B. Definisi Kebudayaan
Kebudayaan merupakan hasil manifestasi dari cita rasa manusia yang berlandaskan pada nilai
nilai tauhid. Perkembangan kebudayaan islam sangat didasari dengan nilai nilai keagamaan
untuk menunjukan agama yang memiliki fungsi yang sedemikian jelas sehingga bisa kita
rasakan sampai detik ini
1 Unsur Kebudayaan Universal :
1. Bahasa 5. Ekonomi
2. Pengetahuan 6. Religi
3. Organisasi 7. Kesenian
4. Teknologi
C. Periodisasi Dan Karakteristik Sejarah Islam
DINASTI SYAFAWIYAH
Masa pemerintahan 1501-1706/Persia
Idiologi Islam Syiah
Founder Ismail 1
Gen Bangsa Turki + Persia
Bahasa Bahasa Persia/Farsi
Gelar Syah+Nama
Kebudayaan Persia
Pasukan Qizilbash/Baret Merah
Kepercayaan Islam Sufi, Suni
Masa kejayaan Oleh Syah Abas
Pelabuhan Hairmuz
Peninggalan Cihil Sut, Qapu Sheh Mosque Isfaha
DINASTI MUGHAL
Masa pemerintahan 1526-1857 /India
Idiologi Islam Suni
Founder Zahrudin Muhammad Babur 1
Gen Mongol keturunan Timur Lime + Jengkis + Mughol + Turki
Bahasa Urdu/Campuran Arab + Persia + Sansekerta
Gelar Sultan + Nama + Khan
Kebudayaan Persia + India
Pasukan Mansbdaris
Kepercayaan Islam, Hindu, Budha, Sikh
Pelabuhan Mughol Gowa
Peninggalan Tajmahal
Bangsa Barat mulai melakukan kolonialisme di dunia Islam abad ke-16. Tanda-tanda kekuatan
tandingan mulai muncul setidaknya sejak abad ke-16. Portugal dan Spanyol mulai menguasai
sejumlah wilayah strategis umat Islam di Afrika Utara dan pesisir Samudra Hindia. Saat itu,
kekuatan Muslimin yang paling head to head terhadap Eropa ialah Kesultanan Utsmaniyyah.
Berabad-abad lamanya, Islam mendominasi warna peradaban dunia. Begitu besar kontribusi
kaum Muslimin pada pencerahan umat manusia. Perluasan wilayah pengaruh Islam terjadi
dengan berbagai cara, mulai dari ekspansi militer, diplomasi, perdagangan, hingga kebudayaan
sehari-hari. Bangsa Barat yang semula berlomba-lomba memperebutkan resources komoditas
di dunia Timur, kini mulai bersikap menjajah. Kolonialisme merupakan pengalaman pahit bagi
umumnya kaum Muslimin global.
Menurut Iik Arifin Mansurnoor dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, sejak abad ke-19,
ekspansi Barat kian kuat. Namun, saat itu, dunia Islam yang meliputi wilayah-wilayah di Afrika
Utara, Asia Barat, Asia Tengah, Anak Benua India, hingga Nusantara sudah menjadi fragmen-
fragmen tersendiri. Sebagai contoh, saat Portugal melancarkan serangan ke daerah pantai
Samudra Hindia, Kesultanan Utsmaniyyah berupaya melindungi kepentingannya di sana. Oleh
karena sejak awal pertumbuhannya kerajaan ini berorientasi ke Eropa, pemerintah Istanbul
semata-mata mencoba membantu penguasa Muslim lokal untuk menghadapi bangsa Eropa
non-Muslim itu. Sepan jang abad ke-16, misalnya, Kesultanan Aceh termasuk yang menikmati
berbagai bantuan dari saudara seimannya di Turki. Arifin lantas memetakan pola respons dunia
Islam terhadap eks pansi bangsa Eropa. Ditinjau dari segi stabilitas kedaulatan Muslim, ada
sejumlah corak yang menonjol.
Pertama, rezim yang stabil. Ini dicontohkan oleh Kesultanan Utsmaniyyah. Saat Eropa ber
ekspansi, Istanbul lebih siap menghadapinya karena sudah terlebih dahulu terbuka terhadap
dinamika modern yang muncul di Benua Biru, terutama sejak awal abad ke-18. Bahwa, pada
akhirnya kesultanan ini melemah dan luruh pascagerakan prosekulerisme yang diinisiasi
Kemal Ataturk, itu soal lain. Kedua, rezim yang agak stabil. Arifin mencontohkan, Dinasti
Qajar di Iran. Penguasa Qajar sejak abad ke- 19 mulai bersikap permisif terhadap pengaruh
asing. Alhasil, respons mengemuka. Kaum ulama setempat menentang penetrasi Barat sebagai
campur tangan terhadap Iran. Kelompok lokal yang berpendidikan Eropa mengecam
bobroknya rezim Qajar. Adapun kelompok pedagang melihat sistem ekonomi kini cenderung
merugikan mereka.
Ketiga, entitas politik yang terbelah-belah. Ini ditunjukkan kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara
saat kedatangan ekspansi bangsa Eropa. Maka dari itu, kekuatan militer dan taktis dari Barat
dapat secara relatif lebih mulus mencengkeramkan kekuasaanya. Mereka mencaplok satu per
satu wilayah di Nusantara. Memasuki abad ke-20, muncul corak pemerintahan baru. Bukan
lagi konsep teritorial-religius, melainkan republik (sekuler). Paham yang terutama
mendorongnya ialah nasionalisme, sebagaimana mengemuka di Barat pasca-Revolusi Prancis
akhir abad ke-18.
Dunia Islam juga terpengaruh hal itu, terutama sejak Ataturk menggulingkan kekuasaan sultan
Utsmaniyyah pada 1924. Persebaran kaum terdidik Barat di berbagai masyarakat Muslim,
termasuk Indonesia, juga ikut menguatkan diseminasi nasionalisme. Saat menempuh
pendidikan, mereka mendalami sistem sekuler yang memisahkan antara urusan agama dan
negara. Usai Perang Dunia II, pergerakan kemerdekaan bermun culan di Asia dan Afrika.