Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KECERDASAN MAJEMUK

“ KECERDASAN EKSISTENSIAL (KECERDASAN SPIRITUAL)


PADA ANAK USIA DINI”

Dosen Pengampu : Dr. Upik Elok Endang Rasmani, M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 8 / 5B PG- PAUD

Marfu’ah Na’imatuljanah (K8120045)

Nina Anis Safitri (K8120051)

Rahuti Wening (K8120061)

Tiara Solekhah (K8120073)

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya


sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah
ini berhasil diselesaikan berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan kali ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Upik Elok Endang Rasmani, M.Pd, selaku dosen pembimbing mata
kuliah Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini.
2. Teman-teman kelas 5B Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Semua pihak terutama anggota kelompok 8 yang turut andil dalam
penyelesaian makalah ini.

Penyusun telah berusaha maksimal untuk menyelesaikan makalah ini dengan


baik. Apabila dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, hal itu karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penyusun. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
dalam menghasilkan karya tulis pada masa yang akan datang. Penyusun berharap
makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun bagi
pembaca pada umumnya.

Surakarta, 29 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 2

C. Tujuan....................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 4

A. Pengertian Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan Spiritual) .................................... 4

B. Karakteristik Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan Spiritual)................................. 5

C. Faktor – Faktor Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan Spiritual)............................. 6

D. Strategi Mengembangkan Kecerdasan Eksistensial .................................................. 8

E. Peran Guru dan Orang Tua .................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 13

A. Kesimpulan............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan bagi anak-
anak pra sekolah yang berusia 0 sampai 6 tahun. Pada usia tersebut anak-anak
berada pada masa perkembangan emas. Menurut Froebel (dalam Ernawulan
1995:3) mengungkapkan bahwa masa anak – anak merupakan suatu fase yang
sangat penting dan berharga, dan merupakan masa pembentukan dalam periode
kehidupan manusia. Pada periode kehidupan manusia ini, setiap individu akan
mengalami masa usia dini dan masa usia dini tersebut hanya terjadi satu kali
dalam fase kehidupan setiap manusia, sehingga keberadaan masa usia dini tidak
boleh disia-siakan. Masa – masa usia dini merupakan masa yang paling
tepat untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangaan anak. Oleh karena
itu, dalam upaya menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak perlu ada
pendidikan yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan anak usia dini baik
secara intelektual, emosional dan sosial.
Adanya beragam kebutuhan yang dimiliki anak usia dini dalam
pertumbuhan dan perkembangan, salah satu yang perlu distimulasi adalah
mengenai intelektualnya atau mengenai kecerdasaan yang dimiliki anak. namun
terkdang orang dewasa atau orang tua terlalu sempit dalam memaknai
kecerdasan, dimana kecerdasan selalu saja dikaitkan dengan nilai dan angka
yang bagus . Padahal kecerdasaan pada setiap manusia atau dalam hal ini anak
usia dini itu ada beragam dan juga kecerdasaan yang ada antara satu manusia
atau anak satu dengan yang lainnya itu berbeda.
Adanya beragam kecerdasan yang ada disebut sebagai Multiple
Intelligences atau kecerdasan majemuk . Hal ini diungkapkan pertama kali oleh
Howard Gadner, bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki sembilan
macam kecerdasan diantaranya : kecerdasan linguistik (linguistic intelligence),
kecerdasan matematis-logis (logical–mathematical intelligence), kecerdasan
ruang (spatial intelligence), kecerdasan kinestetik-badani (bodily-kinesthetic

1
intelligence), kecerdasan musikal (musical intelligence), kecerdasan
interpersonal (interpersonal intelligence), kecerdasan intrapersonal
(intrapersonal intelligence), kecerdasan lingkungan/ naturalis (naturalist
intelligence), dan kecerdasan eksistensial (exixtential intelligence) atau
kecerdasan spiritual. Dari Sembilan kecerdasan, akan ada beberapa atau satu
kecerdasan yang nantinya dimiliki oleh setiap manusia (anak) , dan cara untuk
menentukan kecerdasan apa yang terlihat pada setiap anak akan memiliki
kriteria atau konteks sendiri – sendiri yang menonjol. Selanjutnya, pada
makalah ini kecerdasan yang akan dibahas oleh penulis adalah mengenai
Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan Spiritual) yang dimiliki oleh anak usia
dini.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu:
1. Apa Pengertian Dari Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan Spiritual)?
2. Apa Saja Karakteristik Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan Spiritual)
Pada Anak Usia Dini?
3. Apa Aja Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Eksistensial
(Kecerdasan Spiritual) Pada Anak Usia Dini?
4. Bagaimana Strategi Untuk Mengembangkan Kecerdasan Eksistensial
(Kecerdasan Spiritual) Pada Anak Usia Dini?
5. Bagaimana peran Guru dan Orang Tua Dalam Mengembangkan
Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan Spiritual ) Pada Anak Usia Dini?

C. Tujuan
Tujuan yang ada dalam makalah ini, yaitu:
1. Untuk Mengetahui Mengenai Pengertian Dari Kecerdasan Eksistensial
(Kecerdasan Spiritual).
2. Untuk Mengetahui Karakteristik Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan
Spiritual).
3. Untuk Mengetahui Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan
Eksistensial (Kecerdasan Spiritual).

2
4. Untuk Mengetahui Strategi Untuk Mengembangkan Kecerdasan
Eksistensial (Kecerdasan Spiritual) Pada Anak Usia Dini.
5. Untuk Mengetahui Peran Guru dan Orang Tua Dalam Mengembangkan
Kecerdasan Eksistensial ( Kecerdasan Spiritual ) Pada Anak Usia Dini.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecerdasan Eksistensial ( Kecerdasan Spiritual)


Kecerdasan Eksistensial menurut Howard Gardner ditunjukkan melalui
masalah-masalah utama kehidupan. Kecerdasan eksistensial ini berkaitan
dengan kemampuan seorang diri dalam menempatkan dirinya dalam hubungan
dengan jangkauan yang tidak terhingga besar dan tidak terhingga jauhnya serta
kemampuan lainnya yang terkait. Kemampuan tersebut seperti kemampuan
manusia dalam memaknai hidup, memahami arti dari kematian, nasib dunia
fisik dan psikologis, serta pengalaman mendalam seperti mencintai pada sesama
atau keterlibatan total dalam karya seni (Syarifah, 2019). Selanjutnya, Menurut
Wilson, “Kecerdasan eksistensial adalah keterampilan orang dalam
mengajukan pertanyaan mendasar tentang keberadaan atau pertanyaan tentang
kompleksitas keberadaan. Secara rinci dari ungkapan Wilson, Kecerdasan
eksistensial merupakan salah satu jenis kecerdasan yang lebih di dominasi atau
terfokus pada diri sendiri, yaitu berpikir. Dengan kata lain, seseorang cenderung
lebih memikirkan dirinya sendiri dan tentang proses yang ada dan akan terjadi
di masa depan. Dengan kecerdasan eksistensial, seseorang akan dapat
menjawab pertanyaan yang lebih dalam mengenai sebuah eksistensi atau
keberadaan manusia. Orang tidak puas dengan hanya menerima begitu saja
kondisinya, keberadaannya secara otomatis, akan tetapi mencoba menyadari hal
ini dan mencari jawaban terdalam.
Berdasarkan ulasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
eksistensial merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang dan berkaitan
dengan nilai dan perilaku. Dimana dalam kecerdasan ini seseorang akan
cenderung memiliki kemampuan berpikir dan merenungkan sesuatu yang
hakiki mengenai kehidupan, kematian dan memaknai setiap peristiwa –
peristiwa yang terjadi di dalam dirinya. dan juga secara singkatnya dinyatakan
oleh (Nuryanto, 2017) bahwa Kecerdasan eksistensial dapat dikatakan sebagai
kecerdasan yang berfungsi sebagai landasan dalam memfungsikan kecerdasan

4
intelektual dan kecerdasan emosional dan dianggap sebagai kecerdasan
tertinggi
Selanjutnya, Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan Spiritual) ini dapat
dilihat sejak anak kecil karena anak-anak belum memiliki penyaring
kebudayaan sehingga mereka dapat selalu menerima rahasia-rahasia kehidupan
melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab oleh orang
dewasa. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa kanak-kanak,
anak banyak mengajukan berbagai pertanyaan tentang berbagai hal yang
bahkan terkadang tidak pernah terpikirkan oleh anak lain seusianya. Pertanyaan
ini dapat dibuktikan dengan adanya pertanyaan seperti “kenapa kita harus
sembayang, kenapa ada orang baik dan orang jahat, kenapa meninggal” yang
sering diajukan oleh anak-anak (Syarifah, 2019).

B. Karakteristik Kecerdasan Eksistensial ( Kecerdasan Spiritual) Pada


Anak Usia Dini
Kecerdasan eksistensial ditunjukkan anak dalam mempertanyakan
hakikat kehidupan, mencari inti dari setiap permasalahan, merenungkan
berbagai hal atau peristiwa yang dialaminya, memikirkan makna dibalik
permasalahannya, dan kemampuan anak dalam mengkaji ulang setiap pendapat
dan pemikirannyanya (Afdhilla & Mahendra, 2020). Sejalan dengan pendapat
yang ada, Ciri-ciri lain yang dapat dilihat apabila anak memiliki kelebihan
eksistensial atau kecerdasan spiritual dapat diamati melalui :
1. Kesadaran Kolektif, yaitu kemampuan untuk melihat bagaimana
sesuatu yang mengacu pada gambaran besar. Dalam hal ini anak akan
cenderung berfikir dan bertanya mengenai makna suatu hakikat, tujuan
dan manfaat dalam konteks kehidupan dan kematian, yakni : tentang
sebuah arti hidup, seperti mengapa kita hidup, mengapa kita mati, dan
darimana kita berasal.
2. Adanya kemampuan seorang anak dalam mengetahui atau memahami
dari sebuah arti ibadah dan dengannya juga anak akan menjadi berani
dalam menyatakan keyakinan dan memperjuangkan kebenaran yang

5
diyakininya. Sederhananya, anak tertarik dengan film-film yang
bertema spiritualisme atau rohani. Anak terbiasa mengagumi ciptaan
Allah, Bulan, Bintang, maupun makhluk hidup yang lain, cepat dalam
mempelajari kitab suci dan tekun dalam melaksanakan ibadah
agamanya.
3. Anak-anak dengan kecerdasan eksistensial dapat merasakan,
membayangkan, menjelaskan dan membuat rencana-rencana besar
dalam kehidupan.
4. Dapat mengontrol interpersonal dan intrapersonal dengan baik. Dalam
hal ini anak akan memiliki kontrol emosi dalam melihat atau memaknai
suatu peristiwa yang diilami ( anak mampu mengambil hikmah)

Dari beberapa karakteristik atau ciri – ciri yang menggambarkan adanya


kecerdasan eksistensial pada anak usia dini. Dimensi perkembangan
kecerdasan ini adalah dalam kompetensi sikap spiritual (KI-1). Hal tersebut
dikarenakan, kecerdasan eksistensial tampak dalam rumusan kompetensi
dengan kata menerima, menjalankan, menghargai, menghayati dan
mengamalkan ajaran agama yang dianut. Rumusan ini menunjukkan
perkembangan dimensi vertikal hubungan antara makhluk dan sang Khalik
melalui sikap spiritual, yang sebenarnya menjadi esensi dan potensi
fundamental manusia sejak awal.

C. Faktor – Faktor Kecerdasan Eksistensial ( Kecerdasan Spiritual) Pada


Anak Usia Dini
Menurut Irwanto dalam (Dini & Hotimah, 2019) faktor yang
mempengaruhi kecerdasan eksistensial atau kecerdasan spiritual ada dua, yaitu
Faktor Bawaan (genetic) dan Faktor Lingkungan (Lingkungan Keluarga dan
Masyarakat) yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Faktor Bawaan (Genetik)
Faktor genetik dipengaruhi kualitas kecerdasan orangtua,
kondisi saat pembentukan janin dalam kandungan ibu, gizi saat pada
masa pertumbuhan, dan rangsangan atau stimulasi yang diberikan
sebagai pengalaman bagi anak.

6
2. Faktor Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga sebagai tempat anak untuk berkembang
dan beradaptasi akan membentuk kepribadian anak. Oleh karena itu
kualitas seorang anak yang tumbuh pada keluarga harmonis akan sangat
berbeda dengan anak yang dilahirkan maupun yang dibesarkan dalam
keluarga tidak dan kurang harmonis. Hal ini dikarenakan didalam
keluarga yang kurang atau tidak harmonis seringkali terjadi konflik
dalam keluarga tesebut, anak sering diabaikan pertumbuhan dan
perkembangan maupun kebutuhan tumbuhkembangnya. Sehingga hal
tersebut dapat memberikan dampak yang buruk pada perkembangan
kecerdasan eksitensial atau kecerdasan spiritual anak. Didalam keluarga
yang tidak harmonis anak seringkali mendapat kebisingan berupa
konflik dalam keluarga yang dapat berdampak pada kejiwaan anak.
Anak-anak akan mendapatkan gambaran yang kurang baik dan tidak
mendapatkan teladan kecerdasan eksistensial yang baik oleh anggota
keluarganya sehingga anak akan memiliki perkembangan kecerdasan
eksistensial yang kurang atau tidak maksimal.
Sehingga, faktor keluarga menjadi faktor utama dalam
pembentukan kecerdasan eksistensial karena dari orangtua anak dapat
meneladani nilai-nilai spiritualitas dalam diri orangtuanya. Oleh sebab
itu orangtua hendaknya juga memberikan motivasi kepada anak untuk
selalu melakukan hal-hal baik untuk menjadikannya pribadi yang
disayang Tuhan. Hal ini juga dilakukan agar anak merasakan kasih
sayang dengan perhatian orangtua yang diberikan kepadanya. Saat anak
sudah merasa disayang maka anak akan lebih terbuka kepada
orangtuanya dan secara tidak langsung anak akan terbiasa untuk
bersikap jujur.
3. Faktor Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat juga mempengaruhi perkembangan
kecerdasan eksistensial karena dari lingkungan masyarakatnya anak-
anak akan melakukan berbagai interaksi. Didalam interaksi tersebut

7
anak akan menyerap nilai-nilai yang ada dalam lingkungan
masayaraknya. Apabila anak berada pada lingkungan masyarakat yang
baik tentunya anak akan menyerap nilai-nilai yang baik dan sebaliknya,
saat anak memiliki lingkungan masyarakat yang tidak baik maka anak
akan memiliki nilai-nilai yang tidak baik. Nilai-nilai yang anak dapatkan
dari lingkungan masyarakat ini dapat meresap dalam diri anak dan akan
tertanam didalam dirinya. Oleh sebab itu, mengarahkan dan mengontrol
anak untuk memiliki lingkungan pergaulan yang baik sangat penting
dilakukan oleh orangtua.

D. Strategi Mengembangkan Kecerdasan Eksistensial ( Kecerdasan


Spiritual) Pada Anak Usia Dini
Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan
eksistensial anak usia dini diantaranya :
1. Pengajaran
Kecerdasan eksistensial dapat diajarkan melalui pemberian
keteladanan secara lisan, tulisan, dan perbuatan. Hal ini dilakukan agar anak
dapat mencontoh dan meneladani hal-hal yang dilihat dan dilakukan oleh
guru. Guru juga dapat mengajarkan melalui cerita atau dongeng untuk
mengajarkan tentang perilaku baik dan buruk, kemudian dengan melakukan
pengamatan ciptaan-ciptaan Allah yang ada di lingkungan. Untuk
mengembangkan kecerdasan ini, guru hendaknya melakukan :
a. Menanggapi setiap keingintahuan anak dengan jawaban yang baik
dan jelas sesuai dengan kapasitas anak.
b. Memberikan stimulasi dengan membiasakan anak untuk menangkap
makna dari berbagai hal yang dilihat, dialami, dan dirasakan anak.

Saat memberikan stimulasi kepada anak, guru PAUD menggunakan


metode belajar yang disesuaikan dengan karakteristik anak yang berada
pada masa belajar dengan pendekatan bermain. Oleh sebab itu, guru harus
dapat memberikan pengajaran yang menyenangkan karena anak-anak
banyak mempelajari melalui imajinasi.

8
2. Metode belajar
Dalam memberikan stimulasi, metode yang sering digunakan oleh
guru adalah metode bercerita. Cerita-cerita yang disampaikan dapat berupa
kisah-kisah dunia nyata maupun dongeng untuk mengajarkan nilai-nilai
moral. Pemberian kisah dalam metode bercerita disesuaikan dengan tema
dan usia anak. Kisah-kisah yang disampaikan juga dapat dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari yang dekat dengan anak.
Teknik implementasi stimulai kecerdasan eksistensial dengan
metode bercerita dijelaskan oleh (Nuryanto, 2017) dikelompokkan
menjadi :
a. Perencanaan
Sekolah mengelompokkan apa saja yang akan menjadi tujuan
dalam kecerdasan eksistensial atau spiritual. Tujuan ini dapat merujuk
pada STTPA maupun standar pencapaian perkembangan yang
dikembangkan oleh lembaga pendidikan tersebut. Apabila tujuan
sudah ditetapkan, langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan kisah
beserta dengan kisah moral yang relevan dengan tujuan. Perencanaan
ini dibuat untuk satu semester yang berisi tentang judul kisah, tujuan
stimulasi kecerdasan spiritual, media, dan alokasi waktu
pembelajaran.
b. Pelaksanaan
Pada pelaksanaan, guru dapat melakukan apasaja yang sudah
direncanakan dalam RPPH dan berkisah sesuai yang ada di RPPH.
Alokasi waktu penyampaian kisahnya selama 10 menit karena ini
adalah waktu yang ideal bagi anak untuk berkonsentrasi. Selanjutnya,
guru maupun orantua dapat memberikan kegiatan tindak lanjut dari
pesan moral yang disampaikan melalui pemberian teladan dan
pembiasaan.
c. Evaluasi
Pada tahap evaluasi, guru maupun orangtua dapat melakukan
pengecekan tentang implementasi nilai yang anak terima sudah

9
tertanam dengan baik atau belum. Penilaian dilakukan melalui
pengamatan dan cek list. Pengamatan tersebut dapat dilakukan dengan
mengamati tingkah laku anak, pengamalan nilai yang sudah diajarkan,
dan cek list dilakukan dengan memberikan tanda ceklist pada indicator
yang sudah ditetapkan oleh lembaga.

E. Peran Guru dan Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan


Eksistensial (Kecerdasan Spiritual) Pada Anak Usia Dini
Agar pengembangan kecerdasan eksistensial lebih bermakna dalam diri
anak, maka pendidik/ guru dan orang tua harus menjadi teladan spiritual bagi
anak, membiasakan anak mengetahui tujuan dari sebuah kegiatan,
membiasakan anak untuk mengaji kitab suci bersama-sama dan menjelaskan
maknanya dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, membiasakan anak
mendengarkan cerita kisah-kisah agung dari tokoh spiritual, membiasakan anak
agar terlibat dalam kegiatan ritual keagamaan,membiasakan anak
mendengarkan puisi-puisi atau lagu-lagu yang spiritual dan inspirasional,
mengajak anak untuk menikmati keindahan alam, mengajak anak ketempat-
tempat orang yang menderita agar dia terlatih untuk memiliki sikap empati yang
tinggi, mengikutsertakan anak dalam kegiatan sosial.
Stimulasi yang dapat dilakukan orangtua dalam menstimulasi
kecerdasan eksistensial atau kecerdasan spiritual anak dapat dilakukan dengan
memperdengarkanlagu-lagu rohani, senandung keagamaan, dan mengenalkan
sifat-sifat Allah kepada anak melalui musik. Stimulasi dengan musik dapat juga
dilakukan oleh orangtua sejak anak berada dalam kandungan.(Dini & Hotimah,
2019). Sejalan dengan stimulasi yang telah di ungkapan oleh Dini dan Hotimah,
peran orang tua dalam meningkatkan kecerdasaan eksistensial (kecerdasan
spiritual) anak, diantaranya :
1. Orang Tua Sebagai Teladan
Orang tua harus bisa dalam memberikan sebuah contoh yang baik
kepada anaknya dari segi perbuatan atau akhlak sampai perkataan. Anak
usia dini pada dasarnya meniru apa yang terdapat dalam di lingkungan
sekitarnya dari segi sesuatu yang baik maupun yang buruk. Maka dari itu,

10
lingkungan pertama yang memiliki peran penting dalam melindungi
keberadaan sang anak yaitu lingkungan keluarga.
Dengan demikian, keteladanan dari orang tua sangat penting bagi
pertumbuhan kecerdasan spiritual sang anak. Jika sejak usia dini anak sudah
memiliki sebuah pembiasan untuk mensyukuri atas segala karunia dan
nikmat yang Tuhan Maha Esa berikan, maka rasa syukur tersebut akan
selalu tertanam dalam diri anak hingga anak tersebut menjadi dewasa.
2. Orang Tua Sebagai Pendidik
Orang tua menjadi salah satu pihak yang bertanggung jawab atas
perkembangan pendidikan sang anak dan suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap orang tua. Oleh karena itulah, setiap orang tua
seharusnya memfasilitasi anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan anak yang dalam berupa sebuah kegiatan yang
mengandung pendidikan.
Contohnya, orang tua dapat mendidik sang anak untuk
membiasakan berbagi dengan orang, dengan didasarkan bahwasanya
setiap manusia itu dihadapan Tuhan Yang Maha Esa itu adalah sama.
Dengan begitu, sang anak dapat tahu akan kodrat dirinya sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki sebuah
kedudukan yang setara di hadapanNya.
3. Orang Tua Sebagai Pemberi Motivasi
Orang tua yang senantiasa memberikan sebuah dorongan atau
motivasi dalam hal meningkatkan sebuah kecerdasan spiritual anak
sangat kuat berkaitan dengan optimisme masa depan tiap individu.
Contohnya, orang tua dapat memberi sebuah motivasi dengan
memberikan sebuah penghargaan seperti pelukan atau hadiah ketika
sang anak dapat melakukan sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai
spiritual, misalnya anak yang sudah dapat membaca doa sebelum dan
sesudah kegiatan.

11
4. Orang Tua Sebagai Pemberi Kasih Sayang
Ketika anak yang dibesarkan oleh orang tuanya dengan penuh
kasih sayang, makan anak tersebut akan mempunyai kasih saya juga
kepada orang lain. Dalam kecerdasan spiritual yang ditanamkan kepada
anak dengan sebuah pengasuhan yang penuh kasih sayang akan menjadi
jauh lebih efektif daripada pengasuhan yang ditanamkan dengan sesuatu
aturan-aturan yang terikat terhadap sebuah proses pembinaan
kecerdasan spiritual sang anak.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecerdasan Eksistensial merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh
setiap individu dengan kemampuannya berfikir dan merenungkan dirinya
secara lebih mendalam dan luas serta berkaitan dengan keyakinan dalam hati
mengenai spiritualnya atau hubungannya dengan Tuhan. Pada kecerdasan ini
individu (anak) akan lebih membahas pada konteks kehidupan, kematian dan
memaknai setiap peristiwa–peristiwa yang terjadi di dalam dirinya.
karakteristik yang mendasari anak atau individu dapat dilihat memiliki
kecerdasan ini diantara lain adalah adanya kesadaran secara kolektif, mampu
mengetahui atau memahami dari sebuah arti ibadah (yakin dan teguh pada
keyakinan dan berani dalam keadilan), memiliki langkah tujuan yang hendak
dicapai (merasakan, membayangkan, menjelaskan dan membuat rencana-
rencana besar dalam kehidupan) , dan memiliki control emosi yang baik.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi proses kecerdasan
eksistensial ini pada anak usia dini yaitu : Faktor Bawaan, Faktor Lingkungan
Keluarga dan Faktor Lingkungan Masyarakat. Dari faktor – faktor yang ada
maka yang dapat dilakukan guru dan orang tua dalam membantu anak
mengembangkan kecerdasaan eksistensial ini adalah dengan pengajaran dan
metode belajar yang disesuaikan dengan anak, membantu anak secara langsung
melalui keteladhanan dan juga mencurahkan kasih sayang pada anak serta
memberinya motivasi pada setiap langkah – langkah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Afdhilla, A. B., & Mahendra, S. A. (2020). Mengembangkan Multiple Intelligences


Dengan Bermain Pada Anak Usia Dini. Jurnal CARE, 7(1), 1–10. http://e-
journal.unipma.ac.id/index.php/JPAUD

Dini, A. U., & Hotimah, N. (2019). Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan
Kecerdasan Spiritual. 1(2), 85–93.

Nuryanto, S. (2017). Stimulasi Kecerdasan Spiritual Pada Anak Usia Dini Melalui
Kisah. JURNAL INDRIA (Jurnal Ilmiah Pendidikan Prasekolah Dan Sekolah
Awal), 2(2), 41–55. https://doi.org/10.24269/jin.v2n2.2017.pp41-55

Syarifah, S. (2019). Konsep Kecerdasan Majemuk Howard Gardner.


SUSTAINABLE: Jurnal Kajian Mutu Pendidikan, 2(2), 176–197.
https://doi.org/10.32923/kjmp.v2i2.987

14

Anda mungkin juga menyukai