Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 4 SAMPAI 6 TAHUN

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Perkembangan Fisik Motorik, Bahasa dan Kognitif AUD (UD- 101)

Dosen pengampu :

Drs. H. Sumardi, M.Pd

Istikhoroh Nurzaman, M.Pd

Oleh:

Disusun oleh :

Dina Anggraeni Sudarso (2001335)

Dila Adilah (2001419)

Linda Nurcahyati (2001474)

Yasmin Rahmania (2008755)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS DAERAH TASIKMALAYA

2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kami panjatkan kepada Allah SWT, dengan
rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata
kuliah Perkembangan Fisik Motorik, Bahasa dan Kognitif AUD yang berjudul
“Perkembangan Kognitif Anak Usia 4 sampai 6 Tahun” dengan tepat waktu.
Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis berharap makalah “Perkembangan Kogbitif Anak Usia 4 samapi 6


Tahun” ini dapat menjadi referensi bagi para pembaca. Penulis juga mengakui
bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal,
oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sempurna begitu pula
dengan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan memerlukan
penyempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar dapat memperbaiki makalah ini di masa mendatang.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi pembacanya.

Tasikmalaya, 29 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3. Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
2.1. Pengertian Istilah.......................................................................................2
2.2. Hakikat Pembahasan.................................................................................2
2.3. Kajian Teori Prkembangan Moral.............................................................2
2.4. Moralitas Anak Taman Kanak-Kanak.......................................................7
2.5. Potensi Anak Sebagai Manusia Yang Utuh............................................12
2.6. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral.................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
3.1. Kesimpulan..............................................................................................15
3.2. Saran........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang


Usia dini merupakan usia yang sangat penting dan menentukan bagi
perkembangan anak. Masa ini disebut sebagai the golden age, yaitu saat
perkembangan otak, sebagai pusat kecerdasan, organ sensoris, dan organ
keseimbangan, berkembang sangat pesat. Hampir 80% kecerdasan anak sudah
berkembang pada masa ini. Di Indonesia, usia dini terhitung sejak lahir sampai 6
tahun (Slamet Suyanto, 2003: 36). Usia TK merupakan salah satu rentang umur
pada anak usia dini, yaitu usia 4 sampai 6 tahun. Masa usia dini sangat penting.
Santrock dan Yussen (Solehuddin, 2000:2) berpendapat bahwa usia dini adalah
masa yang penuh dengan kejadian –kejadian penting dan unik (a highly eventful
and unique period of life) yang meletakkan dasar bagi kehidupan seseorang di
masa dewasa. Senada dengan Santrock dan Yussen, Hurlock (1978: 26)
mengemukakan bahwa lima tahun pertama anak merupakan peletak dasar bagi
perkembangan selanjutnya. Perkembangan pada anak usia dini sangat penting dan
berpengaruh pada perkembangan anak selanjutnya, sehingga pendidikan untuk
anak usia dini harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini akan berpengaruh pada
masa-masa berikutnya.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki fungsi utama mengembangkan


semua aspek perkembangan anak secara maksimal dan menyeluruh. Aspek
perkembangan anak meliputi perkembangan moral dan nilai–nilai agama, sosial
emosional, kognitif, bahasa, fisik–motorik, kemandirian dan seni. Aspek–aspek
perkembangan tersebut tidak berkembang secara sendiri-sendiri, tetapi saling
terintegrasi dan terjalin satu sama lain.

Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang penting untuk


dikembangkan dari berbagai aspek perkembangan di atas. Gunarsa (Rosmala
Dewi, 2005: 11) mengemukakan bahwa kognitif adalah fungsi mental yang
meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah. Kognitif
adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan semua proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan,
mengamati, membayangkan, memperkenalkan, memulai dan memikirkan
lingkungannya.

Sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean


Piaget (Santrock, 2007: 49–50, Slamet Suyanto, 2005: 53–67), anak usia Taman
Kanak–Kanak berada pada tahapan praoperasional (2–7 tahun). Pemikiran anak

ii
masih intuitif, irreversible (satu arah), dan belum logis. Egosentris anak masih
sangat tinggi, sehingga belum mampu melihat perspektif orang lain.

2.2. Rumusan Masalah


1. Menjelaskan pengertian perkembangan kognitif
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif?
3. Bagaimana perkembangan kognitif anak usia 4 sampai 6 tahun?

2.3. Tujuan
1. Mampu untuk memahami pengertian perkembangan kognitif
2. Mampu untuk memahami faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif
3. Mampu untuk memahami perkembangan kognitif anak usia 4 sampai 6 tahun
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Perkembangan Kognitif


Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian,
mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan,
penataan, dan penggunaan pengetahuan ( Neisser, 1976). Pengertian kognitif
adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada
waktu manusia sedang berpikir (Gagne,l976: 71). Dalam pekembangan
selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu
wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk
pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan,
membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan
yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi
(perasaan) yang bertalian dengan rasa.

Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa
didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana
tingkah laku itu terjadi. Selain itu juga pengertian dari kognitif adalah sebuah
istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental
yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi
yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah,
dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan
dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
Kognitif sering disebut juga intelek. (Desmita, 2006 :103)

Perkembangan kognitif berlangsung sejak masa bayi walaupun potensi-


potensi terutama secara biologis sudah dimulai semenjak masa prenatal. Piaget
(Desmita, 2006 : 104) meyakini nahwa pemikiran seoarang anak berkembang
melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa.

Pengertian kognitif menurut Chaplin dalam Mohammad Asrori (2007:47)


diartikan sebagai proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan,
kemampuan menilai, dan kemampuan mempertimbangkan. Kemampuan mental
atau inteligensi. Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa Latin “intelligene”
yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut William
Stern, salah seorang pelopor dalam penelitian inteligensi, mengatakan bahwa
inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat segenap alat-alat
bantu dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru.
Inteligensi menurut Jean Piaget dalam Mohammad Asrori (2007:48) diartikan
sama dengan ”kecerdasan” yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak
secara adaptif termasuk menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan
menyelesaikan persoalan-persoalan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif atau


inteligensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memecahkan suatu
persoalan melalui proses berpikir, menghubungkan, menilai, serta
mempertimbangkan dalam menyesuaikan diri atas tuntutan baru dengan sarana
ataupun alat bantu dalam mencapai tujuan.

Adapun tujuan pengembangan kognitif adalah mengembangkan kemampuan


berpikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan
bermacam-macam alternatif pemecahan masalah. Membantu anak untuk
mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang
dan waktu, serta mempunyai kemampuan memilah-milah, mengelompokkan serta
mempersiapkan pengembangan kemampuan berfikir teliti (Zainal Aqib,2009 : 81)

2.2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan AUD


Faktor yang pertama adalah faktor genetik/hereditas merupakan faktor
internal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu.
Hereditas sendiri dapat diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang
diwariskan orang tua. Sejalan dengan itu, faktor genetik dapat diartikan sebagai
segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa
prakelahiran sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen yang
dimiliki oleh orang tua. Dari definisi tersebut, yang perlu digaris bawahi adalah
faktor ini bersifat potensial, pewarisan/bawaan dan alamiah (nature) (Latifa,
2017). Perkembangan diri seorang anak usia dini secara tidak langsung
dipengaruhi oleh keduaorang tuanya. Menurut pendapat para ahli setiap anak yang
terlahir didunia membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari kedua
orangtuanya, yaitu ibu dan bapaknya atau nenek dan kakeknya di antaranya,
seperti bentuk tubuh, warna kulit, inteligensi, bakat, sifat-sifat dan bahkan
penyakit (Fatimah, 2006). Pada aliran nativisme, menurut Arthur Sopenhauer dan
para tokoh nativisme berpandangan bahwa perkembangan manusia ditentukan
oleh pembawaaannya sedangkan pengalaman dan pedidikan tidak berpengaruh
apa-apa. Pandangan seperti ini di dalam dunia pendidikan disebut juga dengan
istilah pesimisme pedagogis. Dalam hal ini perkembangan pada anak ditentukan
oleh pembawaan atau bakat yang dimiliki oleh kedua orang tuanya. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa perkembangan anak sedikit banyak dipengaruhi
oleh faktor keturunan (Ahmadi dan Sholeh, 2006).

Faktor yang kedua ialah lingkungan. Lingkungan disini memiliki arti


luas. Bisa berupa lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal
ini lingkungan di artikan sebagai keluarga yang mengasuh dan membesarkan
anak, sekolah tempat mendidik dan masyarakat tempat anak bergaul dan juga
bermain sehari-hari (Fatimah, 2006). Lingkungan merupakan faktor eksternal
yang turut membentuk dan mempengaruhi perkembangan individu. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor genetik bersifat potensial dan
lingkungan yang akan menjadikannya aktual. Ada beberapa faktor lingkungan
yang sangat menonjol yakni dalam lingkungan keluarga (Latifa, 2017).
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan awal bagi seorang anak, segala
tingkah laku maupun perkembangan yang muncul pada diri anak adalah hasil
asuhan dari kedua orang tuanya di rumah. Oleh karena itu orang tuanya perlu
memberikan perhatian yang lebih terhadap anak khususnya pada anak usia dini.
Lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menentukan
perkembangan seorang anak, sebab ketika anak dalam berinteraksi dengan
lingkungannya merasa nyaman dan bahagia, perkembangannya pun akan berjalan
lebih mudah dan cepat (Fatimah, 2006). Alasan tentang pentingnya peranan
keluarga bagi perkembangan anak, adalah keluarga merupakan kelompok sosial
pertama yang menjadi pusat identifikasi anak; keluarga merupakan lingkungan
pertama yang mengenalkan nilai-nilai kehidupan kepada anak; orang tua dan
anggota keluarga merupakan “significant people” bagi perkembangan kepribadian
anak; keluarga sebagai institusi yang memfasilitasi kebutuhan dasar insani
(manusiawi), baik yang bersifat fiktif biologis, maupun sosio-psikologis; anak
banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga (Latifa, 2017).

Faktor yang ketiga adalah kondisi kehamilan. Kondisi kehamilan pada


dasarnya tumbuh kembang anak sudah dimulai sejak dalam kandungan. Tumbuh
kembang janin di dalam kandungan sangat pesat. Oleh karena itu janin harus
benar-benar dijaga jangan sampai mengalami hambatan dalam tumbuh
kembangnya. Kondisi kehamilan ibu dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya
anak. Sementara itu masih terdapat kurang baiknya kondisi kehamilan hal tersebut
disebabkan oleh pada saat ibu hamil karena ibu mengalami stres yang berat,
mengalami mual muntah yang berlebihan, paparan rokok pada kehamilan dan
nafsu makan yang buruk. Sehingga kondisi kehamilan yang baik dibutuhkan agar
perkembangan anak balita normal.Kondisi kehamilan yang kurang baik
dipengaruhi oleh kunjungan ibu yang tidak rutin / ibu jarang memeriksakan
kehamilannya pada tenaga kesehatan padalah dengan memeriksakan
kehamilannya ibu jadi tahu keadaan kehamilannya, jika ada gangguan atau
kelainan dalam kehamilannya bisa dideteksi dan diatasi sedini mungkin. Ibu hamil
yang kekurangan nutrisi/KEK pada kehamilan dilihat pada kondisi ekonominya
yang menengah kebawah, sehingga kecukupan gizi ibu tidak terpenuhi. Ibu hamil
yang stress berlebih saat kehamilannya memiliki masalah dalam keluarganya, dan
ibu terlalu muda dan ada juga ibu sudah terlalu tua serta memiliki anak yang
banyak sehingga ibu berpikir hamil sekarangpun merupakan beban baginya (Putri,
dkk., 2018).
Faktor yang keempat adalah komplikasi persalinan. Komplikasi
persalinan dapat mempengaruhi perkembangan anak balita. Karena jika ada
komplikasi pada saat persalinan pada saat nanti anak tersebut tumbuh dan
berkembang akan ada gangguan perkembangan. Untuk antisipasi pada saat
persalinan ibu ataupun keluarga serta bidan atau tenaga kesehatan yang membantu
proses persalinan harus lebih memperhatikan kondisi ibu pada saat persalinan.
Sebagian besar komplikasi persalinan mempengaruhi perkembangan anak balita,
karena anak balita yang waktu persalinan dahulu tedapat komplikasi persalinan
tidak normal perkembangannya. Jadi, menurut peneliti terdapat hubungan antara
komplikasi persalinan dengan perkembangan anak balita. Adanya komplikasi
persalinan disebabkan persalinan macet, dan ibu preeklamsia pada ibu bersalin
(Putri, dkk., 2018).

Faktor yang kelima adalah pemenuhan nutrisi. Peran ibu sangatlah


penting dalam pemenuhan nutrisi dalam perkembangan anak karena apa yang
dimakan anak akan asupan gizi untuk menjadi zat pembangun pertumbuhan dan
perkembangan anak. Agar perkembangan anak sesuai dan normal sesuai dengan
umur anak. Satu aspek penting dalam pemberian makanan pada anak yaitu
keamanan makanan dan terbebas dari berbagai racun kimia yang kian mengancam
kesehatan anak. Pemenuhan nutrisi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak. Jika pemenuhan nutrisi kurang baik maka pertumbuhan akan
terganggu, karena gizi sangat diperlukan untuk membangun pertumbuhan dan
perkembangan. Karena ibu orang yang paling terdekat dengan anak, maka ibu
yang akan menjadi orang yang berpengaruh dalam pemenuhan nutrisi anak.
Kurang baiknya pemenuhan nutrisi disebabkan adanya faktor sulit makan, pilih-
pilih makanan, suka jajan di luar, makanan junkfood dan makanan ringan. Pada
segi keluarga balita yang menengah kebawah mengalami masalah pada
pemenuhan nutrisi anaknya karena untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
saja sudah susah, padahal ibu / keluarga harusnya tahu tidak hanya harus makan
ikan atau daging saja untuk bisa memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya, dengan
tahu,tempe pengganti lauk, sayuran hijau serta buah juga susu bisa untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor budaya juga jadi masalah dalam
pemenuhan nutrisi anak yaitu dalam keluarga mendahulukan makan untuk ayah
karena ayah yang akan mencari nafkah untuk keluarga, padahal masa anak-anak
merupakan periode penting dalampembentukan tumbuh serta kembang anak untuk
dewasa nanti (Putri, dkk., 2018).

Faktor yang keenam adalah perawatan kesehatan. Perawatan kesehatan


adalah perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja saat anak sakit, tetapi
pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin setiap bulan, akan
menunjang pada tumbuh kembang anak. Perawatan kesehatan berperan penting
dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Anak balita yang
rutin melakukan perawatan kesehatan maka pertumbuhan dan perkembangannya
bisa diberikan stimulus untuk merangsang perkembangan anak balita tersebut.
Faktor perawatan kesehatan mempengaruhi perkembangan anak balita, karena
perawatan kesehatan yang tidak rutin dilakukan oleh keluarga dan tenaga
kesehatan, anak balita menjadi tidak bisa terpantau penyimpangan pertumbuhan
dan perkembangannya. Kalau anak balita rutin melakukan perawatan kesehatan ke
tenaga kesehatan maka jika ada penyimpangan akan bias terdeteksi lebih dahulu
serta bisa memberikan stimulus pada perkembangan anak. Banyak ibu yang
beralasan dengan jauhnya jarak antara rumahdengan pelayanan kesehatan, tidak
ada kendaraan,anaknya tidak sakit jadi mereka berpikir bahwa kalau tidak sakit
tidak perlu mendapatkan kesehatan. Pada saat posyandu harusnya ibu-ibu tersebut
rutin membawa anaknya ke posyandu/puskesmas kalau tidak bisa pada saat ada
waktu,harus disempatkan memeriksa kondisi kesehatan anak. Pada saat diperiksa
kesehatan anak maka akan diperiksa tumbuh kembangnya dan dapat dilakukan
deteksi dini jika ada kelainan tumbuh kembang pada anak balita tersebut. Anak
harus lengkap imunisasinya karena akan melindungi anak terhadap infeksi juga
menjaga terhadap virus paling tidak dapat mengurangi dampak kalau anak terkena
suatu penyakit. Tradisi atau kepercayaan pada suatu daerah kalau anak yang
divaksinasi akan lebih sakit karena obat yang dimasukkan membuat anak
gampang sakit, serta anak tidak divaksinasi karena orang dahulupun tidak
diberikan imunisasi tetap sehat bugar, malahan yang sudah diimunisasi sering
sakit. Dahulu memang tidak ada imunisasi karena virus penyakit yang berbahaya
tidak ada, tapi di era globalisasi yang serba modern inibelum polusi udara,
makanan, serta keadaan lingkungan yang tidak sehat menyebabkan kuman
penyakit berbahaya sehingga anak sekarang gampang sakit dibutuhkan imunisasi
untuk melindungi anak sedini mungkin dan mencegah dampak jika anak sakit
(Putri, dkk., 2018).

Faktor yang ketujuh adalah kerentanan terhadap penyakit. Anak yang


menderita penyakit menahun akan terganggu tumbuh kembangnya dan
pendidikannya, disamping itu anak juga mengalami stres yang berkepanjangan
akibat dari penyakitnya. Penyakit menahun yang dimaksud adalah ISPA dan diare
karena dipengaruhi faktor cuaca yang sering tidak stabil dan makanan yang
dimakan balita tidak terjaga juga kebersihan dot/tabung susu balita yang tidak
bersih (Putri, dkk., 2018).

Faktor yang kedelapan adalah perilaku pemberian stimulus pendidikan


dan pengetahuan orangtua sangat berpengaruh terhadap pemberian stimulasi,
karena dengan pendidikan dan pengetahuan yang semakin tinggi, orangtua dapat
mengarahkan anak sedini mungkin dan akan mempengaruhi daya pikir anak untuk
berimajinasi. Latar belakang keluarga yang mendukung juga mempengaruhi
prestasi anak. Perkembangan anak dapat berlangsung sesuai tahapan usianya baik
melalui stimulasi langsung dari orangtua, melalui alat permainan, anggota
keluarga lain, sosialisasi anak dengan orang dewasa maupun teman sebaya di
lingkungan tempat tinggal. Penelitian yang dilakukan oleh Barros dkk di Brazil
dengan Batelle’s Development Inventory untuk menilai perkembangan,
mendapatkan hasil bahwa anak-anak yang mendapatkan stimulasi nilainya lebih
tinggi dan kemampuan perkembangannya lebih baik daripada anak yang tidak
mendapatkan stimulus (Proborini, dkk., 2017).

2.3. Perkembangan Kognitif Anak Usia 4 sampai 6 Tahun


A. Pada Anak Usia 4 Tahun

Berhubungan dengan pengembangan program kelas berpusat pada anak,


Coughlin dkk (2000:26) menjelaskan ciri-ciri umum anak dalam rentang usia 3-4
tahun, diantaranya (1) anak-anak pada usia tersebut menunjukan perilaku yang
sangat besemangat, menawan dan sekaligus tampak kasar pada saat-saat tertentu,
(2) anak mulai berusaha untuk memahami dunia di sekeliling mereka, walaupun
mereka masih sulit untuk membedakan antara khayalan dengan kenyataan, (3)
pada suatu situasi tertentu anak tampak sangat menawan dan dapat bekerjasama
dengan teman dan orang lain, tetapi pada saat yang lain mereka menjadi anak
yang pengatur dan penuntut, (4) anak mampu mengembangkan kemampuan
berbahasa dengan cepat, mereka seringkali terlihat berbicara sendiri dengan suara
keras ketika mereka memecahkan masalah atau menyelesaikan suatu kegiatan, (5)
secara fisik, anak memiliki tenaga yang besar tetapi rentang konsentrasinya
pendek sehingga cenderung berpindah daro satu kegiatan ke kegiatan yang lain.

Kemampuan kognitif pada anak usia 4 tahun:

1) Dapat memahami konsep makna yang berlawanan, seperti kosong penuh


2) Dapat memadankan bentuk geometri
3) Dapat menumpuk balok sesuai dengan ukurannya secara berurutan
4) Dapat mengelompokkan benda yang mempunyai persamaan warna,
bentuk, dan ukuran
5) Dapat menyebutkan pasangan benda mampu memahami sebab akibat
6) Dapat merangkai kegiatan sehari-hari
7) Menceritakan kembali 3 gagasan utama dari suatu cerita
8) Mengenali dan membaca tulisan melalui gambar yang sering dilihat
9) Mengenali dan menenutkan angka 1-10

B. Perkembangan Kognitif Anak Usia 5 Tahun

Semakin mendekati usia sekolah, pengembangan kognitif anak akan semakin


matang meski tetap butuh stimulasi agar semakin optimal. Lima tahun pertama
seorang anak adalah tahap paling penting dalam pembentukan kemampuan
intelektualnya. Sebagian besar perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh
hubungan keluarga terdekat, terutama orang tuanya. Jadi, orang tua berada pada
posisi penting dalam membantu pembentukan pola belajar, berpikir, dan
berkembangnya anak. Berikut adalah perkembangan kognitif yang ditunjukkan
anak usia 5 tahun:

1) Mengidentifikasi warna-warna yang lebih kompleks, seperti biru donker


dan merah muda.
2) Menggambar bentuk orang dengan enam tubuh yang sesuai
3) Menggambar benda yang sering mereka sebut dan deskripsikan.
4) Berhitung dari 1 sampai 5.
5) Mengetahui dan memberi tahu di mana tempat tinggalnya.

Kegiatan yang dapat membantu perkembangan keterampilan kognitif si Kecil


berumur 5 tahun:

1) Mulailah permainan "tebak-tebakan", misalnya memberikan huruf pertama


dari sebuah benda di sekitar. Si Kecil kemudian harus berpikir dan
menebak berbagai pilihannya.
2) Mintalah si Kecil untuk memejamkan mata dan merasakan benda dengan
berbagai bentuk dan tekstur untuk mengenali benda apa itu.
3) Mainkan permainan "Yang mana yang tidak termasuk?". Ibu bisa
menamai barang-barang seperti buku, majalah, komputer dan kartu ulang
tahun dan mengajaknya untuk mengidentifikasi mana yang paling menarik
perhatian dan mengapa.
4) Tawarkan si Kecil puzzle yang menantang yang mengharuskannya untuk
berpikir secara mandiri untuk

C. Perkembangan kognitif anak usia 6 tahun

Selain perkembangan fisik, anak juga mengalami perkembangan kognitif.


Dalam tahapan perkembangan ini, mencakup pengetahuan yang dimiliki anak
semakin luas.Anak juga semakin mampu berpikir secara logis. Oleh sebab itu, kita
sebagai orangtua perlu mendampinginya untuk membantu anak menentukan yang
salah dan yang benar dari segala informasi yang didapatkan.

Beberapa tahapan perkembangan kognitif anak usia 6 tahun yaitu :

1) Sudah bisa memberi tahu kita berapa usianya.


2) Mampu menghitung dan memahami konsep angka.
3) Dapat menyampaikan apa yang dipikirkannya melalui kata-kata yang
mudah dimengerti.
4) Paham hubungan antara sebab dan akibat.
5) Mulai memahami konsep waktu, sehingga bisa membedakan siang dan
malam.
6) Mampu mendengarkan apa yang disampaikan oleh orang lain.
7) Mulai bisa melakukan tugas yang diberikan di sekolah, baik sendiri
maupun bersama dengan teman.
8) Semakin banyak bertanya mengenai hal di sekitarnya, sebab rasa
penasaran anak mulai meningkat.
9) Dapat  membedakan kiri dan kanan.
10) Mampu menjelaskan suatu benda dan menjelaskan kegunaannya.
11) Mulai bisa membaca buku yang sesuai dengan usianya.
12) Mulai belajar untuk menulis.
13) Mengingat anak mulai peka terhadap berbagai hal yang salah maupun
benar, anak juga mulai memperhatikan perilaku teman di sekitarnya.Hal
ini bisa menjadi penyebab anak mulai mengoreksi perilaku teman yang
dianggapnya sebagai hal yang salah. Hal ini bisa juga mendorong anak
untuk mengadukan perbuatan temannya kepada guru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek yang mempengaruhi


pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Perkembangan kognitif anak usia
dini adalah suatu proses berpikir berupa kemampuan untuk menghubungkan,
menilai dan mempertimbangkan sesuatu. Dapat juga dimaknai sebagai
kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan karya yang dihargai
dalam suaru kebudayaan.

Tahap perkembangan AUD diantaranya yaitu tahap sensorimotor dan


tahap praoperasional. Tahap sensori motor yaitu sejak lahir hingga sekitar dua
tahun dari masa bayi, adalah suatu periode dimana bayi dapat mengkoordinasikan
input sensor dan kemampuan geraknya untuk membentuk skema perilaku yang
memungkinkannya bergerak dalam lingkungan dan mengetahui lingkungannya.
Sedangkan, tahap praoperasional adalah tahap dimana anak memiliki karakter
egosentrisme, yaitu kecenderungan melihat dunia dari sudut pandangnnya sendiri
dan kesulitan mengenali sudut pandang orang lain. Sering kali anak usia 3-4 tahun
mengatakan bahwa orang lain akan melihat persis seperti apa yang dia lihat,
sehingga gagal mempertimbangkan sudut pandang orang lain.

Manfaat dari aspek perkembangan kognitif antara lain, memberi


wawasan dan imajinasi pada anak, memberi rangsangan sensorik dan motorik,
mencapai keberhasilan pendidikan, mengekspresikan ide dan pikiran, mengenali
warna, dan memahami perbedaan rasa.

3.2 Saran

Pengajar dan orang tua sebaiknya memahami perkembangan kognitif


pada anak usia dini, sehingga mampu memilih metode pengasuhan yang tepat.
Anak usia dini butuh perhatian yang tepat dalam proses belajarnya sehingga ia
dapet berkembang di sekolah dan di kehidupannya sehari-hari sebagaimana
mestinya.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai