
a. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran
kepada wali perempuan, lalu bisa menikahinya setelah menyerahkan
maskawin seketika itu juga.
b. Para laki-laki dapat mendatangi perempuan sekehendak hatinya.
c. Pernikahan istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur
kepada laki-laki lain sehingga istrinya hamil. Kemudian sang suami
mengambil kembali istrinya karena sang suami hanya menghendaki
lahirnya seorang anak lai-laki yang pintar dan baik.
d. Laki-laki dan perempuan bisa saling berhimpun dalam berbagai
medan peperangan. Untuk pihak yang menang, dapat menawan
perempuan dari pihak yang kalah dan menghalalkannya menurut
kemauannya.3
Kehidupan sosial bangsa Arab sebelum di sentuh oleh Islam
tergantung kepada untaian para penyair karena para penyair memiliki
kedudukan terhormat dikalangan sukunya sehingga sejarah mereka yakni

3
Mubasyaroh, “Karakteristik dan Strategi Dakwah Rasulullah Muhammad SAW Pada
Periode Makkah”, Vol. 3. No. 2 (Desember 2015), hlm. 388.

3
bangsa Arab dapat diketahui dari syair-syair yang mereka gubah. Para
penyair merupakan juru bicara sukunya dan juga sebagai penasehat utama
bagi masyarakat karena rangkaian syairnya. Oleh karena itu, syair adalah
salah satu seni yang paling indah dan sangat dimuliakan serta dihargai oleh
bangsa Arab. Mereka senang berkumpul mengelilingi para penyair untuk
mendengarkan syair-syair mereka sehingga ada beberapa pasar yang
khusus wujud pada zaman itu untuk sarana berkumpul para penyair
diataranyapasar ‘Ukaz, pasar Majinnah, dan pasar Zulmajaz.
Dikarenakan situasi kehidupan sosial masyarakat Arab yang
noytabrnnya masih nomaden, maka perdagangan termasuk aktifitas
ekonomi yang paling populer begi kehidupan masyarakatb Arab. Hal
tersebut bersesuaian dengan kehidupan mereka yang selalu nomaden
sehingga mereka melakukan transaksi dagang dengan masyarakat yang
berada di utara bagioan selatan. Oleh karenanya perdagangan merupakan
unsur penti ng dalam kehidupan masyarakat Arab pra-Islam,
2. Kondisi Sosial Agama
Islam di turunkan di Jazirah Arab (Makkah) yang diapit oleh dua
kawasan yang mempunyai kekuatan besar, yaitu kekaisaran Persia dan
kekaisaran Byzantium. Di Persia, di tetapkan agama Majusi sebagai agama
resmi yang dijalankan diseluruh tritorialnya dan yang menjadi sesembahan
mereka adalah api. Adapun kitabnya adalah Zend Avesta. Adapun
Byzantium (Romawi) menetapkan agama resminya adalah Nasrani dengan
kitab sucinya Injil. Yang mana kedua kitab ini sudah banyak campur
tangan dari tokoh-tokoh Agama saat itu sehingga sudah tidak terjamin
kemurniannya.
Adapun di arab pada awalnya bangsa Arab mengikuti ajaran agama
Nabi Ibrahim A.S dan Nabi Ismail A.S. yang disebut dengan ajaran agama
hanif artinya yang benar dan lurus. Ajaran Tauhid sudah tertanam di
masyarakat Arab. Akan tetapi lama kelamaan bangsanya telah
meninggalkan ajaran Nabi Ibrahim A.S. dan mereka menyembah berhala.
Kemusyrikan dan penyembahan benda-benda alam dan menjadi

4
kepercayaan yang mendarah daging dikalangan bangsa Arab dan Mesir
Kuno, bahkan juga bangsa persia sebelum munculnya Agama Zoroaster.
Pergaulan dengan bangsa lain telah mempengaruhi kepercayaan
mereka. Setelah berjalan berpuluh-puluh abad, ajaran agama Nabi Ibrahim
A.S dan Nabi Ismail A.S. tersebut mengalami perubahan dan akhirnya
menajdi penyembah bulan, matahari, jin dan bintang-bintang, dan yang
paling menonjol adalah menyembah berhala yang mereka buat dari batu,
kayu dan ada juga yang terbuat dari logam yang dibawa oleh Amr bin
Luhay Al-Khuza’i.4
Terdapat 4 sistem kepercayaan yang berkembang di Arab Pra Islam
yaitu:
a. Fatalisme
Kepercayaan ini menganggap bahwa “waktu” merupakan
manifestasi dari Tuhan. Menurut mereka terdapat dual hal yang
wujudnya ditakdirkan, yang pertama kematian (‘ajal) dan kedua
rezeki. Dua hal inilah yang keberadaannya diluar kontrol manusia.
Sehingga muncullah kepercayaan bahwasanya peristiwa-peristiwa
yang terjadi di dalam hidup ini merupakan produk yang ditentukan
oleh waktu.
b. Kepercayaan Paganisme
Paganisme yaitu penyembahan terhadap berhala. Penyembahan
berhala itu sendiri mulanya adalah kebiasaan dari orang-orang yang
pergi keluar kota Makkah, mereka selalu mengambil batu yang
diambil dari sekitar Ka’bah. Mereka mensucikan batu dan
menyembahnya dimanapun mereka berada. Hal ini mengakibatkan
lama-kelamaan mereka membuat patung sebai sembahan dan mereka
berkeliling mengitarinya. Hal ini mereka lakukan karena rasa
hormatnya kepada Ka’bah, akhirnya mereka sendiri memindahkan
patung itu kesekitar Ka’bah yang berjumlah 360 buah. Di antaara
360an berhala itu ada 4 yang paling penting yaitu : (1) Hubal yang

4
Ibid., hlm. 7.

5
dianggap sebagai Dewa terbesar yang terbuat dari batu akik warna
merah, (2) Lata, Dewa tertua terletak di Thaif, (3) Uzza, terdapatdi
bawah Hubal, dan (4) Mant, yang terletak di Yastrib.5
c. Kepercayaan kepada Allah sebagai super Tuhan
Konsep Allah dalam masyarakat Arab pra Islam setidaknya
mengandung beberapa pengertian:
a. Sebagai Tuhan pencipta alam semesta.
b. Sebagai pemberi hujan dan kehidupan yang ada di muka bumi.
c. Digunakan dalam sumpah yang sakral.
d. Sebagai objek penyembahan dari apa yang dapat dikatakan
sebagai monotheisme sementara.
e. Sebagai Tuhan Ka’bah.
f. Sebagai tuhan yang disembah melalui perantara dewa-dewa lain.
d. Monotheisme
Monotheisme berasal dari kata Yunani yaitu Monon yang berarti
tunggal dan Theos yang berarti Tuhan. Jadi Monotheisme adalah suatu
kepercayaan yang berpendapat hanya ada satu Tuhan yang esa dan
berkuasa penuh atas segala sesuatu. Agama yang termasuk pada
Monotheisme adalah Yahudi, Kristen, dan Islam.
Monotheisme dalam kaitannya dengan masyarakat Arab pra
Islam setidaknya terdapat tiga teori yang dimunculkan: pertama,
monotheiseme sebagai akibat dari pengaruh Agama Yahudi. kedua,
monotheisme merupakan suatu yang bersifat alamiah yang merupakan
evolusi pemikiran secara umum dari masyarakat. Ketiga, monotheisme
berkaitan dengan tern “hanif” agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim
A.S.6
3. Kondisi Sosial Politik

5
Heri Firmansyah, “Muhammad SAW Pada Periode Makkah”, Jurnal Al-TafkirI, Vol. XII No.
1 (Juni 2019), hlm. 67.
6
Muhammad In’am Esha, Percikan Filsafat dan Peradaban Islam ( Malang: UIN Maliki
Press), hlm.64-68.

6
Secara global teritorial, Arab merupakan negeri yang terletak di
semenanjung Arab yang dikelilingi oleh tiga lautan yaitu Luat Merah di
sebelah Barat, Samudera Hindia di sebelah Selatan dan Teluk Persia
disebelah Timur. Letak geopolitik ini berdampak signifikan terhadap
kondisi sosial bangsa Arab. Negeri Yaman, misalnya diperintah oleh
bermacam-macam suku, dan pemerintahan yang terbesar adalah masa
pemerintahan Tababi’ah dari kabilah Himyar.
Sementara itu dibagian timur Jazirah Arab, dari kawasan Hirah ke
Irak, yang ada hanyalah daerah-daerah yang kecil yang tunduk kepada
kekuasaan Persia, sampai datangnya Islam. para raja Munadzirah sama
sekali tidak berdiri sendiri dan tidak merdeka tetapi tunduk secara politis
dibawah kekuasaan raja-raja Persia.
Ciri yang paling menonjol dari kehidupan di Jazirah Arab sebelum
kedatangan Islam adalah tidak adanya organisasi politik dalam bentuk
apapun. Dengan mengecualikan Yaman di barat daya, tak satu bagianpun
di wilayah semenanjung Arabia yang memiliki pemerintahan kecuali
otoritas kepala sukunya masing-masing. Otoritas dari kepala suku dalam
banyak kasus amat bergantung pada karakter dan kepribadian masing-
masing sehingga otoritas mereka cenderung kepada watak moral di
bandingkan politis.
Karena tidak adanya sistem pemerintahan hal ini mengakibatkan
seringnya terjadi tindakan anarkis yang menjadikan orang-orang Arab
sering terjebak dalam perang saudara. Perang karena terjadinya sebuah
lembaga yang permanen dalam masyarakat Arab. Padang pasir hanya akan
menyokong penduduk dalam jumlah yang terbatas, sementara peristiwa
peperangan antar suku terus menerus menekan pertumbuhan popolasi
penduduk. Akan tetapi bangsa Arab tidak memandang perang dari sudut
ini, bagi mereka perang merupakan suatu hiburan serta olah raga yang
menegangkan atau sejenis pementasan drama kesukuan yang heroik
berdasarkan kaidah-kaidah kuni yang berlangsung di bawah tatapan para
penonton yang riuh bersorak-sorak.

7
Mereka beranggapan bahwa kedamaian bukanlah suatu hal yang
menarik, sebaliknya peperangan merupakan tempat pelarian dari
kebosanan dan kehidupan yang monoton di padang pasir. Karenanya
mereka pun mencari-cari hiburan dalam konflik militer. Perang
memberikan mereka kesempatan untuk mempertontonkan keahlian mereka
dalam memanah, memainkan pedang, dan berkuda.7
4. Kondisi Pendidikan Mayarakat Arab Pra Islam
Menurut Munir Mursyi yang dikutip oleh Ramayulis, bahwa
pendidikan di negeri-negeri Arab Pra-Islam dilaksanakan melalui peniruan
dan cerita. Anak-anak kecil tumbuh dan berkembang dengan meniru dan
mendengarkan hikayat orang-orang dewasa. Suatu kabilah dan keluarga
mengajarkan nilai-nilai yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai
kemasyarakatan yang berlaku dalam kabilahnya. Kaum Arab
mengekspresikan dan membanggakan nilai-nilai kemasyarakatan dalam
kabilahnya melalui syair-syair.8 Jadi kondisi pendidikan masyarakat Arab
pada zaman itu lebih senang bercerita hikayat, mengajarkan nilai-nilai
leluhur dan menghafal syair-syair dikarenakan belum bisa baca tulis
Sebelum Islam datang ada beberapa tempat yang dijadikan sebagai
tempat pendidikan untuk anak-anak yaitu:

a. Kuttab
Menurut catatan sejarah, sebelum kedatangan Islam, masyarakat
Arab khususnya Mekkah, telah mengenal adanya lembaga pendidikan
rendah yang disebut kuttab atau kadang disebut maktab, yang
mengajarkan pengetahuan dan keterampilan membaca dan menulis.
Namun lembaga pendidikan ini masih bersifat sederhana dan belum
mampu menarik minat masyarakat luas.

7
Sayed Ali Asgher Razwy, Muhammad Rasulullah Saw: Sejarah Lengkap Kehidupan dan
Perjuangan Nabi Islam Menurut Sajarawan Timur dan Barat, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004), hlm.
23-24.
8
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Radar Jaya Ofset, 2012). Hlm. 16.

8
Kuttab atau maktab diambil dari kata Takdib yang berarti
mengajar menulis. dalam buku yang lain Kuttab/Maktab berasal dari
kata dasar yang sama yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan
Kuttab/maktabah berati tempat menulis atau tempat dimana
dilangsungkannya kegiatan untuk tulis menulis.
Secara historis dalam skala yang terbatas, lembaga pendidikan
Kuttab telah ada di dunia Arab pra-Islam. bentuknya seperti privat.
Dimana seorang guru menyiapkan sebuah ruangan dirumahnya dan
menerima bayaran apabila guru tersebut mengajar dikeluarga yang
mampu.
Dengan merujuk pada data yang ditulis oleh shalaby ini dapat
dikatakan bahwa kegiatan pendidikan hanya dilakukan oleh
sekelompok orang dan khususnya di Makkah. Dan hal yang demikian
dapat dimaklumi mengingat pada saat itu sebagiam penduduk di
Jazirah Arab adalah pendiuduk yang memiliki kebiasaan hidup
berpindah-pindah. Karena keterampilan membaca dan menulis belum
menjadi hal yang umum dimiliki masyarakat, maka yang berkembang
adalah tradisi lisan. Dalam kondisi seperti ini yang menjadi “guru”
adalah mereka yang paling banyak hafalannya.
Dalam sejarah pendidikan Islam masa awal, dikenal dua bentuk
Kuttab yaitu:
1) Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang memfocuskan
pada tulis baca. Pada masa ini Al-Qur’an belum dijadikan rujukan
sebagai mata pelajaran dikarenakan menjaga kesucian Al-Qur’an.
2) Kuttab tempat pendidikan yang mengajarkan Al-Qur’an dan
dasar-dasar keagamaan
Dalam operasionalya, baik kuttab jenis pertama maupun kedua
dilakukan dengan sistem halaqah, namun ada juga guru yang
menggunakan metode dengan menggunakan metode dengan
membacakan sebuah kitab dengan suara keras, kemudian diikuti oleh
seluruh siswanya.

9
b. Masjid
Kata Masjid berasal dari bahasa Arab, sajada (fi’il madli)
yusajidu (mudhari’) masajid/sajdan (masdari), artinya tempat sujud
dalam pengertian yang luas berarti tempat sholat dan bermunajat
kepada Allah sang pencipta dan tempat merenung dan menata masa
depan (dzikir).
Proses yang mengantarkan masjid sebagai pusat peribadatan dan
pengetahuan adalah karena di masjid tempat awal pertama
mempelajarai ilmu agama yang baru lahir dan mengenal dasar-
dasarnya. Masjid yang pertama kali di bangun adalah masjid Quba,
yaitu setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. 9
C. KESIMPULAN
Situasi sosial, dan Agama masyarakat Arab sebelum Islam berlaku
hukum rimba yakni siapa yang kuat itulah yang berkuasa, dan siapa yang
lemah akan tertindas. Seseorang mendapat sanjungan dan pujian jika
mempunyai kekuasaan yang tinggi dan akan mendapat perlakauan yang zolim
apabila tidak memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, situasi sosial Agama
masyarakat Arab pra Islam sangat kacau, Begitu juga dengan sistem
pemerintahannya yang tidak terarah dan tidak adanya sistem pemerintahan
yang resmi.

9
Sungkowo, Ilyas Rozak Hanafi dan Muhammad Qomaruddin, Sejarah Pendidikan Islam,
(Malang: Literasi Nusantara Abadi, 2021), hlm. 17-21.

10
DAFTAR PUSTAKA

Gusniarti Nasution, Nabila Jannati, dkk, “ Situasi Keagamaan Masyarakat Arab


Pra Islam”, Tsaqifa Nusantara, Vol. 01 No. 01, Tahun 2022.
Heri Firmansyah, “Muhammad SAW Pada Periode Makkah”, Jurnal Al-TafkirI,
Vol. XII No. 1 Juni 2019.
Mubasyaroh, “Karakteristik dan Strategi Dakwah Rasulullah Muhammad SAW
Pada Periode Makkah”, Vol. 3. No. 2 Desember 2015.
Muhammad In’am Esha, Percikan Filsafat dan Peradaban Islam Malang: UIN
Maliki Press.
Nur Hadi,Noor Hidayah dan Itikhah, Ayo Mengkaji Sejarah Kebudayaan Islam
Untuk MA Kelas X, Jakarta: Erlangga, Cet. 4, 2020.
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Radar Jaya Ofset, 2012.
Sayed Ali Asgher Razwy, Muhammad Rasulullah Saw: Sejarah Lengkap
Kehidupan dan Perjuangan Nabi Islam Menurut Sajarawan Timur dan
Barat, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004.
Sungkowo, Ilyas Rozak Hanafi dan Muhammad Qomaruddin, Sejarah Pendidikan
Islam, Malang: Literasi Nusantara Abadi, 2021.

11
12

Anda mungkin juga menyukai