Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Secara esensial kehadiran Nabi Muhammad pada masyarakat Arab adalah terjadinya
kristalisasi pengalaman baru pada dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segalah aspek
kehidupan masyarakat, termaksut hukum-hukum yang digunakan pada masa itu. Keberhasilan
Nabi Muhammad dalam memenangkan kepercayaan Bangsa Arab relative singkat.
Kemampuannya dalam memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab yang sebelumnya jahilia
kejalan orang-orang yang bermoral Islam.

Dalam berdakwa Nabi Muhammad tidak hanya menggunakan aspek kenabiannya


dengan menggunakan tablik namun juga menggunakan strategi politik dengan memunculkan
aspek-aspek keteladanannya dalam menyelesaikan persoalan. Seperti, dakwa di Mekkah yang
terbagi menjadi dua yaitu dakwa secara diam-diam dan dakwa secara terbuka. Disini dapat
kita lihat adanya strategi Nabi dalam menyeruh umat manusia untuk beribadah kepada Allah
SWT. Walaupun dalam menjalankan perintah Allah, Nabi mendapat banyak tantangan yang
besar dari berbagai pihak namun atas izin Allah segalah hal yang dilakukan Nabi dapat
berjalan lancar.

Semakin bertambah jumlah pengikut Nabi semakin besar pula tantangan yang harus di
hadapi Nabi, mulai dari cara diplomatic di sertai bujuk rayu hingga tindakan kekerasan di
lancarkan orang-orang quraisy untuk menghentikan dakwa Nabi. Namun Nabi tetap pada
pendirian untuk menyiarkan agama Islam.

Sistem pemerintahan dan strategi politik Nabi dapat kita lihat jelas setelah terbentuknya
negara Madinah. Di sini Islam semakin kuat dan berkembang karena bersatunya visi misi
masyarakat Islam. Peradabannya salah satunya yaitu Piagam Madinah. Melalui Piagam
Madinah Nabi Muhammad memperkenalkan konsep negara ideal yang di warnai dengan
wawasan, transparansi, partisipasi, adanya konsep kebebasan dan tanggung jawab sosial
politik secara bersama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Peradaban Arab Pra-Islam
Bangsa Arab pra Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan
ekonomi.1[1] Letak geografis yang srategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah
mudah tersebar ke bebagai wilayah di samping didorong dengan cepatnya laju perluasan
wilayah yang dilakukan oleh ummat Islam.
Meski sulit untuk digambarkan secara komprehensif, ciri-ciri utama tatanan Arab pra
Islam adalah sebagai berikut: (a). Mereka menganut faham kesukuan (qabilat), (b). Mereka
memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas, faktor
keturunan lebih penting daripada kemampuan, (c). Mereka mengenal hirarki sosial yang kuat,
dan (d). Kedudukan perempuan cenderung direndahkan.
Disaming ciri-ciri tersebut, di Makkah pada pra Islam sudah terdapat jabatan-jabatan
penting seperti dipegang oleh Qushayy Ibn Qilab pada pertengahan abad 5 M. Dalam rangka
memelihara Ka’bah. Untuk lebih mudahnya dapat dilihat dalam gambar berikut.
Jabatan-jabatan dalam Pemeliharaan Ka’bah
No. Jabatan Keterangan
1.        Hijabat Pejaga pintu Ka’bah atau juru kunci.
2.        Siqayat Petugas yang diharuskan menyediakan air tawar untuk
para tamu yang berkunjung ke Ka’bah serta
menyediakan minuman keras yang dibuat dari kurma.
3.        Rifadat Petugas yang diharuskan memberi makan kepada para
pengunjung Ka’bah.
4.        Nadwat Petugas yang harus memimpin rapat tahunan.
5.        Liwa’ Pemegang panji yang dipancangkan di tombak
kemudian di tancapkan di tanah sebagai lambang
tentara yang sedang menghadapi musuh.
6.        Qiyadat Pemimpin pasukan apabila hendak berperang.
Dari segi akidah (‘aqa’id), Bangsa Arab pra Islam percaya kepada Allah sebagai
pencipta. Sumber kepercayaan tersebut adalah risalah samawiah yang dikembangkan dan
disebarkan ke jazirah Arab, terutama risalah Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il. Kemudian
Banngsa Arab pra Islam melakuakan transfrmasi dari sudut Islam yang dibawa Muhammad
disebut penyimpangan agama mereka sehingga menjadikan berhala, pohon-pohon, binatang,
dan jin sebagai penyerta Allah. Demi kepentingan ibadah, Bangsa Arab pra Islam membuat
360 buah berhala di sekitar Ka’bah karena setaipa kabilah memiliki berhala. Mereka pada
umumnya tidak percaya pada hari kiamat dan tidak pula pervaya kepada kebangkitan setelah
kematian. Meskipun pada umumnya melakuakan penyimpangan, sebgian kecil Banngsa Arab

1
masih mempertahankan akaidah monoteism seperti diajarkan Nabi Ibrahim as. Mereka disebut
al-hunafa. Di antara mereka adalah ‘Umar Ibn Nufail dan Zuhair Ibn Abi Salma.
Dalam biadang hukum, Bangsa Arab pra Islam menjadikan adat sebagai hukum
dengana berbagai bentuknya. Dalam perkawinan, mereka mengenal beberapa macam
perkawianan. Di antaranya adalah: (a) Istibdha, (b) Poliandri, (c) maqthu’, (d) badal, dan (e)
shighar.dalam bidang mu’amalat, di antara kebiasaan mereka adalah kebolehan transaksi
mubadalat (barter), jual-beli, kerjasama pertanian (muzara’at), dan riba. Di samping itu, di
kalangan mereka juga terdapat jual beli yang bersifat spekulatif, seperti bay’al-munabadzat.
Di antara ketentuan hukum keluarga Arab pra Islam adalah kebolehan berpoligini deangan
perempuan denagan jumlah tanpa batas; serta anak kecil dan perempuan tidak dapat menerima
harta pusaka atau harta peninggalan.
Pejelasan Nurcholish Madjid yang menyatakan bahwa tatanan masyarakat Arab pra
Islam cenderunng merendahkan martabat wanita dapat dilihat dari dua kasus: pertama,
perempuan dapat diwariskan, seperti seorang Ibu tiri harus rela dijadikan istri oleh anak
tirinya ketika suaminya meninggal; ibu tiri tidak mempunyai hak pilih, baik untuk meneriama
maupun untu menolaknya; dan kedua, perempuan tidak memperoleh harta pusaka.

B.     Masa Nabi Muhammad


1.      Sebelum Masa kerasulan
Nabi Muhammad Saw. Adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kuarng
berkuasa dalam suku Quraisy.2[2] Kabilah ini memegang jabatan Siqayah. Nabi Muhammad
lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul
Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah Binti
Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan nama Tahun Gajah (570 M).
Dinamakan demikian, karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsy
(Ethiopia), dengan menunggang Gajah menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka’bah.
Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meninggal dunia
tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu
pengasuh, Halimah Sa’diyyah. Dalam asuhannyalah Muhammada dibesarkan sampai usia
empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalam asuhan ibu kandungnya.
Ketika berusia enam tahun, dia menjadi yatim piatu. Seakan-akan Allah ingin melaksanakan
sendiri pendidikn Muhammad, orang yang dipersiapkan untuk membawa risalah-Nya yang
terakhir. Allah berfirman: bukankah Allah mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia
melindungimu. Dan Allah mendapatimu sebagi orang yang bingung lalu dia memberimu
petunjuk (Q. S. 95: 6-7).
Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat
Muhammad. Nmaun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta.

2
Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul
Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah secara
keseluruhan, tetapi dia miskin.
Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan
kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan pengembangan ini dia menemukan tempat
untuk berfikir dan merenung. Dalam suasana demikian, dia ingin melihat sesuatu di balik
semuanya. Pemikiran dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu
duniawi, sehingga ia terhindar dari berbgai mcam nooda yang dapat merusak namanya, arena
itu sejak muda ia sudah dijuluki al-amin, orang yang terpaercayaa.
Nabi Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafialah dagang ke Syria (Syam)
dalam usia baru 12 tahun. Kafilah itu dipimpin oleh Abu Thalib. Dalam perjalanan ini. Di
Bushra, sebelah selatan Syria, ia bertemu dengan pendeta kKristen bernama Buhairah.
Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad sesuai dengan petunjuk certa-
cerita Kristen. Sebagian sumber menceritakan bahwa pendeta itu menasihatkan Abu Thalib
agar jangan terlalu jauh emasuki daerah Syria, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang
mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.
Pada usia yang kedua puluh lima, Muhammad berangakat ke Syria membawa barang
dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam
perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudaian melamarnya.
Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu Muhammad berusia 25
tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita
pertama yang masuk Islam dan banyak membantu nabi dalam perjuangan menyebarkan Islam.
Perkawinan bahagia dan saling mencintai itu dikarunia enam orang anak dau putra dab emapt
putri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua putranya
meninggal waktu kecil. Nabi Muhammad tidak kawin lagi sampai Khadijah meninggal ketika
Muhammad berusia 50 tahun.
Peristiwa penting yang memperlhatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat
usianya 35 tahun. Aktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakuakan secra
gotong royong. Para penduduk Makkah membantu pekerjaan itu denagan Sukarela. Tetapi
pada saat terakhir, ketika pekerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan hajar aswad di
tempatnnya semula, timbul perselisihan. Setiap suku merasa berhak melakukan tugas terakhir
dan tehormat itu. Perselisihan semakin memuncak, namun akhirnya para pemimpin
Quraisysepakat bahwa orang pertama yang masuk ke Ka’bah melalui pintu Shafa, akan
dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini. Tenyata, orang yang pertama masuk itu
adalah Muammad. Ia pun dipercaya untuk menjadi hakim. Ia lantas membentangkan kain dan
meletakkan hajar aswad di tengah-tengah,lalu meminta seluruh kepala suku memegang tepi
kain itu dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu,
Muhammad kemudian meletakkan batu itu pada tempaynya semula. Dengan demikian,
perselisihan dapat dapat diselesaikan dengan bijaksana dan semula kepala suku merasa puas
dengan cara penyelesaian seperti itu.
2.      Masa kerasulan
Menjelang usianya yang keempat pluh, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari
kegagalan masyarakat, berkontemplasi ke gua Hira, beberapa kilometer di Utara Makkah. Di
sana Muhammad mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada tanggal 17
Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul dihadapannya, menyampaikan wahyu Allah
yang pertama: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu Maha Mulia. Da telah mengajar
denagn Qalam. Dia telah mengajar mausia apa yang tidak mereka ketahui. (QS 96: 1-5).
Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai Nabi.
Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu
agama.
Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lam,
sementara Nabi Muhammad menentikannya dan selalu datang ke gua Hira’. Dalam keadaan
menanti itulah turun wahtu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai
berikut: Hai orang yang berselimut, bangun, dan beri ingatlah. Hendaklah engakau besarkan
Tuhanmu dan bersihkanlah pakainmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau
memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu bersabarlah (Al-Muddatstsir: 1-7).
Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama, beliau
melakuakannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya.
Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan shabat
dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi
Thalib yang baru berumur 10 tahun. Kemudian, Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa
kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman,
pengasuh nabi sejak ibunya Aminah masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk
Islam. Sebagai seorang pedagang yang berpengaruh, Abu Bakar berhasil mengislamkan
beberapa orang teman dekatnnya, seperti Usman bin Affan, Zubair bin Awwam,
Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhan bin Ubaidillah. Mereka dibawa
Abu Bakar langsung kepada nabi dan termasuk Islam di hadapan nabi sendiri. Dengan dakwah
secara diam-diam ini, balasan oranng telah memeluk agama Islam.
Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah
perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan
menyuruh kerabat karibnya dari Bani Muthalib. Ia mngatakan kepada mereka, “Saya tidak
melihat seorangpun dikalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka
lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepadamu dunia dan akhirat
yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah di antara kalian
yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali Ali.
Langkah dakwah seterusnya yang diambil Muhammad adalah meyeru masyarakat
umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisa masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan,
baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Mula-mula ia menyeru penduduk Makkah,
kemudian penduduk negeri-negeri lain. Di samping itu, ia juga menyeru orang-orang yang
datang ke Makkah, dari berbagai negeri untuk mengerjakan Haji. Kegiatan dakwah
dijalankannya tanpa mengenal lelah. Dengan usahanya yang gigih, hasil yang diharapkan
mulai terlihat. Jumlah pengikut nabi yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin
bertambah. Mereka terutam terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang yang
tak punya. Meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat
mereka sungguh membaja.
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulia berusaha menghalangi
dakwah rasul. Semakin bertambahnya jumlah pengikut nabi, semakin keras tantangan
dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada liam faktor yang mendorong oarang
Quraisy menentang seruan Islam itu. (1) mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan
kekeuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada
kepemimpinan Bani Abdul Muthalib. Yang terakhir ini sangat tidak mereka inginkan. (2) nabi
Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak
disetujui oleh kelas Bangsawan Quraisy. (3) para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima
ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat. (4) taklid kepada nenek
moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. (5) pemahat dan penjual
patung memeandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi
Muhammad. Pertama-tama mereka mengira bahwa, kekuatan Nabi terletak pada perlindungan
dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat
bagaiaman melepaskan hubungan nabi dengan Abu Thalib dan mengancam dengan
mengatakan: “ Kami Minta anda memilih satu d antara dua: memerintahkan Muhammad
berhenti dari dakwahnnya atau anda menyerahkannya kepada kami. Dengan demikian, anda
akan terhindar i kesuliatan yang tidak diinginkan. “tampaknya Abu Thalib cukup terpengaruh
dengaan ancaman tersebut, sehingga ia mengharapakan Muhammad menghentikan
dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan: “Demi Allah saya tidak akan
berhenti memeperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluaraga dan sanak
saudara akan mengucilkan saya. “Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban
kemenakannya itu, kemudian berkata: “ teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”
Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus wali Ibn mughirah
dengan membawa Umarah ibn Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan, untuk
dipertukarkan dengan Nabi Muhammad. Walid bin Mughirah berkata kepada Abu Thalib:
“ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami
bunuh.” Usl ini langsung ditolak keras ole Abu Thalib.
Untuk kali berikutnya, mereka langsung kepada Nabi Muhammad. Mereka mengutus
Utbah ibn Rabiah, seorang ahli retorika, untuk membujuk nabi. Mereka menawarkan tahta,
wanita, dan harta asal Nabi Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran
itu ditolak Muhammad dengan mengatakan: “Demi Allah, biarpun mereka meletakkan
matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini,
hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya.”
Setelah cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakuakan oleh kaum Quraisy
gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin
ditingkatkan. Tindakan kekerasan itu lebih intensif dilaksanakan setelah mereka mengetahui
bahwa di lingkungan rumah tangga mereka sendiri sudah ada yang masuk Islam. Budak-budak
yang selam ini mereka anggap sebagai harta, sekarang sudah ada yang masuk Islam dan
mempunyai kepercayaan yang berbeda dengan tuan mereka. Budak-budak itu disiksa tuannya
denagan sangat kejam. Para pemimpin Quraisy juga mengharuskan setiap keluarga untuk
menyiksa anggota keluarganya yang masu Islam sampai dia murtad kembali.
Kekejaman yang dilakuakan oleh penduduk makkah terhadap kaum Muslimin itu,
mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Makkah. Pada
tahun kelima kerasulannya, nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat
pengungsian, karena (Negus) raja negeri itu adalah seorang yang adil. Rombongan pertama
sejumlaj sepuluh orang pria dan empat orang wanita, di antaranya Usman bin Affan beserta
istrinya Rukayah putri Rasulullah, Zubair ibn Awam dan Abdurrahman Ibn ‘Auf. Kemudian,
menyusul rombongan sejumlah hampir seratus orang, dipimpin oleh Ja’far ibn Abu Thalib.
Usaha orang-orang Quraisy untuk menhalangi hijrah ke Absyah ini, termasuk membujuk
Negus agar menolak kehadiran umat Islam di sana, gagal. Di samping itu, semakin kejam
mereka memperlakukan umat Islam, semakkin kejam mereka memperlakukan umat Islam,
semakin banyak orang yang masuk agama ini. Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman
itu, dua orang kuat Quraisy masuk Islam, Hamzah dan Umar ibn Khathab. Dengan masuk
Islamnya dua tokoh besar ini posisi umat Islam semakin kuat.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka
menempuh cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pada
perlindungan Bani Hasyim. Dengan demikian, untuk melumpuhkan kaum muslimin yang
dipimpin oleh Muhammad mereka harus melimpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara
keseluruhan. Cara yang ditempuh adalah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk
hubungan dengan suku ini. Tidak seorang pemduduk Makah pun diperkenankan melakukan
hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan dibuat dalam bentuk piagam dan ditanda
tangani dan disimpan di dalam Ka’bah. Akibat boikot tersebut, Bani Hasyim menderita
kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan yang tak ada bandingannya. Untuk meringankan
penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya pindah ke suatu lembah di luar kota Makah. Tindakan
pemboikotan yang dimulai pada tahun ke 7 kenabian ini berlangsung selama tiga tahun. Ini
merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam.
Pemboikotan itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraysi menyadari bahwa
apa yang mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Setelah boikot dihentikan,
Bani Hasyim seakan dapat bernafas kembali dan pulang kerumah masing-masing. Namun
tidak lama kemudian Abu Thalib, paman Nabi yang merupakan pelindung utamanya,
meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah, istri nabi, meninggal
dunia pula. Peristiwa itu terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini meruakan tahun
kesedihan bagi Muhammad SAW. Sepeninggalan dua pendukung itu, kafir kuraisy tidak
segan-segan lagi melampiaskan nafsu amarahya kepada nabi. Meliht reaksi penduduk Makah
demikian rupa, nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam keluar kota. Namun, Thaib ia
diejek, disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka dibagian kepala dan badannya.
Untuk menghibur nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan memikrajkan
beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Berita tentang Isra’ dan Mikraj ini menggemparkan
masyarakat Makkah. Bagi orang kafir, ia dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan
nabi. Sedangkan bagi orang yang beriman, ia merupakan ujian keimanan.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah
islam muncul. Perkembangan dating dari sejumlah penduduk yatsrib yang berhaji ke Mekah.
Mereka yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama
pada tahun ke 10 kenabian, beberapa orang Khazraj bekata kepada Nabi: “ bangsa kami telah
lama terlibaht dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar
merindukan perdamaian kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan
Engkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh kerena itu, kami akan berdakwah agar
mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkau ini. “ mereka giat mendakwahkan
Islam di Yatsrib. Kedua, pada tahun ke 12 kenabian delegasi yatsrib, terdiri dari 10 orang suku
Khazraj dan dua orang suku Aus serta seorang wanita menemui Nabi disuatu tempat bernama
Aqabah. Dihadapan Nabi mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Rombonngan ini kemudian
kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab Bin Umair yang
sengaja di utus Nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut dengan perjanjian Aqobah
pertama. Pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang dating dari Yatsrib berjumlah 73
orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada Nabi agar berkenan pindah ke
Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Nabi punmenyetujui usul
yang mereka ajukan perjanjian ini di sebut perjanjian Aqabah ke 2.
Setelah kaum musyrikin quraisy mengetahui adanya perjanjian antara nabi dan orang-
orang Yatsrib itu, mereka kian gila melancarkan intimidasi terhadap kaum muslimin. Hal ini
membuat nabi segera memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib dalam waktu 2
bulan, hamper semua kaum muslimin, kurang lebih 150 orang, telah meninggalkan kota
Mekah. Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap tinggal di Makkah bersama nabi keduanya
membela dan menemani nabi sampai ia pun berhijrah ke Yatsrib karena kafir quraisy
merencanakan akan membunuhnya. Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu
Bakar ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar 5 kilo meter dari Yatsrib, nabi
istirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum Bin Hindun. Dihalaman
dirumah ini nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun nabi
sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan nabi, setelah
menyelesaikan segala urusan di makkah. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu
kedatangannya. Waktu yang di tunggu-tunggu itu tiba. Nabi memasuki Yatsrib dan penduduk
kota ini mengelu-elukan kedatangan beliau dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, sebagai
penghormatan nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi) atau
sering pula disebut Madinatul Munawarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar
Islam memancar keseluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini disebut Madinah saja.

C.     Pemerintahan Nabi Muhammad


Setelah tiba dan di terima penduduk Yatsrib (Madinah), nabi resmi menjadi
pemimpin penduduk kota itu.3[3] Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda
dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatn politik. Ajaran
Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi
Muhammad mempunyai kedudukan, bukan sja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai
kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spritual
dan kekuasaan duniawi. Keduduknnya sebagai rasul secra otomatis merupakan kepala negara.
Dalam periode ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar
pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi
kemudian meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam di Madinah sebagi berikut:
Pertama, mendirikan masjid
Tujuan Rasulullah mendirikan masjid adalah untuk mempersatukan umat Islam
dalam satu majelis, sehingga di majelis ini ummat Islam bisa bersama-sama melaksanakan
shalat jama’ah secara tratur, mengadili perkara-perkara dan bermusyawarah. Masjid ini
memegang peranan penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempererat tali
ukhuwah Islamiyah.
Kedua, mempersatuakan dan memepersaudarakan antara kaum anshar dan Muhajirin.
Rasulullah memperstukan keluarga-keluarga islam yang terdiri dari Muhajirin dan
Anshar. Dengan cara mempersaudarakan antara keuda golongan itu, Rasulullah telah
menciptakan suatu pertalian yang berdasarkan agama pengganti persaudaraan yang berdasar
kesukuan seperti sebelumnya.

3
Ketiga, perjanjian saling membantu antar sesama kaum Muslimin dan bukan
Muslimin.
nabi Muammad hendak menciptakan toleransi antar golongan yang ada di Madinah,
oleh karena itu nabi membuat perjanjian antara kaum muslimin dan nonmuslimin.
Menurut Ibnu Hisyam, isi perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut.
1.      Pengakuan atas hak pribadi keagamaan dan politik.
2.      Kebebasan beragama terjamin untuk semua umat.
3.      Adalah kewajiban penduduk Madinah, baik muslimin maupun non muslimin, dalam hal moril
maupun materiil. Mereka harus bahu-membahu menangkis semua serangan terhadap kota
mereka (madinah).
4.      Rasulullah adalah pemimpin umum bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala
perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan.
Keempat, meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial untuk masyarakat
baru.
Ketika masyarakat Islam terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi
masyarakat yang baru terbentuk tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang
diturunkan dalam periode ini terutama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat ini
kemudian diberi penjelasan oleh Rasulullah, baik dengan lisan maupun dengan pernuatan
beliau sehingga terdapat dua sumber hukum dalam Islam, yaitu Al-qur’an dan hadits. Dari
kedua sumber hukum Islam tersebut didapat suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem
musyawarah. Dan untuk bidang ekonomi dititikberatkan pada jaminan keadilan sosial, serta
dalam bidang kemasyarakatan, diletakkan pila dasar-dasar persamaan derajat antara
masyarakat atau manusia, denagn penekanan bahwa yang menentukan derajat manusia adalah
ketakwaan.
Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan
perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang
Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setaip golonagan masyarakat memiliki hak
tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaa beragama dijamin dan seluruh
anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu itu dari serangan
lauar. Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan
karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tettib umum, otoritas mutlak diberikan kepada
beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia.
Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan Konstitusi
Madinah.
Denagn terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan
Islam yang pesat itu membuat orang-orang Makkah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi
risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk
menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi, sebagai kepala
pemerintahan, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan
berperang denagna dua alasan: (1) untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya
dan (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankanya dari
orang-orang yang menghalang-halanginya. Dalam sejarah negara Madinah ini memang
banyak terjadi perperangan sebagai upaya kaum Muslimin mempertahan diri dari musuh. Nabi
sendiri, di awal pemerintahannya, mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi
siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi
dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian damai dengan berbagai kabilah di
sekitr Madinah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah.
Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam ini adalah Perang
Badar, perang antara kaum Muslimin denagn musyrik Quraisy. Pada tanggal 8 Ramadhan
tahun ke-2 Hijriah, nabi bersama 305 orang Muslim bergerak keluar kota membawa
perlengkapan yang sederhana. Didaerah Badar, kurang lebih 120 kilometer dari Madinah,
pasukan nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar 900 sampai 1000
orang. Nabi sendiri yang memegang komando. Dalam perang ini kaum Muslimin keluar
sebagai pemenang. Namun, orang-orang Yahudi Madinah tidak senang. Mereka meamang
tidak sepenuh hati menerima perjanjian yang telah dibuat antara mereka denagn nabi.
Tidak lama setelah perang tersebut, nabi mendatanganni sebuah piagam perjanjian
dengan beberapa suku Badui yang kuat. Suku Badui ini ingin sekali menjalin hubungan
denagn nabi setelah melihat kekuatan nabi semakin meningkat. Selain itu, setelah perang
Badar, nabi juga menyerang suku Yahudi Madinah, dan Qainuqa, yang berkomplot denagn
orang-orang Makkah. Orang-orang Yahudi ini akhirnnya memilih meninggalkan Madinah dan
pergi menuju Adhri’at di perbatasan Syria.
Bagi kaum Quraisy Makkah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan
pukulan berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun ke-3 H, mereka
berangkat menuju Madinah membawa tidak kuranng dari 3000 pasukan berkendaraan unta,
200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka
memekai baju besi. Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka denagn pasukan
sekitar seribu orang. Anmun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang
munafik denagn 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar
perjanjian dan disiplin perang. Meskipun demikian, denag 700 pasukan yang tertinggal nabi
melanjutkan perjalanan. Beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua
pasukan bertemu. Perang dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat
memukul mundur tentara musuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh
Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Denagn disiplin yang
tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu
mengalahkan pasukan yang lebih besar. Kemenangan yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba
gagal karena godaan harta peninggalan musuh. Prajurit Islam memungut harta rampasan
perang tanpa menghiraukan gerakan musuh, termasuk di dalamnya anggota pasukan pemanah
yang telah dipringatkan nabi agar tidak meninggalkan posnya. Kelengahan kaum Muslimin ini
dimnafaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil melumpuhkan pasukan
pemanah Islam dan pasukan Quraisy yang tadinnya sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan
Islam menjadi porak poranda dan tak mampu menangkis serangan tersebut. Satu per satu
pahlawan Islam gugur, bahkan nabi sendiri terkena serangan musuh. Perang ini berakhir
dengan 70 orang pejuang Islam syahid di medan laga. Penghiantan Abdullah bin Ubay dan
pasukan Yahudi diganjar denagn tindakan tegas. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi di
Madinah yang berkomplot dengan Abdullah bin Ubay, diusir ke luar kota. Kebanyakan
mereka engungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi lainnya, yaitu Bani Qurizah, masih
tetap di Madinah.
Masyarakat Yahudi yang mengungsi ke Khaibar itu kemudian mengadakan kontak
dengan masyarakat Makkah untuk menyusun kekuatan bersam guna menyerang Madinah.
Mereka membentuk pasukan gabunngan yang terdiri dari 24.000 orang tentara. Di dalamnnya
juga bergabung beberaa suku Arab lain. Mereka bergerak menuju madinah pada tahun ke-5 H.
Atas usul Salman Al-Farisi, nabi memerintahkan umat Islam menggali parit untuk pertahanan.
Setelah tentara sekutu tiba, mereka tertahan oleh parit itu. Namu, mereka mengepung Madinah
denag mendirikan kemah-kemah di luar Parit hampir sebulan lamanya. Perang ini disebut
perang Ahzab (sekutu beberapa suku) atau perang Khandaq (parit). Dalam suasana kritis itu,
orang-orang Yahudi Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad berhianat. Hal ini
membuat uamt Islam makin terjepit. Setelah sebulan pengepungan, angin, dan badai turun
amat kencang, menghantamkan dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan
tentara sekutu. Mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-
masing tanpa hasil apa pun. Sementara itu, pengkhianta-pengkhianat Yahudi Bani Quraizah
dijatuhi hukuman berat, hukuman mati.
Pada tahu ke-6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, nabi memimpin sekitar
seribu kaum Muslimin berangkat ke Mekkah bukan untuk berperang, melainkan untuk
melakuakan ibadah Umrah. Karena itu, mereka mengenakan pakain ihram tanap membawa
senjata. Sebelum tiba di Makkah, merek berkemah di Hudaibiyah, beberapa kilometer dari
Makkah. Penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan
perjanjian yanng dikenal dengan nama Perjanjaian Hudaibiyah yang isinya antara lain: (1)
kaum Muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini tetapi ditangguhkan samapai
tahun depan, (2) lama kunjungan dibatasi samapi 3 hari saja. (3) kaum Muslimin wajib
mengembalikan orang-orang Makkah yang melariakn diri ke Madinah, sedang sebaliknya,
pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Makkah, (4)
selama sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Makkah,
(5)b tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum Muslimin,
bebas melakuaknnya tanpa mendapat rintangan. Kesediaan orang-orang Makkah untuk
berunding dan membut perjanjian dengan kaum Muslimin itu benar-benar merupakan
kemengan diplomatik yang besar bagi umat Islam. Dengan perjanjian ini, harapan untuk
mengambil alih Ka’bah dan menguasai Makkah sudah makin terbuka. Nabi memang sudah
sejak lama berusaha merebut dan menguasai Makkah agar dapat menyiarkan Islam ke daerah-
daerah lain. Ini merupakan target utama beliau. Ada dua faktor poko yang mendorong
kebijaksanaan ini: pertama, Makkah adalah pusat keagamaan bangsa Arab dan melalui
konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, Islam bisa tersebar keluar. Kedua, apabila suku nabi
sendiri dapat diislamkan, Islam akan memperoleh dukungan yang kuat karean orang-orang
Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Setahun kemudian, ibadah haji
ditunaikan sesuai dengan rencana. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah
menyaksikan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.
Genjatan senjata telah , memberi kesempatan kepada nabi untuk menoleh berbagai
negeri lain sambil memikirkan bagaimana cara mengislamkan mereka. Salah satu cara yang
ditempuh nabi adalah mengirim utusan dan surat kepada kepala-kepala negara dan
pemerintahan. Di antara raja-raja yang dikirimi surat ialah raja Ghassan, Masir, Abesinis,
Persia, dan Romawi. Namu, tak seorang pun yang masuk Islam. Ada yang menolak dengan
baik dan simpati, tetapi ada juga yang menolak dengan kasar, seperti yang diperlihatkan oleh
raja Ghassan.
Utusan yang dikirim nabi dibunuh dengan kejam oleh raja Ghassan. Untuk membalas
perlakuan ini, nabi mengirim pasukan perang sebanyak 300 orang. Peperangan terjadi di
Mu’tah, sebelah utara jazirahArab. Pasukan Islam mendapat kesulitan menghadapi tentara
Ghassan yanng mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan gugur melawan pasukan
berkekuatan ratuasan ribu oranng itu. Melihat kenyataan yang tidak berimbang ini, Khalin bin
Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan untuk
menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah
menjangkau seluruh jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh
jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam. Hal
ini membuat orang-orang Makkah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi
senjata bagi umat islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara sepihak orang-
orang kafir Qurisy membatalkan perjanjaian tersebut. Melihat kenyataan ini, Rasulullah
segera bertolak ke Makkah dengan sepuluh ribu tentara untuk melawan mereka. Nabi
Muhammad tidak mengalami kesukaran apa-apa dan memasuki kota Makkah tanpa
perlawanan. Beliau tampil sebagai pemenang. Patung-patung berhala di seluruh negeri
dihancurkan. Setelah itu, nabi berkhotbah manjanjikan ampunan Tuhan terhadap kafir
Quraisy. Sesudah Khotbah disampaikan, mereka datang berbondong-bondong memeluk agam
Islam. Sejak itu, Makkah berada di bawah kekeuasaan nabi.
Sekalipun Makakh dapat dikalahkan, masih ada dua suku Arab yang masih
menentang, yaitu Bani Tsaqif di Taif dan Bani Hawazin di antara Taif dan Makkah. Kedua
suku ini berkomplot membentuk pasukan untuk memeranngi Islam. Mereka ingin menuntut
bela atas berhala-berhala mereka yang diruntuhkan nabi dan umat Islam di Ka’bah. Nabi
menggerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan
ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam
waktu yang tidak terlalu lama.
Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada
di bawah kepimpinan nabi. Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara
jazirah Arab, Syria, yang merupakan daerah penduduk Romawi. Dalam pasukan besar itu
bergabung Bani Ghassan dan Bani Lachmides. Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini
banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap berperang bersama nabi sehingga,
terhimpun pasukan Islam yang dipimpin Nabi, entara Romawi itu menjadi kecut. Akhirnya
mereka menarik diri, kembali ke daerahnya. Nabi sendiri tidak melakukan pengejaran, tetapi
berkemah di Tabuk. Disini beliau membuat perjanjian denagn penduduk setempat. Dengan
demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang Tabuk
merupakan perang terakhir yang diikutu Rasulullah Saw.
Pada tahun ke-9 dan 10 H (630-632 M) banayak suku dari berbagai pelosok Arab
mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad menyatakan ketundukkan mereka. Masuknya
orang Makkah ke dalam agama Islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar pada
penduduk padang pasir yang liar itu. Tahun ini disebut dengan tahun perutusan. Persatuan
bangsa Arab telah terwujud; peperangan antarsuku yang berlangsung sebelumnya telah
berubah menjadi persaudaraan seagama.
Dalam kesempatan menunaikan ibadah ahaji yang terakhir, haji Wada’. Tahun 10 H
(631 M), Nabi Muhammad menyampaiakan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah
itu antara lain: larangan menumpahkan darah kecuali denag haq dan larangan mengambil
harta orang lain dengan batil, karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan
larangan menganiaya; perintah untuk memperlakukan para istri denagn baik dan lemah lembut
dan perinath menjauhi dosa; semua pertengakaran antara mereka di zaman Jahiliyah harus
saling dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman
Jahiliyah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di anatara manusia harus
ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang
dimakan tuannya dan memakai seperti apa yang dipaki tuannnya; dan yang terpenting adalah
umat Islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak pernah usang, Al-quran dan
sunnah nabi. Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam.
Sealnjutnya, prinsip-prinsip itu disimpulkan adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial,
keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas.
Setelah itu, Nabi Muhammad segera kembali ke Madinah. Belliau mengatur
organisasi masyarakat kabilah yanng telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan
para dai dikirim ke berbagi daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam,
mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, nabi menderita sakit demam.
Tenaganya denagn cepat berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H/8 Juni 632
M., Nabi Muhamamd Saw. Wafat di rumah istrinya Aisyah.
Dari perjalan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad Saw., di
samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan
administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik beliau
berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.

BAB III
PENUTUP
Pada 17 Ramadhan 611 M, di Gua Hira Malaikat Jibril muncul di hadapan Nabi
Muhammad untuk menyampaikan wahyu Allah SWT. Nabi di perintahkan untuk mnyeru
manusia kepada satu agama yaitu Islam. Masa dakwa Rasulullah terbagi menjadi dua Fase
yaitu Fase Makkah dan Madinah.

Pada Fase Makkah kebijakan dakwa Rasulullah adalah dengan menonjolkan


kepemimpinan dengan menonjolkan aspek-aspek keteladanannya. Dakwah yang dilakukan
oleh Nabi pada Fase ini terbagi menjadi dua yaitu secara sembunyi-sembunyi dan secara
terang-terangan.

Pada Fase Madinah ada beberapa bidang yang dikembangkan sebagai wujud dari upaya
Nabi untuk membentuk Negara Islam diantaranya yaitu pembentukan sistem sosial
kemasyarakatan, militer, politik, dakwah, ekonomi, dan sumber pendapatan Negara. Pada fase
ini Islam menjadi agama yang sangat berkembang dengan visi dan misi yang satu yaitu
menjadi negara Islamiah dengan pedoman Al-qur’an dan Sunnah Nabi. Dan Nabilah yang
memperkenalkan pertama kali konsep Negra Demokrasi yang sekarang banyak di anut oleh
negara-negara modern Islam maupun non Islam.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Haryanto. Rasulullah; Way Of Managing People. Jakarta: Khalifa Pustaka Al-Khautsar,
2008
2.      M. Lapidus, Ira. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999
3.      Munir Amin, Samsul. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2010
4.      Rusli Amin, M. Hijrah; Rahasia Sukses Rasulullah Saw. Jakarta: Al- Mawardi Prima, 2010
5.      Subarman, Munir. Sejarah Peradaban Islam Klasik . Cirebon: Pangger Publishing, 2008
6.      Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam Bandung: Pustaka Setia, 2008
7.      Syukur NC, Fatah. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009
8.      Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam . Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004.
9.      Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
10.  ernaerlina1.blogspot.com/2014/.../sejarah-peradaban-islam-masa-nabi

FOOTNOTE :

Anda mungkin juga menyukai