Anda di halaman 1dari 19

“TES KEMAMPUAN INTELEKTUAL DAN KEMAMPUAN KHUSUS”

KELOMPOK 5

Adila Stevina Toki’i 220015301002


Agung Setiawan 220015301003
Akbar Na’im Fadhlillah 220015301005
Fauziah Djauo 220015301015
Marwah Baso DM 220015301040
Yunita Mardianti Ahyia 220015301037

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inteligensi merupakan atribut psikologis yang memiliki peranan sangat diperhatikan pada

proses pendidikan, terkhusus keilmuan dan praktik Bimbingan dan Konseling. Bentuk

peranan inteligensi tergabung secara implisit dalam upaya pemecahan masalah pendidikan di

Indonesia. Terdapat beberapa masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, salah

satu masalah besar tersebut adalah rendahnya mutu pendidikan yang dideskripsikan dari

rendahnya rata-rata prestasi belajar (Suparman, 2001). Mutu pendidikan yang baik dapat

diupayakan dengan pengoptimalan need assesment (asesmen didik. kebutuhan) dalam

menentukan karakteristik proses pembelajaran terhadap peserta Asesmen kebutuhan

berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif,

objektif, dan logis pada proses pembelajaran. Upaya pengembangan asesmen kebutuhan

dapat memberikan manfaat bagi peserta didik untuk ketuntasan belajar secara individual.

Sehingga, posisi inteligensi dalam kerangka pemikiran studi adalah sebagai salah satu atribut

psikologis yang berperan dalam need assesment bimbingan dan konseling untuk

mendiagnostik kebutuhan siswa di sekolah.

Bentuk implikatif dari peran inteligensi terhadap proses pendidikan dapat dideskripsikan

pada beberapa pendapat. Handayani (2014) mengemukakan inteligensi atau kecerdasan yang

tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi siswa dalam upaya belajar. Inteligensi dan

keberhasilan dalam pendidikan merupakan dua hal yang saling keterkaitan. Siswa yang

memiliki inteligensi yang tinggi cenderung memiliki prestasi yang membanggakan di kelas,

dan lebih mudah meraih keberhasilan. Sebaliknya, siswa yang memiliki inteligensi rendah

cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukan hal yang tidak mungkin

apabila siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga

sebaliknya (Maftuh, 2015). Hanya saja, pandangan secara umum dan sering dipersepsikan
biasanya siswa yang memiliki inteligensi yang tinggi akan memiliki prestasi yang baik di

kelasnya dan lebih mudah meraih keberhasilan. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan

inteligensi seorang siswa, maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, dan

sebaliknya.

Pandangan-pandangan yang telah dikemukakan memberikan kesan bahwa inteligensi

merupakan atribut penentu keberhasilan pendidikan. Padahal, inteligensi bukan satu-satunya

faktor penjamin keberhasilan pendidikan. Hal ini juga menjelaskan bahwa masih banyak

factor lainnya yang dapat memepengaruhi keberhasilan seseorang dalam Pendidikan. Seperti

halnya rasa suka anak terhadap aktivitas mereka, dimana hal ini merupakan sesuatu yang

sangat penting untuk diketahui oleh orang tua sebab darisanalah bakat anak berasal.

Sementara itu, rasa suka terhadap sebuah aktivitas itu sendiri sebenarnya berasal dari

keinginan otaknya untuk mengetahui sesuatu. Ketika sesuatu itu sudah diketahui oleh anak,

dia akan melakuka berulang-ulang karena sudah menyukainya. Sebaliknya, jika tidak

dilakukan berulang-ulang,aktivitas itu termasuk tak disukai anak. Namun, tidak semua

aktivitas yang disukai anak adalah bakatnya. Mungkin saja, dia hanya mengikuti temannya,

lalu hanya dalam beberapa saat dia meninggalkan aktivitas tersebut. Sehingganya untuk

mengetahui sejauh mana tingkat kesukaan seorang anak terhadap aktivitasnya perlu untuk

dilakukan sebuah tes kemampuan khusus guna mengetahui bakat maupun minat seseorang.

Sama halnya dengan intelegensi seseorang perlu dilakukan sebuah tes guna mengetahui

sejauh mana tingkat kemampuan intelegensi seseorang.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan tes intelegensi ?

2. Apa sajakah jenis-jenis tes intelegensi ?

3. Apakah yang dimaksud dengan tes kemampuan khusus ?


4. Apa sajakah jenis-jenis tes kemampuan khusus ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian tes intelegensi

2. Untuk mengetahui jenis-jenis tes intelegensi

3. Untuk mengetahui pengertian tes kemampuan khusus

4. Untuk mengetahui jenis-jenis tes kemampuan khusus


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tes Intelegensi


Sejak dilahirkan, manusia dilengkapi dengan otak dan beragam potensi yang dapat

dikembangkan. Melalui kecerdasan yang dimilikinya manusia mampu mengelola alam dan

lingkungan sesuai dengan kebutuhannya. Inteligensi atau kemampuan menerima dan

memecahkan masalah adalah faktor yang menggerakkan siswa sehingga ia berhasil atau

gagal dalam menghadapi lingkungan belajarnya. Intelegensi merupakan kemampuan yang

dibawa sejak lahir dan dianggap sebagai kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang

hanya dimiliki oleh manusia, yang dengan kemampuan intelegensi ini memungkinkan

seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Intelegensi dapat juga dipahami sebagai

kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesesuaian terhadap suatu situasi

atau masalah.

Tes yang mengungkapkan intelegensi untuk mengetahui sejauh mana kemampuan umum

seseorang untuk memperkirakan apa kah suatu pendidikan atau pelatihan tertentu dapat

diberikan kepadanya. Nilai tes intelegensi seringkali dikaitkan dengan umur dan

menghasilkan IQ untuk mengetahui bagaimana kedudukan relative orang yang bersangkutan

dengan kelompok orang sebayanya (Nur’aeni, 2012). Tes inteligensi merupakan salah satu

alat yang digunakan dalam mengasesmen individu (Cohen & Swerdlik, 2009).

Definisi dari tes inteligensi terbagi menjadi dua, yaitu definisi tes dan inteligensi. Tes

dalam konteks tes psikologi merupakan alat yang digunakan untuk mengukur atribut

psikologi pada individu. Contoh atribut psikologi seperti kepribadian, ketertarikan, nilai-nilai,

sikap dan inteligensi (Cohen & Swerdlik, 2009). Sedangkan, inteligensi merujuk pada

kecerdasan namun terdapat banyak pandangan yang mendefinisikan mengenai inteligensi.

Inteligensi diartikan sebagai macam-macam kemampuan yang dimiliki oleh individu yang
sesuai dengan rentang usianya (Cohen & Swerdlik, 2009). Hal ini juga dijelaskan oleh Binet

(dalam Cohen & Swerdlik, 2009) bahwa Inteligensi adalah kesatuan besar yang terdiri dari

beberapa komponen. Komponen ini meliputi kemampuan reasoning, kemampuan untuk

mempertimbangkan suatu pemikiran, kemampuan ingatan/mengingat dan kemampuan

abstraksi. Binet menilai bahwa komponen inteligensi ini saling berhubungan satu sama lain.

Definisi tersebut memberikan gambaran bahwa inteligensi terdiri dari banyak jenis

kemampuan dan berbeda tingkat kemampuan pada masing-masing usia. Secara umum,

kemampuan-kemampuan tersebut terdiri dari mampu mendapatkan dan menggunakan

pengetahuan, berpikir logis, membuat perencanaan yang efektif, mengartikan persepsi,

membuat keputusan dan pemecahan masalah, memahami konsep visual, dapat fokus

memberikan perhatian, dapat menggunakan intuisi, mengucapkan kata-kata dan memikirkan

hal-hal yang sesuai dengan lingkungan serta kemampuan untuk beradaptasi dan

menyesuaikan diri pada lingkungan baru.

B. Jenis-Jenis Tes Intelegensi

Sampai saat ini sudah banyak tes inteligensi yang disusun oleh para ahli baik tes

intelegensi untuk anak-anak maupun orang dewasa, tes inteligensi yang disajikan secara

individual maupun secara kelompok, tes verbal dan tes performansi, dan tes inteligensi untuk

orang cacat khusus misalnya tuna rungu dan tuna netra. Beberapa bentuk tes inteligensi

antara lain, tes inteligensi untuk anak-anak, seperti tes Binet, WISC, WPPSI, CPM, CFIT

skala 1 & 2, dan TIKI dasar. Kemduian tes inteligensi untuk remaja hingga dewasa, seperti

TIKI menengah, TIKI tinggi, WAIS, SPM, APM, CFIT skala 3, serta tes inteligensi untuk

tuna rungu seperti tes SON.

1. Tes Binet
Tes Binet Simon dipublikasikan pertama kali pada tahun 1905 di Paris-Prancis. Tes

ini digunakan untuk mengukur kemampuan mental seseorang. Inteligensi

digambarkan oleh Alfred Binet sebagai sesuatu yang fungsional. Tes Binet yang

digunakan di Indonesia saat ini adalah Stanford Binet Intelligence Scale Form L-M,

Tes Binet dengan skala Stanford–Binet berisi materi berupa sebuah kotak yang berisi

berbagai macam mainan yang akan diperlihatkan pada anak-anak, dua buah buku

kecil yang berisi cetakan kartu-kartu, sebuah buku catatan yang berfungsi untuk

mencatat jawaban beserta skornya, dan sebuah petunjuk pelaksanaan dalam

pemberian tes. Pengelommpokkan tes-tes dalam skala Stanford–Binet dilakukan

menurut berbagai level usia, dimulai dari usia 2 tahun sampai dengan usia dewasa.

Meski begitu, dari masingmasing tes yang berisi soal-soal tersebut memiliki taraf

kesukaran yang tidak jauh berbeda untuk setiap level usianya.

2. WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children)

Tes inteligensi Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) adalah salah satu tes

yang sering dan umum digunakan di dunia psikologi serta sering digunakan oleh para

psikolog. Wechsler Intelligence Scale for Children dikembangkan oleh David

Wechsler yang mempublikasikannya pada tahun 1939, dimana tes ini mengukur

fungsi intelektual yang lebih global. Tes inteligensi WISC digunakan untuk tes

inteligensi pada anak usia 8-15 tahun. Tes WISC terdiri atas tes verbal dan tes

performance. Tes verbal terdiri atas materi perbendaharaan kata, pengertian,

informasi, hitungan, persamaan, rentangan angka. Sedangkan tes performance terdiri

atas mengatur gambar, melengkapi gambar, rancangan balok, merakit objek, mazes

dan simbol. (Mudhar & Rafikayati, 2017) Melalui Tes WISC dapat mendeskripsikan
berbagai aspek kecerdasan anak dan dapat mengukur kemampuan kognitif seseorang

dengan melihat pola-pola respon pada tiap-tiap subtes.

3. WPPSI (Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence)

Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI) dikembangkan oleh

Weschler. Sesuai dengan namanya, alat tes ini dirancang dan ditujukan untuk anak-

anak pada usia sebelum masuk sekolah atau anak-anak yang ada pada tingkat taman

kanakkanak, perkiraan usia dimulai dari 2 tahun atau saat anak mulai masuk ke taman

kanakkanak hingga umur 6 tahun saat anak mulai masuk ke sekolah dasar. Alat tes ini

bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan anak secara keseluruhan serta dapat

juga digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keterlambatan atau kesulitan

anak tersebut (Cloudida, 2018).

4. IST (Intelligenz Struktur Test)

Intelligenz Struktur Test (IST) merupakan alat tes inteligensi yang telah diadaptasi di

Indonesia. Tes ini dikembangkan oleh Rudolf Amthaeur di Frankfrurt Main Jerman

pada tahun 1953. Intelligenz Struktur Test (IST) terdiri dari 9 subtes antara lain

Satzerganzung (SE) yaitu melengkapi kalimat, Wortauswahl (WA) yaitu melengkapi

kata-kata, Analogien (AN) yaitu persamaan kata, Gemeinsamkeiten (GE) yaitu sifat

yang dimiliki bersama, Rechhenaufgaben (RA) yaitu kemampuan berhitung,

Zahlenreihen (SR) yaitu deret angka, Figurenauswahl (FA) yaitu memilih bentuk,

Wurfelaufgaben (WU) yaitu latihan balok, dan Merkaufgaben (ME) yaitu latihan

simbol. Tes IST terdiri dari 9 sub tes terdiri dari 176 aitem soal. Waktu pengerjaan

yang dibutuhkan dalam penyajian tes IST ini kurang lebih selama 90 menit dengan

instruksi yang berbeda-beda pada setiap sub tesnya. Tes IST ini membutuhkan
seorang tester yang memiliki keterampilan dalam menyajikan tes dan proses skoring

serta interpretasi yang memakan waktu. Tes ini dapat dilakukan secara individual

maupun klasikal (Kumolohadi & Suseno, 2012).

5. SPM (Standard Progressive Matrices)

Standard Proggressive Matrices (SPM) adalah tes inteligensi yang dirancang oleh J.C

Raven pada tahun 1936 serta diterbitkan pertama kali di tahun 1938. SPM yang

dijumpai di Indonesia yaitu hasil revisi pada tahun 1960. Tes SPM mengukur

kecerdasan orang dewasa. Tes ini mengungkapkan faktor general (G faktor) atau

kemampuan umum seseorang. Tes SPM digunakan secara individual atau klasikal dan

waktu penyajian yang dibutuhkan 30 menit (Kumolohadi & Suseno, 2012). Tes SPM

memuat 60 soal yang didalamnya terbagi menjadi lima seri yaitu seri A, B, C, D dan

E. Setiap seri terdiri dari 12 soal yang berbentuk gambar-gambar. Setiap soal terdiri

dari satu gambar besar yang tidak lengkap dan terdapat pilihan jawaban untuk

melengkapi gambar tersebut. Dalam penyajian tesnya, set A dan B menyediakan enam

gambar kecil sebagai pilihan, sedangkan untuk set C, D, dan E, disediakan delapan

pilihan. Penyusunan soal bertingkat dari soal yang mudah ke soal yang sukar

(Rahmadani, 2019).

6. APM (Advanced Progressive Matrices)

Tes Advanced Progressive Matrices (APM) dikembangkan oleh Raven yang

merupakan tipe tes kedua dari tes yang ia kembangkan. Tes Advanced Progressive

Matrices mengukur kinerja intelektual dari mereka yang memiliki inteligensi di atas

rata-rata. Selain itu, tes ini juga mampu membedakan secara tajam antara mereka yang

tergolong memiliki inteligensi unggul dari yang lainnya. Tes ini terdiri dua set yaitu

set I mencangkup 12 soal dengan waktu pengerjaan 5 menit dan tes II mencangkup 36
soal dengan waktu pengerjaan 40 menit. Pemberian soal set I kepada testi ditunjukkan

dengan maksud untuk menjelaskan prinsip-prinsip kerjanya, dan kemudian

dilanjutkan ke set II dimana pengukuran sebenarnya dilakukan. Soal-soal pada set II

meliputi persoalan-persoalan yang mampu menjadi alat pengukur pada proses berpikir

tinggi secara analitis sehingga APM berguna untuk mendapatkan gambaran tentang

laju kecepatan dan keberhasilan belajar yang mungkin dicapai seseorang didalam

suatu bidang studi (Sunarya, 2017)

7. CFIT (Culture Fair Intelligence Test)

Culture Fair Intelligence Test (CFIT) merupakan salah satu tes inteligensi yang sering

digunakan oleh psikolog dan lembaga psikologi di Indonesia. Pertama kali Tes

inteligensi CFIT ini dikembangkan oleh Raymond B. Cattell pada tahun 1940. Dalam

proses administrasinya, Tes CFIT relatif tidak memakan waktu yaitu hanya sekitar 30

menit sehingga tes CFIT populer digunakan di kalangan praktisi (Suwandi, 2015). Tes

CFIT memiliki tiga jenis skala, yaitu: skala 1 ditujukan untuk usia 4 sampai 8 tahun,

skala 2 ditujukan untuk usia 8 sampai 13 tahun, dan skala 3 ditujukan untuk individu

dengan kecerdasan di atas rata-rata. Skala 2 dan 3 berbentuk paralel (A dan B)

sehingga tes ini yang dapat digunakan untuk pengetesan kembali. Umumnya tes-tes

ini dapat diberikan pada sekelompok individu secara kolektif, namun terkecuali

beberapa subtes dari skala 1. Skala 1 memiliki delapan subtes, namun yang benar-

benar adil secara budaya hanya separuhnya (Suwandi, 2015).

8. Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)

Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) dikembangkan oleh David Wechsler.

Akibat rasa ketidakpuasan dengan batasan dari teori Stanford-Binet dalam


penggunaannya, khususnya dalam pengukuran kecerdasan untuk orang dewasa

sehingga dikembangkanlah tes ini. David Wechsler kemudian meluncurkan tes

kecerdasan baru yang dikenal sebagai Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) pada

1955. Tes ini digunakan oleh orang dewasa usia 16-75 tahun atau lebih. Pelaksanaan

tes ini dilakukan secara individu (Maarif et al., 2017). WAIS menjadi alat tes yang

paling populer karena paling banyak digunakan di dunia saat ini. Tes ini semula

bernama Wechsler Bellevue Intellegence Scale (WBIS). Tes intellegensi ini memiliki

enam subtes yang terkombinasikan dalam bentuk skala pengukuran ketrampilan

verbal dan lima subtes membentuk suatu skala pengukuran ketrampilan tindakan

(Rohmah, 2011).

9. TIKI (Tes Intelegensi Kolektif Indonesia

Tes Inteligensi Kolektif Indonesia (TIKI). Tes yang disusun di Indonesia ini

merupakan kerjasama antara ahli Indonesia dan Belanda, bertujuan untuk

mengungkap inteligensi dengan standar 27 Indonesia. Tes ini terdiri dari tiga

kelompok yaitu TIKI dasar untuk Sekolah Dasar sampai SMP kelas II, TIKI

menengah untuk siswa SMP kelas III dan SMA dan TIKI tinggi untuk mahasiswa dan

orang dewasa. Tes ini dapat diberikan secara individual dan kelompok.

10. CPM (Coloured Progressive Matrices)

CPM atau Coloured Progressive Matrices merupakan salah satu alat tes yang dibuat

oleh Raven pada tahun 1938. CPM sendiri merupakan alat tes yang dibuat

dikarenakan adanya keperluan pengetesan intelegensi pada anak-anak yang tidak

dapat menggunakan alat tes Raven sebelumnya yaitu SPM atau Standart Progressive

Matrices. Hal tersebut menjadikan CPM dapat digunakan pada anak-anak dengan
rentang usia lima sampai sebelas tahun dan orang dewasa namun dengan syarat

memiliki tingkat pendidikan yang rendah. perbedaan yang mendasar antara SPM dan

CPM adalah adanya warna pada alat tes CPM (Nuraeni, 2012).

11. SON (Snijders Oomen Non Verbal Scale)

SON merupakan akronim dari Snijders Oomen Non Verbal Scale. SON merupakan

salah satu tes inteligensi non verbal digunakan untuk individu dengan rentan usia 3 –

16 tahun. Alat tes ini juga tidak hanya sebatas untuk individu dalam kondisi normal

namun juga dapat digunakan untuk individu dengan disabilitas seperti tunarungu. Alat

tes ini dapat digunakan oleh individu dengan tunarungu dikarenakan tes SON

berbentuk puzzle dan rangkaian gambar yang perlu dicocokan dan peserta tidak

dituntut untuk menjawab perintah yang diberikan. SON sendiri dirancang mulai pada

tahun 1939 – 1942, di Amsterdam dan kemudian dalam perkembangannya banyak

dilakukan revisi-revisi pada aitem alat tes ini (Nuraeni, 2012).

C. Pengertian Tes Kemampuan Khusus (Bakat)

Konsep bakat muncul karena ketidakpuasan terhadap tes inteligensi yang menghasilkan

skor tunggal yaitu IQ. Semula IQ inilah yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam

perencanaan di berbagai bidang. Namun IQ tidak dapat memberikan banyak informasi, jika

ada dua orang mempunyai IQ yang sama, tetapi prestasi belajar atau prestasi kerjanya

berbeda. Perlu diketahui tes inteligensi tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan

analisis kemampuan secara diferensial. Oleh karena itu para ahli yang melakukan analisis

diferensial tes inteligensi diragukan validitasnya.

Tes bakat bisa didefinisikan sebagai sifat yang mencirikan kemampuan individu

melakukan performa di wilayah tertentu atau mencapai pembelajaran yang dibutuhkan bagi
perporma di wilayah tertentu. Ini mengasumsikan suatu kemampuan inheren atau bawaan

yang bisa dikembangkan hingga maksimum lewat pembelajaran atau pengalaman tertentu.

Secara teoritis, tes bakat adalah untuk mengukur potensi seseorang mencapai aktivitas

tertentu, akan kemampuannya belajar mencapai aktivitas tersebut.

Tes bakat banyak digunakan para konselor dan pengguna lain karena sanggup: (a)

mengidentifikasi kemampuan potensial yang tidak didasari individu;(b) mendukung

pengembangan kemampuan istimewa atau potensial individu tertentu; (c) menyediakan

informasi untuk membantu individu membuat keputusan pendidikan dan karir atau pilihan

lain diantara alternatif-alternatif yang ada; (d) membantu memprediksi tingkat sukses

akademis atau pekerjaan yang bisa diantipasi individu; (e) berguna untuk mengelompokkan

individu-individu dengan bakat yang serupa bagi tujuan perkembangan kepribadian dan

pendidikan.

Tujuan mengetahui bakat adalah untuk dapat melakukan diagnosis dan prediksi. Tujuan

mengetahui bakat yang pertama adalah untuk melakukan diagnosis, dengan mengetahui bakat

seseorang maka akan dipahami potensi yang ada pada diri seseorang. Dengan demikian dapat

membantu untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi testee di masa kini secara lebih

cermat. Permasalahan itu baik dalam pendidikan, klinis maupun industri. Dengan bantuan tes

bakat ini maka diharapkan psikolog dapat memberikan suatu treatment yang tepat bagi

kliennya. Tujuan mengetahui bakat yang kedua untuk prediksi, yaitu untuk memprediksi

kemungkinan kesuksesan atau kegagalan seseorang dalam bidang tertentu di masa depan.

Prediksi meliputi seleksi, penempatan, dan klasifikasi. Pada dasarnya prediksi adalah

mempertemukan potensi seseorang dengan persyaratan yang dituntut oleh suatu lembaga.

D. Jenis-Jenis Tes Kemampuan Khusus (Bakat)


Bakat seseorang dapat diukur dengan tes bakat. Tes bakat adalah tes yang dirancang

untuk mengukur kemampuan potensial seseorang dalam suatu jenis aktivitas dispesialisasikan

dan dalam ren tangan tertentu. Tes bakat adalah tes kemampuan khusus dise but juga tes

perbedaan individual, tes yang terpisah (separated test). Pada umumnya, tes bakat dapat

dibagi menjadi dua, yaitu Test Special Aptitude  tes yang terfokus pada satu bakat saja,

misalnya mengukur bakat dibidang teknik mekanik, bakat pekerjaan tertentu (klerikal) dan

Bateries test ialah tes yang erdiri dari sejumlah tes, dapat diperoleh analisis profil untuk

seseorang individu. Tes DAT masuk sebagai test special aptitude, yang mana dikhususkan

untuk mengukur bakat secara spesifik. Contoh tes lain yang mengukur tes bakat secara

spesifik seperti IST (Intelligence Structural Test), FACT (Flanagan Aptitude Classification

Test), GATB (General Aptitude Test Battery).

1. DAT (Differential Aptitude Test)

Tes DAT termasuk tes bakat. Tes ini dikembangkan pada tahun 1947 dengan

memadukan prosedur ilmiah dan prosedur pembakuan yang baik untuk mengungkap

kemampuan (ability) pria dan wanita juga pada para siswa kelas 3 SMP sampai

dengan siswa kelas 3 SMU untuk tujuan bimbingan kependidikan dan bimbingan

karir, tes DAT ini lalu direvisi beberapa kali pada tahun 1963, 1973, 1981 dan disusun

berdasarkan teori multiple factors dari Thurstone. Tes ini dirancang untuk

dipergunakan dalam layanan konseling pendidikan bagi siswa SMP dan SMA. Sub

tes-sub tes pada tes ini dikembangkan berdasarkan suatu teori abilitas pengukuran

bakat dan terutama lebih mengutamakan kegunaannya. Perangkat tes DAT terdiri dari

7 macam subtes, yaitu :

a) Verbal reasoning test


Tes berpikir verbal dirancang untuk melihat seberapa baik seseorang dapat
mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata.
Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan
masalah-masalah yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata
b) Numerical ability test
Tes kemampuan Numerikal dirancang untuk melihat seberapa baik seseorang
dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk angka-
angka. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan
memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka

c) Abstract reasoning test


Tes berpikir abstrak mengukur seberapa baik seseorang mengerti ide-idedan
konsep-konsep yang tidak dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau angka-angka.
Juga dirancang untuk mengetahui seberapa baik atau seberapa mudah seseorang
memecahkan masalah-masalah meskipun tidak berupa kata-kata atau angka-
angka
d) Space relation test
Tes Relasi Ruang mengukur seberapa baik seseorang dapat memvisualisasi,
mengamati, atau membentuk gambar-gambar mental dari objek-objek denan jalan
melihat pada rengrengan dua dimensi. Seberapa baik seseorang dapat berpikir
dalam tiga dimensi
e) Mechanical reasoning test
Tes ini mengukur seberapa mudah seseorang memahami prinsip-prinsip umum
pengetahuan alamiah sebagaimana kita lihat pada kejadian sehari-hari yang
berhubungan dengan kehidupan kita. Seberapa baik seseorang mengerti tata kerja
yang berlaku dalam perkakas sederhana, mesin, dan peralatan lainnya
f) Clerical speed and Accuracy test
Tes Kecepatan dan Ketelitian Klerikal mengukur seberapa cepat dan teliti
seseorang dapat menyelesaikan tugas tulis menulis, pekerjaan pembukuan, atau
ramu-meramu yang sangat diperlukan di kantor-kantor, laboratorium ilmiah,
perusahaan-perusahaan dagang, gudang-gudang dan ditempat-tempat lain dimana
kartu-kartu, buku-buku, map-map pencatatan harus diatur disimpan di/atau dicek
dan dicocokkan dan sebagainya
g) Language usage-part 1: spelling, part 2: sentences.
Tes ini mengukur kemampuan membedakan tata bahasa yang baik dan benar,
tanda baca, dan penggunaan kata.

2. FACT (Flanagan Aptitude Classification Test)

FACT disusun oleh J.c Flanagan, seseorang professor psikologi pada Universitas
Pittsburgh dan direktur American Institute for Research. Tes ini dikembangkan dalam
usaha untuk mendapatkan suatu system klasifikasi baku dalam penentuan bakat dan
kemampuan dasar seseorang pada tugas-tugas tertentu. FACT Merupakan seperangkat
tes yang terdiri atas 14 tes yang dapat dipergunakan secara keseluruhan atau sebagian.
Tes ini biasa digunakan untuk membantu memprediksi keberhasilan pekerjaan dan
perencanaan program latihan serta seleksi atau penempatan karyawan.

3. General Aptitude Test Battery (GATB)


General Aptitude Test Battery (GATB) disusun oleh Charles E. Odell dari United

States Employes Services pada tahun 1947. Tes ini digunakan untuk konseling

pekerjaan di States Employment Service Office. Test ini terdiri dari Terdiri dari 12

subtes yang mengukur 9 jenis bakat, yaitu

a) Aptitude G: Intelligence. Merupakan kemampuan belajar secara umum yaitu


kemampuan menangkap dan mengerti konsep prinsip, penalaran dan pembuatan
keputusan. Memiliki hubungan kuat dengan keberhasilan di sekolah.
b) Aptitude V:  Verbal (Subtes 4: Vocab).  Merupakan kemampuan untuk mengerti
arti dari beberapa kata dan penggunaan kata secara efektif, Kemampuan mengerti
bahasa secara komprehensif, dan mengerti hubungan antar kata dan mengerti arti
keseluruhan paragraf.
c) Aptitude N: Numerical (Subtes 2: Computation dan sub tes 6: arithmatic
reason). Kemampuan melakukan operasi angka secara cepat dan tepat.
d) Aptitude S: Spatial (Subtes 3: dimentional space). Kemampuan untuk berpikir
secara visual pada bentuk geometris, kemampuan untuk menangkap objek tiga
dimensi dan kemampuan mengingat hubungan yang dihasilkan dari gerakan suatu
objek dalam ruang.
e) Aptitude P: Form Perception . Diukur dengan subtes 5: (tool maching) dan sub
tes 7 (form matching) Mengukur kemampuan untuk melihat bagian dari benda,
gambar dan grafik. Kemampuan melihat perbandingan dan pembedaan secara
visual, melihat perbedaan yang nyata pada bentuk atau bayangan dari suatu figur
dan panjang lebar suatu grafis.
f) Aptitude Q: Clerical Perseption
Diukur dengan subtes 1 (name comparation). Mengukur kemampuan untuk
mengungkapkan objek klerikal (angka dan huruf). Kemampuan persepsi terhadap
komputasi secara sepintas.
g) Aptitude K: Motor kordination. Diukur dengan subtes 8 (Mark Making).
Mengukur kemampuan mengordinasikan gerakan otot mata, tangan dan jari
dengan terampil dan teliti dalam gerakan yang cepat dan tepat.
h) Aptitude F: Finger Dexterity. Diukur dengan subtes 11 (Assemble) dan subtes
12 (Dissemble). Mengukur kemampuan gerakan jari-jemari, memanipulasi objek
kecil secara terapil dan teliti.
i) Aptitude M: Manual Dexterity. Diukur dengan sub tes 9 (Plan) dan subtes
10 (Turn). Mengukur kemampuan menggerakkan tangan dengan mudah dan
terampil, dan mengukur kemampuan bekerja dengan tangan dalam menempatkan
dan memindahkan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berbicara masalah tes intelegensi dan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan tidak bisa

lepas dari pemahaman tentang peserta didik. Peserta didik bukanlah sekadar robot yang bisa

diprogram begitu saja sehingga bisa bergerak atas kemauan guru atau orang tua. Peserta didik

adalah individu unik yang mempunyai eksistensi, yang memiliki jiwa sendiri, serta

mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan iramanya

masingmasing yang khas. Peserta didik bagaikan aneka macam bunga elok di taman sari yang

indah. Mereka memiliki pesonanya masing-masing sehingga tidak bisa diseragamkan begitu

saja atau dipangkas sama rata. Mereka sungguh memerlukan perlakuan khusus dan individual

selain sekadar perlakuan kolektifitas.

B. Saran

Dalam mengimplementasikan konsep intelegensi beserta alat-alat tes yang terkonstruk

didalamnya, tentunya menjadi sebuah keharusan bagi praktisi yang kompeten di bidangnya

untuk terus menguatkan pemahaman serta meningkatkan kapasitas dalam penyajiannya.

Anda mungkin juga menyukai