Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PERKEMBANGAN INTELEGENSI ANAK


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang tanpa taufik serta
hidayah-Nya tidak akan mampu kami menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam juga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
Shallallahu’alaihi wasallam yang telah berjuang untuk menyebarkan agama Islam
sehingga mampu membawa kita ke zaman yang terang benderang.

Tidak lupa terima kasih kami ucapkan kepada. selaku dosen mata kuliah
Psikologi Perkembangan Anak yang telah memberikan arahan kepada kami
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Perkembangan
Intelegensi Anak.

Mohon maaf yang sebesar-besarnya kami ucapkan jika dalam penulisan


makalah ini terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Karena kami
sejatinya hanyalah manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan. Semoga dapat
dimaklumi. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik serta saran membangun
yang ke depannya mampu kami perbaiki menjadi lebih baik lagi.

15 Maret 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
D. Metode Penulisan...................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................3
ISI........................................................................................................................................3
A. Pengertian Intelegensi............................................................................................3
B. Teori Perkembangan Intelegensi Anak...................................................................4
C. Tahapan Perkembangan Intelegensi Anak..............................................................5
D. Bentuk Perkembangan Intelegensi Anak................................................................8
BAB III..............................................................................................................................26
PENUTUP.........................................................................................................................26
A. Simpulan..............................................................................................................26
B. Saran....................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................28

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa kanak-kanak disebut juga dengan masa “golden age” atau
masa keemasaan. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini anak sangat peka
untuk mendapatkan rangsangan-rangsangan baik berkaitan dengan aspek
fisik, motorik, intelektual, sosial, emosi, maupun bahasa. Saat masa kanak-
kanak inilah perkembangan otak terjadi dengan cepat. Menurut penelitian
para ahli, perkembangan kognitif anak sangat pesat terjadi pada usia 0-8
tahun. Kesempurnaan perkembangan otak manusia 50% dicapai hingga
anak 18 tahun.
Perkembangan merupakan proses perubahan perilaku dimana anak
belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek: gerakan,
berfikir, perasaan, dan interaksi baik dengan sesama ataupun benda-benda
dalam lingkungan hidupnya.
Sering menemukan ada orang yang cepat, cekatan dan terampil
dalam waktu yang relatif singkat dapat menyelesaikan tugas, pekerjaan
yang dihadapinya. Begitu pula sebaliknya banyak orang dalam
menyelesaikan tugas, masalah yang dihadapinya membutuhkan waktu
yang relatif lama. Bahkan ada pula yang lamban dan tak dapat
menyelesaikan pekerjaannya. Salah satu faktor yang menentukan hal
tersebut adalah taraf intelegensi orang tersebut.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik menulis makalah
ini dengan judul “intelegensi perkembangan anak”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Intelegensi?
2. Apa saja teori perkembangan intelegensi anak?
3. Bagaimana tahapan perkembangan intelegensi anak?

1
4. Bagaimana bentuk perkembangan intelegensi anak?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Intelegensi.
2. Untuk mengetahui teori perkembangan intelegensi anak.
3. Untuk mengetahui tahapan perkembangan intelegensi anak.
4. Untuk mengetahui bentuk perkembangan intelegensi anak.
D. Metode Penulisan
1. Metode pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat,
baik berupa buku maupun informasi dari internet.
2. Metode diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara berdiskusi langsung dengan
teman-teman yang mengetahui tentang informasi yang diperlukan.

2
BAB II

ISI
A. Pengertian Intelegensi
Intelegensi merupakan kemampuan seseorang yang dibawa sejak
lahir yang memungkinkan berbuat sesuatu dengan cara tertentu menurut
versinya. Orang berfikir menggunakan inteleknya, cepat tidaknya dan
terpecahkan atau tidaknya suatu masalah tergantung pada kemampuan
intelegensinya, dilihat dari intelegensinya maka dapat dikatakan seseorang
itu pandai atau kurang pandai.1
Heinz mengemukakan intelegensi sebagai suatu kegiatan berfikir
yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan
dan meresponnya secara tepat. Sedangkan Wechster mengemukakan
bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu yang bertindak sesuai
dengan tujuan, berfikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap
lingkungan.
Kita sering menemukan ada orang yang cepat, cekatan dan
terampil dalam waktu yang relatif singkat dapat menyelesaikan tugas,
pekerjaan yang dihadapinya. Begitu pula sebaliknya banyak orang dalam
menyelesaikan tugas, masalah yang dihadapinya membutuhkan waktu
yang relatif lama. Bahkan ada pula yang lamban dan tak dapat
menyelesaikan pekerjaannya. Salah satu faktor yang menentukan hal
tersebut adalah taraf intelegensi orang tersebut.
Istilah intelegensi ini sudah menjadi bahasa umum bagi
masyarakat, hanya saja sebagian masyarakat menamakannya kecerdasan,
kecerdikan, kepandaian, ketrampilan dan istilah lainnya yang pada
prinsipnya bermakna sama. Istilah intelegensi dapat diartikan dengan dua
cara, yaitu:
a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya
1
Dina Khairiah, Perkembangan Fisik, Intelegensi, Emosi, dan Bahasa AUD, Jurnal Al-
Athfal, Vol. 1, No. 1, Januari-Juni, 2018.

3
berpikir memegang peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam
berbagai bidang
b. kehidupan, seperti pergaulan, sosial, tekhnis, perdagangan,
pengaturan rumah tangga dan belajar di sekolah.
c. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang
di dalamnya berpikir memegang peranan pokok. Intelegensi
dalam arti ini, kerap disebut “kemampuan intelektual” atau
”kemampuan akademik”.
B. Teori Perkembangan Intelegensi Anak

Selama 20 tahun sejak 1983, Howard Gardner mengembangkan


teori kecerdasan majemuk dan aplikasinya dalam bidang pendidikan yang
dikembangkan dalam proyek Zero. Pada awal penelitiannya Gardner
hanya mengidentifikasi tujuh tipe kecerdasan yaitu linguistic intelligence
atau kecerdasan linguistik (bahasa), musical intelligence atau kecerdasan
musikal, logical/matematical intelligence atau kecerdasan matematis-
logis, visual/spatial intelligence atau kecerdasan ruang-visual,
Body/kinestic intelligence atau kecerdasan kinestetik badani, intrapersonal
intelligence atau kecerdasan intrapersonal, interpesonal intelligence atau
kecerdasan interpersonal. Dalam perkembangannya, Gardner
menambahkan dua tipe kecerdasan yaitu natural intelligence atau
kecerdasan lingkungan dan existential intelligence atau kecerdasan
eksistensial. Sedangkan menurut J.J Reza Prasetyo pada awalnya, Dr.
Gardner merumuskan tujuh inteligensi kolektif yang bersifat sementara.
Dalam perkembangan penelitian selanjutnya, beliau menambahkan satu
intelegensi lagi sehingga ada delapan jenis intelegensi yang secara
bersama terdapat dalam diri anak-anak dan orang dewasa.2
Mengenai hakikat intelegensi, belum ada kesesuaian pendapat
antara para ahli. Variasi dalam pendapat nampak bila pandangan ahli yang

2
J.J. Reza Prasetyo dan Yeni Andriani, Multiply Your Intelligences, (Yogyakarta : ANDI,
2009), h. 2

4
satu dibanding dengan pendapat ahli yang lain. Pendapat-pendapat itu
antara lain :
a. Terman: intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak.
b. Thorndike: intelegensi adalah kemampuan individu untuk
memberikan respon yang tepat (baik) terhadap stimulasi yang
diterimanya, misalnya orang mengatakan “meja”, bila melihat
sebuah benda berkaki empat dan mempunyai permukaan datar.
Maka makin banyak hubungan (koneksi) semacam itu yang
dimiliki seseorang, makin intelegenlah orang itu.
c. Wechlsler: intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak dengan
mencapai suatu tujuan, untuk berpikir secara rasional dan untuk
berhubungan dengan lingkungan secara efektif.
Sedangkan Breckenridge dan Vincent berpendapat bahwa
“intelegensi adalah kemampuan seseorang untuk belajar, menyesuaikan
diri dan memecahkan masalah baru”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bahwa intelegensi adalah
kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah.
C. Tahapan Perkembangan Intelegensi Anak
Menurut Piaget dalam buku psikologi remaja, perkembangan
intelegensi anak mengikuti tahapan sebagai berikut:
1. Masa sensori motorik (0,25 tahun)
Tahap pertama bagi perkembangan intelegensi seorang anak di
mulai sejak berusia 0-2,5 tahun. Masa ini merupakan tahapan
untuk mengenal lingkungan sehingga atas rangsangan yang ia
terima dalam bentuk refleks.
2. Masa pra-operasional
Pada tahap ke dua dari perkembangan intelegensi anak yang
berlangsung sejak anak menginjak usia 2-7 tahun, anak mulai
mampu menggunakan simbol yang mewakili suatu konsep,
sehingga ia cenderung mempraktikkan apa yang pernah dilihatnya.
3. Masa konkret operasional

5
Pada tahap ini anak-anak sudah dapat melakukan berbagai macam
tugas. Kemampuan ini diperoleh oleh anak sejak berusia7-11
tahun. Anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir, yaitu
mengenali sesuatu, mengingkari sesuatu, dan mencari hubungan
timbal balik antara beberapa hal.
4. Masa operasional
Ketika anak sudah menginjak usia di atas 11 tahun hingga menjadi
dewasa, anak sudah mulai mampu berpikir secara abstrak dan
hipotesis. Anak sudah bisa memperkirakan apa yang mungkin
terjadi serta dapat menarik suatu kesimpulan.3

Menurut Jean Piaget perkembangan manusia melalui empat tahap


perkembangan kognitif dari lahir sampai dewasa. Setiap tahap ditandai
dengan munculnya kemampuan intelektual baru di mana manusia mulai
mengerti dunia yang bertambah kompleks. Anak SD kelas rendah berada
pada tahap operasional kongkrit tahapan ini adalah tahapan ketiga dari
empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan
mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses
penting selama tahapan ini adalah:
a. Pengurutan kemampuan untuk mengurutan objek menurut
ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda
berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.
b. Klasifikasi kemampuan untuk memberi nama dan
mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa
serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke
dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan
logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan).
3
Muhammad Uyun dan Idi Warsah, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Deepublish,
2021), h. 135

6
c. Decentering anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari
suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh
anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih
sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
d. Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-
benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk
itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e. Konservasi memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah
benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau
tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh,
bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak,
mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang
ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak
dengan isi cangkir lain.
f. Penghilangan sifat Egosentrisme kemampuan untuk melihat
sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan
komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam
kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang
memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti
kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan
mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di
dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah
dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

D. Bentuk Perkembangan Intelegensi Anak


1. IQ (Intelegence Qoutient)

7
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan
istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali
diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad
ke20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha
membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan
norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test
Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan
kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan
dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut.
Kecerdasan intelektual (IQ) diyakini menjadi sebuah ukuran standar
kecerdasan selama bertahun-tahun. Bahkan hingga hari ini pun masih banyak
orang tua yang mengharapkan anak-anaknya pintar, terlahir dengan IQ
(intelligence quotient) di atas level normal (lebih dari 100). Syukur-syukur
kalau bisa jadi anak superior dengan IQ di atas 130. Harapan ini tentu sah
saja. Dalam paradigma IQ dikenal kategori hampir atau genius kalau
seseorang punya IQ di atas 140. Albert Einstein adalah ilmuwan yang IQ-nya
disebut-sebut lebih dari 160.
Namun, dalam perjalanan berikutnya orang mengamati, dan pengalaman
memperlihatkan, tidak sedikit orang dengan IQ tinggi, yang sukses dalam
studi, tetapi kurang berhasil dalam karier dan pekerjaan. Dari realitas itu, lalu
ada yang menyimpulkan, IQ penting untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi
kemudian jadi kurang penting untuk menapak tangga karier. Untuk menapak
tangga karier, ada sejumlah unsur lain yang lebih berperan. Misalnya saja
yang mewujud dalam seberapa jauh seseorang bisa bekerja dalam tim,
seberapa bisa Pelatihan Nasional Guru Se-Indonesia, 28 Desember 2008 ia
menenggang perbedaan, dan seberapa luwes ia berkomunikasi dan
menangkap bahasa tubuh orang lain. Unsur tersebut memang tidak termasuk
dalam tes kemampuan (aptitude test) yang ia peroleh saat mencari pekerjaan.
Pertanyaan sekitar hal ini kemudian terjawab ketika Daniel Goleman
menerbitkan buku Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ
(1995). Sebelumnya, para ahli juga telah memahami bahwa kecerdasan tidak

8
semata-mata ada pada kemampuan dalam menjawab soal matematika atau
fisika. Kecerdasan bisa ditemukan ketika seseorang mudah sekali
mempelajarimusik dan alat-alatnya, bahkan juga pada seseorang yang pintar
sekali memainkan raket atau menendang bola. Ada juga yang berpendapat
kecerdasan adalah kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan
lainnya beranggapan kecerdasan adalah kemampuan untuk berpikir secara
abstrak dan seterusnya.
Kemudian dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa
kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih significant disbanding
kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak (IQ) barulah sebatas syarat
minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang
sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti) mengantarkan seseorang menuju
puncak prestasi. Terbukti banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan
intelektual tinggi, terpuruk di tengah persaingan. Sebaliknya banyak orang
yang kecerdasan intelektualnya biasa-biasa saja, justru sukses menjadi
bintang bintang kinerja, pegusaha-pengusaha sukses, dan pemimpin-
pemimpin di berbagai kelompok. Di sinilah kecerdasan emosi atau emotional
quotient (EQ) membuktikan eksistensinya.
Dalam kemampuan intelegensi terdapat skala taraf, dari taraf
intelegensi yang tinggi sampai taraf intelegensi yang rendah. Banyak
manfaatnya bila taraf intelegensi para siswa diketahui, dengan demikian
diketahui pula taraf prestasi yang diharapkan dari iswa tertentu. Metode yang
digunakan untuk mengukur taraf intelegensi adalah metode tes yang disebut
dengan tes intelegensi. Tes intelegensi yang diberikan di sekolah terbagi atas
dua kelompok yaitu tes intelegensi umum (General Ability test) dan tes
intelegensi khusus (Spesific Ability Test / Spesific Aptitude Test). Di dalam tes
intelegensi umum disajikan soal-soal berpikir di bidang penggunaan bahasa,
manipulasi bilangan dan pengamatan ruang. Sedangkan di dalam tes
intelegensi khusus menyajikan soal-soal yang terarah untuk menyelidiki
apakah siswa mempunyai bakat khusus di suatu bidang tertentu, misalnya di

9
bidang matematika, di bidang bahasa, di bidang ketajaman pengamatan dan
lain sebagainya.
Hasil testing dilaporkan dalam bentuk IQ sesuai yang dikemukakan
oleh W.S Winkel bahwa “Hasil testing intelegensi lazim dinyatakan dalam
bentuk Intelligence Quotient (IQ), yang berupa angka yang diperoleh setelah
seluruh jawaban pada tes intelegensi diolah. Angka itu mencerminkan taraf
intelegensi. Makin tinggi angka itu, diandaikan makin tinggi pula taraf
intelegensi siswa yang menempuh tes”. Dari pendapat di atas dapat diartikan
bahwa IQ merupakan bentuk dari hasil tes intelegensi yang berupa angka,
sehingga tes intelegensi sering disebut dengan tes IQ. Berdasarkan uraian di
atas, maka penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud IQ adalah hasil tes
intelegensi yang berupa skor atau angka yang telah diolah sesuai dengan
aturannya. Selain itu IQ menyatakan suatu ukuran dan mencerminkan tinggi
rendahnya taraf intelegensi dari seseorang. IQ dapat mengalami perubahan
yang dapat berupa kenaikan atau penurunan, sesuai dengan yang
dikemukakan oleh W.S Winkel bahwa: “IQ dapat mengalami kenaikan atau
penurunan dalam batas-batas tertentu, seperti batas kurun waktu dan umur
anak. Akan tetapi perubahan tersebut tidak bersifat mencolok, artinya hasil
testing pada saat tertentu dan hasil testing beberapa waktu kemudian memiliki
variasi yang kecil”.
Menurut berbagai penelitian, IQ hanya berperan dalam kehidupan
manusia dengan besaran maksimum 20%, bahkan hanya 6% menurut Steven
J.Stein, Ph.D. dan Howard E. Book, M.D.4 Kecerdasan intelektual (IQ) tidak
dapat dijadikan ukuran dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam hidup
bermasyarakat. Banyak orang yang memiliki IQ biasa namun dia menjadi
seseorang yang sukses, begitu juga sebaliknya banyak orang yang memilki IQ
tinggi namun kalah dalam persaingan pekerjaan. Kecerdasan intelektual
muncul sejak dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sejak anak di dalam
kandungan (masa pranata) sampai tumbuh menjadi dewasa. Setiap anak yang
dilahirkan ke dunia ini sudah dibekali dengan satu triliun sel neuron yang

10
terdiri dari seratus miliar sel aktif dan sembilan ratus miliar sel pendukung
yang kesemuanya berkumpul di otak.
Pada dasaranya setiap manusia merupakan makhluk yang diberi akal
lebih tinggi di banding makhluk yang lain. Akal tersebut dapat membentuk
sebuah kecerdasan yang biasa disebut dengan kecerdasan intelektual,
beberapa fungsi adanya kecerdasan spiritual adalah:
a. Menyimpan pengetahuan
b. Mendapatkan pengetahuan yang baru
c. Dapat memahami sesuatu dengan pemaknaan yang lebih dalam
d. Dapat meingkatkan pengetahuan.4

Inteligensi orang satu dengan yang lain cenderung berbeda-beda. Hal


ini karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain:

a. Faktor pembawaan, dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa
sejak lahir.
b. Faktor minat dan pembawaan yang khas, dimana minat mengarahkan
perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan
itu.
c. Faktor pembentukan, dimana pembentukan adalah segala keadaan diluar
diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.
d. Faktor kematangan, dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun
psikis, dapat dikatakan telah matang jika ia telah tumbuh atau berkembang
hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
e. Faktor kebebasan, yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu
dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan
memilih metode juga bebas memilih masalah yang sesuai dengan
kebutuhannya.

4
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Grafindo Persada, 2006), hal. 91

11
Kelima faktor itu saling terkait satu dengan yang lain. Jadi, untuk
menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman kepada
salah satu faktor tersebut.
2. EQ ( Emotional Qoutient)
EQ (Emotional Quotients) atau yang biasa dikenal dengan kecerdasan
emosional adalah sebuah kemampuan untuk mendengarkan bisikan emosi dan
menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting untuk memahami diri
sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan. EQ merupakan bagian
yang lebih dalam dari otak neo-cortex yakni terdapat pada lapisan lymbic
system (lapisan tengah). Pada otak tengah ini terletak pengendali emosi dan
perasaan kita.5
Dalam kecerdasan emosional setidaknya ada lima komponen pokok yakni
kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan mengatur hubungan
soial. EQ pertama kali digagas oleh Daniel Goleman.
Muhaimin juga berpendapat bahwa kecerdasan emosional berfungsi
sebagai kemampuan pengendalian diri sendiri, semangat, dan ketekunan, serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi,
kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-
lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress
tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam
orang lain (empati), untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya,
kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan
lingkungan sekitarnya.
Ada lima indikasi/ciri-ciri yang terdapat di dalam kecerdasan emosional
yaitu:
a. Kemampuan mengenali emosi diri.
Kemampuan mengenali emosi diri merupakan kemampuan
seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan
atau emosi itu muncul. Ini sering dikatakan sebagai dasar dari

5
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta:
Arga, 2007),h. 62

12
kecerdasan emosional. Seseorang yang mampu mengenali
emosinya sendiri adalah bila ia memiliki kepekaan yang tajam atas
perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil
keputusan-keputusan secara mantap. Misalnya sikap yang diambil
dalam menentukan berbagai pilihan, seperti memilih sekolah,
sahabat, pekerjaan sampai kepada pemilihan pasangan hidup.
b. Kemampuan mengelola emosi.
Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan
seseorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga
tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya
secara salah. Kemampuan mengelola emosi akan berdampak
positif terhadap pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan
sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran,
serta mampu memulihkan kembali dari tekanan emosi. Mungkin
dapat diibaratkan sebagai seorang pilot pesawat yang dapat
membawa pesawatnya ke suatu kota tujuan dan kemudian
mendaratkannya secara mulus. Misalnya seseorang yang sedang
marah, maka kemarahan itu, tetap dapat dikendalikan secara baik
tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya disesalinya di
kemudian hari.
c. Kemampuan memotivasi diri.
Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan untuk
memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan
sesuatu yang baik dan bermanfaat. Hasil yang baik dapat tercapai
jika diikuti dengan motivasi yang kuat dari dalam diri. Dalam hal
ini terkandung adanya unsur harapan optimisme yang tinggi,
sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan
suatu aktivitas tertentu. Misalnya dalam hal belajar, bekerja,
menolong orang lain dan sebagainya.
d. Kemampuan mengenali emosi orang lain.

13
Kemampuan mengenali emosi orang lain (empati)
seringkali diwujudkan dengan kemampuan untuk mengerti
perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain akan
merasa senang dan dimengerti perasaannya. Anak-anak yang
memiliki kemampuan ini, yaitu sering pula disebut sebagai
kemampuan berempati. Empati ialah bereaksi terhadap perasaan
orang lain dengan respon emosional yang sama dengan orang
tersebut. Adapun contoh bersikap empati seperti mampu
menangkap pesan non verbal dari orang lain seperti nada bicara,
gerak-gerik, dan ekspresi wajah dari orang lain.
e. Kemampuan membina hubungan social.
Kemampuan membina hubungan sosial merupakan
kemampuan untuk mengelola emosi orang lain, sehingga tercipta
keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang
menjadi lebih luas. Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung
mempunyai banyak teman, pandai bergaul dan menjadi lebih
populer. Disini dapat kita simpulkan betapa pentingnya
kecerdasan emosional untuk dikembangkan. Karena banyak
dijumpai orang-orang yang begitu cerdas, begitu cemerlang
prestasi akademiknya, namun bila tidak dapat mengelola emosinya
maka menjadi mudah marah, mudah putus asa atau angkuh dan
sombong sehingga maka prestasi tersebut tidak akan banyak
bermanfaat untuk dirinya.

Selain itu kecerdasan emosi berkaitan dengan pemahaman diri dan orang
lain, beradaptasi dan menghadapi lingkungan sekitar, dan penyesuaian secara
cepat agar lebih berhasil dalam mengatasi tuntutan lingkungan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pada dasarnya emosi


mempunyai kemanfaatan bagi keberlangsungan hidup manusia. Beberapa
manfaat tersebut antara lain:

14
a. Dengan adanya kecerdasan emosi, manusia bisa merasakan hal-hal
yang bersifat manusiawi.
b. Orang yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan
untuk melepaskan diri dari suasana hati yang tidak mengenakkan
seperti marah, khawatir dan kesedihan.
a. Orang yang memiliki kecerdasan emosi akan lebih memiliki
harapan yang lebih tinggi karena ia tidak terjebak di dalam
kecemasan dan depresi. Dengan harapan yang tinggi tersebut ia
akan memapu memotivasi diri.
b. Dengan kecerdasan emosi orang akan memiliki sikap optimisme
yang merupakan sikap pendukung bagi seseorang agar tidak
terjatuhdalam keputusasaan bila menghadapi kesulitan dan
kegagalan karena dia melihat kesulitan sebagai sesuatu yang
dapat diselesaikan dan melihat kegagalan adalah sesuatu yang
dapat diperbaiki.
c. Orang yang mampu mengenali emosi diri dan mengelolanya akan
dapat mengendalikan diri.
d. Kecerdasan emosi akan melahirkan sikap empati, yakni
kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain,
maka ia akan mengontrol sikap dan perilakunya terhadap orang
lain.
3. SQ ( Spiritual Qoutient )

SQ (Spiritual Quotients) tidak mesti berhubungan dengan agama.


Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan kecerdasan rohaniah yang menuntun
diri kita memungkinkan kita utuh. Kecerdasan spiritual berada pada bagian
yang paling dalam dari diri kita, terkait dengan kebijaksanaan yang berada di
atas ego. Bisa dikatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan
yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan karakter seseorang.
Pengertian lain menyebutkan bahwa keceradasn spiritual adalah kecerdasan
yang menyangkut fungsi jiwa sebagai peran internal diri yang memiliki

15
kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik sebuah
kenyataan.

Kecerdasan ini pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian
Marshall. Kecerdasan spiritual bukan saja mengatahui nilai-nilai yang ada
tetapi juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. Dalam perkembangan
seseorang, tidak hanya dibutuhkan kepandaian, namun kreatifitas juga sangat
dibutuhkan.

Di samping itu kecerdasan spiritual (SQ) tidak bergantung pada


budaya atau nilai. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa kecerdasan
spiritual tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan
kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri.

Kecerdasan spiritual berasal dari dalam hati, menjadikan seseorang


kreatif ketika dihadapkan pada masalah pribadi, mencoba melihat makna
yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar
memperoleh ketenangan dan kedamaian hati. Dengan belajar untuk
memaknai setiap peristiwa yang terjadi maka seseorang dapat meningkatkan
perkembangan spiritualnya. Selain itu kecerdasan spiritual membuat individu
mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat
manusia dan Tuhan yang sangat dicintainya.

Kecerdasan spiritual disini bermakna bahwa seseorang individu yang


memiliki rasa tanggung jawab kepada sang pencipta serta kemampuan
mengkhayati nilai-nilai agama. Keridlaan dapat diartikan sebagai kemampuan
seseorang untuk menerima dengan hati yang rela dengan peraturan-peraturan
yang telah digariskan oleh agama.Tanggung jawab kepada sang pencipta
dapat membantu seseorang untuk terus belajar dan bekerja keras tanpa rasa
jenuh. Allah membimbing siapa saja yang ridla kepada-Nya melalui jalan-
jalan keselamatan dan membawa mereka dengan izin-Nya keluar dari
kegelapan menuju cahaya.

16
Dengan bermodalkan SQ, manusia mengabdi kepada Allah untuk
mengelola bumi sebagai khalifah. Target utamanya semata mencari keridhaan
Allah. Keridlaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
menerima dengan hati yang rela dengan peraturan-peraturan yang telah
digariskan oleh agama. Tanggung jawab kepada sang pencipta dapat
membantu seseorang untuk terus belajar dan bekerja keras tanpa rasa jenuh.

Menurut Zohar dan Marshall, ada sembilan tanda orang yang


memiliki kecerdasan spiritual, yakni sebagai berikut:

a. Kemampuan bersikap fleksibel


Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual ditandai dengan sikap
hidup yang fleksibel atau bisa luwes dalam menghadapi persoalan.
Fleksibel berarti memiliki pengetahuan yang luas dan mencerminkan sikap
dari hati yang tidak kaku.
b. Derajat kesadaran diri yang tinggi
Orang yang mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi berarti ia
mengenal dengan baik siapa dirinya. Orang yang demikian lebih mudah
mengendalikan diri dalam berbagai situasi dan keadaan, termasuk dalam
mengendalikan emosi.
c. Kecakapan untuk menghadapi penderitaan
Tidak banyak orang yang bisa menghadapi penderitaan dengan
baik. Pada umumnya manusia mengeluh, kesal, marah atau bahkan putus
asa ketika dihadapkan dengan penderitaan. Akan tetapi orang yang
mempunyai kecerdasan spiritual yang baik akan mempunyai kemampuan
dalam menghadapi penderitaan dengan baik.
d. Kecakapan untuk menghadapi rasa takut
Setiap orang pasti mempunyai rasa takut, entah sedikit atau
banyak. Takut terhadap apa saja, termasuk menghadapi kehidupan. dalam
menghadapi rasa rakut ini, tidak sedikit dari manusia yang dijangkiti oleh
rasa khawatir yang berlebihan, bahkan berkepanjangan. Padahal yang
ditakutkan itu belum tentu terjadi. Takut menghadapi kemiskinan dapat

17
membuat seseorang lupa terhadap hukum dan nilai sehingga orang
tersebut menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang. Namun tidak
demikian bagi orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi, ia bisa
menghadapi dan mengelola rasa takut itu dengan baik. Dengan sabar, ia
akan menghadapi segala sesuatu dan ia selalu ingat bahwa Allah SWT
menjadi saksi atas segala yang dilakukansehingga ia selalu di jalan yang
benar sesuai aturan dan syariat Islam.
e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai
Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual berarti memiliki
hidup yang berkualitas. Maksutnya adalah seseorang yang memiliki visi
dan nilai berarti orang tersebut tidsk akan mudah terkena bujuk dan rayu.
f. Enggan melakukan hal yang merugikan
Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang baik akan
enggan bila keputusan atau langkah-langkah yang diambilnya bisa
menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Hal ini bisa terjadi karena ia bisa
berfikir lebih selektif dalam mempertimbangkan berbagai hal.
g. Kecenderungan melihat keterkaitan berbagai hal
Seseorang memerlukan kemampuan dalam melihat keterkaitan
antara berbagai hal agar keputusan dan langkah yang diambil dapat
mendekati keberhasilan.
h. Ditandai oleh kecenderungan untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana
jika”
Pertanyaan “mengapa” atau “bagaimana jika” biasanya dilakukan
oleh seseorang untuk mencari jawaban yang mendasar. Inilah tanda bagi
orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi. Dengan demikian
ia dapat memahami masalah dengan baik, tidak secara parsial, dan dapat
mengambil keputusan dengan baik pula.
i. Pemimpin yang penuh pengabdian dan bertanggung jawab
Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi dapat dipercaya
untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab karena dalam hidupnya
senantiasa belandaskan Islam. Berdsarkan pendapat lain, kecerdasan

18
spiritual ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bisa menghargai
dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam
orang-orang di sekelilingnya, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku.
Pada perkembangan zaman banyak orang mengatakan manusia
berkembang menjadi manusia modern.
Wacana di atas sejalan dengan syariat Islam, dimana syariat pertamanya
adalah membaca. Namun, terkadang kualitas intelektual tersebut tidak
dibarengi dengan kualitas iman atau emosional yang baik, sehingga berkah
yang diharapkan setiap manusia dalam hidupnya tidak dapat diperoleh.
Proses pembersihan diri dan upaya untuk menjernihkan hati, dengan
tujuan memunculkan kemampuan mendengar suara hati terdalam yang
merupakan sumber kebijaksanaan dan motivasi. Pengaktifan, pembangkitan
secara mental dan spiritual untuk memunculkan kemampuan dan potensi yang
tersembunyi, pengisian dengan sifat-sifat Allah yang agung dan indah
memunculkan sifat-sifat yang baik sehingga membangun citra positif yang
mempesonakan.
IQ memang penting kaehadirannya dalam kehidupan manusia agar
manusia bisa memanfaatkan teknologi demi efisiensi dan efektivitas.
Sedangkan EQ begitu penting untuk membangun hubungan sesama manusia.
Dan SQ mengajarkan nilai-nilai kebenaran. Dalam menunjang kesuksesan
seseorang, yang paling banyak menopang adalah kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual. Untuk itu setiap manusia perlu mendapatkan suatu
pelatihan dan pemahaman tentang kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan
emosi (EQ) yang diiringi dengan semangat spiritual (SQ), sehingga terjadi
suatu perpaduan yang dahsyat untuk membangun karakter manusia yang
sempurna, baik di dunia, di masyarakat maupun di mata Allah SWT.
Selain itu, menurut Marsha Sinetra, pribadi yang memiliki kecerdasan
spiritual terlihat dalam beberapa kepribadian, antara lain:
a. Memiliki kesadaran diri yang mendalam.
b. Memiliki pemahaman tentang tujuan hidup
c. Memiliki rasa untuk berkontribusi kepada orang lain.

19
d. Memiliki pandangan yang luas mengenai dirinya dan orang lain
serta lingkungan sekitarnya.
Kecerdasan spiritual memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan
sehari-hari, antara lain:
a. Dengan memiliki kecerdasan spiritual, seseorang dapat mengatasi
masalah yang terjadi
b. Dapat mengatasi kesedihan
c. Dapat memaknai setiap masalah yang terjadi sebagai ujian yag
diberikan Tuhan.6

A. Jenis Intelegensi Anak (Multiple Intelligences)


1. Kecerdasan Bahasa
a. Kemampuan menggunakan kata secara efektif, lisan atau
tulisan.
b. Kemampuan memanipulasi sintaks/struktur bahasa,
fonologi/bunyi bahasa, semantik/pemaknaan bahasa, dan
dimensi pragmatik/penggunaan secara praktis bahasa.
c. Retorik (mempengaruhi orang lain untuk bertindak)
d. Mnemonik (menggunakan bahasa untuk mengingat
informasi).
e. Menjelaskan (menggunakan bahasa untuk menjelaskan).
f. Metabahasa (menggunakan bahasa untuk membahasnya
sendiri).

Ciri yang menonjol pada aktivitas anak dalam kecerdasan bahasa

a. Menuturkan atau mengarang lelucon/cerita


b. Sangat hapal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil.
c. Mengeja kata-kata dengan mudah dan tepat.
d. Menyukai pantun, puisi yang lucu, dan permainan kata.

6
Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta:
Populer Obor, 2003), hal. 46

20
e. Memiliki kosa kata yang lebih banyak dan luas dari anak
seusianya.
f. Unggul dalam pelajaran membaca dan menulis.

2. Kecerdasan Logika-Matematik
a. Kemampuan menggunakan bilangan secara efektif dan
tinggi.
b. Kepekaan terhadap pola-pola logis dan hubungan-
hubungannya

Ciri yang menonjol pada aktivitas anak dalam Kecerdasan Logika-Mtmatika

a. Menghitung secara cepat dan benar.


b. Senantiasa bertanya mengapa ini ? itu ?
c. Menjelaskan masalah secara logis
d. Suka menyusun permainan yang sifatnya ketegori dan
hirarki.
e. Mudah memahami peristiwa sebab akibat.
f. Menyenangi materi matematika dan IPA

3. Kecerdasan Visual-Spasial
a. Kemampuan menangkap warna, arah dan ruang secara
akurat
b. Kemampuan mengubah penangkapannya ke dalam bentuk
lain seperti dekorasi, arsitektur, lukisan, patung

Ciri yang menonjol pada aktivitas anak dalam Kecerdasan Visual-Spasial

a. Menonjol dalam bidang seni.


b. Suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai
c. Menggambar sesuatu yang mendekati/persis seperti aslinya.
d. Senang bermain “maze” dan balok-balok

21
4. Kecerdasan Kinestetik
a. Kemampuan menggunakan potensi tubuh untuk
mengekspresikan ide dan perasaan.
b. Kemampuan menggunakan tangan untuk mencipta atau
mengubah sesuatuNia Sumiati : Optimalisasi
Perkembangan dan Kecerdasan Berganda.

Ciri yang menonjol pada aktivitas anak dalam Kecerdasan Kinestetik

a. Berprestasi tinggi dalam olah raga.


b. Sering terlibat dalam kegiatan fisik : olah raga dan
permainan
c. Menikmati gerak melompat, lari, dan kegiatan lain yang
serupa.
d. Terampil dalam kerajinan tangan: melipat, memotong,
menggunting dan mencocok.
e. Pintar dalam menirukan gerakan, kebiasaan dan perilaku
orang lain.
f. Senang membongkar pasang barang dan mainan.
g. Senang bekerja dengan tanah liat, melukis dengan jari.
h. Kecerdasan Musikal
i. Kecerdasan menangkap bunyi, membedakan, mengubah,
dan mengekspresikan diri melalui bunyi-bunyi atau suara-
suara yang bernada dan berirama.
j. Kecerdasan musikal meliputi kepekaan terhadap irama,
melodi dan warna suara

5. Kecerdasan Musikal
a. Kecerdasan menangkap bunyi, membedakan, mengubah,
dan mengekspresikan diri melalui bunyi-bunyi atau suara-
suara yang bernada dan berirama.

22
b. Kecerdasan musikal meliputi kepekaan terhadap irama,
melodi dan warna suara

Ciri yang menonjol pada aktivitas anak dalam Kecerdasan Musikal

a. Senang memainkan alat musik.


b. Senantiasa ingat irama suatu melodi.
c. Berprestasi baik dalam seni music
d. Senang belajar jika ada iringan musik.
e. Senang bernyanyi baik untuk diri sendiri ataupun orang
lain.
f. Mudah mengikuti irama lagu/musik.
g. Memiliki suara yang bagus untuk bernyanyi.
h. Peka terhadap suara-suara di lingkungan sekitar.

6. Kecerdasan Interpersonal
a. Kemampuan memahami dan bekerjasama dengan orang
lain.
b. Kemampuan berempati pada orang lain, mengorganisasi
sekelompok orang
c. Kemampuan mengenali dan membaca pikiran orang lain
d. Kemampuan berteman atau menjalin kontak.

Ciri yang menonjol pada aktivitas anak dalam Kecerdasan Interpersonal

a. Memiliki banyak teman.


b. Banyak bersosialisasi di sekolah dan lingkungannya.
c. Tampak sangat mengenali lingkungannya.
d. Berperan sebagai penengah apabila terjadi konflik.
e. Bersimpati besar terhadap perasaan orang lain.
f. Tampak berbakat untuk menjadi pemimpin.

7. Kecerdasan Intrapersonal

23
a. Kemampuan yang berkaitan dengan aspek internal dalam
diri seseorang sepert perasaan hidup, rentang emosi.
b. Kemampuan untuk membedakan emosi-emosi,
menandainya dan menggunakannya untuk memahami dan
membimbing tingkah laku sendiri.

Ciri yang menonjol pada aktivitas anak dalam Kecerdasan

a. Bersikap mandiri
b. Memiliki kemauan yang keras
c. Penuh percaya diri
d. Memiliki tujuan-tujuan tertentu
e. Mampu bekerja sendiri
f. Suka menyendiri dan merenung

8. Kecerdasan Naturalis
a. Kemampuan yang berkaitan dengan kemahiran dalam
mengenali dan mengklasifikasikan flora dan fauna dalam
lingkungannya.
b. Kemampuan yang berkaitan dengan kecintaan seseorang
pada benda-benda alam, binatang dan tumbuhan
c. Kemampuan ini ditandai dengan kepekaan terhadap
bentuk-bentuk alam seperti daun-daunan, awan dan batu-
batuan.

Ciri yang menonjol pada aktivitas anak dalam Kecerdasan. Naturalis

a. Menyukai alam terbuka


b. Akrab dengan hewan peliharaan
c. Menikmati akuarium, herbarium, terarium, atau sistem
kehidupan lainnya.
d. Memiliki keingintahuan yang besar tentang seluk beluk
hewan dan tumbuhan

24
9. Kecerdasan Eksistensialisme
a. Kemampuan memandang masalah dari sudut pandang yang
lebih luas dan menyeluruh.
b. Kemampuan menanya ‘untuk apa’ dan ‘apa dasar’ dari
segala sesuatu.

25
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Intelegensi merupakan kemampuan seseorang yang dibawa sejak
lahir yang memungkinkan berbuat sesuatu dengan cara tertentu menurut
versinya. Orang berfikir menggunakan inteleknya, cepat tidaknya dan
terpecahkan atau tidaknya suatu masalah tergantung pada kemampuan
intelegensinya, dilihat dari intelegensinya maka dapat dikatakan seseorang
itu pandai atau kurang pandai.
Menurut J.J Reza Prasetyo pada awalnya, Dr. Gardner
merumuskan tujuh inteligensi kolektif yang bersifat sementara. Dalam
perkembangan penelitian selanjutnya, beliau menambahkan satu
intelegensi lagi sehingga ada delapan jenis intelegensi yang secara
bersama terdapat dalam diri anak-anak dan orang dewasa.
IQ merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada
dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing
individu tersebut.
EQ (Emotional Quotients) atau yang biasa dikenal dengan
kecerdasan emosional adalah sebuah kemampuan untuk mendengarkan
bisikan emosi dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting
untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan.
SQ merupakan kecerdasan rohaniah yang menuntun diri kita
memungkinkan kita utuh. Kecerdasan spiritual berada pada bagian yang
paling dalam dari diri kita, terkait dengan kebijaksanaan yang berada di
atas ego.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak
kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan terutama dari Ibu

26
Dosen Pengampu dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan
makalah ini di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat untuk
kita semua dan menambah wawasan kita.

27
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Keceerdasan Spiritual Bagi Anak,


Yogyakarta: Katahati, 2010.
Ginanjar Agustian, Ary, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, Jakarta:
Arga, 2007.
Iskandar, Psikologi Pendidikan (Sebuah Orientasi Baru), Jakarta: Gaung Persada
(GP) Press, 2009.
Khairiah, Dina, Perkembangan Fisik, Intelegensi, Emosi, dan Bahasa AUD,
Jurnal Al-Athfal, Vol. 1, No. 1, Januari-Juni, 2018.
Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, Jakarta:
Populer Obor, 2003.
Prasetyo, J.J. Reza dan Yeni Andriani, Multiply Your Intelligences, Yogyakarta :
ANDI, 2009.

Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Grafindo Persada, 2006.

Tarigan, Djago, Pendidikan Bahasa Indonesia, Jakarta: Universitas Terbuka,


1997.

Uyun, Muhammad, dan Idi Warsah, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta:


Deepublish, 2021.

Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran, Yogyakarta : Media Abadi, 2004.

Yasin Musthofa, EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Sketsa, 2007.

28

Anda mungkin juga menyukai