Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam diyakini sebagai keyakinan yang bersumber dari landasan agama
yang sempurna. Agama Islam merupakan satu-satunya agama yang mampu
menyesuaikan diri dalam setiap kondisi tanpa menghilangkan dan mengurangi
nilai dasar dari ajaran Islam seperti yang termuat dalam Al-Quran.
Al-Quran adalah petunjuk yang berisi berbagai ketetapan hukum yang
mengatur kehidupan manusia, mulai dari aturan yang berketuhanan dan yang
berkeyakinan yang benar sampai pada aturan bersikap dan bertingkah laku
dengan sesama makhluk Allah. Semua aturan ini tersusun dan tersirat dalam
Al-Quran inilah yang dinamakan syariat Islam.
Kemudian Islam pada masa kini tidak terlepas dari sejarah kelahiran dan
pertumbuhan Islam pada masa lalu. Kemunculan agama Islam sekitar abad ke 6
M tidak dapat terlepas dari kondisi sosial bangsa Arab sehingga menyebabkan
hokum Islam lebih bersifat keras dan tegas terutama dalam masalah jinayah
(hukum pidana). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi suatu sosial suatu
masyarakat akan berpengaruh terhadap hukum yang diberlakukan dalam
masayarakat tersebut.
Untuk lebih lanjut maka pada makalah ini akan dibahas tentang
Perkembangan Hukum Islam Pada Masa Rasulullah.
B. Rumusan
1. Bagaimana kondisi masyarakat Arab Pra Islam?
2. Bagaimana misi Rasulullah dalam perkembangan hukum Islam?
3. Apa sumber atau dalil hukum Islam pada Masa Rasulullah?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Masyarakat Arab Pra Islam


Negara Arab terletak di sebelah barat daya Asia dan merupakan
semenanjung yang dikelilingi oleh laut merah, samudra Hindia, dan teluk
Persia. Negeri ini disebut juga dengan kepulauan Arabia (Jazirah Arab).
Bangsa Arab pra Islam merupakan penyembah berhala. Mereka
mempunyai banyak tempat suci untuk pemujaan dan upacara keagamaan. Ada
sebanyak 360 patung yang disembah diataranya adalah Lata di Thaif, Urra di
lembah Nakhla di sepanjang jalan yang menghubungkan Mekkah dan Irak,
Manat di jalur Quadayad di pantai Laut Merah antara Mekkah dan Madinah. Ini
yang disembah suku Aus dan Khajraz. Diantara patung yang disembah ada juga
yang disebut dengan Suwa yang disembah oleh suku Yanbu’, Wadd (bulan)
yang disembah oleh suku Kalb, Yaguhts disembah oleh suku Masdij, Ya’uq
disembah oleh orang-orang Khiwan, satu daerah yang jarak tempuhnya dua
malam dari San’a di Yaman dan Himyar disembah oleh suku Nasr.
Kemudian Kabah atau rumah suci di Mekkah merupakan sebuah
bangunan kuno, ini merupakan tempat berziarah bagi suku Quraish yang
merupakan suku asal Muhammad yang memiliki kepercayaan dan kehormatan
dari suku-suku lainnya untuk menjadi penjaga Kabah, dan memiliki
kewenangan yang paling tinggi.
Dalam bidang hukum bangsa Arab pra Islam berpegang kuat pada adat,
yang semata-mata didasarkan atas kebiasaan yang sudah berlangsung secara
turun temurun dari nenek moyang mereka. Dalam perkawinan misalnya mereka
mengenal beberapa macam perkawinan diantaranya yaitu nikah al-istibdl, nikah
al-isyitirak, nikah al-badal, nikah ash-shigar.
Dalam bidang ekonomi, dikalangan bangsa Arab pra Islam ada hukum
mubadalah (tukar menukar barang), al-ba’i (jual beli), kerjasama menggarap
lading (muzara’ah), dan praktik riba, termasuk di dalamnya praktik ba’i al-
munabadazh (jual beli yang bersifat spekulatif). 1
Dengan demikian gambaran tentang kondisi sosial bangsa Arab pra
Islam dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupan masyarakat Arab pra Islam
1
Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung : CV.Pustaka Setia, 2011, hal. 143-152

2
sudah ada tatanan kehidupan, baik social, ekonomi, politik, keagamaan maupun
kebudayaan dan kesenian. Keadaan ini menunjukkan bangsa Arab pra Islam
adalah bangsa yang sudah memiliki peradaban, jika dilihat dari sudut pandang
Islam peradaban itu merupakan peradaban yang tidak beradab, karena dibalik
peradaban tersebut berkembang kehidupan yang tidak beradab.
B. Misi Rasulullah dalam perkembangunan hukum Islam
1. Periode Mekkah
Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun beberapa bulan semenjak
beliau dibangkitkan sebagai Rasul sampai pada waktu hijrahnya. Pada fase
ini umat Islam masih berjumlah sedikit dan posisinya pun masih lemah
belum menyatu sebagai satu umat dan belum mempunyai pemerintahan.
Ciri-ciri masyarakat pada fase ini adalah :
a. Jumlahnya masih sangat sedikit
b. Karena jumlahnya yang sedikit mereka belum memiliki kekuatan
apapun jika dibandingkan dengan para penentang Islam
c. Karena masih lemah, mereka dikucilkan oleh maasyarakat penentang
Islam, misalnya di bidang ekonomi di blockade.

Perhatian Rasul pada fase ini diarahkan pada penyebaran dakwah dan
pembinaan keimanan. Rasul berusaha memalingkan umat manusia dari
menyembah berhala dan patung untuk beribadah hanya kepada Allah
pencipta langit dan bumi, menjaga diri dari gangguan orang-orang yang
sengaja menghalangi dakwah. 2

Bagi Nabi pada fase ini belum ada kesempatan untuk membina dan
mengembangkan hukum (tasyri’) yang bersifat ‘amali dan belum dibentuk
peraturan ketat pemerintah, perdagangan dan lain lain. Oleh karena itu surat-
surat Makkiyah dalam Al-Quran seperti surat Yunus, Al-Ra’du, Al-Furqan,
Yasin, dan Al-Hadid bukan merupakan ayat-ayat hokum yang ‘amali
bahkan kebanyakan ayatnya khusus membahas masalah akidah, akhlak dan
Tamsil perjalanan hidup uamt manusia pada masa lampau.

Program pokok dalam misi Mekkah adalah memperkenalkan dan


mengajarkan kepada keluarga dan kerabat dekatnya serta kepada orang-

2
Abdul Wahhab Khalaf, Ikhtisar Sejarah Hukum Islam, cet.1, Yogyakarta : Dua Dimensi, 1985

3
orang Mekkah tentang ketauhidan, bahwa Tiada Tuhan Selain Allah (La
Ilaha Illallah), dan penyembahan berhala yang dilakukan mereka adalah
kemusyrikan dan kezaliman yang amat besar.

Pada awalnya metode ajakan ini dilakukan dengan cara sembunyi-


sembunyi dari rumah ke rumah, dan ini berlangsung selama 3 tahun.
Hasilnya beberapa pemuda dari golongan ekonomi lemah mengikuti dan
memeluk kepercayaan baru ini dan orang-orang yang pertama kali
menyambut seruan ini adalah istrinya Khadijah, Ali bin Abi Thalib, anak
angkatnya Zaid bin Haritsah dan Abu Bakar.

Namun dipandang rendah dan diejek orang-orang Quraisy karena cara


sembunyi-sembunyi. Kemudian dengan adanya perintah wahyu dari Allah
Rasul mengubah metodenya yang dari sembunyi-sembunyi menjadi terang-
terangan dan terbuka.

Pada kali ini Muhammad dan para pengikutnya harus menghadapi


kesulitan yang besar seperti terror, intimidasi bahkan ancaman atas
pembunuhan atas diri Nabi dan berbagai kasus penyiksaan yang dilakukan
orang-orang Quraisy terhadap para pengikut nabi dengan gencar sering
terjadi. Oleh karena itu pada tahun ke 5 dari kenabiannya atau 615 M,
karena nabi tidak dapat meringankan penderitaan para pengikutnya akhirnya
beliau menganjurkan kepada mereka untuk pindah atau hijrah ke negeri
Abbysenia dan mereka pun mengikuti anjuran nabi. Adapun oarng-orang
yang ikut hijrah pada saat itu 100-an laki-laki dan perempuan. Di tempat
tujuan ternyata mereka diterima dengan baik oleh raja negeri tersebut
walaupun ia seorang pemeluk agama Kristen. 3

Setelah Khadijah meninggal dunia begitupun paman pelindungnya Abu


Thalib berbagai ancaman, hinaan, terror bahkan ancaman pembunuhan dari
orang-orang Quraisy makin mejadi sehingga untuk menghindari terjadinya
hal buruk maka pergilah beliau ke Thaif. Akan tetapi penduduk Thaif pun
tidak lebih baik dari penduduk Mekkah. Mereka mengejek dan mengina
bahkan tanpa belas kasihan mereka melemparinya dengan batu hingga
beliau terluka.
3
Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung : CV.Pustaka Setia, 2011, hal. 158

4
Pada saat datangnya musim haji ketika upacara haji hamper selesai nabi
menaruh perhatian terhadap suatu kerumunan yang terdiri atas 6 orang
pemuda yang tampak seperti orang asing. Ternyata mereka adalah anak-
anak muda dari Yatshrib. Kemudian nabi menyampaikan kepada mereka
dasar-dasar akidah Islam dan menganjurkan agar mereka mengikuti seruan-
seruan tuhan dan menyampaikan pula perihal cobaan dan penganiayaan
kafir Quraisy Mekkah terhadap dirinya. Lalu nabi bertanya keepada mereka
“Apakah mereka bersedia menerima dan melindungi nabi seandainya pindah
ke Yathrib?” ke 6 pemuda tersebut dengan tegas menyatakan masuk Islam
tetapi belum bisa menjamin untuk melindungi nabi karena mereka sedang
terlibat permusuhan dinegerinya.

Sesampainya di Yatshrib ke 6 pemuda tersebut menyampaikan dan


menyebarkan berita tentang telah datangnya seorang Rasul ditengah-tengah
masyarakat Mekkah untuk mengajak manusia ke jalan yang lurus dan
menyelamatkan mereka dari jalan kehidupan yang sesat.

Ketika musim haji tiba nabi mendatangi tempat yang telah disepakati
sebelumnya. Ada 12 pemuda Yatshrib yang telah masuk Islam bertemu
dengan nabi di Aqabah. Dihadapan nabi mereka menyatakan kesaksiannya
untukmemeluk agama Islam dan bersama-sama mengangkat tangan nabi
seraya bersumpah bahwa mereka tidak akan menyembah sesuatu selain
Allah. Sehingga dalam sejarah Islam sumpah inilah yang dikenal sebagai
perjanjian Aqabah 1 (Bai’atul Aqabah al-Ula). Tak lama setelah perjainjian
ini maka terjadilah peristiwa Isra’ Mi’raj nabi menjumpai Allah dan
menerima perintah untuk menjalankan salat 5 kali sehari semalam. 4

Pada musim haji berikutnya, 73 pemuda Yatshrib berkunjung ke


Mekkah dan bersumpah dihadapan nabi bahwa mereka akan menolong dan
melindungi nabi. Inilah yang disebut perjanjian Aqabah II (Bai’at
Al-‘Aqabah Ats-Tsaniyah). Kemudian nabi mengutus seseorang yaitu
Mus’ab untuk kembali ke Mekkah menyebarkan tentang perkembangan
pemeluk Islam disana sehingga pemeluk agama Islam makin bertambah dan

4
Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung : CV.Pustaka Setia, 2011, hal. 159-160

5
dakwah Islam berkembang pesat. Dengan kabar tersebut maka menambah
motivasi bagi nabi untuk segera merealisasikan niat hijrahnya ke Madinah.

2. Periode Madinah
Periode ini berlangsung sejak hijrah Rasulullah dari Mekah hingga
beliau wafat. Periode ini berjalan selama 10 tahun. Ketika Nabi tiba di
Madinah, masyarakatnya terbagi dalam beberapa kelompok yakni kelompok
Muhajirin adalah orang-orang mukmin yang meninggalkan tanah kelahiran
mereka (Mekkah) dan turut berhijrah ke Madinah.
Pengikut Nabi yang lainnya adalah penduduk asli Madinah yang
memberikan pertolongan kepada Nabi. Mereka mendapat sebutan kaum
“Anshar” (umat penolong). Dengan ramah mereka menyambut kedatangan
Nabi sesuai dengan perjanjian Aqabah II mereka bersedia membantu Nabi
dalam kondisi apapun, bahkan mereka bersedia mengorbankan harta
kekayaan mereka untuk kepentingan perjuangan Islam.
Ikatan persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar semakin bertambah
erat. Setelah Islam berkembang dengan pesatnya di Madinah, kelompok non
muslim Madinah mulai cemas dengan kedudukan Nabi yang semakin kuat.
Abdullah bin Ubay adalah tokoh non muslim yang benci dan iri hati atas
supremasi politik Nabi. Ia terkenal sangat licik dan mempunyai banyak
pengikut yang terdiri atas orang-orang munafik yang berusaha menentang
Nabi secara sembunyi-sembunyi.

Adapun periode madinah ini dikenal dengan periode penataan dan


pemapanan masyarakat sebagai masyarakat percontohan oleh karena itu di
periode madinah inilah ayat-ayat yang memuat hukum-hukum untuk
keperluan tersebut (ayat-ayat ahkam) Turun, baik yang berbicara tentang
ritual maupun sosial. Meskipun pada periode ini Nabi Muhammad SAW
baru melakukan legislasi, Namun ketentuan yang bersifat legalitas sudah
ada sejak periode Mekkah, bahkan justru dasar-dasarnya telah diletakkan
dengan kukuh dalam periode Mekkah tersebut. Dasar-dasar itu memang
tidak langsung bersifat legalistik karena selalu dikaitkan dengan ajaran
moral dan etika.5

5
Muhammad Zuhri, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.1996 hal. 13

6
Pada periode ini tasyri’ Islam sudah berorientasi pada tujuan yang kedua
yaitu disyariatkan bagi mereka hukum-hukum yang meliputi semua situasi
dan kondisi, dan yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan, baik
individu maupun kelompok pada setiap daerah, baik dalam Ibadah,
muamalah, jihad, pidana, waris, wasiat, perkawinan, thalak, sumpah,
peradilan dan segala hal yang menjadi cakupan ilmu fiqih.
Pembentukan hukum pada masa ini berjalan bersama kenyataan dan
pembinaan bahwa kaum muslimin, apabila menghadapi suatu masalah yang
harus dijelaskan hukumnya, maka mereka langsung bertanya kepada
Rasulullah. Terkadang Rasulullah memberikan fatwa kepada mereka dengan
satu atau beberapa ayat (wahyu) yang diturunkan Allah kepadanya,
terkadang dengan hadis dan terkadang dengan memberi penjelasan hukum
dengan pengalamannya. Atau sebagian mereka melakukan suatu perbuatan
lalu Nabi menetapkan (takrir), jika hal tersebut benar menurut Nabi.
Ada tiga aspek yang perlu dijelaskan dari proses perkembangan syariat
pada periode ini6 adalah :
1. Metode Nabi dalam menerangkan hukum. Dalam banyak hal syariat
Islam Turun secara global nabi sendiri tidak menjelaskan apakah
perbuatannya itu wajib atau sunnah, bagaimana syarat dan rukunnya
dan lain sebagainya. Seperti ketika Nabi salat para sahabat melihat
salat Nabi dan mereka mengikutinya tanpa menanyakan syarat dan
rukunnya.
2. Ada hukum yang disyariatkan untuk suatu persoalan yang dihadapi
oleh masyarakat, seperti bolehkah menggauli istri ketika mereka
sedang haid, bolehkah berperang pada bulan haji. Dan ada pula yang
disyariatkan tanpa didahului oleh pertanyaan dari sahabat atau tidak
ada kaitannya dengan persoalan yang mereka hadapi, termasuk
didalamnya adalah masalah ibadah dan beberapa hal yang berkaitan
dengan muamalat.
3. Turunnya syariat secara bertahap. Maksudnya pembentukan kondisi
masyarakat yang layak dan Siap dan menerima Islam harus menjadi
prioritas yang diutamakan.
C. Sumber Hukum Islam pada Masa Rasulullah
6
Abdul Wahhab Khallaf, Sejarah Hukum Islam, Bandung: Marja 2005 Cet-1, 19-25.

7
1. Al-Quran
Al-Quran adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
dengan bahasa Arab yang disampaikan secara mutawatir, yang dimulai
dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas dan membacanya
bernilai ibadah dan dapat menjadi hujjah bagi Rasulullah dalam
pengakuannya sebagai Rasul, juga sebagai undang-undang yang dijadikan
sebagai pedoman oleh umat manusia.7
Dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi, menjawab
pertanyaan-pertanyaan, menyikapi berbagai kasus yang memerlukan
penanganan hukum Nabi senantiasa berpedoman pada Al-Quran dan As-
Sunnah sehingga keduanya menjadi rujukan dan menjadi dalil hukum pada
zaman Rasulullah.
2. As-Sunnah
Selain berdasarkan pada Al-Quran dal;am menyelesaikan berbagai
persoalan yang dihadapi, Rasulullah berpegang pada wahyu Allah sebagai
penjelasan terhadap Al-Quran. Wahyu Allah yang bukan Al-Quran dan
merupakan Bayan terhadapnya disebut As-Sunnah atau Hadis.
As-Sunnah adalah perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan
kepada Nabi. Apabila penyandaran itu diriwayatkan oleh mayoritas sahabat,
tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, yang mustahil mereka berdusta. Hadis tersebut
berkuantitas mutawatir, jika tidak maka ke mutawatiran nya turun menjadi
hadis mahsyur atau ahad. Hadis ini kemudian diklasifikasdi lagi menjadi
sahih, hasan, dan dha’if. Apabila penyandaran itu bohong bukan dari Nabi
maka hadis tersebut maudhu’ (hadis yang bukan hadis).8
3. Ijtihad Rasulullah
Ijtihad adalah mengerahkan segala kemampuan dalam mengeluarkan
hukum syara’ secara detail dari dalil-dalil yang global dalam Al-Quran dan
As-Sunnah. Ijtihad ini meliputi :
a. Mengambil hukum dari zahir nash apabila hukum tersebut tercakup
didalamnya. Hal ini dapat dilihat dari keumuman dan kekhususannya,
perinciannya, nasikh dan mansukh nya.

7
Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung : CV.Pustaka Setia, 2011, hal.168
8
Ibid, hal. 171

8
b. Mengambil hukum dari ma’qul an-nash yaitu apabila dalam hukum
tersebut tedapat ‘illat baik sharih atau hasil istimbath serta peristiwa itu
mengandung ‘illat yang sama dengan ‘illat yang terdapat dalam hokum
yang ada nash nya. Inilah yang disebut dengan qiyas.
c. Mencocokkan peristiwa-peristiwa dengan kaidah umum yang diambil
dari dalil-dalil yang berbeda dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam
terminology ushul fiqh disebut dengan istihsan, istishab, mursalah,
saddud dara’i. 9

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
9
Ibid, hal. 172-173

9
Secara umum kondisi bangsa Arab pada masa Rasul adalah terdiri dari
berbagai kabilah-kabilah dan suku. Bangsa Arab pra Islam merupakan
penyembah berhala. Dalam bidang hukum bangsa Arab pra Islam berpegang
kuat pada adat. Kehidupan masyarakat Arab pra Islam sudah ada tatanan
kehidupan, baik social, ekonomi, politik, keagamaan maupun kebudayaan dan
kesenian. Keadaan ini menunjukkan bangsa Arab pra Islam adalah bangsa yang
sudah memiliki peradaban.

Pada periode Mekkah Rasulullah lebih memfokuskan kepada


pembentukan Akidah dan moral masyarakat yang bertolak belakang dengan
kebiasaan masyarakat mekkah pada masa itu. Inti pembentukan Hukum pada
periode Makkiyah adalah membentuk akidah yang sesuai dengan ajaran Islam,
dan menyembah kepada Allah SWT.

Berbeda dengan periode sebelumnya pada periode Madinah sudah


banyak masyarakat yang memeluk Agama Islam dan telah terbentuknya
pemerintahan yang tertata dengan rapih. Kemudian mendorong Tasyri’ sesuai
dengan perkembangan masyarakat yang berhubungan dengan segala aspek
kehidupan, baik individu maupun kelompok pada setiap daerah, baik dalam
Ibadah, muamalah, jihad, pidana, mawaris, wasiat, perkawinan, thalak, sumpah,
peradilan dan segala hal yang menjadi cakupan ilmu fiqih.

DAFTAR PUSTAKA

Ismatullah, Dedi, 2011 Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung : CV.Pustaka

Setia

10
Wahhab Khallaf, Abdul, 2005 Sejarah Hukum Islam, Bandung: Marja Cet.1

Wahhab Khalaf, Abdul, 1985, Ikhtisar Sejarah Hukum Islam, cet.1,

Yogyakarta : Dua Dimensi.

Zuhri, Muhammad, 1996, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

11

Anda mungkin juga menyukai