Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pola pembangunan Sumber Daya Manusia di Indonesia selama ini terlalu


mengedepankan IQ (kecerdasan intelektual) dan materialisme tetapi mengabaikan EQ
(kecerdasan emosi) terlebih SQ (Kecerdasan spiritual). Pada umunya masyarakat
Indonesia memang memandang IQ paling utama, dan menganggap EQ sebagai
pelengkap, sekedar modal dasar tanpa perlu dikembangkan lebih baik lagi. Fenomena
ini yang sering tergambar dalam pola asuh dan arahan pendidikan yang diberikan
orang tua dan juga

sekolah-sekolah negeri atau swasta pada umumnya. Maka tidak heran kalau
banyak remaja siswa berprestasi tapi tidak sedikit kemudian mereka yang berprestasi
juga menjadi siswa yang urakan dan mengabaikan tanggungjawabnya dalam
menjalani proses pendidikan di sekolah, terjebak dalam pergaulan bebas, narkoba dan
atau budaya tawuran sering dilakukan. Pengaruh obat-obatan terlarang, budaya kritis
yang cenderung negatif karena mengurangi kesopanan pada guru dan orang tua,
selama ini menjadi ciri adanya perubahan budaya pada remaja siswa di Indonesia.

Selama empat dawarsa terakhir, setiap orang dari kepala sekolah dasar hingga
pengkotbah dan presiden telah berusaha sekuat tenaga mengatasi krisis
perkembangan moral/akhlak anak-anak, tetapi makin lama keadaan justru semakin
memburuk. Bila statistik untuk ini saja sudah mengejutkan, apa lagi cerita dibalik
data tersebut.

Sehingga pada tahun 2003, lahirlah Undang-Undang SIKDIKNAS (Sistem


Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003 merupakan awal reformasi pendidikan
yang mencoba menyeimbangkan pola pembangunan SDM dengan mengedepankan
SQ (Kecerdasan spiritual), EQ (kecerdasan emosi) dan tidak mengabaikan IQ
(kecerdasan intelektual).

Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan


menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih hasil yang tinggi
dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi,
karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar
dan pada gilirannya akan menghasilkan hasil belajar yang optimal. Menurut Binet
dalam buku Winkel hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan
mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka
mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.1

Selain kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual juga turut mengetengahkan


istilah existential intelligence atau kecerdasan kewujudan Gardner. Kecerdasan ini
berkait rapat dengan kebolehan untuk memahami unsur-unsur keagamaan dan
kerohanian. Hanya tidak dapat dilihat dengan mata kasar tetapi dapat dijelaskan
dengan iman, keyakinan dan kepercayaan. Lanjut kecerdasan kewujudan yang
diutarakan oleh Gardner, beberapa ahli psikologi lain mulai mengetengahkan
kecerdasan spiritual atau kecerdasan rohani.Toto menjelaskan Kecerdasan ruhaniah
adalah kecerdasan yang berpusat pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah
Rabbul Alamin dan seluruh ciptaan-Nya. Kecerdasan ini merupakan bentuk
kesadaran yang berangkat dari keimanan kepada Allah SWT, atau kecerdasan
spiritual berarti memberikan muatan baru yang bersifat keilahian ke dalam God Spot
(Titik Tuhan) yang merupakan fitrah2. Danah Zohar juga turut membincangkan
kecerdasan spiritual sebagai satu sumber kekayaan, kuasa dan pengaruh yang mampu
mendorong seseorang bertindak. Tindakan yang diambil bermula daripada nilai-nilai
murni dari jiwa dalaman seseorang yang penuh makna bagi menjadikan kehidupan
mereka lebih bernilai Kecerdasan spiritual turut dikonsepkan sebagai kebolehan
untuk berkelakuan atau melakukan sesuatu tindakan yang diiringi dengan rasa belas
dan kebijaksanaan di samping mengekalkan kestabilan dalaman dan luaran diri tanpa
mengira situasi WigglesworthHanya merupakan keperluan peribadi yang amat
penting. Kekurangan kecerdasan spiritual menjadikan seseorang individu tidak dapat
mengekalkan kesejahteraan dalaman atau luaran semasa berhadapan dengan apa
keadaan yang menekan atau konflik.

Berdasarkan dapatan kajian-kajian yang telah dinyatakan sebelum ini jelas


menunjukkan bahawa elemen-elemen yang dikaitkan dengan kecerdasan emosi dan
kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh ke atas emosi seterusnya tingkah laku
seseorang. `Kajian-kajian yang dijalankan bukan sahaja dijalankan di Malaysia dan
Asia, malah turut dikaji oleh penyelidik dari negara-negara yang lain.

1
Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta : Gramedia, 1997), 529.
2
Toto Tasmara. Kecerdasan Rohaniah (Transcendental Intelligence). (Jakarta: Gema Insani,
2001), 10
Maka dari itu, dalam kaitan pentingnya Kecerdasan Spiritual (SQ) pada diri
siswa sebagai salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam akhlaknya, maka
dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti: “Pengaruh kecerdasan
Spiritual (SQ)) Terhadap Akhlak Siswa kelas XI SMK GAMA TANGERANG”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka masalah


penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a) Bagaimana tingkat kecerdasan Spiritual (SQ) siswa SMK GAMA


TANGERANG ?
b) Bagaimana akhlak siswa SMK GAMA TANGERANG?
c) Adakah pengaruh kecerdasan spiritual ( SQ) terhadap akhlak siswa kelas XI
SMK GAMA TANGERANG ?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

a) Untuk mengetahui tingkat kecerdasan spiritual (SQ) siswa SMK


GAMA TANGERANG ?
b) Untuk mengetahui akhlak siswa SMK GAMA TANGERANG?
c) Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan spiritual ( SQ) terhadap akhlak SMK
GAMA TANGERANG ?

1.4. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian dikatakan berhasil apabila dapat memberikan manfaat pada


dunia pendidikan. Dalam penelitian ini, penulis mengharapkan adanya manfaat atau
kegunaan, khususnya bagi peneliti sendiri dan umumnya bagi yang berkepentingan di
bidang pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalahsebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini dapat dijadikan wadah untuk pengembangan diri dan
pemantapan pengetahuan serta untuk penerapan pendidikan agama Islam dalam hal
pembinaan dan pembimbingan akhlak siswa denganmengembangkan kecerdasan
spiritual mereka.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi individu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikaninformasi


khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah danguru dalam upaya
membimbing dan memotivasi siswa untuk menggali Kecerdasn Spiritual yang
dimilikinya.

b. Bagi lembaga

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi sekolah dalam
membimbing tingkah laku (akhlak) siswa. Sehingga akan menjadi manusia yang
mandiri dan dewasa.

c. Bagi ilmu pengetahuan

Menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memperkaya hasil penelitian yang


telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai pengaruh Kecerdasan Spiritual
terhadap akhlak siswa.

1.5. Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas,
penulis ingin memberikan batasan masalah dengan fungsi sebagai penyempitan obyek
yang akan diteliti agar masalah yang diteliti tidak melebar dan jelas pembahasannya.

Yang pertama kecerdasan spiritual (SQ) di sini dikhususkan pada siswa kelas
XI SMK GAMA TANGERANG.

Yang kedua yang dimaksud kecerdasan spiritual di sini adalah sikap kejujuran,
kerjasama, kepedulian, rasa syukur dan kesabaran.

1.6. Definisi Operasional


Untuk memperjelas kemana arah pembahasan masalah yang akan diangkat,
maka penulis perlu memberikan definisi dari judul tersebut, yaitu dengan
menguraikan sebagai berikut :

1. Pengaruh

Pengertian pengaruh menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah daya yang
ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak,
kepercayaan, atau perbuatan seseorang.3

Dalam penelitian ini pengaruh adalah yang menyebabkan sesuatu terjadi, baik
secara langsung maupun tidak. Berarti yang menjadi penyebab secara langsung atau
tidak terhadap akhlak siswa.

2. Kecerdasan spiritual

Kecerdasan menurut Gadner yaitu kemampuan untuk memecahkan persoalan


dan menghasilkna produk dalam suatu setting yang bermacam- macamdan dalam
situasi nyata (1983, 1993). Jadi kecerdasan memuat kemampuan untuk memecahkan
persoalan yang nyata dalam situasai yang bermacam-macam. Tekanan pada persoalan
nyata ini sangat penting bagi Gender karena seorang baru sungguh intelegensi tinggi
bila ia dapat menyelesaikan persoalan hidup nyata dan situasi yang bermacam-
macam, situasi hidup yang sungguh komplek.4

Danah Zohar dan Ian Marshal mendefinisikan kecerdasan spititual adalah


kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan untuk
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan ynag lain. SQ adalah landasan yang
diperlukan untuk mengfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan
kecerdsan tertinggi kita ( Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ : Spiritual Intelegence,
Bloom, Sbury Great Britan)5

Dalam penelitian ini yang dimaksud kecerdasan Spiritual adalah kemampuan


siswa untuk bersikap jujur, kerjasama, peduli, syukur dan sabar.

3
.Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. (Surabaya: Appolo, 1997) , 484.
4
Paul Suparno, Teori Intelegensi Ganda( Yogyakarta: Kanisius, 2004), 18.
5
Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Berdasarkan
Rukun iman dan 5 Rukun Islam, ( Jakarta: Arga, 2001), 57.
3. Akhlak Siswa

Al-Ghozali mendefinisikan Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa
yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dulu).6

Siswa : Murid, pelajar.7

Jadi pengertian Akhlak Siswa dalam penelitian ini adalah suatu kondisi atau
sifat yang telah meresap dalam jiwa seorang murid dan menjadi kepribadian hingga
dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa
dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.

Jadi pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) terhadap akhalak siswa di SMA Negeri
1 Taman merupakan suatu kelakuan yang menjadikan siswa itu bersikap baik atau
tidak menurut pandangan syari‘at dan akal pikiran yang disebabkan oleh kecerdasan
spiritual yang mereka miliki.

1.7. Sistematika Pembahasan

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai


pembahasan skripsi ini. Maka secara global penulis merinci dalam sistematika
pembahasan ini sebagai berikut.

Bab pertama berisi tentang, pendahuluan, yang meliputi : Latar belakang,


rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan
keterbatasan penelitian, definisi operasional, sistematika pembahasan.

Sedangkan bab kedua berisi tentang, pembahasan landasan teori, yang


mencakup pembahasan tentang : Kecerdasan Spiritual, ciri-ciri kecerdasan spiritual,
sudut pandang menguji kecerdasan spiritual seseorang, faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdasan spiritual, kemudian kajian tentang akhlak siswa yang di
dalamnya berisikan mengenai pengertian akhlak, ciri-ciri akhlak, pembagian akhlak,
dilanjutkan membahas kajian inti yaitu tentang pengaruh kecerdsan spiritual terhadap
akhlak siswa di SMK GAMA TANGERANG.

6
Humaidi Tatapangarsa. Pengantar Ilmu Akhlak. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), 7-8.
7
Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-2,148.
Selanjutnya bab ketiga merupakan penjelasan metode penelitian yang
mencakup: Jenis dan Pendekatan penelitian, rancangan penelitian, variabel penelitian,
populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data.

Kemudian bab keempat memaparkan hasil penelitian dan pembahasan dari


keseluruhan bab, yang meliputi Latar belakang obyek penelitian, diskripsi data,
analisis data dan pengujian hipotesis, pembahasan temuan dan hasil tindakan.

Akhirnya bab kelima penutup hasil simpulan dari semua bab dan saran-saran
dari peneliti untuk perbaikan-perbaikan yang mungkin dapat dilakukan oleh pihak-
pihak yang terkait.
BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Kecerdasan Spiritual

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan (dalam bahasa inggris disebut Intelligence dan bahasa Arab di sebut
al-dzaka') Menurut arti bahasa kecerdasan adalah pemahaman, kecepatan dan
kesempurnaan sesuatu, atau berarti kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu
secara tepat dan sempurna. Intelligence berarti kapasitas umum seorang individu yang
dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhan-
kebutuhan baru, keadaan ruhani secara umum yang dapat disesuaikan dengan
problema-problema dan kondisi-kondisi yang baru di dalam kehidupan. Kecerdasan
sering diartikan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
terutama pemecahan yang menuntut kemampuan dan ketajaman pikiran. Kamus
Webster dalam Born To Be a Genius mendefinisikan kecerdasan (intelligence)
sebagai :

a) Kemampuan untuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman, kemampuan


untuk mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan, kemampuan mental.
b) Kemampuan untuk memberikan respon secara cepat dan berhasil pada situasi
baru, kemampuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah.8

Dari beberapa Pengertian kecerdasan di atas menunjukan bahwa kecerdasan


hanya berkaitan dengan kemampuan struktural akal (intellectual) dalam menangkap
gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif.

Spiritual merupakan bentukan dari kata spirit. Spirit merupakan kata yang
memiliki banyak arti, misalanya spirit diartikan sebagai kata benda (noun) seperti
arwah, hantu, peri, orang, kelincahan, makna, moral, cara berfikir, semangat,
keberanian, sukma dan tabiat. Keduabelas kata tersebut masih terlalu luas, apabila
dipersempit lagi maka kata spirit menjadi tiga macam arti saja, yaitu moral, semangat
dan sukma. Kata spiritual sendiri bisa dimaknai sebagai hal-hal yang bersifat spirit
atau berkenaan dengan semangat.9
8
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), 317-318.
9
Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), 51.
Spiritual dapat diartikan sebagai sesuatu yang murni dan sering juga disebut
dengan jiwa atau ruh. Ruh bisa diartikan sebagai energi kehidupan yang membuat
manusia dapat hidup, bernafas dan bergerak. Spiritual berarti segala sesuatu di luar
tubuh fisik manusia. Dimensi spiritual adalah inti kita, pusat kita, komitmen kita pada
sistem nilai kita. Daerah yang amat pribadi dari kehidupan dan sangat penting.
Dimensi ini memanfaatkan sumber yang mengilhami dan mengangkat semangat kita
dan mengikat kita pada kebenaran tanpa batas waktu mengenai aspek humanitas.10

Sisi lain menurut kamus Webster, kata spirit berasal dari kata benda bahasa
latin “spiritus” yang berarti nafas, dan kata kerja “spairare” yang berarti untuk
bernafas, dan memiliki nafas berarti memiliki spirit. Beberapa literatur lain juga
menjelaskan bahwa kata spiritual yang diambil dari bahasa latin itu memiliki arti
sesuatu yang memberikan kehidupan atau vitalitas, dengan vitalitas ini maka hidup
akan menjadi lebih hidup. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri
dalam mencapai tujuan dan makna hidup seseorang.11

Menurut Zohar dan Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk


menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih bermakna
dibandingkan orang lain.

Menurut Khalil Khavari, kecerdasan spiritual merupakan fakultas dari dimensi


non material ruh manusia. Kecerdasan ini merupakan intan yang belum terasah yang
dimiliki semua orang. Semua harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya
sehingga berkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh
kebahagiaan yang abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya (kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosi), kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan
diturunkan.12

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi


kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia
dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan

10
Agus Nggermanto, Quantum Quotient:Kecerdasan Quantum Cara Praktis Melejitkan
IQ,EQ dan SQ yang Harmonis, (Bandung: Nuansa, 2005), 113.
11
Aliah Hasan, Psikologi Perkembangan Islam (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006), 15.
12
Zohar, Marshal, SQ Kecerdasan Spiritual, (Bandung: Mizan Pustaka, 2000),
yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari
keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih
positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia yang harus diasah dengan baik
yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan serta untuk menempatkan makna
pada konteks yang lebih luas sehingga dapat berinteraksi antar sesama manusia
dengan interaksi yang baik.

2. Ciri- Ciri Kecerdasan Spiritual

Adapaun tanda-tanda atau ciri-ciri orang yang kecerdasan spiritualnya


berkembang dengan baik di antaranya sebagai berikut :

a) Kemampuan bersikap fleksibel yaitu menyesuaikan diri secara spontan dan


aktif untuk mencapai hasil yang baik.
b) Tingkat kesadaran yang tinggi. Bagian terpenting dari kesadaran diri ini
mencakup usaha untuk mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk dirinya
sendiri, banyak tahu tentang dirinya
c) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. Mampu
menanggapi dan menentukan sikap ketika situasi yang menyakitkan atau tidak
menyenangkan datang.
d) Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. Mampu
memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan
memanfaatkan serta melampaui, kesengsaraan dan rasa sehat serta
memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.
e) Kualitas hidup yang diIlhami oleh visi dan nilai-nilai. Seseorang yang
memiliki spiritual yang tinggi memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya.
f) Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Orang yang
kecerdasan spiritualnya tinggi akan mengetahui bahwa ketika di merugikan
oranglain, dia merugikan dirinya sendiri.
g) Berpandangan holistik. Kecenderungan untuk melihatketerkaitan antara
berbagai hal, melihat diri sendiri dan oranglain saling terkait
h) Refleksi diri. Kecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar
i) Menjadi bidang mandiri, yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan
konvensi. Mampu berdiri menantang orang banyak, berpegang teguh pada
pendapat yang tidak popular jika itu benar-benar diyakininya.13

Dari beberapa ciri yang disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, seseorang tersebut mampu
memberikan inspirasi kepada orang lain dan ia cenderung menjadi pemimpin yang
memiliki tujuan membawa visi dan nilai yang tinggi kepada orang lain dan
memberikan petunjuk secara benar.

3. Sudut Pandang Menguji Tingkat Kecerdasan Spritual Seseorang:

Menurut Khalil Khavari terdapat tiga bagian yang dapat dilihat untuk menguji
kecerdasan spiritual seseorang:

a. Spiritual keagamaan (relasi vertikal, hubungan dengan yang Maha


Kuasa)

Sudut pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat relasi spritual
seseorang dengan Sang Pencipta. Hal ini dapat diukur dari segi komunikasi dan
intensitas spritual individu dengan Tuhannya. Manifestasinya dapat terlihat dari pada
frekwensi doa, makhluq spritual, kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam
hati, dan rasa syukur kehadirat-Nya. Khavari lebih menekankan segi ini untuk
melakukan pengukuran tingkat kecerdasan spritual, karena apabila keharmonisan
hubungan dan relasi spritual keagamaan seseorang semakin tinggi maka semakin
tinggi pula tingkat kualitas kecerdasan spritualnya.

b. Relasi sosial-keagamaan

Sudut pandang ini melihat konsekwensi psikologis spritualkeagamaan terhadap


sikap sosial yang menekankan segi terhadap kesejahteraan orang lain dan makhluk
hidup lain, bersikap dermawan. Perilaku merupakan manifestasi dari keadaan jiwa,
maka kecerdasan spritual yang ada dalam diri individu akan termanifestasi dalam
perilakunya.

c. Etika sosial

13
Ibid., 14.
Sudut pandang ini dapat menggambarkan tingkat etika sosial sebagai
manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual. Semakin tinggi tingkat kecerdasan
spritualnya semakin tinggi pula etika sosialnya. Hal ini tercermin dari ketaatan
seseorang pada etika dan moral, jujur, dapat dipercaya, sopan, toleran, dan anti
terhadap kekerasan. Dengan kecerdasan spritual maka individu dapat menghayati arti
dari pentingnya sopan santun, toleran, dan beradab dalam hidup.14

Berdasarkan sudut pandang menguji tingkat kecerdasan spiritual seseorang,


maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan atau
kapasitas seseorang untuk menggunakan nilai-nilai agama baik dalam berhubungan
secara vertikal atau berhubungan dengan Allah SWT ( Hab lum minallah dan
hubungan secara horizontal / hubungan sesama manusia yang dapat dijadikan
pedoman suatu perbuatan yang bertanggung jawab di dunia maupun akhirat.

4. Pengukuran Kecerdasan Spiritual

Hal yang bisa di lakukan untuk mengukur tingkat kecerdasan spiritual


seseorang adalah memberikan batasan-batasan (atau semacam ancang-ancang/
rambu-rambu) yang lentur. Tentu saja semua ini akan berimplikasi pada
ketidaksamaan penentuan skor untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat SQ
seseorang. Di samping itu, validitas hasil pengukurannya sangat relatif , tidak
seakurat hasil pengukuran tes IQ. Sebab dalam pengukuran kecerdasan Spiritual ini,
seorang hanya diminta untuk mengisi (menjawab) poin-poin pertanyaan yang
diajukan.

Berikut ini contoh tes SQ yang dirumuskan oleh prof. Dr. Khalil Khavari.15

DAFTAR PERTANYAAN JAWABAN NILAI


01 Apakah anda berdoa setiap hari ?
02 Apakah anda berada adalam perjalanan
menjadi baik ?
03 Apakah anda berani untuk berpendirian
kepada kebenaran?
04 Apakah anda membimbing kehidupan
anda
14
Khavari, The Art Of Happines (Mencapai Kebahagiaan dalam Setiap Keadaan). (Jakarta:
Mizan Pustaka. 2000), 43.
15
Abdul Wahid Hasan, SQ NABI Aplikasi Strategi & Model Kecerdasan Spiritual (SQ)
Rasulullah di Masa kini, ( Jogjakarta: IRCiSoD. 2006), 82.
sebagai makhluk spiritual ?
05 Apakah anda merasa memiliki ikatan
kekeluargaan dengan semua manusia ?
06 Apakah anda menganut standar etika
dan
moral ?
07 Apakah anda merasa cinta keapada
Tuhan
dalam hati ?
08 Apakah anda menahan diri untuk tidak
melakukan pelanggaran hukum meskipun
anda dapat melakukannya tanpa resiko
terkena sangsi ?
09 Apakah anda mempunyai
konstribus
terhadap kesejahteraan orang lain ?
10 Apakah anda mencintai dan secara aktif
ikut melindungi planet bumi ini ?
11 Apakah anda menurus
kesejahteraan
binatang ?
12 Apakah anda berbuat sesuai dengan kata-
kata anda ?
13 Apakah anda bersyukur atas
keberuntunagn anda ?
14 Apakah anda jujur ?

15 Apakah anada amanah ?

16 Apakah anda toleran terhadap perbedaan?

17 Apakah anda anti kekerasan ?

18 Apakah anda bahagia ?

19 Apakah anda tawadhu’ (rendah ahati) ?

20 Apakah anda hemat sehingga


tidak
konsumtif dan boros ?
21 Apakah anda dermawan? Apakah anda
berbagi keberuntungan dengan orang lain ?
22 Apakah anda sopan?

23 Apakah anda dapat dipercaya ?

24 Apakah anda orang yang terbuka saat


Anda berinteraksi dengan orang lain ?
25 Apakah anda sabar dengan keadaan yang
sangat berat ?
NILAI TOTAL

5. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual

Adapun pendapat para tokoh mengenai faktor-faktor kecerdasan spiritual


anatara lain:

Menurut Sinetar 16faktor-faktor yang mendukung kecerdasan spiritual otoritas


intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan terhadap semua orang dan
mempunyai faktor yang mendorong (motivasi) kecerdasan spiritual. Suatu dorongan
yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk
memenuhinya.

Sedangkan menurut Agustian 17adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari


dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan),
responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan)
dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan
dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

Dari pendapat para tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor
kecerdasan spiritual ialah suatu dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang
untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

6. Indikator- indikator Kecerdasan Spiritual

16
Sineter, Kecerdasan Spiritual, (Bandung: Mizan Pustaka, 2001), 42.
17
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses, 45.
Menurut Suyanto, nilai-nilai spiritual antara lain: Kebenaran, kejujuran,
kesederhanaan, kepedulian, kerjasama, rasa percaya, kebersihan hati, kerendahan
hati, rasa syukur, ketekunan, kesabaran, keadilan, ikhlas, hikmah & keteguhan.18

Sedangkan menurut Toto Tasmoro ada 8 indikator dalam kecerdasan spiritual


yaitu: Merasakan kehadiran Allah, berdzikir dan berdo’a, memiliki kualitas sabar,
Cenderung kepada kebaikan, memiliki empati, berjiwa besar, melayani dan menolong
.19

Selanjutnya menurut Ary Ginanjar Agustian dalam buku Tasmara, aspek


kecerdasan spiritual yaitu: Shiddiq, Istiqomah, Fathanah, Amanah dan tabliq.20

Berdasarkan pendapat tiga tokoh di atas maka dalam skripsi ini penulis
mengambil sebagian indikator kecerdasan Spiritual agar kecerdasan spiritual tidak
melebar sehingga apa yang dimaksud oleh penulis tersamapaikan kepada pembaca.

a. Kejujuran

Kejujuran adalah sifat yang melekat dari dalam diri seseorang dan merupakan
hal penting untuk dilakukan dalam hidup sehari-hari. Menurut Tabrani Rusyan, arti
jujur dalam bahasa Arab merupakan terjemahan dari kata Shidiq yang artinya benar,
dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai
dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur
juga disebut benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan kenyataan.21

Perintah jujur ini terdapat dalam Q.S. At- Taubah: 119

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar jujur.( Q.S. At- Taubah: 119)17

18
Suyanto, 15 Rahasia Mengubah Kegagalan Menuju Kesuksesan Dengan SQ(
kecerdasan spiritual), (Yogyakarta: Andi, 2006) , 1.
19
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah( Transcendental intellegence: Membentuk
kepribadian yang bertanggung jawa, profesional, dan berakhlak), (Jakarta: Gema insani,
2001), 1-38.
20
IBID 189
21
A. Tabrani Rusyan, Pendidikan Budi Pekerti, (Jakarta: Inti Media Cipta Nusantara,
2006),
Perilaku yang jujur adalah prilaku yang diikuti dengan sikap tanggung jawab
atas apa yang diperbuatnya, karena dia tidak pernah berfikir untuk melemparkan
tanggung jawab kepada orang lain, sebab sikap tidak bertanggung jawab merupakan
pelecehan paling azasi terhadap orang lain, serta sekaligus penghinaan terhadap
dirinya sendiri.

Kejujuran dan rasa tanggung jawab yang memancar dari qalbu, merupakan
sikap sejati manusia yang bersifat universal, sehingga harus menjadi keyakinan dan
jati diri serta sikapnya yang paling otentik, asli, dan tidak bermuatan kepentingan
lain, kecuali ingin memberikan keluhuran makna hidup.

b. Kerjasama

Budaya melayani dan menolong (salvation) merupakan bagian dari citra diri
seorang muslim. Mereka sadar bahwa kehadiran dirinya tidak terlepas dari tanggung
jawab terhadap lingkungan. Individu ini akan senantiasa terbuka hatinya terhadap
keberadaan oranglain dan merasa terpanggil atau ada semacam ketukan yang sangat
keras dari lubuk hatinya

untuk melayani. Hal ini terdapat dalam Q.S. Al- M aidah (5) : 2

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-


syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], danbinatang-binatang qalaa-id[392],
dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekalikali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS.Al-maidah: 2)22

c. Kepedulian

Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami orang lain, mampu


beradaptasi dan mampu memahami bathin seseorang.19
22
Al-Muyassar, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sinar baru Algensindo,2011), 399.
Merasakan rintihan dan mendengarkan debar jantungnya adalah merupakan
bentuk dari empati.

Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Q.S.Al-


Qalam[68] 4)20

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa anak cerdas spiritual melihat orang
lain bukan sebagai ancaman melainkan kehadiran orang lain, bagi mereka yang
cerdas spiritual merupakan anugerah, karena hanya bersama orang lain itulah dirinya
akan mampu meningkatkan kualitas sebagai makhluk yang memiliki multi potensi
dihadapan Allah SWT, perbedaan dan pluralitas dipandangnya sebagai rahmat yang
akan memperkaya nuansa bathiniahnya.

d. Syukur

Syukur adalah berterimah kasih atas segala anugerah/ karunia Allah SWT yang
telah dilimpahkan kepada kita.. 23Allah Swt telah memberikan banyak anugerah
kepada kita. Dalam hal ini semenjak kita lahir hingga meninggal. Meskipun kita
sekuat tenaga untuk menghitung anugrah tersebut mustahil dapat menghitungnya.
Oleh karena itu, kita harus selalu bersyukur terhadap apa yang telang dilimpahkan
kepada kita. Allah berfirman dalam Q.S. Ibrahim ayat 2

Artinya: “Allah-lah yang memiliki segala yang di langit dan di bumi. Dan
kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” (Q.S.
Ibrahim: 2)

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa kita sebagai makhluk hidup harus
pandai bersyukur atas nikmat dan anugerah yang telah Allah swt limpahkan kepada
kita.

e. Sabar

Sabar pada hakekatnya adalah kemampuan untuk dapat menyelesaikan


kekusutan hati dan menyerah diri kepada Tuhan dengan sepenuh kepercayaan
menghilangkan segala keluhan dan berperang dalam hati sanubari dengan segala
kegelisahan.24

23
Yunus Haris Syam, Aqidah Akhlak, (Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006), 32.
Sabar merupakan sendi yang harus benar-benar kuat dan kokoh. Dan lebih jauh,
sabar itu inheren dalam diri seseorang karena bersifat inheren, maka kegagalan dalam
mencapai sesuatu yang dicita-citakan bersumber dari diri sendiri dan bukan dari
orang lain. Ada beberapa tingkatan dalam sabar, diantaranya :

a) Sabar dalam taat

Allah menciptakan makhluk di dunia ini untuk beribadah dan mengenal-Nya.


Hanya dengan ketaatanlah ibadah kepada Allah SWT dan mengenal-Nya akan
terwujud. 25Sabar dalam taat merupakan ibadah kepada Allah SWT.

b) Sabar dalam meninggalkan maksiat

Sabar dalam meninggalkan maksiat yaitu berusaha menjauhi perbuatan maksiat.


Sabar jenis ini tingkatannya lebih rendah dibandingkan sabar dalam ketaatan karena
Allah melipat gandakan pahala kebaikan dengan sepuluh kali lipat, sedangkan pahala
meninggalkan kemaksiatan hanyalah satu kali lipat.

Membebaskan diri dari hawa nafsu adalah jenis kecerdasan spiritual yang tidak
kalah pentingnya. Karena dengan bebasnya diri dari nafsu dan potensi ego, akan
menjadi perpanjangan “kehendak” ilahi dalam menyebarkan rahmat bagi alam.26

Anak diharapkan mampu menjauhi hal-hal yang membawa pada kemaksiatan.


Untuk itu, perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sikap sabar dalam
meninggalkan kemaksiatan.

c) Sabar dalam menghadapi ujian

Sabar dalam menghadapi berbagai cobaan dapat dilihat dalam kehidupan ini,
seperti : cobaan berupa kematian, kemiskinan, kegagalan anak dalam studi,
problematika rumah tangga dan lain-lain.27

24
Sulaiman Al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym, (Semarang : Pustaka
Nuun, 2004), 137.
25
Syaikh Amru Muhammad Khalid, Sabar dan Santun Karakter Mukmin Sejati, Terj.
Achmad Faozan, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2003), 30-31.
26
Suharsono, Mencerdaskan Anak, (Jakarta : Insiani Press, 2004), 56.
27
Syaikh Amru, Sabar dan Santun, 32.
Mereka yang sabar menerima ujian sebagai tantangan adalah orang yang
menetapkan harapan (tujuan, perjumpaan dan berjalan menggapai ridha Allah).
Dengan hati yang lapang merasakan penderitaan dengan senyuman. Kepedihan
hanyalah sebuah selingan dari sebuah perjalanan. 28Bukankah tidak selamanya jalan
yang ditempuh itu mulus dan indah, terkadang harus mendaki dan penuh tantangan
atau ujian.

Artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan Sesungguhnya


yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.” (Al
Baqoroh[02]: 45)29

2.2. Akhlak Siswa

1. Pengertian Akhlak Siswa

Definisi Akhlak dari segi etimologi adalah berasal dari kata Al-Khalqa dan Al-
khulqu yang bermakna satu, sebagaimana kata Asy Ayarabu dan Asy Syurabu. Tetapi
ketika harokat fathanya disukunkan pada huruf Kha‘ dalam kata al-Khalqu, maka ia
bermakna suatu keadaan dan gambaran yang bisa dirasakan oleh pandangan.
Sedangkan tatkala harakatdhammahnya dikhususkan pada kha‘nya, maka ia
bermakan suatu kekuatan dan peragai yang bisa dirasakan oleh pandangan hati.30

Sedangkan Al-Qazali mengatakan “Bagaimana orang mengatakan si A itu baik


khalqunya dan Khuluqnya, berarti si A itu baik sifat lahirnya dan sifat batinya”.
Dalam pengertia sehari-hari, “ akhlaq ” umumnya disamakan artinya dengan arti kata
“ budi pekerti” atau “kesusilaan” atau “sopan santun” dalam bahasa Indonesia, dan
tidak berbeda pula dengan arti kata “moral” atau “etic” dalam bahasa ingris. Dalam
bahasa Yunani, untuk pengertian “akhlaq” ini dipakai kata “ethos” atau “ethikos”
yang kemudian menjadi “etika” dalam istilah bahasa Indonesia.

Definisi “akhlak” dilihat dari segi terminologi di kemukakan oleh para ahli.
Diantaranya sebuah definisi dari Ibnu Maskawaih menyatakan, bahwa yang disebut
“akhlaq” adalah:“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatanperbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu)”
28
Toto Tasmara, kecerdasan Ruhaniah, 30.
29
Al-Muyassar, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 13.
30
Ahmad Mu‘adz Haqiqi. Berhias dengan 40 Akhlakul Karimah (terjemahan). (Malang
Gajayana Tauhid Press, 2003), 20.
Dengan kalimat yang agak berbeda, Iman Al-Ghozali mengemukakan definisi
“akhlaq” sebagai berikut: “Akhlaq ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran (lebih dulu)”31

Jadi pada hakekatnya Khulk (budi pekerti) atau akhlak adalah suatu kondisi
atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian, hingga dari situ
timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-
buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila kondisi tadi timbul kelakuan yang
baik dan terpuji menurut pandangan syari‘at dan akal pikiran, maka ia dinamakan
budi pekerti mulia (akhlakul karimah) dan sebaliknya pabila yang lahir kelakuan yang
buruk, maka disebutlah bukit pekerti yang tercela (akhlak madzmumah).

2. Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak Siswa

Yang dimaksud dengan perbuatan akhlak pada konteks ini adalah prilaku atau
tindakan seseorang sebagai penjelmaan (manifestasi) dari sifat mental yang
terkandung di kalbunya. Tetapi tidak semua prilaku atau perbuatan manusia
digolongkan kepada perbuatan akhlaknya. Yang dapat disebut sebagai perbuatan
akhlak seseorang adalah:

a. Perbuatan itu sudah menjadi kebiasaan sehingga telah menjadi


kepribadiaanya.

b. Perbuatan itu mudah dilakukan tanpa didahului oleh pertimbangan.

c. Perbuatan itu timbul dari dorongan hati atau keinginan hati, bukan
karena terpaksa.

d. Perbuatan itu dilakukan dengan sesungguh hati, bukan sekedar


bercanda dan kajian ilmiyah.

e. Perbuatan itu dilakukan dengan ihklas (untuk berbuat baik).

f. Tidak merasa bersalah atau malu setelah melakukannya karena sudah


menjadi kebiasannya sehari-hari.

31
Humaidi Tatapangarsa. Pengantar Ilmu Akhlak. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), 7-8.
Perbuatan buruk yang dilakukan hanya satu atau dua kali sepanjang hayat,
belum dapat dijadikan sebagai ukuran akhlaknya yang buruk. Disamping karena
belum termasuk kebiasaan, perbuatan itu dilakukan bukan atas kehendak hati dan
pelakunya karena ia masih menyesali perbuatannya. Suatu perbuatan buruk apabila
sudah menjadi kebiasaan, jika dilakukan tidak melahirkan rasa penyesalan.32

3. Pembagian Akhlak Siswa

Akhlak yang baik merupakan sifat para nabi dan orang-orang shiddiq,
sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat syaitan dan orang-orang yang tercela.
Maka pada dasarnya akhlak itu dibagi dua jenis yaitu akhlak terpuji dan akhlak
tercela. Akan tetapi apabila akhlak dilihat dari seginya,maka ada beberapa segi yaitu :

Dari segi sifatnya akhlak dibagi kepada dua bagian yaitu akhlak yang terpuji
dan (al-Akhlaq al-Mutmainnah) dan akhlak yang tercela (al-Akhlaq al-
Madzmumah).

Sedangkan kalau dilihat dari segi objeknya, oleh para ulama‘ mengatakan
akhlak dibagi menjadi lima bagian bagian :33

a. Akhlak kepada Allah: adalah dengan mencintai (Al-Hubb) Allah


melebihi cintanya kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya
dalam al-Qur‘an sebagai pedoman hidup dan kehidupannya, kecintannya kepada
Allah diwujudkan dengan melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi
larangannya, dalam Qur’an surat Adz-Dzariyat: 56.:

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”(Q.S. Adz-Dzariyat: 56).

b. Akhlak terhadap diri sendiri, yaitu bagaimana seharusnya seseorang


bersikap dan berbuat yang terbaik untuk dirinya terlebihdahulu, karena dari sinilah
kemudian ia menentukan sikap dan perbuatannya yang terbaik bagi yang lainnya,
seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadist ibda’ binafsik (mulailah dari dirimu

32
A. Rahman Titonga. Akhlak: Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia. (Surabaya:
Amelia, 2005), 9.
33
M. Yatimi Abdullah. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. Cet-1.(Jakarta: Amzah,
2007), 75.
sendiri) dan ayat al-Qur‘an yang memerintahkan agar setiap orang selalu
memperhatikan dirinya sendiri terlebih dahulu

c. Akhlak terhadap sesama manusia, yaitu hak atau kewajiban sesma


manusia. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang harus berjalan secara
seimbang.

Pada prinsipnya, dalam lingkungan akhlak sesama manusia, seorang harus


bersifat adil, berani, dan bijaksana. 34Rasulullah saw., bersabda yang Artinya : “ Demi
zat yang menggenggam jiwaku ini, bahwasanya seorang tidak dapat dikatakan
beriman sehingga dapat mengasihi saudaranya sebagaimana dia mengasihi dinya
sendiri.”

d. Akhlak terhadap masyarakat, yaitu bersikap lemah lembut dalam


berbicara maupun bergaul, berlapang dada dalam berinteraksi dengan orang lain,
memiliki sikap toleransi, menghormati sesama, membalas kebaikan orang lain,
bersikap dermawan, memiliki sifat amanah (terpercaya).35

e. Akhlak terhadap alam sekitar, yaitu dengan tidak mebang pohon


dengan liar, tidak berburu binatang-binatang secara liar, melakukan reboisasi,
membuat cagar alam dan suaka margastwa, mengendalikan erosi, menetapkan tata
guna lahan yang lebih sesuai, memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan
kepada seluruh lapisan masyarakat, memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi
pelanggar-pelanggarnya.36

4. Indikator- Indikator Akhlak Siswa

Adapun indikator dalam penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini
adalah akhlak terhadap sesama manusia. Lingkup akhlak ini berangkat dari keimanan
bahwa semua manusia adalah sama dan selevel dalam pandangan Allah
swt.Keimanan dan tauhid-lah yang mengharuskan manusia untuk berbuat baik
terhadap sesama. Dalam nuansa tauhid jugalah manusia disandarkan bahwa semua
manusia adalah keluarga besar Allah ( ahlullah). Artinya, semua manusia diurusi,

34
Hamza Tualeka dkk, Akhlak Tasawuf. (Surabaya: Tim iain sunan ampel press, 2012),
124.
35
Mahmud Muhammad Al-Hazndar. The Most Perfect Habit. Cet-1. (Jakarta: Embun,
2006),289.
36
M. Yatimi Abdullah, Study Akhlak, 232.
ditanggung dan dirawat oleh Allah. Rasulullah saw., mejelaskan bahwa Allah tidak
menengok pada bentuk rupa dan tubuh kalian, tetapi menengok hati-hati kalian.
37
Adapun Akhlak siswa kepada sesama manusia di kategorikan penulis dalam tiga hal
:

a. Akhlak Siswa kepada Teman sebaya

Teman sebaya adalah teman sepergaulan yang seumur dalam usianya. Dalam
pergaulan seorang siswa dengan teman sebayanya sangat diperlukan adanya
kerjasama, saling pengertian dan saling menghargai. Pergaulan yang dijalin dengan
kerajasama yang baik dapat memecahkan berbagai kesulitan yang dihadapi, karena
sangat banyak masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh siswa itu sendiri
tanpa adanya kerja sama dengan orang lain. Untuk menciptakan kerja sama yang baik
dalam pergaulan hendaknya janganlah seseorang merasa lebih baik dari yang lainnya
walaupun terhadap diri sendiri. Kalau kerja sama itu terjalin baik dalam pergaulan tak
ubahnya seperti suatu bangunan yang mana didalamnya semua unsur saling
keterkaitan dan kuat menguatkan.

Pergaulan yang ditopang dengan saling pengertian akan menimbulkan


kehidupan yang tenang dan tenteram. Dengan adanya saling pengertian maka akan
terbina rasa saling kasih mengasihi dan tolong menolong, sehingga apabila yang satu
merasa sakit, maka yang lain ikut merasakannya.

Pergaulan yang dilandasi oleh saling menghargai akan menimbulkan rasa setia
kawan yang akrab dan kerukunan yang mantap, serta tidak akan timbul rasa curiga
mencurigai, rasa dendam, saling jelek menjelekkan, cela mencela, sehingga terhindar
percecokan dan perkelahian antar pelajar.

b. Akhlak siswa kepada Guru

Seorang siswa wajib berbuat baik kepada guru dalam arti menghormati,
memuliakan dengan ucapan dan perbuatan, sebagai balas jasa atas kebaikan yang
diberikannya. Siswa berbuat baik dan berakhlak mulia atau bertingkah laku kepada
guru dengan dasar pemikiran sebagai berikut:38

37
Hamza Tualeka dkk, Akhlak Tasawuf. (Surabaya: Tim iain sunan ampel press, 2012), 120
38
Mohammad Mansur, Aqidah Ahlak II, (Jakarta : Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama
Islam, 1998), Cet ke-3, 188.
1) Memuliakan dan menghormati guru termasuk satu perintah agama
Sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Muliakanlah orang yang kamu belajar
darinya”. (HR. Abul Hasan Al-Mawardi), “Muliakanlah guru-guru Al- Qur’an
(agama), karena barang siapa yang memuliakan mereka berarti ia memuliakan aku”.
(HR. Abul Hasan Al-Mawardi)

Penyair Mesir Ahmad Syauki Bey mengatakan :“Berdiri dan hormatilah guru,
dan berilah ia penghargaan, (karena) seorang guru itu hampir saja merupakan Tuhan”.
(HR. Abul Hasan Al-Mawardi)

2) Guru adalah orang yang sangat mulia

Dalam sejarah nabi disebutkan, bahwa pada suatu hari Nabi Muhammad SAW
keluar rumah. Tiba-tiba beliau melihat ada dua majlis yang berbeda. Majlis yang
pertama adalah orang-orang yang beribadah yang sedang berdoa kepada Allah
dengan segala kecintaan kepadaNya, sedang majlis yang kedua ialah majlis
pendidikan dan pengajaran yang terdiri dari guru dan sejumlah murid-muridnya.
Melihat dua macam majlis yang berbeda Nabi bersabda: “Adapun mereka dari majlis
ibadah mereka sedang berdoa kepada Allah. Jika Allah mau, Allah menerima doa
mereka, dan jika Allah mau, Allah menolak doa mereka. Tetapi mereka yang
termasuk dalam majlis pengajaran manusia. Sesungguhnya aku diutus Tuhan adalah
untuk menjadi guru. (HR. Ahmad)

3) Guru adalah orang yang sangat besar jasanya dalam memberikan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan mental kepada siswa Bekal ini jika
diamalkan jauh lebih berharga dari pada harta benda. Orang yang ingin sukses di
dunia dan akhirat harus dengan ilmu. Sabda Rasulullah SAW: “Barang siapa yang
menghendaki dunia, wajib ia mempunyai ilmu. Barang siapa yang menghendaki
akhirat, wajib mempunyai ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki dunia dan
akhirat kedua-duanya, wajib juga mempunyai ilmu. (HR. Ahmad)

4) Dilihat dari segi usia, maka pada umumnya guru lebih tua dari pada
muridnya, sedangkan orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua Sabda
Rasulullah SAW: “Bukan dari umatku, orang yang tidak sayang kepada yang lebih
muda dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua.” (HR. Abu Daud dan
Turmudzi)39
39
Ibid, 198.
5) Cara Berakhlak Terhadap Guru

Banyak cara yang dapat dilakukan seorang siswa dalam rangka berakhlak
terhadap seorang guru, di antaranya adalah sebagai berikut:

a) Menghormati dan memuliakannya serta mengagungkannya menurut cara yang


wajar dan dilakukan karana Allah.
b) Berupaya menyenangkan hatinya dengan cara yang baik.
c) Tidak merepotkan guru dengan banyak pertanyaan.
d) Dengan meletihkan guru dengan berbagai pertanyaan dan beban lainnya.
e) Jangan berjalan dihadapannya.
f) Jangan duduk ditempat duduknya.
g) Jangan mulai berbicara kecuali setelah mendapat izin darinya.
h) Jangan membukakan rahasia guru.
i) Jangan melawan dan menipu guru.
j) Meminta ma’af jika berkata keliru dihadapan guru.
k) Memuliakan keluarganya.
l) Memuliakan sahabat karib guru.

c. Akhlak Siswa kepada pegawai.

Adapun Akhlak kepada pegawai termasuk dalam kategori akhalak terhadap


yang lebih tua. Dilihat dari segi usia, maka pada umumnya pegawai lebih tua dari
pada muridnya, sedangkan orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua

Sabda Rasulullah SAW: “Bukan dari umatku, orang yang tidak sayang kepada
yang lebih muda dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua.” (HR. Abu Daud
dan Turmudzi)40

2.3. Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Akhlak Siswa

Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya bahwa kecerdasan spiritual adalah


kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih
bermakna dibandingkan orang lain.

40
Mohammad Mansur, Aqidah Ahlak II, 198.
Sedangkan Akhlak Siswa adalah akhlak adalah suatu kondisi atau sifat
seseorang yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian, hingga dari situ
timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah dan tanpa
memerlukan pemikiran. Apabila kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji
menurut pandangan syari‘at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia
(akhlakul karimah) dan sebaliknya pabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka
disebutlah bukit pekerti yang tercela (akhlak madzmumah).

kecerdasan spiritual merupakan upaya seseorang sebagai makhluk Tuhan


meyakini akan keberadaan-Nya, dan aturan-aturan yang sudah digariskan oleh-Nya.
Dengan memahami itu semua, suatu hari nanti manusia khusnya siswa akan memiliki
keseimbangan hidup. Tak menjadi manusia yang hanya memikirkan hal-hal yang
bersifat dunia yang mendorong seseorang menjadi materialistis. Artinya kecerdasan
spiritual erat hubungannya dengan kecerdasan moral. Lantaran manusia menyakini
adanya Tuhan, memahami hal-hal spiritual, pemahamannya itu menjadi alat untuk
mengontrol moralnya.

Jadi kecerdasan Spiritual erat hubungannya dengan akhlak atau tingkah laku
seseorang sehingga dengan demikian kecerdasan Spiritual mempunyai pengaruh
terhadap akhlak siswa sebab apabila siswa itu mempunyai kecerdasan spiritual yang
tinggi, secara otomatis maka akhlak siswa itu terkontrol sehingga timbullah
perlakuan-perlakuan yang baik dan siswa tersebut akan berhati-hati apabila akan
berbuat sesuatu dan siswa tersebut akan merasa hidupnya lebih bermakna.

D. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau mungkin juga salah 41.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, hipotesis adalah” Suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, samapai terbukti melalui data
yang terkumpul”.42

Kemudian menurut Sugiyono, Hipotesis merupakan jawaban sementara


terhadap rumusan masalah penelitian, di man rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), 63.
41

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka


42

Cipta, 2006), Cet XIII, 7.


Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap
masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris.43

Hipotesis penelitian ada dua macam yaitu: Hipotesis nol (Ho) yang menyatakan
adanya persamaan atau tidak adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih dan
hipotesis kerja/ alternatif (Ha) yang menyatakan adanya hubungan antara variabel x
dan variabel y atau adanya perbedaan antara x dan y.

1. Ha: Hipotesis Kerja atau Hipoesis Alternatif

` Hipotesis kerja (Ha) dalam penelitian ini adalah : “Adanya Pengaruh antara
Kecerdasan Spiritual (SQ) terhadap Akhlak Siswa”.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode di sini diartikan sebagai suatu caara atau teknis yang akan dilakukan
dalam proses penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebaagai upaaya
dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan
prinsip-prinsip denagn sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.44

Metode penelitian dalam penulisan karya ilmiah mutlak diperlukan agar alur
penulisan karya tersebut betul-betul sistematis, tidak simpang siur sehingga alur
permasalahan dan penyelesaian masalahnya dapat ditulis dengan lancar dan
sempurna. Metode penelitian menurut Moleong adalah seperangkat cara dalam proses
yang sistematis diperlukan dalam perencanaan dan juga dalam pelaksanaan
penelitian. 45Oleh karena itu di sini akan dipaparkan mengenai:

43
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), 64.
44
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
cet.Ke-5, 24.
45
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kuanlitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006),
3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dan
studi pustaka. Studi pustaka digunakan untuk melakukan pengumpulan data dari
berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
Penelitian lapangan (field research) digunakan pengumpulan data dari objek
penelitian, baik berupa data kuantitatif maupun data kualitatif yang diperlukan, dan
jenis penelitian berdasarkan tekniknya adalah Survey Research (Penelitian Survei),
karena tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel
yang diteliti.

Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Menurut


sugiyono alasan digunakannya penelitian kuantitatif dikarenakan data penelitian
berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. 46Kuantitatif digunakan
apabila masalah merupakan penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang
terjadi, antara aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktik, antara rencana
dengan pelaksanaan. Penelitian menggunakan jenis dan pendekatan ini untuk
mengukur pengaruh Kecerdasan Spiritual (SQ) terhadap Akhlak siswa kelas XI SMK
GAMA TANGERANG.

(a) Variabel, Indikator dan Instrumen Penelitian


1. Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel independen (bebas)
dan variabel dependen (terikat). Variabel independen (bebas) adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat). Sedangkan variabel dependen (terikat) adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

Sesuai dengan judul penelitian tentang” Pengaruh Kecerdasan Spiritual (SQ)


Terhadapa Akhlak Siswa Kelas XI SMK GAMA “. Dalam penelitian ini hanya
terdapat dua variabel yaitu variabel X dan Y, dengan rincian sebagai berikut:

46
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan “Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D”,
(Bandung : Alfabeta, 2012), 23.
a. Variabel bebas(Independent Variable)

Variabel bebas (x) adalah variabel yang beroprasi secara bebas secara aktif
yang diselidiki pengaruhnya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kecerdasan
Spiritual Siswa.

b. Variabel terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat (Y) adalah variabel yang diramalkan akan timbul dan
berhubungan fungsional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Akhlak Siswa.

2. Indikator Penelitian

Indikator Variabel adalah tanda-tanda atau batasan-batasan data yang harus


dikumpulkan oleh peneliti. Adapun indikator variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel Kecerdasan Spiritual Siswa dengan indikator sebagai berikut:

1. Kejujuran
2. Kerjasama
3. Kepedulian
4. Rasa Syukur
5. Sabar

b. Variabel Akhlak Siswa dengan indikator sebagai berikut:

1. Akhlak Siswa kepada teman


2. Akhlak Siswa kepada Guru
3. Akhlak siswa kepada pegawai sekolah

3.2. Instrumen Penelitian

Menurut S. Margono, instrumen sebagai alat pengumpul data harus betul-betul


dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan data empiris
sebagaimana adanya. 47Maka, pembuatan instrumen penelitian harus disesuaikan
dengan masalah yang diajukan dalam penelitian dan sesuai dengan metode
pengumpulan data yang dipergunakan.

47
S. Margono, Metodologi Penelitian, 155.
Adapun instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini, ialah
sebagai berikut:

1. Membuat item interview/wawancara guru agama mengenai akhlak siswa.


2. Membuat instrumen angket untuk siswa sebagai responden untuk mengukur
kecerdasan spiritual dan akhlak siswa. (Instrumen terlampir)

Instrumen angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa


pernyataan yang berjumlah 20 pernyataan, dan setiap pernyataan akan disediakan 4
alternatif jawaban. Adapun rentangan nilai/skor dari tiap-tiap jawaban angket adalah:

Jika jawaban “Selalu” diberi skor 4,

Jika jawaban “Sering” diberi skor 3,

Jika jawaban “Kadang-kadang” diberi skor 2,

Jika jawaban “Tidak pernah” diberi skor 1.

Pengembangan instrumen angket yang akan digunakan dapat dilihat dari tabel
kisi-kisi berikut ini: Kisi- kisi Angket Siswa

Variabel Indikator Jumlah No soal


soal
Kecerdasan  Kejujuran 3 1, 2, 8
Spiritual (SQ)
 Kerjasama 1 6

3 5, 7, 9
 Kepedulian
2 3, 10
 Syukur
1 4
 Sabar
Akhlak  Akhlak kepada Teman 3 3, 4, 10

4 1, 2, 8, 9
 Akhlak kepada Guru
5, 6, 7
 Akhlak kepada Pegawai
Setelah instrumen angket disebar dan terkumpul, maka perlu dilakukan uji
validitas dan uji reliabilitas terhadap angket tersebut. Validitas instrumen
menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek
yang diukur. 48Sedangkan reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau
ketetapan hasil pengukuran. Suatu instrumen memiliki reliabilitas yang memadai, bila
instrumen tersebut digunakan mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya
sama atau relatif sama.

3.3. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono, populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas


obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.49

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, populasi adalah keseluruhan subjek


penelitian. Apabila ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian,
maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek yang akan
diteliti dalam suatu wilayah. 50Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo kelas XI, yang keseluruhannya berjumlah 315 siswa,
rinciannya adalah:

Populasi Jumlah

48
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013) , Cet. Ke-9, 228.
49
Sugiyono, Metode Penelitian, 80.
50
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, 130.
Kelas XI Bahasa 15

Kelas XI IPA 192

Kelas XI IPS 108

Jumlah 315

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. 51Dalam pengambilan
sampel, menurut Suharsismi Arikunto, apabila subyek penelitian kurang dari 100
lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10 – 15% atau 20 –
25%atau lebih.52

Sedangkan menurut Winarno Surachmad, yang dikutip oleh Cholid Narbuko


dan Abu Ahmadi dalam “Metodologi Penelitian” menjelaskan, bahwa apabila
populasi cukup homogen (serba sama), terhadap populasi di bawah 100 dapat
dipergunakan sampel sebesar 50%, apabila di atas 1.000 sebesar 15%53

Dan menurut Deni Darmawan, jika ukuran populasi di atas seribu maka sampel
yang digunakan sekitar 10% sudah memenuhi kriteria cukup, tetapi jika ukuran

51
Ibid., 131.
52
Ibid., 134.
53
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2007), Cet. Ke-8, 110.
populasinya sekitar seratus, maka sampel yang digunakan paling sedikit 30%, dan
kalau ukuran populasinya 30, maka sampel yang harus diguanakan adalah 100%.54

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel 30% dari jumlah populasi.
Pengambilan sampel ini sekiranya cukup memenuhi kriteria suatu penelitian sesuai
dengan pendapat Suharsimi Arikunto di atas.

Jadi, sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 90 siswa. 9
siswa dari kelas XI IPA 1, 9 siswa dari kelas XI IPA 2 , 9 siswa dari kelas XI IPA 3, .
9 siswa dari kelas XI IPA 4, 9 siswa dari kelas XI IPA 5, 9 siswa dari kelas XI IPA 6,
9 siswa dari XI IPS 1, 9 siswa dari XI IPS 2, 9 siswa dari XI IPS 3, 9 siswa dari XI
Bahasa.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang


menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa
yang ingin diketahui. 55Adapun jenis dan sumber data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Jenis data56

1) Data kualitatif

Adalah data yang berupa kategori-kategori. Data ini digunakan untuk meminta
informasi yang bersifat menerangkan dalam bentuk uraian atau berbentuk suatu
penjelasan yang menggambarkan keadaan, proses, peristiwa tertentu. Dalam
penelitian ini, data kualitatif digunakan untuk mendapatkan informasi tentang objek
penelitian atau informasi sekolah SMA Negeri 1 Taman, yang meliputi:

a) sejarah perkembangan sekolah


b) letak geografis dan idendtitas sekolah

54
Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),
Cet.Ke-1, 143

55
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Cet. Ke-
6,105
56
Syaifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), Cet. Ke-7, 91.
c) visi dan misi sekolah, serta data penunjang lainnya yang dianggap perlu oleh
peneliti.

2) Data kuantitatif

Adalah data yang berupa angka-angka. Data ini digunakan untuk mencari data
yang sifatnya kuantitatif atau data berupa angka. Dalam penelitian ini meliputi:

a) Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan


b) Jumlah siswa
c) sarana dan prasarana, serta fasilitas lain yang menunjang proses pembelajaran.

b. Sumber data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek daari mana dapat diperoleh.
Sumber data dalam penelitian ini adalah:

1. Person, yaitu sumber data berupa manusia, yang bisa memberikan data berupa
jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket.
2. Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan
bergerak. Sumber data ini menggunakan teknik observasi.
3. Dan paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf,
angka, gambar, atau simbol-simbol lain. Sumber data ini menggunakan
metode dokumentasi.57

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menggali data yang ada, peneliti menggunakan beberapa teknik


pengumpulan data, yaitu :

1. Teknik Observasi

Observasi merupakan metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan


pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati
individu atau kelompok secara langsung.58

57
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta,
2006) , Cet. Ke-13, Edisi Revisi VI, 129.
58
Gorys Keraf, Komposisi, (Ende: Nusa Indah, 1980), 162. Lihat juga Husami Usman dan
Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 54.
Atas dasar pengertian di atas dapat dipahami bahwa observasi merupakan salah
satu metode pengumpulan data di mana peneliti melihat, mengamati secara visual
sehingga validitas data sangat tergantung pada kemampuan observer.59

Melalui observasi, data didapat dengan cara melakukan pengamatan dan


pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki dan
diteliti. 60Metode observasi ini peneliti pergunakan untuk memperoleh data tentang
Kecerdsan Spiritual dan Akhlak siswa kelas XI .

2. Teknik Wawancara/ Interview

Wawancara / interview adalah pengumpulan data dengan jalan mengadakan


tanya jawab dengan subyek penelitian tentang permasalahan yang berkaitan dengan
masalah yang penulis teliti. Sebagaimana pendapat Sutrisno Hadi, bahwa tanya jawab
(wawancara) harus dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan
penelitian.61

Sedangkan Margono menyatakan bahwa wawancara merupakan suatu


pengumpulan berita, data, atau fakta di lapangan. Prosesnya bisa dilakukan secara
langsung dengan bertatap muka langsung dengan narasumber. 62Namun, bisa juga
dilakukan dengan tidak langsung seperti melalui telepon, internet atau surat.

Dalam hal ini narasumber yang diwawancarai adalah guru pendidikan agama
Islam dan budi pekerti . Dari wawancara ini, diharapkan bisa mendapatkan data-data
tentang Akhlak siswa kelas XI SMK GAMA.

3. Teknik Kuesioner (angket)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara


memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Kuesioner merupakan pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu
dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari
responden Menurut Sugiyono di dalam bukunya berpendapat bahwa Angket atau
59
Basrowi Sudjarwo, Manajemen Penelitian Sosial, 161.
60
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2006),62
61
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1983), 131.
62
Margono, Metodologi Penelitian, 165.
kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk di
jawabnya.63

Data yang dicari pada hasil angket ini adalah untuk mengukur sejauh mana
Kecerdasan Spiritual yang dimiliki oleh siswa dan sejauh mana Akhlak siswa kelas
XI.

4. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-


arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori dalil-dalil atau hukum-
hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. 64Pemeriksaan
Dokumentasi (Studi dokumen) dilakukan dengan penelitian bahan dokumentasi yang
ada dan mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian.65

Dokumen yang dicari berupa dokumen-dokumen sekolah yang dijadikan obyek


penelitian, selain itu metode ini dipergunakan untuk mengetahui dan mengungkap
data latar belakang obyek seperti data guru, siswa, fasilitas dan lainnya.

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Pendahuluan

Yaitu analisis yang diguankan hanya untuk memberikan gambaran/deskripsi


tentang data yang ada, dan bukan untuk menarik kesimpulan.66

Untuk kecerdasan Spiritual dan Akhlak Siswa, semua data-data yang berhasil
dikumpulkan dari sumber-sumber penelitian akan dibahas oleh penulis dengan
menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu menjelaskan data-data yang
diperolehnya dengan menggunakan tabel kerja koefisien korelasi.

63
Sugiono, metode penelitian pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2013), 203.
64
Margono, Metode Penelitian Pendidikan, 181.
65
Anas Sudijono, Pengatar Statistik Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008),
30. Lihat juga Nana Syaodih Sukmadinata, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2009), 221.
66
S. Margono, Metodologi Penelitian, 190.
Adapun untuk memberikan nilai pada angket, penulis memberikan ketentuan
sebagai berikut :

a. Untuk skor jawaban selalu (A) dinilai 4

b. Untuk skor jawaban kadang-kadang (B) dinilai 3

c. Untuk skor jawaban jarang (C) dinilai 2

d. Untuk skor jawaban tidak pernah (D) dinilai 1

Mencari nilai rata-rata dari hasil observasi tentang akhlak siswa, menggunakan
rumus:

Mx = ∑X

Keterangan: M = Angka Prosentase X= Frekuensi Jawaban

N = Jumlah Responden

2. Analisis Hipotesis

Untuk menjawab permasalahan ketiga dari rumusan masalah diatas, penulis


menggunakan teknik korelasi product momrnt dengan rumus:

Rxy = ∑ Sy

√(∑ S2) (∑y2)

Keterangan :

rxy = angka indeks korelasi product moment

∑x2 = jumlah Deviasi skor x

∑y2 = jumlah deviasi skor y setelah dikuadratkan lebih dahulu

3. Analisis lanjutan
Analisis lanjut merupakan pengolahan lebih lanjut dari hasil analisis uji
hipotesis. Dalam analisis ini penulis penulis menggunakan Uji Koefisien Regresi
Sederhana (Uji t), dimana uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel
Kecerdasan Spiritual (X) berpengaruh secara signifikan atau nyata terhadap variabel
Akhlak Siswa (Y). Signifikan berarti pengaruh yang terjadi dapat berlaku untuk
populasi (dapat digeneralisasikan). Dan sumber data yang dipakai uji koefisien
regresi sederhana (Uji t) adalah dari hasil output pengolahan data dengan program
SPSS yang sudah di lakukan (Pada Tabel Coefficient). Dan langkah-langkah
pengujiannya sebagai berikut :

a) Menentukan hipotesis penelitian


b) Menentukan tingkat signifikansi
c) Menentukan t hitung
d) Menentukan t table
e) Kriteria Pengujian
f) Membandingkan t hitung dengan t table dan Mengambil kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai