Anda di halaman 1dari 31

PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH, MADRASAH, DAN PT

DALAM MENUMBUHKAN 4 KECERDASAN (IQ, EQ, SQ, DAN


AQ)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah
Analisis Pembelajaran PAI di Sekolah Atau Madrasah dan Perguruan Tinggi

Disusun Oleh Kelompok 4:


Sefti Dwi Novitasari : Nim.1911540004
Fenti Fiska Nanda : Nim.1911540006
Fatimah Arsy Yani : Nim.1911540039
Pebriana Khairu Zakiyah : Nim.1911540028

Dosen Pengampu :
Dr. Zubaedi, M. Ag., M. Pd

PROGRAM PASCA SARJANA (S2)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat
rahmat dan taufik-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Pembelajaran PAI di Sekolah, Madrasah, dan PT dalam menumbuhkan 4 kecerdasan
(IQ, EQ, SQ, AQ)”

Di dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa


dalam penyusunan makalah masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan.
Untuk ini penulis akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua serta dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembacanya.

Amin, amin yarobbal’alamin

Bengkulu, Juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan Penulisan............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pembelajaran PAI di Sekolah dalam Menumbuhkan 4 Kecerdasan (IQ, EQ,


SQ dan AQ ....................................................................................................
B. Pembelajaran PAI di Madrasah dalam Menumbuhkan 4 Kecerdasan (IQ, EQ,
SQ dan AQ.....................................................................................................
C. Pembelajaran PAI di PT dalam Menumbuhkan 4 Kecerdasan (IQ, EQ, SQ dan
AQ..................................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Derasnya laju informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi memicu dan
memacu setiap orang untuk menjadi cerdas. Banyak orang tua yang berburu
jasa kursus, pelatihan, bimbingan belajar dan lain sebagainya untuk
mencerdaskan anak mereka. Dalam hal ini, kecerdasan di definisikan sangat
sederhana, yakni jika anak 2 tahun telah mampu mengeja sederet kata bahkan
sederet kalimat dengan baik, maka ia dikatakan sebagai anak yang cerdas
karena banyak anak lain pada usia tersebut belum mampu melakukannya.
Orang yang mempunyai IQ tinggi tetapi EQ rendah cenderung
mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding dengan orang yang IQ-nya
rata-rata tetapi EQ-nya tinggi. Artinya bahwa penggunaaan EQ atau sering
disebut olahrasa menjadi hal yang sangat penting dalam kesuksesan karir
seseorang, yakni 85% EQ dan 15% IQ. Jadi peran EQ sangat siginifikan.
Kita perlu mengembangkan IQ menyangkut pengetahuan dan
keterampilan, namun kita juga harus menampilkan EQ yang sebaik-baiknya
karena EQ harus dilatih. Untuk meningkatkan EQ dan IQ agar dapat membina
hati nurani yang baik kita juga harus mengembangkan SQ yang merupakan
cerminan dari hubungan kita dengan Allah SWT. Jadi perpaduan antara EQ,
IQ, dan SQ inilah yang sangat penting dalam meniti karir agar menjadi lebih
baik. Disamping itu, kita juga perlu mengembangkan AQ (Adversity
Quotient) yang dapat mengajarkan kepada kita bagaimana menjadikan
tantangan bahkan ancaman menjadi peluang, jadi yang ideal memang kita
perlu menyeimbangkan antara EQ, IQ, SQ dan AQ.
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis tertarik dan perlu untuk
membahas lebih lanjut berkenaan dengan Pembelajaran PAI di sekolah,
madrasah, dan PT dalam menumbuhkan 4 kecerdasan (IQ, EQ, SQ, AQ).

1
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat
dalam makalah ini:
1. Bagaimana pembelajaran PAI di Sekolah dalam menumbuhkan 4
kecerdasan ( IQ, EQ, SQ dan AQ)?
2. Bagaimana pembelajaran PAI di Madrasah dalam menumbuhkan 4
kecerdasan ( IQ, EQ, SQ dan AQ)?
3. Bagaimana pembelajaran PAI di PT dalam menumbuhkan 4 kecerdasan
( IQ, EQ, SQ dan AQ)?

C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Pembelajaran PAI di Sekolah dalam menumbuhkan 4 kecerdasan ( IQ, EQ,
SQ dan AQ)
2. Pembelajaran PAI di Madrasah dalam menumbuhkan 4 kecerdasan ( IQ,
EQ, SQ dan AQ)
3. Pembelajaran PAI di PT dalam menumbuhkan 4 kecerdasan ( IQ, EQ, SQ
dan AQ)
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembelajaran PAI di Sekolah dalam Menumbuhkan 4 Kecerdasan ( IQ,


EQ, SQ dan AQ)
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam


menyiaapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan
antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.1

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhannya


dalam lingkup Al-Qur’an dan Al-Hadist, keimanan, akhlak, fiqh/ibadah, dan
sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama
Islam mencakup perwujudan keserasian, keselerasan dan keseimbangan
hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk
lainnya maupun lingkungannya (hablun minallah wa hablun minannas).

Jadi pelaksanaan pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang


dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan
bimbingan ditetapkan.2

1
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005) hlm 130
2
Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004) hlm 131
2. Pengertian IQ, EQ dan SQ dan AQ
a. Pengertian IQ
IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan atau
kecerdasan yang didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau
kemampuan untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu
dikaitkan dengan hal akademik seseorang.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai
seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak
seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang
murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang
kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid,
disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-
sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang
anak adalah pada saat ia mulai berkatakata. Ada hubungan langsung
antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang
anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan
cepat dan banyak.3
b. Pengertian EQ
EQ (Emotional Quotient) / kecerdasan emosi merupakan
kemampuan untuk mengelola emosi atau perasaan.
Goleman sendiri menganggap bahwa “emosi merujuk pada
suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak”.4
Sedangkan Syamsu Yusuf mengutip pendapat Sarlito Wirawan
Sarwono yang mengatakan bahwa “emosi merupakan setiap keadaan

3
Nur Muslimin, Pendidikan Agama Islam Berbasis IQ, EQ, SQ, CQ, Vol 1 (2) 2016, Hlm
262
4
Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional), Terj. T. Hermaya,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 411
pada diri seseorang yang desertai warna afektif baik pada tingkat
lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam)”5
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan
untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya kepada hal-hal yang
lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual
dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia
utama dilihat dari berbagai segi. Hubungan antara otak dan emosi
mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu
dengan lainnya saling menentukan.
c. Pengertian SQ

SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’


Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi
jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan
kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa
adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang
dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi
terkapling-kapling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih
berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu
memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada
setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya.
Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan
jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ
tidak mesti berhubungan dengan agama.

Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan


spiritual seperti yang dikutip oleh Ary Ginanjar adalah “kecerdasan

5
yamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), 115
untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam kontekas makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan
atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang
lain”6

Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat


membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. Dalam Islam,
orang yang cerdas adalah orang yang mampu menundukkan
pandangan hawa nafsunya.

d. Pengertian AQ
Kecerdasan adversitas (Adversity Quotient) adalah kecerdasan
yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan sanggup
bertahan hidup. Dengan Adversity Quotient seseorang bagai diukur
kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan hidup untuk tidak
berputus asa. Tidak semua orang mampu menarik manfaat kapasitas
IQ dan EQ, dan pada akhirnya Stoltz menawarkan konsep Adversity
Quotient (AQ). Secara ringkas, Adversity Quotient (AQ) adalah
kemampuan seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolah
kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi
sebuah tantangan untuk menyelesaikannya. Terutama dalam
penggapaian sebuah tujuan, cita-cita, harapan dan yang paling penting
adalah kepuasan pribadi dari hasil kerja atau aktivitas itu sendiri.7

6
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang
Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pasca Kematian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006) hlm 289
7
Paul G. Stoltz, Faktor Paling Penting dalam Meraih Kesuksesan: Adversity Quotient
Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: Grasindo 2005
3. Hubungan IQ, EQ, SQ, dan AQ

Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang


berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis,
berfikir, menentukan kausalitas, berfikir abstak, bahasa, visualisasi, dan
memahami sesuatu. IQ adalah alat kita untuk melakukan sesuatu letaknya
di otak bagian korteks manusia. Kemampuan ini pada awalnya dipandang
sebagai penentu keberhasilan sesorang. Namun pada perkembangan
terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam
menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma
tentang keberhasilan, dan juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu
satunya penentu keberhasilan individu dirasa kurang memuaskan karena
banyak kegagalan yang dialami oleh individu yang ber IQ tinggi.

Ketidak puasan terhadap konsepsi IQ sebagai konsep pusat dari


kecerdasan seseorang telah melahirkan konsepsi yang memerlukan riset
yang panjang serta mendalam. Daniel Goleman mengeluarkan konsepsi
EQ sebagai jawaban atas ketidak puasan manusia jika dirinya hanya
dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang
terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional.
Disamping itu Goleman mempopulerkan pendapat para pakar teori
kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi
secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas
penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut dalam Danah Zohar
dan Ian Marshal.

Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri,


motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. Letak dari
kecerdasan emosional ini adalah pada sistem limbik. EQ lebih pada rasa,
Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita
tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional
kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20 persen
dan EQ 80 persen.

Kecerdasan spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan


yang lain. Individu yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi,
mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang ia
peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang
(EQ) akan memberi sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para
simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran darah telah teratur maka
individu akan dapat berfikir secara optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat
dalam mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati dan
potensi kamanusiaan tidak cukup hanya dengan IQ dan EQ, kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia
sebagai pembimbing kecerdasan lain. Karena itu sesuai dengan pendapat
Covey diatas bahwa “SQ merupakan kunci utama kesadaran dan dapat
membimbing kecerdasan lainnya”.

Dengan kata lain, SQ adalah kecerdasan yang berperan sebagai


landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.
Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari
pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan
permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan
emosi dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap
orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan
jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat
dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body
(Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).
Jadi perpaduan antara IQ , EQ , SQ dan AQ akan membawa jiwa
secara utuh, sehingga dapat belajar dengan baik, dimana akan lebih baik
lagi jika ditambahkan dengan AQ Adversity Quotient (AQ) yang
menjadikan kesulitan sebagai kemampuan seseorang dan mengolah
kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi
sebuah tantangan untuk menyelesaikannya.

4. Pembelajaran PAI di Sekolah dalam Menumbuhkan 4 Kecerdasan


(IQ, EQ, SQ dan AQ)
Seorang siswa yang belajar dengan niat supaya menjadi pintar,
adalah motifasi intelektual yang bersumber dari IQ. Namun jika siswa itu
kemudian melanjutkan: setelah menjadi pintar, ia akan menggunakan
kepintarannya untuk menolong sesama manusia, ini adalah motifasi
emosional yang bersumber dari EQ. Sedangkan jika masih melanjutkan:
karena belajar dan bermanfaat bagi manusia adalah wujud pengabdiannya
kepada Allah, maka inilah motifasi spiritual yang bersumber dari SQ.
Inilah esensi tertinggi dalam hidup. Bahwa semua kebaikan yang kita
lakukan harus di niatkan hanya untuk mencari ridho Allah, supaya
amalan-amalan itu tidak hanya bermanfaat di dunia kita namun juga di
akhirat kita. jika IQ dan EQ hanya menjawab pertanyaan tentang apa yang
di fikirkan dan apa yang dirasakan, maka SQ ini menjawab pertanyaan
yang jauh lebih dalam lagi, yaitu “siapakah aku? Apa tujuan hidupku?”
Dengan Adversity Quotient (AQ) seseorang memunyai kemampuannya
dalam mengatasi setiap persoalan hidup untuk tidak berputus asa.

Konteks permasalahan di sini adalah bagaimana mengupayakan


guru PAI menjadi kreatif di dalam mengajarkan materi. Paparan serta kiat-
kiat teknis mengenai IQ, EQ, SQ, dan AQ sebagaimana dipaparkan di
atas, kiranya dapat menjadi alternatif pendekatan dan metode pengajaran
yang mampu menyentuh seluruh ranah; kognitif, afektif dan psikomotor.
Dengan kata-lain, ini merupakan sebuah upaya untuk menjadikan
Pendidikan Agama Islam menjadi sebuah kesadaran yang utuh, lebih
bermakna dalam realitas kehidupan siswa, dan bukan sekedar doktrin yang
membelenggu.

B. Pembelajaran PAI di Madrasah dalam Menumbuhkan 4 Kecerdasan (IQ,


EQ, SQ dan AQ)
1. Kecerdasan intektual (IQ)
Di sini penulis mengambil contoh dari beberapa strategi yang
berhubungan dengan kecerdasan intelektual (IQ), yakni tentang ingatan.
Ingatan adalah proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali informasi dan pengetahuan yang semuanya berpusat
dalam otak.8 Winkel mengatakan bahwa ingatan adalah suatu aktifitas kognitif
di mana manusia menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa
lampau.9
Demikian juga yang diungkapakan Abu Ahmadi bahwa ingatan adalah
suatu daya yang dapat menerima, menyimpan, dan memproduksi kembali
kesan-kesan, tanggapan dan pengertian. Dengan demikian ingatan itu tidak
hanya kemampuan untuk menyimpan apa yang pernah dialami pada masa
lampau, namun juga termasuk kemampuan untuk menerima, menyimpan dan
mengeluarkan kembali, kemampuan mengingat ini tidak hanya diperlukan
dalam proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tapi juga
dalam proses berpikir, kemampuan kognitif dan kemampuan-kemampuan
yang lain. Dengan kata lain bahwa, kecakapan kognitif menurut seorang anak
untuk mempunyai beberapa keahlian yang tepat, salah satunya adalah daya
ingat yang baik. Namun, tidak semua ingatan yang baik dimiliki oleh setiap
anak, hal ini disebabkan karena memori atau ingatan kita dipengaruhi oleh:

8
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 72.
9
Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm 42.
sifat seseorang, alam sekitar, keadaan jasmani, keadaan rohani (jiwa) dan
umur manusia.10
Menurut Atkinson dkk (1987) Proses mengingat dibagi dalam tiga
tahapan yaitu :
a. Memasukkan.
Dalam tahap memasukkan, kesan-kesan diterima dan di pelajari
baik secara spontan atau disengaja maupun sadar atau tidak sadar. Pada
tahap memasukkan ini, terjadi pula proses enconding. Enconding adalah
proses perubahan informasi menjadi simbol-simbol atau gelombang-
gelombang listrik tertentu sesuai dengan perangkat organisme yang ada.
b. Menyimpan.
Setelah enconding selesai dilakukan baru dapat dilakukan
penyimpanan selama waktu tertentu, pada tahap ini terjadi penyimpanan
beberapa catatan, kesan-kesan yang telah diterima dari pengalaman
sebelumnya.
c. Mengeluarkan Kembali.
Tahap ini merupakan tahap untuk mengingat kembali
(Remembering) atau memperoleh kesan – kesan pengalaman yang telah
disi mpan dalam ingatan batasan tersebut menunjukkan bahwa informasi
tidak hanya disimpan saja, tetapi harus dapat dipanggil kembali, terjadi
proses kelupaan.
2. Kecerdasan Emosi (EQ)
Kecerdasan Emosi (EQ) adalah kemampuan untuk mengenali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri
sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri
dan dalam hubungan dengan orang lain. Menurut Howard Gardner
kecerdasan Emosi (EQ) terdiri dari dua kecakapan yaitu: intrapersonal
Intelligence dan Inrapersonal Intelligence. Demikian juga dengan
10
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm 26.
pendapat tokoh spiritual terbesar, pendiri filsafat Illuminasi, yakni
Syihabuddin Suhrawardi Al- Maqtul, “….beliau Aristoteles mulai
berbicara kepada saya d alam sebuah penampakan tentang gagasan bahwa
manusia harus melakukan penyelidikan pertama-tama mengenai (masalah)
pengetahuan tentang realitas dirinya, dan selanjutnya, menyelidiki
(pengetahuan orang lain) yang berada di luar (realitas dirinya)”.11
Jadi kecerdasan Emosi (EQ) sangat berpengaruh sekali dalam
proses belajar mengajar. Untuk itu kecerdasan Emosi harus di
kembangkan oleh setiap siswa. Begitu pula seorang pendidik harus
mengetahui begaimana cara yang terbaik untuk mengukur kecerdasan
Emosi (EQ) seseorang atau dirinya sendiri. Menurut Daniel Goleman
salah satu cara terbaik untuk mengukur EQ seseorang yakni dengan
kerangka kerja yang terdiri dari lima kategori utama yaitu:
a. Kesadaran diri, meliputi: kesadaran emosi diri, penilaian pribadi dan
percaya diri.
b. Pengaturan diri, meliputi: pengendalian diri, dapat dipercaya, waspada,
adaptif, komitmen, inisiatif dan optimis.
c. Motivasi, meliputi: dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, dan
optimis.
d. Empati, meliputi: memahami orang lain, pelayanan, mengembangkan
orang lain, mengatasi keragaman, dan kesadaran politis.
e. Keterampilan sosial, meliputi: pengaruh komunikasi, kepemimpinan,
katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan,
kolaborasi dan koperasi serta kerja tim.

Setelah mengetahui cara mengukur EQ, maka yang harus dilakukan


selanjutnya adalah mengembangkan EQ, agar kegiatan belajar mengajar dapat
berhasil dengan baik. Demikian pula di sini cara yang terbaik untuk
11
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2000), hlm 30.
menerapkan dan mengembangkan EQ adalah sebagai berikut :
Menurut John Gottman adalah:12
1) Menyadari Emosi Anak.
Seorang pendidik harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh
anak didiknya. Karena seringkali siswa mengungkapkan emosi mereka
secara tidak langsung dan dengan cara-cara yang membingungkan, contoh
dalam suatu kelas meskipun pelajaran sudah dimulai masih ada saja dari
beberapa siswa yang ngobrol sendiri, mainan, pukul-pukul bangku, dan
lain-lain. Intinya adalah karena setiap siswa mempunyai alasan bagi
emosi mereka, ketika setiap kali pendidik merasa bahwa hatinya berpihak
pada anak tersebut, maka dia akan merasakan apa yang sedang di rasakan
oleh anak tersebut.
2) Mengakui Emosi Sebagai Kesempatan.
Setelah seorang pendidik mengetahui emosi anak didiknya,
kemudian mengetahui pengalaman-pengalaman negatif yang pernah di
alami, maka seorang pendidik harus dapat membangun kedekatan dengan
anak-anak mereka. Dan membantu menangani perasaan mereka.
3) Mendengarkan Dengan Empati.
Pendidik harus bisa bersikap dengan penuh perhatian, berbicara
dengan santai. Dan dengan mengamati petunjuk fisik emosi anak.
4) Mengungkapkan Nama Emosi.
Menolong anak memberi nama emosi sewaktu emosi itu mereka
alami dan semakin tepat jika seorang anak tersebut dapat mengungkapkan
perasaannya lewat kata-kata, maka kita dapat membantu mereka
mencamkannya betul-betul di otaknya, misalnya, apabila ia sedang
marah, boleh jadi ia juga merasa kecewa.
5) Membantu menemukan solusi, proses ini melalui 5 tahap :
12
John Gpttman, Kecerdasan Emosional : Kiat-Kiat Membesarkan Anak Yang Memilik
Kecerdasan Emosional, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm 81.
a. Menentukan batas-batas
b. Menentukan sasaran
c. Memiliki pemecahan yang mungkin
d. Mengevaluasi pemecahan yang disarankan berdasarkan nilai-nilai
keluarga
e. Menolongnya memiliki satuan pemecahan
6) Jadilah Teladan.
Menurut kaca mata Quantum Teaching, keteladanan adalah
tindakan paling ampuh dan efektif yang dapat di lakukan oleh seorang
pendidik. Keteladanan dapat mempengaruhi perilaku dan tindakan tanpa
banyak kata- kata. Siswa pada umumnya lebih senang melihat teladan
dari pada banyak diceramahi panjang lebar.
3. Ruang lingkup pelajaran pendidikan agama Islam
Ruang lingkupn Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian,
keselarasan dan keseimbangan antara:
a) Hubungan manusia dengan Allah SWT
b) Hubungan manusia dengan sesama manusia
c) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
d) Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
Keimanan atau akidah merupakan akar atau pokok agama. Iman
berarti percaya. Pengajaran keimanan berarti belajar mengajar tentang
berbagai aspek kepercayaan. Ajaran pokok pengajaran keimanan meliputi
rukun iman yang enam, yaitu percaya pada Allah, rasul, malaikat, kitab, hari
akhir dan qodho’ qodar.

Fiqh secara bahasa adalah faham, sedangkan menurut istilah fiqih


adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hokum-hukum
syara’ yang didapatkan dari dalil-dalil yang terperinci.
Syari’ah merupakan sistem norma atau aturan yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan makhluk lain. Dalam
hubungannya dengan tuhan diatur dalam ibadah dan hubungan dengan sesama
manusia diatur dalam muamalah.
Ibadah merupakan bentuk pengabdian yang ditujukan kepada Allah
yang diawali dengan niat. Bentuk pengabdiannya seperti sholat, zakat, puasa,
bersedekah, membantu orang yang membutuhkan pertolongan dan lain-lain.
Sedangkan muamalah merupakan aspek yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia, contohnya jual beli.
Sedangkan unsur pokok akhlak merupakan aspek hidup atau
kepribadian hidup manusia, dalam arti hubungan dengan Tuhan dan manusia
lain menjadi sikap hidup pribadi manusia. Akhlak merupakan bentuk batin
seseorang. Dan dilihat dari segi nilai bentuk batin ada yang baik dan jahat ada
yang terpuji dan tercela.
Unsur yang lain yaitu tarikh (sejarah kebudayaan) islam. Tarikh
merupakan sejarah yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan umat Islam dari masa ke masa dalam usaha bersyari’ah
(beribadah dan muamalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem
kehidupannya yang dilandasi oleh aqidah.
Pada tingkat sekolah dasar, pembelajaran PAI ditekankan pada unsur
pokok al-Qur’an, keimanan, ibadah dan akhlak. Sedangkan pada tingkat
pertama dan menengah, selain empat unsur di atas maka unsur syari’ah dan
tarikh dimasukkan pula.
Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam MTs antara lain :
a) Menerapkan tata cara membaca Al-qur’an menurut tajwid, mulai dari
cara membaca “Al”-Syamsiyah dan “Al”-Qomariyah sampai ke pada
menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf.
b) Meningkatkan pengenalan dan keyakinan terhadap aspek-aspek rukun
iman mulai dari iman kepada Allah sampai kepada iman pada Qadha
dan Qadar serta Asmaul Husna.
c) Menjelaskan dan membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan
tasawuh dan menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti ananiah,
hasad, ghadab dan namimah.
d) Menjelaskan tata cara mandi wajib dan shalat-shalat munfarid dan
jamaah baik shalat wajib maupun shalat sunat.
e) Memahami dan meneladani sejarah Nabi Muhammad dan para
shahabat serta menceritakan sejarah masuk dan berkembangnya Islam
di nusantara.
Standar Isi Pendidikan Agama bertujuan untuk :
1) Memperdalam dan memperluas pengetahuan dan wawasan
keberagamaan peserta didik;
2) Mendorong peserta didik agar taat menjalankan ajaran agamanya
dalam kehidupan sehari-hari;
3) Menjadikan agama sebagai landasan akhlak mulia dalam kehidupan
pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
4) Membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap dan berprilaku
jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya diri,
kompetitif, kooperatif, ikhlas, dan bertanggung jawab; serta
5) Mewujudkan kerukunan antar umat beragama
Kurikulum pendidikan agama Islam untuk sekolah dan
madrasah berfungsi sebagai berikut :
a. Pengembangan; yaitu meningkatkan keimanan dan bertakwa kepada
Allah SWT, yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada
dasarnya dan pertama-tama menanamkan kewajiban menanamkan
seimanan dan ketakwaan yang dilakukan oleh setiap orang tua dalam
keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut
dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar
keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
b. Penyaluran; yaitu menyalurkan peserta didik yang memiliki bakat
khusus dibidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara
optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan dapat
pula bermanfaat untuk orang lain.
c. Perbaikan; yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-
kekurangan dan kelemahan-kelemahan dalam keyakinan, pemahaman
dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
d. Pencegahan; yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan
peserta didik atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dan
menghambat perkembangan dirinya menuju manusia Indonesia
seutuhnya.
e. Penyesuaian; yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosila dan dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
f. Sumber nilai; yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
g. Pengajaran; yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang
fungsional.
Dalam melaksanakan Pendidikan Agama Islam dapat menggunakan
beberapa pendekatan :
1) Pendekatan pengalaman; yaitu memberikan pengalaman keagamaan
kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan.
2) Pendekatan pembiasaan; yaitu memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya.
3) Pendekatan emosional; yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan
emosi peserta didik dalam meyakini, mamahami dan menghayati ajaran
agamanya.
4) Pendekatan rasional; yaitu usaha untuk memberikan perasaan kepada
rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama.
5) Pendekatan fungsional; yaitu usaha untuk menyajikan ajaran agama
Islam dengan menekankan kepada kemanfaatannya bagi peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Prinsip Pengembangan Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite
sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta
panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip
bahwa peserta didikmemiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis
pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat,
serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi
komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri
secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang
bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh
karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk
mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan,
dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan
pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik,
dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata
pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar
semua jenjang pendidikan.
C. Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi dalam Menumbuhkan 4
Kecerdasan (IQ, EQ, SQ dan AQ)
Tujuan umum Pendidikan Agama Islam PAI) di Perguruan Tinggi,
sesuai dengan SK No. 38/2002, Dirjen Dikti, adalah untuk memberikan
landasan pengembangan kepribadian kepada mahasiswa agar menjadi kaum
intelektual yang beriman dan bertakwa kepeda Tuhan Yag Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berfikir filosofis, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan
has, ikut serta dalam kerja sama antar umat beragama dalam rangka.
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni
untuk kepentingan nasional.13
Tujuan utama Pendidikan Agama Islam adalah membina kepribadian
mahasiswa secara utuh dengan harapan bahwa mahasiswa kelak akan menjadi

13
Nino Indrianto, Pendidikan Agama Islam Interdisipliner Untuk Perguruan Tinggi, Sleman :
DeePublish 2020 hlm 4
ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, dan mampu
mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia.14
Dengan pijakan yuridis Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, mata kuliah PAI di PTU bermetamorfosis mengikuti
kurikulum tahun 2013. Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) PAI ini
diamanati untuk mengemban misi-misi luhur berikut. Pertama,
mengembangkan potensi keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan karakter
baik mahasiswa (misi psikopedagogis). Kedua, menyiapkan mahasiswa untuk
berkehidupan Islami, baik sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota
masyarakat, dan sebagai warga negara yang baik (misi psikososial). Ketiga,
membangun budaya spiritualitas sebagai determinan utama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (misi sosiokultural). Keempat, mengkaji dan
mengembangkan pemahaman ajaran Islam yang terintegrasi dengan berbagai
disiplin ilmu (misi akademik).15
Secara konseptual Kurikulum PAI Tahun 2013 bertumpu pada
sejumlah kompetensi yang hendak dicapai. Kompetensi adalah kemampuan
mahasiswa untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan
untuk melaksanakan suatu tugas di kampus, masyarakat, dan lingkungan
tempat yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar seluasluasnya bagi mahasiswa selaku peserta
didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
diperlukan untuk membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman
belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan
manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan
(SKL).

14
Wachyuddin, Achmad dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, Grasindo,
hlm 5
15
Francisca, L., Ajisuksmo, & Clara R.P,. “Keterkaitan antara Moral Knowing, Moral
Feeling, dan Moral Behaviour dalam Empat Kompetensi Dasar Guru”. Jurnal Kependidikan, 45(2)
2015, hlm 212
Berdasarkan SKL Kurikulum PAI Tahun 2013, kompetensi-
kompetensi yang diinginkan selanjutnya dijabarkan ke dalam dua kompetensi,
yakni Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Inti
(KI) merupakan kemampuan atau kompetensi yang bersifat generik yang
isinya merujuk pada: (a) Tujuan Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 /2003);
(b) Tujuan Dikti (UU Nomor 12/2012); (c) KKNI (Permendikbud 73/2013) ;
dan (d) SKL (Permendikbud SNPT). KI berfungsi sebagai integrator
kompetensi kelompok mata kuliah/program studi. Secara keseluruhan KI
dikelompokkan menjadi empat kelompok, yakni: KI 1 (mencerminkan sikap
spiritual), KI 2 (mencerminkan sikap sosial), KI 3 (mencerminkan
pengetahuan), dan KI 4 (mencerminkan keterampilan).
Dalam konteks Pendidikan Agama Islam (PAI), Kompetensi Dasar dan
capaian pembelajaran yang dikembangkan secara utuh dengan kerangka KI 1,
2, 3, dan 4 sangat konsisten dan koheren dengan keutuhan perwujudan
kemuliaan keberagamaan Islam (religion virtues) melalui pengembangan
secara interaktif dan sinergis kemampuan-kemampuan: Islamic knowledge,
Islamic dispositions, Islamic skills, Islamic confidence, Islamic commitment,
Islamic competence, yang bermuara pada perwujudan Islamic responsibility
dan Islamic engagement.
Materi pembelajaran PAI menurut Kurikulum Tahun 2013 harus
dielaborasi dan dikaji lebih lanjut dengan lebih berorientasi pada activity base
sejalan dengan Kompetensi Dasar (KD) masing-masing. Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada dasarnya menerapkan pendekatan berbasis
proses keilmuan (scientific/epistemologic approach) dengan sintakmatik
generik sebagai berikut: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.16

16
Yusuf Hanafi . Transformasi Kurikulum Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi Umum: Dari Paradigma Normatif-Doktriner Menuju Paradigma Historis-
Kontekstual. Universitas Negeri Malang. Vol 23 (1) 2016, hlm 35
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di PT dalam Menumbuhkan 4
Kecerdasan (IQ, EQ, SQ, dan AQ) :
a. Kompetensi Spiritual
1) Religius
Religius merupakan isi dari kompetensi inti spiritual yaitu
nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan. Menunjukkan bahwa
pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/ atau ajaran agamanya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
Seseorang yang telah mengetahui dasar-dasar Aqidah Islam
meliputi pengertian tentang agama-agama secara umum dan agama
Islam secara khusus, arkan (rukun) iman, problematika iman, dan aliran
kegamaan di Indonesia, orang tersebut akan memiliki sikap religus.
Maka disini Pendidikan Agama Islam akan membentuk IQ,
EQ, SQ dan AQ mahasiswa yang mampu Menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam yang dianutnya sebagai pola hidup dalam
konteks akademik, dan/atau profesi.
b. Kompetensi Sosial
Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,
santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta damai,
responsif dan pro-aktif), menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan bangsa, serta memosisikan diri sebagai agen
transformasi masyarakat yang berakhlak mulia dalam membangun
peradaban bangsa.
Jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta damai, responsif dan pro-
aktif merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan. Jika sifat jujur disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta damai, responsif dan pro-
aktif , sudah melekat pada diri seseorang, maka ia akan enggan melakukan
suatu kebohongan. Ketika IQ sudah mendorong untuk mengetahui suatu
pengetahuan, maka akan timbul EQ berupa keengganan untuk berprilaku
sesuatu yang melanggar agama, karena ia merasa bahwa Allah senantiasa
mengetahui apa yang dilakukannya, pada saat inilah kecerdasan spiritual
(SQ) juga berperan. Seseorang yang selalu merasa bahwa Allah senantiasa
melihat apa yang dilakukannya, maka ia tidak akan mudah melakukan
perbuatan yang tercela. Terakhir AQ seseorang akan mendorong
kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan hidup untuk tidak
berputus asa.
c. Kompetensi Pengetahuan
Pendidikan Agama Islam bisa menumbuhkan IQ seseorang dalam
belajar Memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
berbagai fenomena dan kejadian, serta menggunakan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minat.
IQ adalah sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan,
seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir
abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap, dan
belajar. 
d. Kompetensi Keterampilan
Jika Pendidikan Agama Islam sudah menumbuhkan IQ, EQ , SQ
dan AQ pada kompetensi spiritual, sosial, pengetahuan maka mahasiswa
akan bisa Mengolah, menalar, mencipta, dan menyaji berbagai hal dalam
ranah konkret dan abstrak secara mandiri serta bertindak secara efisien,
efektif,dan kreatif serta menggunakannya sesuai kaidah keilmuan dan/atau
keprofesionalan mengenai Pendidikan Agama Islam.
Adapun Materi Pendidikan Agama Islam di Perguruan tinggi dari semester 1-7
yang mendukung tumbuhnya 4 kecerdasan IQ, EQ, SQ dan AQ adalah :
1. PAI Semester I : Dasar-dasar Aqidah Islam meliputi pengertian tentang agama-
agama secara umum dan agama Islam secara khusus, arkan (rukun) iman,
problematika iman, dan aliran kegamaan di Indonesia.
2. PAI Semester II: Ibadh praktis terkait rukun Islam dan Baca Tulis Al Qur an
(dilaksanakan dalam bentuk pesantren mahasiswa).
3. PAI Semester III: Fiqh Muamalah dalam arti luas yang mencakup hak dan
macammacamnya, harta benda dan kepemilikan, macam-macam akad,
munakahat, mawaris, jinayat, dan imamah.
4. PAI IV Semester: Dasar-dasar pendidikan akhlak baik dalam keluarga,
masyarakat, dan sekolah.
5. PAI Semester V: (1) Pengertian, metodologi, kegunaan, kedudukan, dan obyek
sejarah pada zaman Jahiliyah dan Nabi, serta Khulafa al Rasyidin, dinasti Bani
Umayyah, Abassiyyah, Turki Utsmani, Syafawi, Mughal, (2) Islam di Asia
Tenggara, (3) masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia, (4)
peristiwaperistiwa penting yang mennetukan dalam sejarah Islam.
6. PAI Semester VI: Pemikiran Islam dengan metode analitis kritis dan
implikasinya dalam kehidupan bidang akademik maupun sosial.
7. PAI Semester VII: Penelusuran Hukum Islam dan Filsafat Hukum Islam.17
Rumusan Capaian Pembelajarn untuk PAI Semester I- VII adalah:
(a) Memiliki kemampuan dalam menghayati aqidah Islam sebagai sarana
peningkatan kesadaran keimanan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari sebagai seorang muslim.

17
Nan Rahminawati, dkk . Analisis dan Evaluasi Terhadap Kurikulum Mata Kuliah Pendidikan
Agama Islam ( PAI) Universitas Islam Bandung Berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI). Vol 5 (1) 2015 hlm 762
(b) Memiliki kemampuan dalam memahami dan menghayati bab ibadah (kepada
Allah dan sesama manusia) dan Baca Tulis Al Quran (BTAQ), sehingga dapat
diimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mendukung
pencapaian visi dan misi serta tujuan PT.
(c) Memiliki kemampuan untuk menguasai dan memanfaatkan pengetahuan dan
pengamalan tentang fiqh muamalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai dasar
pelaksaan kehidupan seorang muslim.
(d) Memiliki pemahaman yang baik terkait berbagai aspek pendukung terbentuknya
akhlak baik (mahmudah), sehingga memberikan kontribusi terhadap upaya
peningkatan kualitas akhlak mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari yang
diwujudkan di lingkungan rumah, kampus, dan masyarakat luas.
(e) Memiliki kemampuan dalam pemahaman dan pemanfaatan konsep Sejarah
Peradaban Islam dari sejak lahirnya hingga sampai ke Indonesia, sehingga
mampu untuk mengambil pelajaran dan hikmah dari peristiwa-peristiwa masa
lalu yang terakumulasi dalam Sejarah Peradaban Islam.
(f) Memiliki kemampuan untuk memetakan pertumbuhan dan perkembangan
pemikiran Islam, serta tokoh-tokohnya sejak masa klasik hingga modern. Mampu
mengkaji pemikiran Islam dengan metode analitis-kritis sehingga dapat
mendialogkannya secara terbuka dari berbagai aspeknya, dan memiliki rasa
toleransi yang tinggi sebagai dasar melakukan tugas kehidupan sebagai pribadi
muslim. Memiliki kemampuan menggunakan pendekatan Islam sebagai dasar
dalam pengembangan disiplin imu yang diselenggarakan di PT ( hukum,
psikologi, matematika dan ilmu pengetahuan alam, perenanaan wilayah dan kota,
teknik industri, teknik pertambangan, ilmu komunikasi, ilmu ekonomi, ilmu
kedokteran, dan ilmu pendidikan), sehingga dapat memperkaya strategi dalam
mengimplementasikan ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘aalamiin.18

18
Nan Rahminawati, dkk . Analisis dan Evaluasi Terhadap Kurikulum Mata Kuliah Pendidikan
Agama Islam ( PAI) Universitas Islam Bandung Berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI)…. hlm 761
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pelaksanaan pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang
dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini,
memahami, dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan bimbingan
ditetapkan.
Perpaduan antara IQ , EQ , SQ dan AQ akan membawa jiwa secara utuh,
sehingga dapat belajar dengan baik, dimana akan lebih baik lagi jika ditambahkan
dengan AQ Adversity Quotient (AQ) yang menjadikan kesulitan sebagai
kemampuan seseorang dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang
dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk menyelesaikannya.

B. SARAN
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan ketidaksempunaan pada
makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, 1991, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta
B. Purwakania Hasan, Aliah, 2006, Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap
Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pasca Kematian,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Francisca, L., Ajisuksmo, & Clara R.P, 2015, “Keterkaitan antara Moral Knowing,
Moral Feeling, dan Moral Behaviour dalam Empat Kompetensi Dasar
Guru”. Jurnal Kependidikan, 45(2)
G. Stoltz, Paul, 2005, Faktor Paling Penting dalam Meraih Kesuksesan: Adversity
Quotient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang, Jakarta: Grasindo
Goleman, Daniel, 1996, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional), Terj. T.
Hermaya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Goleman, Daniel, 2000, Kecerdasan Emosional, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Gpttman, John, 1998, Kecerdasan Emosional : Kiat-Kiat Membesarkan Anak Yang
Memilik Kecerdasan Emosional, Jakarta: Gramedia
Hanafi, Yusuf, 2016, Transformasi Kurikulum Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
di Perguruan Tinggi Umum: Dari Paradigma Normatif-Doktriner
Menuju Paradigma Historis-Kontekstual. Universitas Negeri Malang. Vol
23 (1)
Indrianto, Nino, 2020, Pendidikan Agama Islam Interdisipliner Untuk Perguruan
Tinggi, Sleman: DeePublish
Majid, Abdul dan Dian Andayani, 2005, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung:
Remaja Rosdakarya
Majid, Abdul, 2004, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Muslimin, Nur, 2016, Pendidikan Agama Islam Berbasis IQ, EQ, SQ, CQ, Vol 1 (2)
Rahminawati, Nan, dkk . Analisis dan Evaluasi Terhadap Kurikulum Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam ( PAI) Universitas Islam Bandung Berbasis Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Vol 5 (1) 2015

Syah, Muhibbin, 2004, Psikologi Belajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada


Wachyuddin, Achmad dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi,
Grasindo

Winkel, 1987, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedia


Yusuf, Yamsu LN, 2005, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai