KELOMPOK 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inteligensi merupakan atribut psikologis yang memiliki peranan sangat diperhatikan pada
proses pendidikan, terkhusus keilmuan dan praktik Bimbingan dan Konseling. Bentuk
peranan inteligensi tergabung secara implisit dalam upaya pemecahan masalah pendidikan di
Indonesia. Terdapat beberapa masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, salah
satu masalah besar tersebut adalah rendahnya mutu pendidikan yang dideskripsikan dari
rendahnya rata-rata prestasi belajar (Suparman, 2001). Mutu pendidikan yang baik dapat
objektif, dan logis pada proses pembelajaran. Upaya pengembangan asesmen kebutuhan
dapat memberikan manfaat bagi peserta didik untuk ketuntasan belajar secara individual.
Sehingga, posisi inteligensi dalam kerangka pemikiran studi adalah sebagai salah satu atribut
psikologis yang berperan dalam need assesment bimbingan dan konseling untuk
Bentuk implikatif dari peran inteligensi terhadap proses pendidikan dapat dideskripsikan
pada beberapa pendapat. Handayani (2014) mengemukakan inteligensi atau kecerdasan yang
tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi siswa dalam upaya belajar. Inteligensi dan
keberhasilan dalam pendidikan merupakan dua hal yang saling keterkaitan. Siswa yang
memiliki inteligensi yang tinggi cenderung memiliki prestasi yang membanggakan di kelas,
dan lebih mudah meraih keberhasilan. Sebaliknya, siswa yang memiliki inteligensi rendah
cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukan hal yang tidak mungkin
apabila siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga
sebaliknya (Maftuh, 2015). Hanya saja, pandangan secara umum dan sering dipersepsikan
biasanya siswa yang memiliki inteligensi yang tinggi akan memiliki prestasi yang baik di
kelasnya dan lebih mudah meraih keberhasilan. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan
inteligensi seorang siswa, maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, dan
sebaliknya.
faktor penjamin keberhasilan pendidikan. Hal ini juga menjelaskan bahwa masih banyak
factor lainnya yang dapat memepengaruhi keberhasilan seseorang dalam Pendidikan. Seperti
halnya rasa suka anak terhadap aktivitas mereka, dimana hal ini merupakan sesuatu yang
sangat penting untuk diketahui oleh orang tua sebab darisanalah bakat anak berasal.
Sementara itu, rasa suka terhadap sebuah aktivitas itu sendiri sebenarnya berasal dari
keinginan otaknya untuk mengetahui sesuatu. Ketika sesuatu itu sudah diketahui oleh anak,
dia akan melakuka berulang-ulang karena sudah menyukainya. Sebaliknya, jika tidak
dilakukan berulang-ulang,aktivitas itu termasuk tak disukai anak. Namun, tidak semua
aktivitas yang disukai anak adalah bakatnya. Mungkin saja, dia hanya mengikuti temannya,
lalu hanya dalam beberapa saat dia meninggalkan aktivitas tersebut. Sehingganya untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kesukaan seorang anak terhadap aktivitasnya perlu untuk
dilakukan sebuah tes kemampuan khusus guna mengetahui bakat maupun minat seseorang.
Sama halnya dengan intelegensi seseorang perlu dilakukan sebuah tes guna mengetahui
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
dikembangkan. Melalui kecerdasan yang dimilikinya manusia mampu mengelola alam dan
memecahkan masalah adalah faktor yang menggerakkan siswa sehingga ia berhasil atau
dibawa sejak lahir dan dianggap sebagai kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang
hanya dimiliki oleh manusia, yang dengan kemampuan intelegensi ini memungkinkan
seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Intelegensi dapat juga dipahami sebagai
kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesesuaian terhadap suatu situasi
atau masalah.
Tes yang mengungkapkan intelegensi untuk mengetahui sejauh mana kemampuan umum
seseorang untuk memperkirakan apa kah suatu pendidikan atau pelatihan tertentu dapat
diberikan kepadanya. Nilai tes intelegensi seringkali dikaitkan dengan umur dan
dengan kelompok orang sebayanya (Nur’aeni, 2012). Tes inteligensi merupakan salah satu
alat yang digunakan dalam mengasesmen individu (Cohen & Swerdlik, 2009).
Definisi dari tes inteligensi terbagi menjadi dua, yaitu definisi tes dan inteligensi. Tes
dalam konteks tes psikologi merupakan alat yang digunakan untuk mengukur atribut
psikologi pada individu. Contoh atribut psikologi seperti kepribadian, ketertarikan, nilai-nilai,
sikap dan inteligensi (Cohen & Swerdlik, 2009). Sedangkan, inteligensi merujuk pada
Inteligensi diartikan sebagai macam-macam kemampuan yang dimiliki oleh individu yang
sesuai dengan rentang usianya (Cohen & Swerdlik, 2009). Hal ini juga dijelaskan oleh Binet
(dalam Cohen & Swerdlik, 2009) bahwa Inteligensi adalah kesatuan besar yang terdiri dari
abstraksi. Binet menilai bahwa komponen inteligensi ini saling berhubungan satu sama lain.
Definisi tersebut memberikan gambaran bahwa inteligensi terdiri dari banyak jenis
kemampuan dan berbeda tingkat kemampuan pada masing-masing usia. Secara umum,
membuat keputusan dan pemecahan masalah, memahami konsep visual, dapat fokus
hal-hal yang sesuai dengan lingkungan serta kemampuan untuk beradaptasi dan
Sampai saat ini sudah banyak tes inteligensi yang disusun oleh para ahli baik tes
intelegensi untuk anak-anak maupun orang dewasa, tes inteligensi yang disajikan secara
individual maupun secara kelompok, tes verbal dan tes performansi, dan tes inteligensi untuk
orang cacat khusus misalnya tuna rungu dan tuna netra. Beberapa bentuk tes inteligensi
antara lain, tes inteligensi untuk anak-anak, seperti tes Binet, WISC, WPPSI, CPM, CFIT
skala 1 & 2, dan TIKI dasar. Kemduian tes inteligensi untuk remaja hingga dewasa, seperti
TIKI menengah, TIKI tinggi, WAIS, SPM, APM, CFIT skala 3, serta tes inteligensi untuk
1. Tes Binet
Tes Binet Simon dipublikasikan pertama kali pada tahun 1905 di Paris-Prancis. Tes
digambarkan oleh Alfred Binet sebagai sesuatu yang fungsional. Tes Binet yang
digunakan di Indonesia saat ini adalah Stanford Binet Intelligence Scale Form L-M,
Tes Binet dengan skala Stanford–Binet berisi materi berupa sebuah kotak yang berisi
berbagai macam mainan yang akan diperlihatkan pada anak-anak, dua buah buku
kecil yang berisi cetakan kartu-kartu, sebuah buku catatan yang berfungsi untuk
menurut berbagai level usia, dimulai dari usia 2 tahun sampai dengan usia dewasa.
Meski begitu, dari masingmasing tes yang berisi soal-soal tersebut memiliki taraf
Tes inteligensi Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) adalah salah satu tes
yang sering dan umum digunakan di dunia psikologi serta sering digunakan oleh para
Wechsler yang mempublikasikannya pada tahun 1939, dimana tes ini mengukur
fungsi intelektual yang lebih global. Tes inteligensi WISC digunakan untuk tes
inteligensi pada anak usia 8-15 tahun. Tes WISC terdiri atas tes verbal dan tes
atas mengatur gambar, melengkapi gambar, rancangan balok, merakit objek, mazes
dan simbol. (Mudhar & Rafikayati, 2017) Melalui Tes WISC dapat mendeskripsikan
berbagai aspek kecerdasan anak dan dapat mengukur kemampuan kognitif seseorang
Weschler. Sesuai dengan namanya, alat tes ini dirancang dan ditujukan untuk anak-
anak pada usia sebelum masuk sekolah atau anak-anak yang ada pada tingkat taman
kanakkanak, perkiraan usia dimulai dari 2 tahun atau saat anak mulai masuk ke taman
kanakkanak hingga umur 6 tahun saat anak mulai masuk ke sekolah dasar. Alat tes ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan anak secara keseluruhan serta dapat
Intelligenz Struktur Test (IST) merupakan alat tes inteligensi yang telah diadaptasi di
Indonesia. Tes ini dikembangkan oleh Rudolf Amthaeur di Frankfrurt Main Jerman
pada tahun 1953. Intelligenz Struktur Test (IST) terdiri dari 9 subtes antara lain
kata-kata, Analogien (AN) yaitu persamaan kata, Gemeinsamkeiten (GE) yaitu sifat
Zahlenreihen (SR) yaitu deret angka, Figurenauswahl (FA) yaitu memilih bentuk,
Wurfelaufgaben (WU) yaitu latihan balok, dan Merkaufgaben (ME) yaitu latihan
simbol. Tes IST terdiri dari 9 sub tes terdiri dari 176 aitem soal. Waktu pengerjaan
yang dibutuhkan dalam penyajian tes IST ini kurang lebih selama 90 menit dengan
instruksi yang berbeda-beda pada setiap sub tesnya. Tes IST ini membutuhkan
seorang tester yang memiliki keterampilan dalam menyajikan tes dan proses skoring
serta interpretasi yang memakan waktu. Tes ini dapat dilakukan secara individual
Standard Proggressive Matrices (SPM) adalah tes inteligensi yang dirancang oleh J.C
Raven pada tahun 1936 serta diterbitkan pertama kali di tahun 1938. SPM yang
dijumpai di Indonesia yaitu hasil revisi pada tahun 1960. Tes SPM mengukur
kecerdasan orang dewasa. Tes ini mengungkapkan faktor general (G faktor) atau
kemampuan umum seseorang. Tes SPM digunakan secara individual atau klasikal dan
waktu penyajian yang dibutuhkan 30 menit (Kumolohadi & Suseno, 2012). Tes SPM
memuat 60 soal yang didalamnya terbagi menjadi lima seri yaitu seri A, B, C, D dan
E. Setiap seri terdiri dari 12 soal yang berbentuk gambar-gambar. Setiap soal terdiri
dari satu gambar besar yang tidak lengkap dan terdapat pilihan jawaban untuk
melengkapi gambar tersebut. Dalam penyajian tesnya, set A dan B menyediakan enam
gambar kecil sebagai pilihan, sedangkan untuk set C, D, dan E, disediakan delapan
pilihan. Penyusunan soal bertingkat dari soal yang mudah ke soal yang sukar
(Rahmadani, 2019).
merupakan tipe tes kedua dari tes yang ia kembangkan. Tes Advanced Progressive
Matrices mengukur kinerja intelektual dari mereka yang memiliki inteligensi di atas
rata-rata. Selain itu, tes ini juga mampu membedakan secara tajam antara mereka yang
tergolong memiliki inteligensi unggul dari yang lainnya. Tes ini terdiri dua set yaitu
set I mencangkup 12 soal dengan waktu pengerjaan 5 menit dan tes II mencangkup 36
soal dengan waktu pengerjaan 40 menit. Pemberian soal set I kepada testi ditunjukkan
meliputi persoalan-persoalan yang mampu menjadi alat pengukur pada proses berpikir
tinggi secara analitis sehingga APM berguna untuk mendapatkan gambaran tentang
laju kecepatan dan keberhasilan belajar yang mungkin dicapai seseorang didalam
Culture Fair Intelligence Test (CFIT) merupakan salah satu tes inteligensi yang sering
digunakan oleh psikolog dan lembaga psikologi di Indonesia. Pertama kali Tes
inteligensi CFIT ini dikembangkan oleh Raymond B. Cattell pada tahun 1940. Dalam
proses administrasinya, Tes CFIT relatif tidak memakan waktu yaitu hanya sekitar 30
menit sehingga tes CFIT populer digunakan di kalangan praktisi (Suwandi, 2015). Tes
CFIT memiliki tiga jenis skala, yaitu: skala 1 ditujukan untuk usia 4 sampai 8 tahun,
skala 2 ditujukan untuk usia 8 sampai 13 tahun, dan skala 3 ditujukan untuk individu
sehingga tes ini yang dapat digunakan untuk pengetesan kembali. Umumnya tes-tes
ini dapat diberikan pada sekelompok individu secara kolektif, namun terkecuali
beberapa subtes dari skala 1. Skala 1 memiliki delapan subtes, namun yang benar-
kecerdasan baru yang dikenal sebagai Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) pada
1955. Tes ini digunakan oleh orang dewasa usia 16-75 tahun atau lebih. Pelaksanaan
tes ini dilakukan secara individu (Maarif et al., 2017). WAIS menjadi alat tes yang
paling populer karena paling banyak digunakan di dunia saat ini. Tes ini semula
bernama Wechsler Bellevue Intellegence Scale (WBIS). Tes intellegensi ini memiliki
verbal dan lima subtes membentuk suatu skala pengukuran ketrampilan tindakan
(Rohmah, 2011).
Tes Inteligensi Kolektif Indonesia (TIKI). Tes yang disusun di Indonesia ini
mengungkap inteligensi dengan standar 27 Indonesia. Tes ini terdiri dari tiga
kelompok yaitu TIKI dasar untuk Sekolah Dasar sampai SMP kelas II, TIKI
menengah untuk siswa SMP kelas III dan SMA dan TIKI tinggi untuk mahasiswa dan
orang dewasa. Tes ini dapat diberikan secara individual dan kelompok.
CPM atau Coloured Progressive Matrices merupakan salah satu alat tes yang dibuat
oleh Raven pada tahun 1938. CPM sendiri merupakan alat tes yang dibuat
dapat menggunakan alat tes Raven sebelumnya yaitu SPM atau Standart Progressive
Matrices. Hal tersebut menjadikan CPM dapat digunakan pada anak-anak dengan
rentang usia lima sampai sebelas tahun dan orang dewasa namun dengan syarat
memiliki tingkat pendidikan yang rendah. perbedaan yang mendasar antara SPM dan
CPM adalah adanya warna pada alat tes CPM (Nuraeni, 2012).
SON merupakan akronim dari Snijders Oomen Non Verbal Scale. SON merupakan
salah satu tes inteligensi non verbal digunakan untuk individu dengan rentan usia 3 –
16 tahun. Alat tes ini juga tidak hanya sebatas untuk individu dalam kondisi normal
namun juga dapat digunakan untuk individu dengan disabilitas seperti tunarungu. Alat
tes ini dapat digunakan oleh individu dengan tunarungu dikarenakan tes SON
berbentuk puzzle dan rangkaian gambar yang perlu dicocokan dan peserta tidak
dituntut untuk menjawab perintah yang diberikan. SON sendiri dirancang mulai pada
Konsep bakat muncul karena ketidakpuasan terhadap tes inteligensi yang menghasilkan
skor tunggal yaitu IQ. Semula IQ inilah yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
perencanaan di berbagai bidang. Namun IQ tidak dapat memberikan banyak informasi, jika
ada dua orang mempunyai IQ yang sama, tetapi prestasi belajar atau prestasi kerjanya
berbeda. Perlu diketahui tes inteligensi tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan
analisis kemampuan secara diferensial. Oleh karena itu para ahli yang melakukan analisis
Tes bakat bisa didefinisikan sebagai sifat yang mencirikan kemampuan individu
melakukan performa di wilayah tertentu atau mencapai pembelajaran yang dibutuhkan bagi
perporma di wilayah tertentu. Ini mengasumsikan suatu kemampuan inheren atau bawaan
yang bisa dikembangkan hingga maksimum lewat pembelajaran atau pengalaman tertentu.
Secara teoritis, tes bakat adalah untuk mengukur potensi seseorang mencapai aktivitas
Tes bakat banyak digunakan para konselor dan pengguna lain karena sanggup: (a)
informasi untuk membantu individu membuat keputusan pendidikan dan karir atau pilihan
lain diantara alternatif-alternatif yang ada; (d) membantu memprediksi tingkat sukses
akademis atau pekerjaan yang bisa diantipasi individu; (e) berguna untuk mengelompokkan
individu-individu dengan bakat yang serupa bagi tujuan perkembangan kepribadian dan
pendidikan.
Tujuan mengetahui bakat adalah untuk dapat melakukan diagnosis dan prediksi. Tujuan
mengetahui bakat yang pertama adalah untuk melakukan diagnosis, dengan mengetahui bakat
seseorang maka akan dipahami potensi yang ada pada diri seseorang. Dengan demikian dapat
membantu untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi testee di masa kini secara lebih
cermat. Permasalahan itu baik dalam pendidikan, klinis maupun industri. Dengan bantuan tes
bakat ini maka diharapkan psikolog dapat memberikan suatu treatment yang tepat bagi
kliennya. Tujuan mengetahui bakat yang kedua untuk prediksi, yaitu untuk memprediksi
kemungkinan kesuksesan atau kegagalan seseorang dalam bidang tertentu di masa depan.
Prediksi meliputi seleksi, penempatan, dan klasifikasi. Pada dasarnya prediksi adalah
mempertemukan potensi seseorang dengan persyaratan yang dituntut oleh suatu lembaga.
untuk mengukur kemampuan potensial seseorang dalam suatu jenis aktivitas dispesialisasikan
dan dalam ren tangan tertentu. Tes bakat adalah tes kemampuan khusus dise but juga tes
perbedaan individual, tes yang terpisah (separated test). Pada umumnya, tes bakat dapat
dibagi menjadi dua, yaitu Test Special Aptitude tes yang terfokus pada satu bakat saja,
misalnya mengukur bakat dibidang teknik mekanik, bakat pekerjaan tertentu (klerikal) dan
Bateries test ialah tes yang erdiri dari sejumlah tes, dapat diperoleh analisis profil untuk
seseorang individu. Tes DAT masuk sebagai test special aptitude, yang mana dikhususkan
untuk mengukur bakat secara spesifik. Contoh tes lain yang mengukur tes bakat secara
Tes DAT termasuk tes bakat. Tes ini dikembangkan pada tahun 1947 dengan
memadukan prosedur ilmiah dan prosedur pembakuan yang baik untuk mengungkap
kemampuan (ability) pria dan wanita juga pada para siswa kelas 3 SMP sampai
dengan siswa kelas 3 SMU untuk tujuan bimbingan kependidikan dan bimbingan
karir, tes DAT ini lalu direvisi beberapa kali pada tahun 1963, 1973, 1981 dan disusun
berdasarkan teori multiple factors dari Thurstone. Tes ini dirancang untuk
dipergunakan dalam layanan konseling pendidikan bagi siswa SMP dan SMA. Sub
tes-sub tes pada tes ini dikembangkan berdasarkan suatu teori abilitas pengukuran
bakat dan terutama lebih mengutamakan kegunaannya. Perangkat tes DAT terdiri dari
FACT disusun oleh J.c Flanagan, seseorang professor psikologi pada Universitas
Pittsburgh dan direktur American Institute for Research. Tes ini dikembangkan dalam
usaha untuk mendapatkan suatu system klasifikasi baku dalam penentuan bakat dan
kemampuan dasar seseorang pada tugas-tugas tertentu. FACT Merupakan seperangkat
tes yang terdiri atas 14 tes yang dapat dipergunakan secara keseluruhan atau sebagian.
Tes ini biasa digunakan untuk membantu memprediksi keberhasilan pekerjaan dan
perencanaan program latihan serta seleksi atau penempatan karyawan.
States Employes Services pada tahun 1947. Tes ini digunakan untuk konseling
pekerjaan di States Employment Service Office. Test ini terdiri dari Terdiri dari 12
A. Kesimpulan
Berbicara masalah tes intelegensi dan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan tidak bisa
lepas dari pemahaman tentang peserta didik. Peserta didik bukanlah sekadar robot yang bisa
diprogram begitu saja sehingga bisa bergerak atas kemauan guru atau orang tua. Peserta didik
adalah individu unik yang mempunyai eksistensi, yang memiliki jiwa sendiri, serta
mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan iramanya
masingmasing yang khas. Peserta didik bagaikan aneka macam bunga elok di taman sari yang
indah. Mereka memiliki pesonanya masing-masing sehingga tidak bisa diseragamkan begitu
saja atau dipangkas sama rata. Mereka sungguh memerlukan perlakuan khusus dan individual
B. Saran
didalamnya, tentunya menjadi sebuah keharusan bagi praktisi yang kompeten di bidangnya