Anda di halaman 1dari 25

Kehidupan Bangsa Arab Sebelum Islam

Oleh:
Afrokhul Banat (15010198)
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Bangsa Arab adalah penduduk asli Jazirah Arab, sebagian permukaannya terdiri
dari padang pasir yang beriklim panas. Tidak terdapat satu sungaipun di jazirah ini kecuali
di bagian selatan, yang selalu berair dan mengalir di laut. Dari segi pemukiramannya,
bangsa Arab dapat dibedakan menjadi dua, ahl al-badwi dan ahl al-hadlar. Ahl al-badwi
adalah penduduk Arab yang tinggal secara nomaden, untuk memenuhi kebutuhan hidup,
mencari sumber air dan padang rumput. Akan tetapi, mereka sangat menekankan hubungan
kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan. Mereka
juga suka berperang, karena itu, peperangan antar suku sering sekali terjadi. Dalam
masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah. Kehidupan
ahl al-badwi tidak memberi peluang kepada mereka untuk membangun peradaban,
sehingga sejarah mereka tidak diketahui dengan tepat dan jelas. Ahl al-hadlar adalah
penduduk yang sudah bertempat tinggal secara tetap di daerah-daerah pemukiman yang
subur. Mereka memiliki peluang yang besar untuk membangun peradaban, dan sejarah
mereka bisa diketahui lebih jelas dibanding dengan ahl al-badwi.
Sebelum datangnya Islam bangsa Arab sering disebut dengan kaum Jahiliyah,
karena mereka belum mengenal peradaban. Mereka bersifat fanatisme, baik dalam hal
keyakinan maupun kebudayaan. Akan tetapi bangsa Arab mempunyai sikap solidaritas
yang tinggi, bisa dilihat dari kehidupan bangsa Arab di padang pasir yaiti suku Badui.
Kehidupan di padang pasir pada saat itu tidak ada pemerintahan atau suatu badan resmi
yang dapat melindungi rakyat. Oleh karena itu, sifat kesukuan sangat kentallah yang
melindungi warganya. Apabila salah seorang dari mereka dianiaya, maka menjadi
kewajiban atas suku itu untuk menuntun bela. Semboyan mereka “tolong saudaramu, baik
dia menganiaya maupun dianiaya”. Setiap orang mempunyai tujuan menjaga kehormatan
suku. Kehidupan akan bermakna bagi dirinya jika kehidupan itu terhormat dan semua
tindakan yang menimbulkan aib dan rasa malu dirinya dan kabilah atau sukunya harus
dihindari sebisa mungkin.
Kehidupan ekonomi bangsa Arab mengikuti kondisi sosial, yang bisa dilihat dari
jalan kehidupan bangsa Arab. perdagangan merupakan jalan yang umumnya ditempuh oleh
masyarakat Arab untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pada masa Jahiliah, orang Arab
terkenal dengan perdagangan dan bisnisnya, terutama orang-orang Quraisy. Orang Qurais
biasa melakukan perjalan untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas, dan ke
negeri Yaman pada musim dingin. Dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan dan
keamanan dari para penguasa di negeri-negeri yang dilaluinya. Selain berdagang dan
bisnis, dalam hal ekonomi mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
uang,seperti mencuri, berjudi, merampok, menipu, memeras, atau melipatgandakan uang
(riba) kepada orang yang meminjam uang. Bangsa Arab paling tidak mengenal
perindustrian dan kerajinan, kebanyakan hasil kerajinan yang berada di Arab berasal dari
Yaman, Hirah, dan pinggiran Syam.
Jalur-jalur perdagangan bangsa Arab didominasi oleh kerajaan Romawi dan Persia,
dan pusat perdagangan bangsa Arab berada di kota Hijaz. Mekah menjadi masyhur dan
disegani, begitu pula suku Quraisy. Kondisi ini membawa dampak positif bagi mereka,
perdagangan terus berkembang dan semakin maju. Akan tetapi, kemajuan Mekah
tidaksebanding dengan kemajuan yang pernah dicapai kerjaaan-kerajaan Arab sebelumnya.

1
Meskipun demikian, dengan Mekah menjadi pusat peradaban, bangsa Arab bagaikan
memulai babak awal dalam hal kebudayaan dan perdaban. Melalui jalur perdagangan,
bangsa Arab berhubungan dengan Syria, Persia, Habsy, Mesir, dan Romawi yang
semuanya telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme.
Bangsa Arab sebelum Islam hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri
sendiri-sendiri. Masing-masing kabilah kadang-kadang saling bermusuhan, mereka tidak
mengenal ikatan nasional. Hal yang mereka kenal hanyalah ikatan kabilah, dan dasar
hubungan dalam kabilah ialah pertalian darah. Rasa kesukuan mereka sangat mendalam.
Dalam kabilah terdapat seorang pemimpin, seperti seorang raja, anggota kabilah harus
menaati keputusan seorang pemimpin kabilah. Di sisi lain, bangsa Arab tidak memiliki
sistem pemerintahan, mereka tidak memiliki peradilan atau tempat memperoleh kepastian
hukum. Mereka tidak memiliki penjagaan keamanan dan pemeliharaan sistem yang
berlaku, mereka juga tidak dibebani kewajiban membayar. Jazirah Arab terletak sangat
terisolasi, baik dari sisi daratan maupun lautan. Perselisihan dan peperangan antar suku
berlangsung dalam skala besar-besaran di stepa-steapa Jazirah Arab tersebut.
Sedangkan situasi keagamaan bangsa Arab sebelum adanya Islam, sejak berabad-
abad mereka menyembah berhala. Salah satu penyebab meeka menyembah berhala adalah
setiap orang yang meninggalkan Mekah selalu membawa sebuah batu yang diambil dari
batu-batu yang ada di Ka’bah, dengan tujuan untuk menghormati Ka’bah dan
memperlihatkan cinta mereka terhadap kota Mekah. Dengan adanya Ka’bah di tenagh
kota, Mekah menjadi pusat keagamaan, Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Di
dalamnya terdapat 360 berhala yang mengelilingi berhala utama, Hubal. Namun tidak
hanya menyembah berhala, ada juga yang menyembah Allah, menyembah matahari, bulan,
bintang, ada pula yang menyembah api, dan ada juga yang beragama Yahudi dan Nasrani.
Mayoritas agama Yahudi tersebut pandai bercocok tanam dan membuat alat-alat dari besi,
seperti perhiasan dan persenjataan. Sama dengan penganut agama Yahudi, orang-orang
Nasrani juga mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme dan pemikiran Yunani.
Aliran Nasrani yang masuk ke Jazirah Arab ialah aliran Nestorian di Hirah dan aliran
Jacob-Barady di Ghassan. Aliran inilah yang bertindak sebagai penghubung antara
kebudayaan Yunani dan kebudayaan Arab pada masa awal kebangkitan Islam. Walaupun
agama Yahudi dan Nasrani sudah masuk ke Jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih
menganut agama asli mereka, yaitu percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam
bentuk berhala dan petung. Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri. Berhala-berhala
tersebut dipusatkan di Ka’bah. Berhala-berhala itu mereka jadikan tempat menanyakan dan
mengetahui nasib baik dan nasib buruk. Demikianlah, keadaan bangsa Arab menjelang
kebangkitan Islam.

2
Pembentukan Peradaban Islam Fase Makkah dan Madinah
Oleh:
Afrokhul Banat (15010198)
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Menjelang usia keempat puluh, Muhammad sering melakukan uzlah, memisahkan


diri dari kegalauan masyarakat di gua Hira. Pada tanggal 17 Ramadhan 611 M,
mendatanginya di gua Hira, menyampaikan wahyu Allah yang pertama (QS al-Alaq: 1-5).
Dengan turunnya wahyu pertama itu berarti Muhammad telah diangkat menjadi nabi,
namun dalam wahyu pertama ini dia belum diperintahkan untuk berdakwah tentang agama.
baru setelah wahyu kedua turun (QS al-Muddatstsir: 1-7), turun perintah Nabi berdakwah.
Awalnya Nabi melakukan dakwah secara diam-diam, di lingkungan keluarga dan kerabat
dekat. Oleh karena itu, orang yang pertama kali masuk dan menerima Islam adalah
keluarga dan sahabat dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara
sepupunya Ali bin Abi Thalib. Kemudian, Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa anak-
anak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman,
pengasuh Nabi sejak kecil, dan masih ada beberapa lagi. Dengan dakwah secara diam-diam
ini, belasan orang telah memeluk agama Islam.
Setelah sekitar tiga tahun Nabi melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi,
kemudian turun wahyu yang memerintahkan untuk dakwah secara terang-terangan (QS al-
Hijr: 94). Mula-mula Nabi mengundang dan menyeru kerabat dekatnya dari Bani Abdul
Muthalib, untuk seruan pertama ini semuanya menolak dan tidak mau mengikuti Nabi
kecuali Ali. Langkah dakwah ini dilakukan Nabi secara terus-menerus, mula-mula hanya
menyeru penduduk Makkah kemudian penduduk negeri-negeri lain. Dakwah fase Makkah
ini awalnya Nabi menyeru dan mengenalkan tentang tauhid. Kegiatan dakwah dilakukan
tanpa kenal lelah. Dengan usaha Nabi yang gigih, jumlah pengikut Nabi yang tadinya
hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Meskipun kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang lemah, kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang yang tak punya,
namun semangat mereka sangat tinggi.
Pada masa dakwah terang-terangan ini, pemimpin Quraisy mulai berusaha
menghalangi usaha-usaha dakwah Nabi. Semakin bertambah jumlah pengikut Nabi,
semakin keras tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Ada beberapa faktor yang mendorong
kaum Quraisy menentang Nabi mngenai Islam antara lain, mereka tidak dapat
membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada
seruan Nabi berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib. Para pemimpin
Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di
akhirat. Nabi menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya, hal ini
tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy. Kaum Quraisy mempunyai jiwa taklid
kepada nenek moyang, taklid merupakan kebiasaan yang sudah mendarah daging pada
bangsa Arab. Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Banyak cara yang ditempuh pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi, dari
ancaman-ancaman, caci makian, hingga kekerasan fisik kepada masing-masing orang yang
masuk Islam. Kekejaman yang dilakukan penduduk Makkah terhadap pemeluk Islam itu,
mendorong Nabi untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Makkah. Pada tahun
kelima kenabian, Nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat
pengungsian, karena raja negeri itu adalah seorang yang adil. Usaha orang Quraisy untuk
menghalangi umat Islam hijrah ke Habsyah, dengan membujuk raja agar menolak

1
kehadiran umat Islam di sana, gagal. Semakin kejam orang Quraisy memperlakukan umat
Islam, semakin banyak orang yang orang yang masuk agama Islam.
Posisi umat Islam semakin menguat dengan masuk Islamnya dua orang kuat
Quraisy, Hamzah dan Umar bin Khathab. Menguatnya posisi umat Islam memperkeras
reaksi musyrik Quraisy, untuk melumpuhkan umat Islam yang dipimpin Muhammad
mereka berfikir harus melumpuhkan Bani Hasyim. Cara yang ditempuh adalah
pemboikotan, mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan Bani Hasyim selama
kurang lebih tiga tahun. Pemboikotan ini merupakan tindakan paling menyiksa dan
melemahkan umat Islam, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan
kesengsaraanyang tak ada bandingannya. Setelah pemboikotan itu dihentikan, kemudian
Nabi mencoba menyebarkan Islam ke luar kota. Namun di Thaif Nabi mendapat ejekan,
disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka. Kemudian Nabi dihibur dengan Allah
mengisra’ dan memikrajkan Nabi pada tahun kesepuluh kenabian. Stelah peristiwa itu,
banyak penduduk Yatsrib yang berhijrah ke Makkah masuk Islam, mereka menyatakan
ikrar kesetiaan di Aqabah, dan ikrar ini disebut dengan perjanjian ‘Aqabah.
Setelah kaum musyrik Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara orang-orang
Yatsrib itu, mereka giat melancarkan intimidasi terhadap umat Islam. Hal ini membuat
Nabi segera memerintahkan para sahabatnya untuk pindah ke Yatsrib (Madinah). Setelah
tiba dan diterima penduduk Yatsrib, Nabi resmi menjadi penduduk kota itu. Pada fase
Madinah ini, Islam merupakan kekuatan politik. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan,
sebagai kepala agama dan kepala negara. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan
negara barunya, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan, dengan membangun masjid
sebagai tempat beribadah dan bermusyawarah. Membangun ukhuwwah islamiyyah,
persaudaraan sesama umat Islam. Menjalin hubungan persahabatan dengan pihak lain yang
tidak beragama Islam. Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat.
Perkembangan Islam yang pesat membuat orang-orang Makkah dan musuh-musuh Islam
lainnya menjadi risau. Sehingga pada fase Madinah ini banyak terjadi peperangan. Mulai
dari Perang Badar, Perang Uhud, pengusiran Bani Nadhir, Perang Khandaq, terjadi
Perjanjian Hudaibiyah, Perang Khaibar, Fathu Makkah, Perang Tabuk, dan penaklukan
kota Daumatul Jandal. Seama dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam
sudah menyebar ke berbagai daerah di Jazirah Arab. hal ini membuat orang-orang Makkah
merasa terpojok. Oleh karena itu, secara sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan
perjanjian itu. Mengetahui hal itu, Nabi langsung bertolak ke Makkah dengan sepuluh ribu
tentara untuk melawan mereka, Nabi dan pasukan tidak mengalami kesukaran apa-apa dan
memasuki Makkah tanpa perlawanan. Nabi dan pasukannya menghancurkan patung-
patung dan berhala di seluruh negeri. Setelah itu Nabi berkhotbah menjanjikan ampunan
Tuhan terhadap kafir Quraisy. Sejak itu, Makkah berada di bawah kekuasaan Nabi.
Pada tahun ke-9 dan 10 H banyak suku dari berbagai pelosok Arab menyatakan
ketundukan kepada Nabi. Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir, haji
wada’ tahun 10 H, Nabi Muhammad menyampaikan khotbah yang berisi prinsip-prinsip
yang mendasari Islam, yaitu prinsip kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan
ekonomi, kebajikan, dan solidaritas. Setelah itu, Nabi segera kembali ke Madinah, Nabi
mengatur organisasi masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas
keagamaan dan para dai dikirim ke berbagai kabilah dan daerah untuk mengajarkan ajaran-
ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu Nabi
menderita sakit demam, dan pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awal 11 H, Nabi Muhammad
wafat. Singkatnya, perjuangan Nabi dalam berdakwah Islam mengalami banyak rintangan
baik di Makkah sebagai awal berdakwah Islam dan di Madinah membangun dan
mengembangkan kekuasaan dan peradaban Islam yang telah lahir.

2
3
Resume
Islam Masa Khulafa’ al-Rasidin
Oleh:
Afrokhul Banat (15010198)
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Sebelum Nabi Muhammad wafat, Nabi Muhammad tidak mewasiatkan, siapa


pengganti sesudah wafatnya. Karena itu, permasalahan politik yang pertama kali muncul
sepeninggalan Nabi adalah siapakah yang akan menggantikan Nabi sebagai kepala
pemerintah dan bagaimana sistem pemerintahannya. Nabi mengajarkan suati prinsip, yaitu
musyawarah. Begitu mendengar Nabi Muhammad wafat, sore harinya beberapa tokoh
sahabat dari Anshar segera berkumpul di Balai Saqifah Bani Sa’idah untuk menentukan
seorang pemimpin dari mereka. Tokoh-tokoh Muhajirin merasa ditinggalkan dalam
musyawarah itu, maka begitu mendengar ada pertemuan tersebut, beberapa tokoh
Muhajirin (Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Abu Ubaidah bin Jarrah) segera menuju ke
Balai Tsaqifah Bani Saidah. Di dalam musyawarah tersebut beberapa calon dimunculkan
dari setiap kelompok, dari Muhajirin mengajukan Abu Ubaidah ibn Jarrah dan sebagian
ada yang mengusulkan Abu Bakar as-Shiddiq, kalangan Anshar mengusulkan Sa’ad ibn
Ubadah, Ahl al-Bait mengusulkan Ali ibn Abi Thalib. Maka atas kesepakatan musyawarah,
Abu Bakar terpilih menjadi khalifah I (11-13 H/632-634 M).
Selama dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam
mengalami kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama
masa kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan Islam ke
Persia, sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium.
Abu Bakar meninggal saat berusia 61 tahun pada tahun 634 M akibat sakit yang
dialaminya. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri
terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk
lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Nabi Muhammad. Mereka menganggap
bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah
nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan
penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar
menyelesaikan persoalan ini dengan perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Selain
memerangi kaum yang murtad, Abu bakar juga memberantas orang-orang yang enggan
membayar zakat. Pada masa khalifah Abu Bakar masih mengedepankan pembangunan
stabilas keutuhan dan persatuan umat Islam. Pada masa ini juga mulai menghimpun surat-
surat dan ayat-ayat al-Qur’an yang berserakan di tangan para sahabat untuk dijadikan satu
mushaf, khususnya setelah terjadi perang Yamamah. Setelah menyelesaikan urusan dan
perang di dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia.
Khalifah ke-2 Umar ibn Khaththab, Umar diangkat sebagai khalifah berdasarkan
wasiat yang ditinggalkan khalifah sebelumnya. Pada masa Umar berhasil memperluas
wilayah kekuasaan pemerntahan Islam, di antaranya meliputi kota Madinah sendiri, kota
Makkah, kota Basrah, kota Kufah, kota Mesir, wlayah Palestina, dan Syiria. Merintis
sistem pemerintahan Islam yang lebih modern dengan mengubah jabatan Khalifatur Rasul
yang disandang Abu Bakar dan diteruskan oleh Umar yang seharusnya disebut sebagai
Khalifah khalifatur Rasul, tapi karena dirasa terlalu panjang, maka dimunculkan sebutan
baru sebagai gantinya, yaitu al-Amirul Mu’minin. Umar juga membentuk semacam
Daulah Islamiyyah (organisasi pemerintahan Islam) yang tidak lagi sentralistik, di dalam
Daulah Islamiyah itu dilengkapi dengan infrastruktur-infrastruktur pendukung yang

1
layaknya ada dalam sebuah pemerintahan meskipun dalam bentuk yang sangat
sederhana,misalnya, an-Nidham asy-Syiyasi (organisasi politik), an-Nidham al-Idary
(oganisasi tata usaha/administrasi), an-Nidham al-Maly (organisasi keuangan negara), an-
Nidham al-Harbi (organisasi ketentaraan) dan an-Nidham al- Qadha’i (organisasi
kehakiman). Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan
lembaga eksekutif. Pada masa Umar mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji
dan pajak tanah. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat
kalender untuk tahun hijriah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya
berakhir dengan kematian, dibunuh oleh seorang budak Persia yang bernama Abu Lulu'ah
yang beragama Majusi. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan
yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada
mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut
adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin 'Auf.
Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai
khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa
kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam
terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan
Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang
Yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Usman
dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh
Abdullah bin Saba’ itu. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk
sangka terhadap kepemimpinannya dikatakan berlangsung dengan sistem nepoteisme
karena dalam struktur birokrasi itu banyak diangkat dari kalangan keluarga.
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya
yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para
gubernur yang diangkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan
terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan
Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan
memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana
pernah diterapkan Umar. Tidak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum
para pembunuh Usman, yang kemudian terjadi perang Jamal.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan
timbulnya perlawanan dari para gubernur Damaskus, Mu'awiyah, yang merasa kehilangan
kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil dalam perang Jamal, Ali bergerak dari Kufah
menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan
Mu'awiyah di Shiffin, dan terjadi perang Shiffin. Perang ini di akhiri dengan tahkim
(arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan
timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali.
Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi
tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah yang menyusup pada barisan tentara Ali,
dan Khawarij. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah,
sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali
terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.

2
Resume
Peradaban Islam Masa Bani Umayyah
Oleh:
Afrokhul Banat (15010198)
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa’


al-Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di Jazirah Arab dan sekitarnya yang
beribukota di Damaskus, yang mana khalifah pertamanya adalah Muawiyah ibn Abu
Sufyan. Ciri yang menonjol yang ditampilkan dinasti ini, antara lain pemindahan ibukota
kekuasaan Islam dari Madinah ke Damaskus, pergantian jabatan dilakukan dengan sistem
monarchi (turun-temurun) kepemimpinan dikuasai militer Arab dari kaum bangsawan, dan
ekspansi kekuasaan Islam yang semakin meluas. Dinasti Umayyah dalam keberhasilannya
melakukan ekspansi kekuasaan Islam jauh lebih besar dari pada imperium Roma pada
puncak kebesarannya.
Dinasti Umayyah, yang ibukota pemerintahannya di Damaskus, berlangsung selama
kurang lebih 91 tahun dan diperintah oleh 14 orang khalifah, Mu’awwiyah I, Yazid I,
Mu’awwiyah II, Marwan I, Abdul Malik, Walid I, Sulaiman, Umar II, Yazid II, Hisyam,
Walid II, Yazid III, Ibrahim, dan Marwan II. Dilihat dari perkembangan ke-14 khalifah
tersebut, periode bani Umayyah dapat dibagi menjadi 3 periode, permulaan, kejayaan, dan
keruntuhan. Masa permulaan ditandai dengan usaha-usaha Mu’awwiyah meletakkan dasar-
dasar pemerintahan dan orientasi kekuasaan, merombak dan merubah administrasi
pemerintahan, perampasan kota Madinah, penyerbuan kota Makkah pada masa Yazid I,
dan perselisihan di antara suku-suku Arab pada masa Mu’awwiyah II. Geri-negeri
belakang sungai (Transoxania).
Masa awak kekhalifahan bani Umayyah yaitu pada masa khalifah Mu’awwiyah telah
terjadi perluasan wilayah kekuasaan Islam. Peristiwa yang menonjol pada pemerintahan
awal bani Umayyah adalah ekspedisi militer yang diarahkan ke beberapa wilayah melalui
tiga arah, yaitu dari arah Afrika dan Maghribi menuju wilayah Andalusia, dari arah laut
berupaya menaklukan beberapa negeri, dan dari arah timur (Irak) menuju ne
Kejayaan dinasti Umayyah dimulai pada masa pemerintahan Abdul Malik bin
Marwan. Karena pada masa dia mampu mencegah disintegrasi yang telah terjadi sejak
masa Marwan. Abdul Malik juga berhasil menyempurnakan administrasi pemerintahan
bani Umayyah. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan
ketertiban. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu
tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa,
yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad,
pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara
Maroko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan
nama Gibraltar (Jabal al-Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian,
Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibukota Spanyol, Cordoba, dengan
cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan
Toledo yang dijadikan ibukota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan
Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat Islam secara luas, menjadikan umat
orang-orang Arab bertempat tinggal di daerah yang telah dikalahkan itu, bahkan mereka
menjadi tuan tanah. Prinsip keuangan negara yang diberlakukan mengikuti apa yang ada

1
pada masa Khulafa’ al-Rasyidin yaitu penetapan pajak tanah dan pajak perorangan. Hal ini
memperlancar terlaksananya sistem penggajian bagi bala tentara. Penggajian pada mulanya
diprioritaskan bagi orang-orang Arab saja, sedangkan orang-orang non Arab muslim diberi
gaji dan harta rampasan perang setelah beberapa lama menjadi tentara. Pada masa Abdul
Malik juga terjadi Arabisme wilayah kekuasaan Islam sebagai ambisi para penguasa untuk
mempersatukan masyarakat.
Peradaban pun terus berkembang. Pada masa Abdul Malik mulai dirintis pembuatan
tiraz (semacam bordiran), yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para
pembesar pemerintahan. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan di bidang seni dan
kerajinan. Pada masa al-Walid bin Abdul Malik banyak melakukan perbaikan-perbaikan
gedung dan bangunan-bangunan, seperti penyempurnaan masjid-masjid tua yang sudah ada
sejak masa Nabi, ini bentuk kemajuan di bidang arsitektur. Masa kejayaan bani Umayyah
ini berakhir pada masa Umar bin Abdul Aziz, pada masa ini Umar lebih mementingkan
kesejahteraan masyarakat, dan mengesampingkan persoalan pribadinya. Masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz hanya sekitar tiga tahun, namun pemerintahan yang
dibawanya sangat baik. Dia sangat berhati-hati dalam urusan perekonomian negara yang
pastinya akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dia
membersihkan dan memperbaiki pengelolaan bait al-mal. Umar bin Abdul Aziz tanpa ragu
dan pandang bulu semua harta para pejabat dan keluarga bani Umayyah yang diperoleh
secara tak wajar dibersihkan, lalu diseahkan ke kas negara. Umar bin Abdul Aziz juga
melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang. Dia melindungi rakyat kecil,
kemakmuran benar-benar terwujud dengan adanya orang-orang kaya membayar zakat.
Setelah wafatnya Umar bin Abdul Aziz kepemimpinan semakin melemah.
Setelah meninggalnya Umar bin Abdul Aziz, kekhalifahan mulai melemah dan
akhirnya hancur. Para khalifah pengganti Umar selalu mengorbankan kepentingan untuk
kesenangan pribadi. Perselisihan antar putera mahkota serta perselisihan antar gubernur
merupakan sebab-sebab lain yang membawa kehancuran bani Umayyah. Adanya
pembedaan perlakuan antara orang-orang Arab dan non Arab, gaya hidup para pemimpin
yang berfoya-foya juga merupakan alasan melemahnya kekhalifahan bani Umayyah. Pada
masa akhir kekhalifahan bani Umayyah banyak terjadi perselisihan-perselisihan, antara
lain perselisihan antara bani Umayyah dan bani Hasyim, persaingan antar suku, dan
kembali bangkitnya gerakan Syiah fanatik.
Al-Walid II merupakan salah satu khalifah setelah Umar bin Abdul Aziz, dia
dianggap sebagai khalifah yang tidak bermoral, pemabuk, dan pelanggar Ilahi.
Pemerintahan ini dianggap tidak berarti karena ketidakcakapan sang khalifah dalam
memimpin. Akhir dari kekuasaan bani Umayyah di Damaskus adalah masa kepemimpinan
Marwan II yang dimulai tahun 745 M. Pada masa pemerintahan terakhir ini terjadi
pemberontakan yang dipelopori oleh keturunan bani Hasyim, yang bekerjasama dengan
kaum Syiah dan penduduk Islam non Arab yang berada di Persia. Sebab mereka merasa
tidak puas dengan kepemimpinan bani Umayyah yang selalu membedakan antara umat
Islam Arab dan non Arab.

2
Resume
Perkembangan Peradaban Islam di Andalusia
Oleh:
Afrokhul Banat (15010198)
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Penaklukan semenanjung Iberia atau Andalusia diawali dengan pengiriman tentara


muslim di bawah pimpinan Tharif ibn Malik pada tahun 710 M. Ekspedisi pertama ke
wilayah Andalusia ini berhasil, yang kemudian dilanjutkan ekspedisi yang kedua yang
dipimpin oleh Thariq ibn Ziyad pada tahun 711 M. Ekspedisi kedua ini juga berhasil. Pada
bulan Juni 712 M, Musa ibn Nushair, Gubernur Jendral al-Maghribi di Afrika Utara
berangkat ke Andalusia dengan membawa 18000 tentara dan menyerang kota-kota yang
belum ditaklukkan oleh Thariq. Di kota Talavera Thariq menyerahkan kepemimpinan
kepada Musa, pada saat itu pula Musa memaklumkan Andalusia menjadi bagian dari
wilayah kekuasan bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Ketika bani Umayyah di Damaskus runtuh pada tahun 750 M, Andalusia menjadi
salah satu wilayah kekuasaan bani Abbasiyah sampai Abd al-Rahman ibn Mu’awiyah
memproklamasikan Andalusia sebagai negara yang berdiri sendiri pada tahun 756 M.
Setelah bani Abbasiyah runtuh Andalusia tidak dipegang oleh seorang khalifah, namun
dipegang oleh seorang gubernur yang bernama Yusuf ibn Abd al-Rahman al-Fihri sampai
tahun 755 M. Abd al-Rahman al-Dakhil berhasil menyingkirkan Yusuf ibn Abd al-Rahman
al-Fihri. Setelah itu Abd al-Rahman al-Dakhil atau Abd al-Rahman I dikenal sebagai
pendiri dinasti Umayyah II yang berpusat di Andalusia, dinasti ini bertahan selama lebih
dari dua abad (756-1031). Pada masa dinasti Umayyah II ini terjadi peleburan pembedaan
antara bangsa Arab dan non Arab serta umat Islam dan non Islam. Penduduk Andalusia,
baik Muslim maupun bukan, memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan serta
dalam pembangunan negara. Oleh karena itu, bani Umayyah II mampu menempatkan
Cordova sejajar dengan Konstantinopel dan Baghdad sebagai pusat peradaban dunia. Pada
permulaan abad IX M bahasa Arab sudah menjadi bahasa resmi di Andalusia.
Dinasti ini mencapai puncak kejayaan di bawah pemerintahan amir kedelapan, Abd
al-Rahman III (912-961), yang terkuat dan orang yang pertama yang menyandang gelar
khalifah pada tahun 929 M dan mendapat gelar al-Nashir. Pada masa al-Nashir hubungan
dengan negara-negara tetangga diperluas, seperti menjalin persahabatan dengan Bizantium
dalam bidang politik. Dalam bidang pembangunan dan perkembangan kota, al-Nashir
membangun sebuah kota yang sangat megah dan indah, yaitu al-Zahra. Selain itu juga
membangun saluran air yang menembus gunung sepanjang 80 kilo meter. Setalah al-
Nashir masa kejayaan masih dipertahankan di bawah kepemimpinan Hakam II al-
Muntahsir (961-976 M). Dalam bidang pembangunan dan perkembangan kota,
perkembangan yang paling pesat terjadi pada masa al-Muntashir dan al-Mu’ayyad. Pada
masa itu Cordova menjadi sebuah kota yang sangat megah dengan fasilitas-fasilitas umum
yang lengkap, tidak ada satu kota pun yang menandingi Cordova kecuali Baghdad. Pada
masa al-Muntashir keagungan sejati terletak pada bidang keilmuan, bukan politik. Al-
Muntashir selalu memberikan apresiasi kepada para sarjana, mendirikan 27 sekolah geratis,
dan membangun perpustakaan paling besar di ibukota.
Pemerintahan al-Muntashir dilanjutkan oleh anaknya yang masih berumur 12 tahun,
al-Mu’ayyad. Muhammad ibn Abi Amir yang diangkat menjadi Hakim Agung pada akhir
kekuasaan al-Muntashir, mengambil alih seluruh kekuasaan dan menempatkan khalifah di
bawah pengaruhnya, yang terkenal dengan sebutan Hajib al-Mansur. Al-Mansur terbukti

1
sangat cakap dalam urusan militer. Ekspedisi militer terus dilakukan keberbagai penjuru
daerah. Keinginan al-Mansur untuk mati di medan tempur terlaksana pada tahun 1002,
ketika berperang melawan Castilie.
Setelah masa al-Mansur yang kemudian dilanjutkan oleh anaknya, al-Muhzhaffar,
pada saat itu mulai terjadi kemunduran. Al-Muhzhaffar mati dibunuh oleh seorang
keturunan bani Umayyah. 21 tahun setelah masa itu khalifah demi khalifah diturunkan dan
dinaikkan diberlakukan sebagai boneka orang Slavia, Barbar, Cordova, dan Castile.
Akhirnya dinasti Umayyah runtuh pada masa al-Mu’tadhi pada tahun 1031 M. Di atas
puing-puing kehancuran dinasti Umayyah, Andalusia memasuki babak baru yang dikenal
dengan periode Muluk al-Thawaif (1031-1086).
Pada pertengahan abad ke-11, tidak kurang dari 20 negara berumur pendek muncul
di banyak kota di bawah pimpinan kepala suku, atau raja kecil. Misalnya, di Cordova
keluarga Jahwariyah mengepalai sejenis republik yang kemudian hancur pada tahun 1068.
Di Malaga, dan distrik-distrik sekitarnya, kekuasaan dinasti Hamudiyah, yang pendirinya
dan dua penerusnya menjadi khalifah di Cordova, berakhir sampai tahun 1057. Di
Saragossa, Banu Hud berkuasa dari 1039 smpai tahun 1141. Di antara raja-raja kecil ini,
pemerintah terpelajar Abbadiyah di Siville adalah yang paling kuat. Banu Abbad (1023-
1091) salah satu khalifah yang paling besar, kondang, dan paling kuat di antara semua raja,
al-Mu’tamid. Tetapi seperti kebanyakan raja pada zamannya, selalu hidup dengan gaya
hidup yang mewah, kekuasaannya pun tidak bertahan lama. Pada tanggal 23 Oktober 1086
terjadi kekalahan memalukan saat melawan sekutunya dari sekutu, pemimpin tangguh
Murabitun, Yusuf ibn Tasyfi.
Kekuasaan dinasti Murabitun di Spanyol, Yusuf ibn Tasyfin (1086-1106) salah
seorang pendiri dinasti Murabitun, membangun kota Maroko sebagai ibukota
pemerintahannya dan para penerusnya. Para raja Murabitun mempertahankan semua
otoritas penguasa, dan menyandang gelar amir al-muslimin. Kemudian dilanjutkan oleh
anaknya Ali yang saleh (1106-1143). Selama lebih dari setengah abad, kekuasaan
Murabitun begitu kuat di Afrika barat daya dan Spanyol selatan. Tetapi seperti sudah
diduga, dinasti ini berumur pendek. Orang Barbar yang kasar, yang dibesarkan di gurun
yang serba kekurangan, lalu tiba-tiba pindak ke kawasan-kawasan mewah di Marokodan
Andalusia segera tunduk pada sisi buruk peradaban dan menjadi lemas.
Seperti kasus Murabitun, dinasti Muwahhidaun pada awalnya merupakan sebuah
gerakan agama-politik yang didirikan oleh seorang Barbar, Muhammad ibn Tumar.
Muwahhidun merupakan dinasti terbesar yang pernah lahir di Maroko. Dinasti inilah yang
mengahiri riwayat dinasti Murabitun. Dan menjadikan Maroko sebagai ibukota dinasti
Muwahhidaun. Perhatian utama para khalifah Muwahhidun adalah perang suci melawan
Kristen, namun itu tidak berhasil. Pada penghujung abad ke-13 banyak kaum Muslim yang
telah tunduk dengan kaum Kristen.
Pada paruh abad ke-13 terjadi proyek penakukan kembali Spanyoldengan
pengecualian Granada hampir tuntas. Hingga ada pemberontak yang berhasil merebut
Alhambara pada 1482 dan menjadikan dirinya sebagai penguasa Granada, Muhaammad
atau dikenal dengan Abu Abdullah. Abu Abdullah bertindak ceroboh dengan menyerang
kota Lucena yang termasuk wilayah Castile, tempat ia dikalahkan dan ditawan. Abu al-
Hasan menduduki kembali taha granada yang kemudian diserahkan kepada puteranya
Muhammad XII yang dipanggil al-Zaghall. Al-Zaghall dapat dikalahkan pada pertempuran
Castile. Ferdinan (pemimpin Castile) beserta pasukannya memasuki Granada dan
mengepung benteng pertahanan Islam. Akhirnya pasukan Muslim menyerah, pada tanggal
2 Januari 1492 orang-orang Castile memasuki Granada, dan salib menggantikan bulan
sabit di menara-menara kota Granada.

2
Resume
Perkembangan Peradaban Islam Masa Dinasti Abbasiyah
Oleh:
Afrokhul Banat (15010198)
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Peradaban Islam mengalami puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, ilmu
pengetahuan sangat maju, pendirian pusat pengembngan ilmu dan baitul Hikmah, serta
terbentuknya mazhab-mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari
kebebasan berpikir. Kemajuan peradaban Abbasiyah juga disebabkan oleh stabilitas politik
dn kemakmuran ekonmi kerajaan ini. Pemerintahan Abbasiyah berpusat di Baghdad,
berkuasa dari 750-1258 M. Penduduk Abbasiyah terdiri dari berbagai etnik dan suku
bangsa yang hidup di wilayah yang memiliki cuaca dan kondisi geografis yang sangat
berbeda. Khalifah-khalifah dinasti Abbasiyah awal yaitu, al-Saffah, al-Mansur, al-Mahdi,
al-Hadi, Harun al-Rasyid, al-Amin, al-Makmun, al-Mu’tasim, al-Wastiq, al-Mutawakkil.
Pemerintah dinasti Abbasiyah dapat dibagi menjadi dua periode, masa awal
Abbasiyah dari masa al-Saffah hingga masa al-Makmun, dan masa kemunduran
Abbasiyah. Khalifah Abbasiyah pertama, Abu al-Abbas al-Saffah, sang penumpah darah,
gengan dukungan dari kerabat dekat berusaha membersihkan sisa-sisa kekuatan dinasti
Umayyah. Mereka meggulingkan kekuasaan bani Umayyah yang dianggap korup,
dekaden, otoriter, dan sekuler. Setelah al-Saffah meninggal, dilanjutkan dengan al-Mansur,
masa ini dapat dikatakan sebagai tahun-tahun perjuangan dan konsolidasi kekuasaan
Abbasiyah. Pada masa al-Mansur juga menjadi pelopor gerakan penerjemahan pada masa
awal dinasti Abbasiyah, juga membangun ibukota Baghdad. Setelah dapat memperkokoh
kekuatan dinasti Abbasiyah, al-Mansur meninggal karena sakit. Pemerintah Abbasiyah
kemudian dipegang oleh putranya, al-Mahdi.
Dibanding ayahnya, al-Mahdi lebih populer karena lebih lunak pada lawan
politiknya, lebih dermawan dan lebih berperan dalam membela Islam. Di masa ini,
perubahan penting terjadi. Faksi politik Khurasan dan sekelompok militer mulai menjadi
saingan keluarga keturunan Abbas. Sebelum meninggal, al-Mahdi telah mempersiapkan
kedua putranya untuk menggantikan, al-Hadi dan Harun al-Rasyid untuk bergiliran
menggantikan kekuasaannya. Harun al-Rasyid menjadi khalifah Abbasiyah yang sangat
berhasil. Kondisi kerajaan terlihat lebih damai dengan kekayaan yang berlimpah ruah,
Harun al-Rasyid merupakan khalifah yang sangat dermawan. Harun al-Rasyid mendirikan
Baitul Hikmah, sebuah perpustakaan yang sangat besar, sebagai pusat kajian ilmu.
Kemudian pada masa al-Makmun Baitul Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai
perpustakaan, tetapi juga sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi dan matematika.
Dalam bidang peradaban, masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam.
Khalifah-khalifah bani Abbas secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu
pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari pusat peradaban sebelumnya.
Pusat penerjemahan dan penelitian perbintangan didirikan di masa imperium ini yang
berada di Baitul Hikmah yang juga menjadi pusat perpustakaan. Pesatnya perkembangan
juga didukung oleh kemjuan ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunia timur
dan barat.
Periode Abbasiyah yang kedua yaitu kemunduran. Kekacauan politik terlihat sangat
menonjol di dunia Islam pada masa ini. Akan tetapi, kemajuan ilmu pengetahuan dan
pemikiran dalam bidang keagamaan dan tidak dapat dipungkiri. Namun, setelah masa
pemerintahan Harun al-Rasyid khalifah semakin melemah, selain karena melemahnya

1
sistem dan kualitas khalifah, ada juga faktor lain yang menyebabkan kemunduran dinasti
Abbasiyah, di antaranya karena faktor perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Pada
masa khalifah al-Mus’tashim fanatisme kebangsaan dibiarkan berkembang oleh penguasa.
Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri, ini juga berperan dalam proses
kemunduran Abbasiyah. Faktor yang sangat berpengaruh juga terhadap kemunduran
dinasti Abbasiyah adalah kemerosotan perekonomian. Awalnya Abbasiyah merupakan
pemerintah yang kaya raya. Namun setelah memasuki kemunduran politik, perekonomian
pun ikut mengalami kemunduran yang drastis. Hal ini juga berhubungan dengan semakin
banyaknya dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak membayar upeti, sehingga
pemasukan kas negara sangat berkurang.
Memasuki periode kedua ini dari tahun 850-1258, dalam masa sepanjang itu
khalifah-khalifah bani Abbasiyah tidak banyak menentukan jalannya pemerintahan.
Mereka mula-mula berada dalam pengaruh para perwira pasukan pengawal belian Turki
(850-945). Kemudian bani Buwaih yang beraliran Syi’isme menguasai mereka selama
lebih dari satu abad (945-1055) sebelum akhirnya bani Saljuk mendominasi (1055-1194).
Setelah itu, khalifah-khalifah Abbasiyah tidak dikuasai oleh kaum lain, namun kekuasaan
mereka sudah menjadi sangat sempit dan berada dalam ancaman kekuatan-kekuatan luar,
terutama pasukan Mongol.
Selain faktor-faktor internal yang telah disebutkan di atas, ada juga faktor eksternal
yang menyebabkan kemunduran Abbasiyah. Perang Salib, kekalahan tentara Romawi
menyebabkan dendam orang Kristen terhadap Islam. Kebencian itu bertambah setelah
dinasti Salju menguasai Baitul Maqdis yang menerapkan peraturan-praturan yang dirasa
sangat menyulitkan pemeluk agama Kristen. Oleh karena itu, pada tahun 1095 M, Paus
Urbanus II memerintahkan umat Kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang dikenal
dengan perang Salib. Perang ini berhasil menelan banyak korban dan menguasai beberapa
wilayah Islam. Akhir dari kekuasaan Abbasiyah adalah ketika Baghdad dihancurkan oleh
pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan pada tahun 1258 M, yang bertujuan
untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat Cina kembali ke pangkuannya.
Baghdad dibumihanguskan, termasuk Baitul Hikmah, semua buku-buku yang ada di Baitul
Hikmah dibakar. Dengan demikian lenyaplah dinasti Abbasiyah dan sebagian peradaban
Islam yang berpusat di Baghdad pada waktu itu. Hulagu Khan juga membunuh khalifah
Abbasiyah yang terakhir yaitu khalifah al-Musta’shim dan membunuh penduduk kota
Baghdad. Peristiwa-peristiwa berdarah dan persaingan yang tidak mengindahkan nilai-nilai
kesusilaan banyak mewarnai konfigurasi kekuasaan dan perebutannya pada masa ini.

2
Perkembangan Peradaban Islam di Afrika
Oleh:
Afrokhul Banat (15010198)
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Afrika, dalam terminologi Arab daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah


Afrika meliputi: lembah sungai Nil bagian bawah, Libya, Cyrenacia, Tripolitania, Tunisia,
serta wilayah Aljazair dan Maroko, yang orang-orang Arab sikenal dengan sebuutan al-
Maghribi, dan Afrika sub-Sahara (sekitar 44 negara). Perkembangan Islam di Afrika dibagi
dalam dua sub bab besar, yaitu Islam di Afrika Utara dan Islam di sub-Sahara.
Islam masuk wilayah Afrika Utara pada saat daerah itu di bawah kekuasaan
Romawi. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, tahun 640 M Amr bin Ash berhasil
memasuki Mesir. Kemudian pada masa kekhalifahan Usman bin Affan, penaklukan Islam
meluas sampai ke Baqah dan Tripoli yang dipimpin oleh Abdullah bin Abi Sarh tahun 647
M. Kemudian pada kekhalifahan Umayyah, Uqbah bin Nafi mendirikan kota militer
Qairawan, di sebelah selatan Tunisia. Perjalanan Uqbah pada masa itu sangat cemerlang,
dia berhasil melakukan pukulan-pukulan yang menghancurkan orang-orang Romawi dan
Barbar. Akan tetapi pada tahun 683 M, Islam di Afrika Utara mengalami kemunduran yang
hebat, orang-orang Barbar bangkit dan memberontak mengalahkan Uqbah bin Nafi. Dia
dan selurh asukannya tewas. Sejak saat itu orang-orang Islam tidak mampu lagi
mengembalikan kekuasaannya di Afrika Utara.
Pada saat kekhalifahan Umayyah dipegang oleh Abdul Malik bin Marwan dia
mengirimkan pasukan yang dipimpin Hasan bin Nu’man, pasukan ini berhasil menumpas
tentara Romawi. Kemudian Hasan bin Nu’man diangkat sebagai gubernur daerah Afrika
Utara dan Maghribi. Pada tahun 708 M, terjadi penggantian gubernur dari Hasan bin
Nu’man kepada Musa bin Nushair. Pergantian pemimpin ini mendorong orang-orang
Barbar melakukan pemberontakan, namun Musa dapat mematahkan pemberontakan
mereka, dan untuk mengantisipasi adanya pemberontakan lagi, ia menempatkan orang-
orang Barbar ke dalam pemerintahan Islam. Pada masa pemerintahan Musa, Afrika Utara
terjadi perubahan sosial dan politik cukup drastis. Sehingga sbagian sejarawan
menganggap Musa bin Nushair sebagai “penakluk yang sesungguhnya” (the true
conqueror) atas Afrika Utara.
Pertengahan abas ke-8 terjadi pergantian kekuasaan dari Umayyah kepada
Abbasiyah, ini menjadi pemicu munculnya pemerintahan-pemerintahan baru yang lepas
dari kekuasaan Abbasiyah. Menurut catatan sejarah, sampai akhir abad ke-8 hampir
seluruh daerah Afrika Utara lepas dari kekuasaan Abbasiyah, kecuali Tunisia. Tetapi
akhirnya Tunisia sendiri terlepas juga ketika dinasti Aghlibiyah berdiri di daerah itu pada
tahun 800 M. Dari negara-negara yang melepaskan diri itu muncul banyak dinasti-dinasti
di Afrika Utara, di antaranya dinasti Idrisiyah (berpusat di Fez, Maroko), dinasti
Aghlabiyah (Tunisia), dinasti Ziridiyah (Ashir) dan Hammadiyah (Qalat, Algeria), dinasti
Murabbithun (Marrakesh), dinasti Muwahhidun (Tin Malal), dan dinasti Fatimiyah
(Kairo).
Pada tahun 788 M berdiri dinasti Idrisiyah, yang didirikan oleh Idris bin Abdullah,
salah satu keturunan Ali bin Abi Thalib yang bermazhab Syi’ah. Ia melakukan
pemberontakan terhadap Abbasiyah pada tahun 786 M, namun ia kalah kemudian ia
melarikan diri ke Maroko dan mendirikan dinasti Idrisiyah (788-974 M) yang beribukota di
Fez, dan merupakan dinasti Syi’ah pertama dalam Islam. Masa kekuasaannya cukup
panjang, sekitar 186 tahun, hal itu didukung oleh dua faktor. Pertama, mendapat dukungan

1
penuh dari orang-orang Barbar yang terkenal gagah dan kuat. Kedua, pusat
pemerintahannya terletak jauh dari kota Baghdad, sehingga Abbasiyah ragu untuk
mengirim pasukan untuk memeranginya. Selain itu, dinasti ini juga terletak di antara dua
kekuasaan Islam besar yaitu Umayyah di Andalusia dan Fatimiyah di Afrika Utara.
Akhirnya panglima Hakam II di Andalusia, Ghalib Billah melakukan aneksasi wilayah
Idrisiyah, setelah itu berakhirlah dinasti Idrisiyah.
Pada saat Abbasiyah dipimpin oleh khalifah Harun al-Rasyid, dan dinasti
Idrisiyah masih ada, untuk mengatisipasi penyerangan dinasti Idrisiyah terhadap Mesir dan
Syam, Harun al-Rasyid kemudian menyerahkan kawasan Tunisia kepada Ibrahim bin
Aghlab. Pada tahun 800 M, Ibrahim bin Aghlab mendeklarasikan berdirinya dinasti
Aghlabiyah. Salah satu peninggalan dinasti ini yang masih bertahan dan bisa dilihat sampai
sekarang adalah masjid Qairawan di Tunisia. Pada tahun 909 M Ziyadatullah III, penguasa
Aghlabiyah terakhir, diusir dari Tunisia ke wilayah Mesir oleh Sa’id bin Husain, pemimpin
gerakan Syi’ah Ismailiyah, sekaligus menandai berakhirnya kekuasaan Aghlabiyah di
Afrika Utara.
Penguasa baru Afrika Utara muncul kembali setelah pengusiran penguasa terakhir
dinasti Aghlabiyah, yaitu Bani Fatimiyah. Didirikan oleh Ubaidillah al-Mahdi. Masa
pemerintahan dinasti Fatimiyah di Sijilmasa (Afrika Utara) hanya berlangsung sampai
tahun 973 M. Kemudian mereka pindah ke Mesir, setelah berhasil membangun kota
Fusthat menjadi kota baru yang bernama al-Qahirah (Kairo), yang dijadikan ibukota
pemerintahannya.
Selama Islam berkembang di Afrika Utara tentunya banyak kemajuan peradaban
Islam juga berkembang di sana. Antara lain, kebijakan Islamisasi, dengan menjadikan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi dan pergaulan. Arsitektur Maghribi yang indah, masjid
Qairawan, benteng Raqqada serta kota kediaman penguasa pada dinasti Aghlibiyah.
Daerah Tahart mengalami kemajuan di bidang ekonomi. Muncul ilmuwan-ilmuwan di
berbagai disiplin Ilmu.
Kemudian peradaban Islam di Afrika sub-Sahara, masuknya Islam di sub-Sahara
hampir sama dengan proses masuknya Islam di Asia Tenggara, yaitu dengan jalan damai,
perdagangan dan tanpa pertumpahan darah. Islam masuk Afrika sub-Sahara melalui tiga
wilayah. Pertama, bagian utara Islam menyebar mulai sekitar tahun 1000-an M di berbagai
wilayah Sudan. Islam tersebar di wilayah utara Afrika sub-Sahara melalui migrasi
pedagang-pedagang Islam dan juga pedagang Mediterania, sehingga terbentuk masyarakat
muslim minoritas yang kemudian secara berangsur-angsur Islam menyebar ke masyarakat
luas. Lambat laun kerajaan-kerajaan Islam bermunculan di Afrika sub-Sahara, khususnya
Mali pada abad ke-13 M.
Kedua, di wilayah bagian timur, Islam menyebar dari Zayla’ (Somalia) mulai
abad ke-9. Proses Islamisasi di bgian timur wilayah Sudan, yaitu lewat jalur perdagangan
dan ekonomi. Islam yang tersebar di wilayah ini mayoritas dari Mesir dan Saudi Arabia.
Ketiga, Islam masuk lewat bagian selatan, yaitu Afrika Selatan. Islam mulai berkembang
di wilayah ini pada masa penjajahan Belanda yang tergabung dalam dua gelombang.
Orang-orang dari Melayu, Bengal, Malabar serta Madagaskar yang dibawaoleh kolonial
Belanda ke Afrika selatan sebagai tahanan dan budak. Juga yang dibawa para pedagang
dan pekerja yang datang para pedagang dan pekerja yang datang dari Calcuta, Madras,
Bombay dan Gujarat pada abad ke-19 M. Di Sudan bagian timur atau AfrikaTimu, Islam
tumbuh menjadi agama populer, atau menjadi agama rakyat bawah dan bukan menjadi
para penguasa dan bangsawan sebagaimana yang terjadi di Sudan bagian tengah dan barat.

2
Sejarah Peradaban Islam di Anak Benua India
Oleh:
Afrokhul Banat
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

India merupakan salah satu negara di kawasan Asia Selatan yang terletak di Anak
Benua India. India merupakan negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran geografis dan
memiliki jumlah penduduk hampir 1 miliyar, yang mayoritas penduduknya pemelik agama
Hindu, salah satu Raja terkenalnya adalah Raja Ashoka ( 273-232 SM) dari kerajan
Maurya. Masuknya Islam ke India menandai kemunduran dari perkembangan Hindu di
India. Awal masuknya Islam India dibagi menjadi 4 periode yaitu: periode Nabi
Muhammad, periode al-Khulafa al-Rasyyidin, periode Umayyah, periode Dinasti Ghazni,
dan periode Dinasti Ghuri.
Pada periode Nabi Muhammad, banyak dari suku jati (India) yang menetap di Arab
dan bekerja sebagai pembantu. Masa depan Islam sudah diketahui Nabi dengan bersabda
bahwa ada dua golongan dari umatnya yang selamat dari api Neraka. Salah satunya adalah
yang berjihad ke Hindia-India. Islam dibawa oleh para pedagang Arab melelui pelabuhan
besar yang ada di India, sehingga interaksi antara pedagang Arab dengan masyarakat India.
Oleh karena itu, perdagangan yang dibawa oleh dan orang Arab menyatu dalam dalam
suatu kegiatan sehingga hanya ada salah satu raja yaitu raja Kadangalur pertama masuk
Islam diganti namanya menjadi Tajudin. Periode Khulafa Ar-Rasyyidin dan Dinasti
Umayyah, tentara Islam banyak yang menguasai Kirman, Sizistan sampai Mekran. Dalam
waktu 4 tahun lebih, India bagian barat laut Sind dan Punjab dapat ditaklukan dan dikuasai.
Keberhasilan Ibnu Qasim karena kemahiran, kecepatan, dan keunggulan tentara Arab,
kepemiminan yang baik dan patuh terhadap atasan. Sejak saat itu Sind dan Punjab menjadi
wilayah Islam dan dapat dikatakan bahwa pada awal abad ke 8 M, Islam sudah masuk dan
berkembang di India.
Pegerakan penaklukan India dilanjutkan oleh dinasti Ghazni, tokoh yang terkenal
dari dinasti ini adalah Sultan Muhammad. Beliau ditugaskan untuk menyebarkan Islam di
India, memenangkan kalimat tauhid dan menghilangkan pengaruh syirik. Dengan cara
menghancurkan candi-candi Hindu di Negarkot, Sonmath, dan tempat-tempat lain serta
menggerakan ribuan orang Hindu termasuk banyak raja untuk memeluk Islam. Pada masa
periode Ghuri. Muhammad Ghuri menguasai Ghazni. Setelah mempekuat dirinya di
Ghazni, ia mengalihkan perhatianya ke India. Faktor pendorongnya adalah gagalnya usaha
medirikan kerajaan di Asia Tenggara dan ancaman dinasti-dinasti Ghazni di Punjab.
Punjab termasuk Wilayah kekuasaan Hindustan, dan sejak saat itu riwayat Dinasti Ghuri
berakhir.

Kesultanan Delhi ( 1206- 1526 )


Setelah Ghuri wafat, kekuasaaya digantikn oleh Aybek yang bergelar Qutbuddin yang
menilai karirnya sebagai budak. Pada masa kepemimpinan Aybek menjadi awal kekuasaan
Turki di India. Ia mendirikan masjid raya Delhi ( Quwat al-Islam) dan membangun sebuah
menara yang besar (Qutub Minar) yang ada sampai saat ini. Ia dikenal sangat dermawan. Ia
digaantikan oleh anaknya, Aaram Shah, tetapi tidak efisien dan tidak terkenal. Maka
pembesar istana mengangkat Aibek.yaitu seorang mamluk yang telah dimerdekakan
Altamsyi. Dia berjaasa telah melanjutka perluasan kekuasaan ke sebelah utara (Malawa)
dan menyelamatkan negerinya dari serangan Mongol secara diplomatis. Setelah Aybek
wafat digantikan oleh Itutmish yang juga mengawali karirnya sebagai budak. Jasanya

1
paling besar karena kekuatan pribadinya, persiapan dan petahanannya dapat membendung
bangsa Mongol. Kemudian diganti oleh Nsairudin, sultan yang paling baik dan shaleh.
Pada masa kekuasaan Burga Khan beliau menolak kekusaan Delhi dengan alasan cuaca
yang tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya. Kemudian digantikan oleh cucunya Sultan
Kikobad, akan tetapi dia tidak mampu menjalankan pemerintahanya dengan baik. Para
pembesar Istanapun bersekongkol mengganti putranya Kaimus yang baru berusia 3 tahun
menjadi sultan Delhi. Situasi ini menjadi sangat kacai dan Dinasti ini berakhir.

Dinasti Khalji (1290-1320 M)


Pada 1290 M hilangglah dinasti awal kekuasaan Turki dan masuklah kekuatan baru
dari Afganistan yaitu dinasti Khalji. Dinasti ini berasal dari nama Khalj, daerah
pegununggan di Afganistan. Sultan pertama adalah Malik Firuz dengan, dengan nama
Sultan Jalaludin Firuz. Ia dibunuh dengan injakan Gajah dimuka umum. Karena selam
pemerintahanya dia tidak bertindak keras dan tegas sama sekali terhadap rakyat.kemudian
Allaudin naik tahta dan pada masa itu ia hampir menguasai seluruh wilayah India, oleh
karena itu ia dijuluki sang penakluk Asia. Ia temasuk penguasa yang ambisus kemudian
diganti oleh Malik Kafur. Pada masa pemerintahanya sangat buas, bejat dan ganas. Ia
merampas, membunuh dan memperkosa rakyatnya. Kemudian ia dibunuh, dan setelah
rakyat terlepas dari sultan yang ganas itu, maka kesultanan Delhi dipersembahkan oleh
pembesar-pembesar dan tentara kepada Ghazi Malik dari Bani Tughluq. Pada 1320 M
didirikan Dinasti Thugluq oleh Ghazi Malik. Dari bangsa Turki mampu mengalahkan
dinasti Khalji.

Dinasti Tughluq(1320-1414 M)
Beberapa wilayah yang dikuasai antara lain Bidar dan Warrangal pada tahun
1323M, Bangla pada tahun 1324M. Dalam perjalanan kembali dari Bungla, Ghiyasudin
Thughkuq meninggal pada tahun 1325M. Juna Khan terpilih sebagai pengganti Sultan
tanpa ada saingan yang berarti. Disamping itu, ia dalah seoramg yang mempunyai karakter
yang kuat. Dia adalah tokoh penting dalam sejarah Iskan Asia. Tahun 1325-1335M adalah
periode kedamaian dan kemakmuran tahun1335-1351M terjadi kekacauan dan
pemberontakan di Bengal, Gujrat, Sind, dan Deccan.Pada tahun 1351 M ia wafat ketik
negara dilanda pemberontakan. Firuz Shah, sepupunya naik setelah pemberontakan di Sind
dan penyerangan Mongol.

Dinasti Sayyid (1414-1451M)


Khizr Khan mengaku bahwa dirinya adalah keturunan Nabi dan dinastinya dikenal
dalam sejarah dengan Dinasti Sayyid. Ia alim pemberani dan sangat mampu memimpin. Ia
meninggal dunia pada tahun 1421 M. Mubarak Shah naik sebagai sultan yang Sangat baik.
Namu ia terbunuh pada tahun 1234 M oleh seorang bangsawan bernawa Sardrul Mulk. Ia
memimpin selam 12 tahun. Muhammad Shah digantikan oleh anaknya, Alaudin Alam
Shah, yang merupakan raja terkhir dan terlemah dalam dinastinya. Ia secara sukarela
menyerahkan tahtanya ke Bahlul Lodi.

2
Peradaban Islam di Asia Tengah
Oleh:
Afrokhul Banat
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Islam memasuki wilayah ini melalui tiga tahap: kekuatan militer, madrasah dan
tasawuf. Sejak permulaan abad ke-8 M pasukan Bani Umayyah di bawah pimpinan
Qutaibah Ibn Muslim (w.716 M) sudah berhasil menyebrangi sungai Oxus dan
menaklukkan Bukhara, Samarqand dan Fargana. Akan tetapi, kematian Qutaibah dan
perang saudara di antara kaum muslimin sesudahnya serta naiknya kekuatan China di
Mongolia membuat kekuasaan Islam di wilayah ini berhenti dan para penguasa lokal
berkuasa kembali. Penyerangan pasukan Islam kembali terjadi kurang lebih setengah abad
kemudian, ketika seorang penguasa Turki dieksekusi oleh penguasa China di Tasykent.
Orang-orang di kota ini lalu meminta bantuan kepada orang-orang Arab dan orang-orang
Turki Karluk. Pasukan China tidak berhasil menahan serangan pasukan gabungan Arab
Turki ini pada bulan Juni 751 M dan sejak itu tidak kembali lagi ke Asia Tengah.
Sejak saat itu, penguasa-penguasa lokal di seluruh Transoxania dan kerajaan-
kerajaan yang didirikan, baik dri suku Turki maupun Persia, memeluk Islam. Akan tetapi,
masyarakat penghuni stepa masih jauh dari jangkauan Islam dan masuk Islam secara
individual atau menjadi tentara belian atau mamluk. Gurun dan stepa merupakan tempat
persemian pasukan kuda yang jempolan, sementara di negera-negara dengan penduduk
menetap tidak terdapat tempat latihan untuk pasukan kavaleri seperti itu. Melalui
rekruitmen pasukan pedang stepa inilah sebagian dari anggotaTurki pengembara ini masuk
Islam dan mereka memainkan peran penting dalam pembentukan sejarah dinasti-dinasti
Islam sendiri dengan merebut kekuasaan majikan mereka, seperti Alptegin, pendiri dinasti
Ghaznawi (994-1186 M) yang memerintah dari Ghazna (Afghanistan).
Tasawuf juga berperan besar dalam perkembangan Islam di sini. Tokoh tasawuf di
sini juga berpengaruh sangat besar di Asia Tengah adalah Khoja Ahmed Yasawi (w. 1116
M). Sifat tasawuf yang longgar pada tradisi keagamaan sebelum Islam menjadikan
penerimaan masyarakat terhadap Islam menjadi mudah. Namun hal ini mengakibatkan
Islam bercampur dengan tradisi pra Islam, terutama Samanisme, Tangrisme, dan
Buddhisme. Banyak orang Islam Khazakh yang saat Ini masih minum alkohol.
Perjalanan politik di Asia Tengah di mulai dari pertama Daulah Samaniah, daulah
ini beribukota di Bukhara. Dinasti ini berasal dari anak-anak Asad Ibn Saman yang oleh
khalifah al-Ma’mun (813-833 M) di jadikan penguasa di negeri-negeri Mavarannahr: Nuh
Ibn Assad di Samarkhand, Ahmad Ibn Assad di Freghana, Yahya Ibn Asad di Syasy dan
Asyrusanah. Dan Ilyas Ibn Asad di Herat. Dinasti Samaniah mulai berdiri ketika khalifah
al-Mu’tamid mengangkat Nasr Ibn Ahmad Ibn Asad menjadi penguasa di Mavarannahr.
Walaupan pada awalnya keluarga Samaniyyun ini tunduk kepada keluarga Bani Abbas,
kemudian mereka melepaskan diri dan menjadi dinasti mereka. Perjalanan Dinasti ini
diwarnai pertikaian antara keluarga dan panglima pasukan. Setelah berkuasa lebih dari satu
abad, dinasti ini dihancurkan oleh serbuan keluarga Ghaznawi dan Khan-Khan Turkistan.
Dinasti ini berjasa besar dalam menggalakkan penulisan buku-buku dan penciptaan karya-
karya sastra dalam bahasa Persia.
Kedua Dinasti Ghaznawi yang berkedudukan di Ghazna (di Afganistan sekarang),
setelah menglahkan kaum Samaniyyun, menjadi penguasa Asia Tengah bagian tenggara
sejak kemenangan mereka atas Amir terakhir. Abd al Malik II ibn Nuh II, pada tahun
389H/999 M. Dinasti Ghaznawi adalah keturunan Aptegin yang menduduki jabatan tinggi

1
dalam dinasti Saman. Kepala keluarga suku Turki ini kemudian menjadi semacam
gubernur di Ghazna. Maula yang kemudian menjadi menantunyalah pendiri dinasti yang
sebenarnya, yakni Sabaktegin. Puncak kejayaan dinasti ini dicapai oleh anaknya,
Mahmud. Wilayah kekuasaan Mahmud sangat luas, setalah dengan pasukanya yang kuat
ia berhasil menaklukan Punjab, Mavarannahr dan Isfan. Dinasti ini berakhir dengan
kekalahan dari Syihab al-Din al-Ghuri, pemimpin dinasti Ghuriyah pada tahun 582 H/
1186 M.
Ketiga Daulah Khorezm, daulah ini bermula dari sebuah propinsi yang berada di
bawah kekuasaan kerajaan Saljuk. Ketika sultan Sanjar meninggal pada tahun 1157 M,
kerajaan ini terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil. Propinsi Khorezm di bawah pimpinan
Syah Qutb al-Din Muhammad yang berkembang pesat dan berhasil mengalahkan hampir
seluruh wilayah Saljuk, dari laut Kaspia sampai Bukhara dan Samarkand. Mula-mula
kerajaan ini beribukota Urgench di lembah Sungai Amu Daria. Urgench merupakan pusat
belajar ilmu-ilmu keislaman dan keakraban yang penting saat itu. Pada tahun 1210 M,
kerajaan ini berhasil menaklukan Mavarannahr dan memindahkan kedudukan
pemerintahanya ke Samarkand. Akan tetapi, setelah lewat satu abad dari keberhasilanya
menguasai hampir seluruh Asia Tengah, dinasti ini tidak berdaya melawan serbuan
pasukan Mongol pada tahun 1231 M. Syah terbesar dinasti ini adalah Ala’ al-Din
Muhammad yang wilayah kekuasaanya membentang dari perbatasan Irak di sebelah Barat
sampai India Timur, dari Danau Khorezm (Aral) dan Kaspia (Qazwin) di sebelah Utara
sampai Teluk Persi di lautan Hindia di selatan. Akan tetapi, kedatangan pasukan Mongol
yang sangat besar, membuat Syah terakhir Jall al-Din Mingburnu tak berdaya
meninggalkan dunia politik serta mati sebagai Sufi. Dengan demikian tamatlah riwayat
dinasti ini dan Asia Tengah di kuasai kemudian oleh penguasa dari Timur, orang-orang
Mongolia keturunan Jengiz Khan.
Keempat Dinasti Chaghataiah, pasukan Mongol yang menyerbu dan menguasai
Asia Tengah pada abad ke-13 M kemudian mendirkan sebuah kerajaan (Khanat) yang
dipimpin oleh keturunan Chaghatai, anak Chingiz Khan, orang orang Mongol ini mula
mula memeluk agama Tangri dan Saman tetapi pada generasi kedua dan ketiga banyak
diantara mereka yang memeluk Islam dan akhirnya keseluruhan mereka menjadi muslimin.
Dinasti Caghatai akhirnya dikalahkan oleh panglima pasukanya sendiri, Timur Leng.
Tokoh berdarah campuran Mongol Turki ini kemudian mendirikan dinasti sendiri yang
dikenal dengan Dinasti Timuriyah yang menguasai Asia Tengah dari paroh kedua abad ke-
14 sampai awal abad ke-16 M. Hussein Bayqara dikalahkan oleh Babur di Samarkand pada
tahun 1497 M. Babur kemudian memerintah sampai tahun 1512 M, tetapi ia harus rela
melepaskan Samarkand kepada kaum Uzbek yang di bawah kepemimpinan Syibani Khan
yang mengalahkan pada tahun 1501 M dan 1505 M. Kemudian dinasti Syibaniyahlah yang
menguasai Asia Tengah. Persia pun kemudian jatuh ke tangan Shafawiyah dan pada tahun
1511 M Babur meloloskan diri ke selatan. Ia kemudian berhasil mendirikan kerajaan
Mughal di India. Kemudian pada masa pemerintahan Uni Sovyet agama Islam sangat
dibatasi geraknya. Akibat kebijakan penguasa Uni Sovyet terhadap Islam yakni usaha
pemusnahan pengaruh Islam, yang di pusatkan di pusat-pusat perkotaan dan wilayah
wilayah yang sering kali tidak terdapat lembaga pendukung Islam, pada akhir masa Uni
Sovyet, Islam paling kuat di wilayah-wilayah pedesaan dan negara-negra yang kurang
maju seperti Tajikstan. Di Kyrgystan dan Khazakstan, selain karena perubahan
perimbangan penduduk yang telah disebut di atas, Islam menjadi paling lemah karena
pengaruh sejarah perkembangan Islam sendiri dan karena program de-Islamisasi Uni
Sovyet yang sangat gencar.

2
Peradaban Islam pada Masa Tiga Kerajaan Besar
Oleh:
Afrokhul Banat (15010198)
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol,


kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang sangat drastis. Keadaan politik Islam
secara keseluruha baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya
tiga kerajaan besar. Usmani di Turki, Safawi di Persia, dan Mughal di India. Kerajaan
Usmani kerajaanyang paling pertama berdiri dan paling lama bertahan dibanding dengan
dua kerajaan besar yang lain.
Kerajaan Usmani didirikan oleh Usman pada tahun 1300 M, dengan raja
pertamanya Usman atau sering disebut dengan Usman I. Pada masa awal-awal
kepemimpinan Usmani, pemimpinnya adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan
dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Usman memerintah kerajaan Usmani
sampai tahun 1326 M, yang kemudian dilanjutkan oleh Orkhan. Pada masa ini dilakukan
perombakan keanggotaan militer, alhasil pada masa ini dapat mengubah negara Usmani
menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan sangat besar dalam
ekspansi wiayah Islam.
Orkhan berkuasa sampai tahun 1359 M, yang kemudian dilanjutkan oleh Murad I
(1359-1389 M). Dia memantapkan keamanan yang sudah diciptakan oleh penguasa
sebelumnya dan melakukan ekspansi ke daerah Eropa. Merasa cemas dengan kemajuan
ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang, sejumlah besar
pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Namun, Sultan
Bayazid I (1389-1403 M), pengganti Murad I, berhasil menghancurkan pasukan sekutu
Eropa. Peristiwa ini merupakan catatan yang gemilang bagi umat Islam. Namun setelah
peristiwa itu, ekspansi kerajaan usmani sempat berhenti ketika ekspansi diarahkan ke
Konstantinopel. Tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia
Kecil, dan terjadi pertempuran di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami
kekalahan Bayazid meninggal dunia.
Akibatnya, penguasa-penguasa Seljuk di Asia Kecil melepaskan dari genggaman
Usmani. Bayazid digantikan oleh Sultan Muhammad (1402-1421 M). Sultan Muhammad
berusaha menyatukan negara-negaranya, mengembalikan kekuatan, dan kekuasan Usmani
seperti sediakala. Usahanya dilanjutkan oleh Biyazid II (1421-1451 M). Usmani
mengalami puncak kejayaan pada masa setelah Biyazid II, yaitu Muhammad II (1451-1484
M) yang mendapat gelar al-Fatih. Pada masa kekuasaan ini dapat menaklukkan
Konstantinopel. Selanjutnya Sultan Salim I (1512-1520 M) melakukan ekspansi ke arah
Timur. Selanjutnya Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M), dia mendapat gelar al-
Qanuni karena berjasa menyusun sebah kitab undang-undang, yang menjadi pegangan
hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Setelah
Sultan Sulaiman meninggal Usmani mengalami kemunduran karena perebutan kekuasaan.
Kerajaan Turki Usmani lebih bangyak memfokuskan kegiatan mereka dalam
bidang kemiliteran, dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tidak terlalu menonjol. Oleh
karena itu, Turki Usmani sangat berjasa dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke
benua Eropa. Akan tetapi karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan (selain bidang
militer) perkembangannya jauh di bawah kemajuan politik, maka negeri-negeri yang sudah
ditaklukkan akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, dan juga masyarakatnya tidak
banyak yang memeluk agama Islam. Kerajaan Usmani berakhir pada abad ke-20 M.

1
Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai kemajuan kerajaan Safawi di Persia baru
berdiri. Tetapi kerajaan ini berkembang dengan cepat. Kerajaan Safawi didirikan oleh Safi
al-Din (1252-1334 M). Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di
Azerbeijan. Hingga tahun 1446 M Safawi masih merupakan sebuah gerakan tarekat, baru
tahun 1447 M pada masa Juneid Safawi memasuki dunia politik, dan memperluas
gerakannya dengan menambahkan gerakan politik pada kegiatan keagamaan. Juneid
berkuasa sampai tahun 1460 M, dia terbunuh dalam pertempuran untuk merebut Sircassia.
Karena pada saat itu putranya, Haidar masih sangat kecil, maka kepemimpinan gerakan
Safawi baru bisa diserahkan secara resmi kepada Haidar pada tahun 1470 M. Haidar gugur
dalam peperangan melawan AK Konyunlu, rival politik dalam meraih kekuasaan politik.
Kepemimpinan Safawi selanjutnya adalah Ismail, yang saat itu mash berumur
tujuh tahun. Akan tetapi dia sangat berjasa dalam ekspansi wilayah selama sepuluh tahun,
lawan-lawan yang dia hadapi sangatlah kuat, misalnya Turki Usmani. Akan tetapi, pada
pertempuran melawan Turki Usmani ini dia kalah. Peperangan antara dua kerajaan besar
ini terus berlangsung sepeninggalan Ismail. Sehingga kerajaan Safawi dalam keadaan yang
lemah. Keadaan mulai membaik pada masa Abbas I (1588-1628 M) dia melakukan
perjanjian damai dengan Turki Usmani. Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak
kejayaan Safawi, secara plitik dia mampu mengatasi kemelut di dalam negeri. Dalam
bidang ekonomi juga sektor perdagangan dan pertanian mengalami kemajuan. Dalam
bidang ilmupengetahuan kerajaan ini lebih unggul dibanding dua kerajaan besar yang lain.
Dalam sejarah peradaban Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban
tinggi dan berjsa mengembangkan Ilmu pengetahuan. Kerajaan ini mulai menurun, foktor
penyababnya di antaranya adalah terjadinya konflik berkepananjangan dengan Turki
Usmani, dekadensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaan Safawi., juga
seringnya terjadi konflik intern dalam perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.
Setelah kerajaan Safawi berjalan sekitar seperempat abad, baru kerajaan Mughal
di India berdiri. Kerajaan ini didirikan oleh Zahiruddin Babur (1526-1530 M), salah satu
cucu dari Timur Lenk. Pada masa awal pemerintahan, seperti dua kerajaan besar yang lain
selalu membangun kekuaan pemerintahan dan melakukan ekspansi wilayah. Penguasa
selanjutnya adalah Humayun (1530-1539 M), selama masa pemerintahannya negara tidak
pernah aman, selalu berperang melawan musuh. Setelah itu dia dinggantikan oleh Akbar,
pada masa inilah kerajaan Mughal mengalami masa keemasan. Dia membereskan
permasalahan dalam negeri sisa-sisa penguasa sebelumnya, baru kemudian dia melakukan
ekspansi wilayah. Dalam memerintah wilayah kekuasaannya ia menggunakan
pemerintahan militeristik. Dia juga menerapkan politik universal, dimana semua rakyat
India dipandang sama, tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama. Kemajuan itu
masih bertahan sampai penguasa-penguaa setelahnya, Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan
(1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu kemajuan Mughal tidak dapat
dipertahankan oleh raja-raja setelahnya. Mughal berakhir pada tahun 1858 M, karena
terjadi perlawanan Bahadur Syah, penguasa Mughal terakhir, terhadap Inggris. Terjadi
stagnasi dalam pembinaan militer sehingga operasi militer Inggris tidak dapat dipantau oeh
kekuatan militer Mughal. Berakhirnya kerajaan Mughal ditandai dengan diusirnya raja
Bahadur Syah dari istana oleh Inggris.
Kemantapan stailitas politik yang dibangun Akbar membawa kemajuan-kemajuan
di bidang lain. Dalam bidang eknomi Mughal dapat mengembangkan program pertanian,
pertambangan, dan perdagangan. Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni
dan budaya juga berkembang. Karya seni yang menionjol adalah karya sastra gubahan
penyair istana, karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan, contohnya Taj Mahal
di Agra.

2
Kontribusi Islam Terhadap Peradaban Barat
Oleh:
Afrokhul Banat
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Sebuah fakta sejarah yang menyatakan dengan tegas bahwa semua kejayaan peradaban
Barat tidak pernah luput dari jasa dan kontribusi besar para ilmuwan Muslim pada abad
pertengahan. Umat Muslim telah lebih dulu mencapai puncak kejayaannya pada abad
pertengahan. Pada abad ke-13 M terjadilah invasi kejam bangsa Mongol yang berhasil
memorak-porandakan khazanah Islam buah karya para Ilmuwan Muslim terdahulu. Invasi
ini dimulai pada tahun 1206, dipimpin oleh Jengis Khan dan anak keturunannya. Berikut
beberapa kontribusi intelektual Muslim dalam peradaban dunia di berbagai bidang:
Pertama Astronomi atau ilmu falak adalah salah satu bidang ilmu yang paling digemari
oleh para ilmuwan Muslim selain matematika. Hal ini disebabkan karena kedua bidang
ilmu tersebut sangat mendukung peribadatan Islam, seperti dalam menentukan awal dan
akhir bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, dan sebagainya. Di antara
para ahli astronomi Muslim yang tersohor adalah: al-Biruni, al-Battani (ia termasuk dalam
20 besar ahli astronomi penting dunia), Abul Wafa (penemu kemiringan bulan), Hassan
Ibn Haitam (penemu optik yang menjadi dasar teropong Roger Bacon dan Kepler), dan
lainnya. Kedua Matematika, Ilmu matematika dalam bahasa Arab disebut aljabar
(perhitungan), sedangkan istilah algoritme adalah berasal dari nama penemunya yaitu al-
Khawarizmi, yang memiliki nama lengkap Muhammad bin Musa bin Khawarizmi. Ia
merupakan salah satu ahli matematika Muslim terkenal di masa khalifah al-Ma’mun. Ia
menulis buku aljabar. Ketiga Fisika, Ilmu fisika juga berhubungan erat dengan ilmu
astronomi. Sehingga karya-karya tentang optik yang ditemukan oleh Hassan Ibn Haitam
(965-1039 M) dijadikan dasar bagi bangunan ilmu fisika, yakni dasar bagi Bacon dan
Kepler dalam penemuan teropong, teleskop maupun mikroskop dan dasar dari fotografi.
Keempat Kimia, meskipun bangsa Yunani telah mengenal sejumlah zat kimia, namun
mereka tidak tahu apa-apa mengenai subtansi unsur-unsur zat kimia, seperti: alkohol, asam
sulfur, maupun asam nitrat. Orang Arablah yang menemukan itu semua, yang bersamaan
dengan penemuan potasium, asam amoniak, nitrat perak, dan merkuri. Salah satu ilmuwan
Muslim yang membidangi kimia adalah Abu Musa Jakfar al-Kufi.
Kelima Ilmu Hayat,dalam bidang ilmu hayat, bangsa Arab tidak berpuas diri
dengan hasil dari penerjemahan karya-karya bangsa Yunani. Bangsa Arab pun melakukan
kajian dan observasi sendiri secara intensif. Sehingga tidak heran jika mereka berhasil
memperkaya daftar macam-macam tumbuhan yang tercantum dalam “Daftar Dioscorides”
yang berisi sekitar 2000 spesies. Farmapodia atau sejenis ensiklopedia tetumbuhan obat
yang disusun bangsa Arab Muslim berisi berbagai macam tumbuhan dan bahan-bahan obat
yang belum dikenal bangsa Yunani, seperti: kaper, daun senna, tamarin, kasia, dan
mauna.Keenam Ilmu Kedokteran, Salah seorang ahli kedokteran Muslim yang sangat
terkenal di dunia Barat adalah Abu Ali al-Hussein bin Abdallah ibn Sina, yang lebih
dikenal sebagai Ibnu Sina atau Avicenna. Bukunya yang berjudul al-Qanun fi at-Tib atau
petunjuk tentang kedokteran. Buku tersebut berisi tentang lima hal, yaitu fisiologi,
kebersihan, patologi, pengambilan terapi, dan materi pengobatan.Selain itu Ibn Zohr juga
merupakan salah seorang ahli kedokteran yang terkenal karena dialah yang telah
memperkenalkan aspek hukum dalam observasi bidang kedokteran. Ia juga menemukan
kekuatan dari jenis penyakit tertentu. Kemudian Ibn Nafis dari Siria yang pada tahun 1289
telah berhasil mempertontonkan sistem sirkulasi darah secara akurat, tiga ratus tahun

1
sebelum Servert, seorang dokter kebangsaan Portugis yang selama ini dianggap sebagai
penemu pertama. Ketujuh Filsafat,Ibn Sina atau Avicenna juga merupakan seorang ahli
filsafat. Ia telah membentuk sistem keilmuan dan pandangan filsafat skolastiknya secara
gamblang. Adapun karya-karya utamanya antara lain Kitab al-Shifa (Buku Penyembuhan),
dan Kitab al-Isharat wa’l Tanbihat (Pegangan Bagi Pengajaran dan Peringatan).Upaya
penerjemahan karya-karyanya dimulai sejak abad XII dan semenjak itu para pemikir Arab
mulai mewarnai pikirannya sesuai apa yang diterapkan oleh Ibnu Sina. Sementara itu
Abdul Wahid Muhammad Ibn Rushd atau Averroes dalam banyak hal lebih berpengaruh
ketimbang Avicenna, berkat bukunya yang mengomentari karya filsafat Aristoteles.
Kedelapan Sastra,para ilmuwan Muslim juga memberikan kontribusi yang besar
terhadap dunia Barat di bidang sastra. Hal ini terbukti dari hasil kajian Asian Palacios atas
karya-karya surealism dalam Islam dan atas buku La Devina Comedia karya Dante
Aleghery yang menyimpulkan bahwa Dante telah mendapat pengaruh yang besar dari
karya mistik Muhyidin ibn Arabi maupun penyair buta Abul Ala al-Maari. Kesembilan
Geografi dan Sejarah, masyarakat Arab dikenal gemar mengarungi pulau maupun benua
untuk berdagang. Karena itu mereka harus menguasai geografi maupun sejarah setiap
kawasan yang akan dijelajahi. Hal inilah yang menjadi latar belakang untuk menekuni
ilmu-ilmu geografis maupun sejarah. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa selama lebih
dari tiga abad para ahli kartografi Eropa senantiasa mengutip karya-karya geografi Muslim,
seperti karya Nasrudin Tusi maupun hasil observasi al-Koshaji yang telah berhasil
menuyusun hasil petualangannya di Cina dan mengoreksi perhitungan garis lintang bumi
maupun ukuran bumi.Sedangkan di bidang sejarah, Ibn Miskawaih merupakan seorang
sejarawan Muslim terkenal yang meninggal pada tahun 1030. Dalam bukunya yang
berjudul Tajarib al-Umam (Pengalaman Bangsa), ia memaparkan kisah sejarah tentang
Persia dan Arab sampai dengan masa hidupnya dan menyatakan bahwa penyerbuan Arab
atas Persia telah terjadi sejak jauh sebelum Islam lahir.
Kesepuluh Sosiologi dan Ilmu Politik,Ibn Khaldun (1332-1406 M) merupakan
pemikir filsafat sosiologi dan sejarah yang terkenal dalam peradaban Islam. Salah satu
bukunya yang disebut sebagai Prolegomena membahas refleksi umum sejarah manusia dan
berbagai macam peradaban manusia sebagai hasil dari perbedaan iklim, kehidupan kaum
pengembara maupun yang telah menetap dan istiadat atau latar belakang peradaban yang
berbeda, termasuk kelembagaan sosial, ilmu pengetahuan dan seni yang mereka
kembangkan.Sementara, al-Farabi menulis buku yang sangat terkenal tentang filsafat
politik yang berjudul al-Madinatul Fadhilah. Dalam buku tersebut, ia menyatakan bahwa
pemimpin suatu negara harus mampu memberikan jaminan agar penduduknya mencapai
kehidupan yang sejahtera baik di dunia maupun di akhirat. Kesebelas Arsitektur dan Seni
Rupa,Arsitektur Muslim tampak dalam bentuk istana maupun masjid yang gemerlapan
yang di kemudian hari berpengaruh pada seni bangunan gereja pada abad pertengahan di
Eropa. Seperti pengaruh arsitektur masjid di Cordova terhadap gereja katedral Notre Dane
du Puy dalam wujud lengkungan susun tiga, cuping ganda, lengkungan sepatu kuda
maupun unsur dua warna yang merupakan ciri masjid di Cordova. Keduabelas
Musik,Seorang musikus Muslim bernama Abul Hasan Ali Ibn Nafis atau sering dipanggil
Ziriyab telah mendirikan konservatorium musik-musik Andalusia. Sejak itu teori musik
mulai dikembangkan oleh al-Farabi, yang menulis Kitab al-Musiki (Pegangan Musik).
Dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmu matematika dan fisika para penulis musik
mampu memberi penjelasan secara ilmiah tentang suara dan bagaimana mendorong
pembuatan instrumen musik lebih lanjut, seperti gitar, seruling, tambur, prototipe piano,
organ dan sebagainya.

2
Dampak Kemajuan Barat atas Dunia Islam dan Respon Islam terhadap Peradaban
Barat Modern
Oleh:
Afrokhul Banat
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Akibat dari peperangan yang selalu terjadi untuk merebut kekuasaan, banyak
kehancuran-kehancuran yang timbul, tidak hanya kehancuran fisik tetapi juga kehancuran
mental. Misalnya kota Baghdad sebagai pusat peradaban Islam pada masa itu yang hancur
akibat peperangan melawa Mongol, sehingga peradaban Islam pun mengalami
kemunduran secara drastis. Dahulunya dunia Islamlah yang sangat maju, dan Barat tidak
mau kalah dengan perkembangan Islam yang semakin pesat. Negara Barat selalu berusaha
untuk mengambil ilmu dari negara Islam, namun akibat peristiwa itu berbalik 180%,
akhirnya bangsa Barat yang menjadi lebih maju dan berkembang dari pada umat Islam
khususnya dalam bidang intelektual. Selain itu bangsa Barat juga mengalami modernisasi-
modernisasi pemikiran, tindakan, asosiasi, dan kepercayaan dengan pola-pola yang baru.
Kemajuan Barat dengan modernisasinya pastinya sangat berdampak terhadap
dunia Islam yang seakan-akan menjadi tandingannya. Akibat dari kemajuan Barat yang tak
tertahankan dan terus melangkah maju, para intelektual Muslim merasa tergugah harus
membangkitkan kembali peradaban Islam yang telah lama hancur dan tertindihi oleh
kemajuan Barat. Hingga akhirnya muncul tokoh dan gerakan pembaharu untuk mendorong
kemajuan Islam. Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik,
karena Islam memang tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama
kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme (Persatuan Umat Islam Sedunia) yang pada
awalnya didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru
disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaluddin al-Afghani.
Jamaluddin al-Afghani berpendapat bahwa Islam tidak segera mengalami kemajuan itu
karena umat Islam itu sendiri, dengan sikap khurafat dan jumud-nya. Menganggap pintu
ijtihad sudah ditutup, dengan paham fatalismnya umat Islam tidak mau berusaha mencari
jalan baru menuju kemajuan, sehingga umat Islam sampai kapan pun selalu berjalan di
tempat tanpa ada kemajuan, oleh karena itu dia mencetuskan gerakan Pan-Islamisme. Al-
Afghani-lah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan
bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam
akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk pertahanan. Umat Islam, menurutnya,
harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Ia
juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena
itu, al-Afghani dikenal sebagai Bapak Nasionalisme dalam Islam.
Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk
mengundang al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan hangat
dari negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut menjadi
duri bagi kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak di
Istanbul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama setelah Turki
Usmani bersama sekutunya Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan
dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh skularisme yang justru mendukung nasionalisme,
rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan, memisahkan antara urusan agama dan negara.
Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat tersebut masuk ke negeri-negeri Islam
melalui persentuhan umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh
banyaknya pelajar Islam yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan

1
barat yang didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak
mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam, karena dipandang tidak sejalan dengan
semangat Ukhuwah Islamiyah. Akan tetapi, gagasan ini berkembang dengan cepat setalah
gagasan Pan-Islamisme redup. Mustafa Kemal seorang tokoh intelektual Muslim yang
selalu belajar di Barat, dia merasa bahwa Islam tidak segera mengalami kemajuan karena
persoalan agama yang selalu dibawa-bawa dalam segala permasalahan. Sehingga dia
mencetuskan paham Sekularisme.
Para intelektual Muslim merespon kemajuan Barat dengan mengeluarkan
pemikiran-pemikiran baru yang mungkin bisa memecahkan dari keterpurukan kaum
Muslim, dengan mengadopsi dan belajar dari bangsa Arab dalam proses modernisasi
Islam. Namun sangat disayangkan, bahwa respon-respon intelektual Muslim terhadap
tantangan-tantangan materialisme dialektik, hingga saat ini umumnya erdiri dari
argumentasi-argumentasi yang lebih bersumber kepada sains-sains naqli atau religius dari
pada tradisi intelektual Islam yang kaya di dalam sains-sains intelektual. Argumentasi-
argumentasi religus tersebut hanya dapat diajukan kepeda orang-orang yang telah beriman.
Kemajuan Barat tersebut menimbulkan tantangan-tangan bagi umat Muslim. Salah satu
tragedi yang buruk di dunia Islam dewasa ini adalah penampilan pribadi-pribadi baru yang
mencoba meniru hal-hal yang jelas sekali merupakan penyakit-penyakit Barat.
Sudah saatnya kaum Muslim di negara-negara berkembang bersikap kritis untuk
melawan wacana global yang diproduksi Barat. Termasuk wacana globalisasi yang selama
ini diterima sebagai sesuatu yang niscaya, harus dikritisi karena tersembunyi sebuah
ideologi (hidden ideology) yakni neo-liberalisme yang dampaknya terhadap pembunuhan
ekoniomi rakyat sangat luar biasa. Memang patut untuk disayangkan sikap beberapa kuam
Muslim yang mengaku berfikir liberal tetapi sesunggunya mereka telah menjadi
terbaratkan. Misalnya saat mereka ramai-ramai menolak penerapan syari’at Islam di
Indonesia, yang mereka tawarkan tidak lain dan tidak bukan adalah syari’at liberal yang
jauh lebih menghancurkan bangsa ini. Karena syariat liberal pada dasarnya adalah
pembuka dan sekaligus legitimasi rasional atas berbagai bentuk mutakhir penjajahan Barat
atas negara berkembang.

Anda mungkin juga menyukai