Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PSIKOLOGI

INTELEGENSI DAN KREATIVITAS

Dosen Pengampu :

Ns. Yudistira Afconneri, S.Kep, M.kep

Disusun Oleh

Nisaul Nabila (233311319)

Putri Lenggo Sari (233311320)

Raihan Fredella (233311321)

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PADANG

TAHUN AJARAN 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya, yang telah melimpahkan keberkahan serta kelancaran dalam
penyusunan makalah ini. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW, yang merupakan sumber inspirasi dan teladan bagi seluruh umat
manusia.

Makalah ini kami persembahkan dalam rangka menggali dan mengupas tuntas dua aspek
penting dalam kehidupan manusia, yaitu "Intelejensi dan Kreativitas". Melalui makalah ini,
kami berusaha untuk membahas dan menganalisis secara mendalam tentang bagaimana interaksi
dan hubungan antara intelejensi dan kreativitas dapat membentuk pemahaman yang lebih holistik
tentang potensi manusia.

Dalam proses penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Terima kasih yang setulus-tulusnya kami sampaikan kepada dosen pembimbing
kami, yang telah memberikan arahan, koreksi, dan panduan berharga dalam perjalanan kami
menyusun makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah memberikan inspirasi serta motivasi.

Makalah ini tentunya masih memiliki keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa yang akan datang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1

1.3 Tujuan masalah.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

2.1 Pengertian intelegensi............................................................................................................3

2.2 Perkembangan Intelegensi (IQ).............................................................................................4

2.3 Pengukuran Intelegensi..........................................................................................................4

2.4 Teori-teori Inteligensi............................................................................................................5

2.5. Pengertian Kreatifitas...........................................................................................................8

2.6. Perkembangan Kreatifitas...................................................................................................10

2.7. Hubungan antara Intelegensi dan Kreatifitas......................................................................11

BAB III PENUTUP......................................................................................................................15

3.1. Kesimpulan.........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era yang dinamis dan kompleks ini, penting bagi individu untuk mengembangkan
intelegensi dan kreativitas guna menghadapi tantangan dan peluang dengan sukses. Psikologi
memainkan peran vital dalam memahami dan memajukan kedua aspek ini. Pengertian
intelegensi meliputi keterampilan kognitif, pemecahan masalah, pengetahuan, dan
kemampuan belajar. Pemahaman akan perkembangan IQ dari masa kanak-kanak hingga
dewasa mempengaruhi cara kita belajar dan berinteraksi dengan dunia.

Pengukuran intelegensi, termasuk tes IQ, membantu menilai tingkat intelegensi, meskipun
kontroversi masih ada. Teori-teori intelegensi memberikan pandangan berbeda tentang
komponen dan struktur intelegensi, membantu mengaitkan konsep teoritis dengan aplikasi
praktis. Di sisi lain, kreativitas melibatkan kemampuan menghasilkan gagasan baru dan
solusi inovatif. Pemahaman akan faktor-faktor psikologis dan lingkungan yang memengaruhi
perkembangan kreativitas dapat membantu merangsang kreativitas dalam berbagai tahap
kehidupan.

Dengan menggali pemahaman tentang intelegensi, perkembangan IQ, pengukuran


intelegensi, teori-teori intelegensi, kreativitas, dan perkembangan kreativitas, makalah ini
membahas bagaimana psikologi berkontribusi pada pengembangan potensi individu.
Diharapkan makalah ini memberikan panduan berharga untuk pendidikan, pelatihan, dan
pengembangan diri yang efektif di tengah perubahan global.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah diberikan, maka kami mendapati rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Apa pengertian dari intelegensi?


2. Apa itu perkembangan intelegensi (IQ) ?
3. Bagaimana pengukuran intelegensi?
4. Apa saja teori-teori intelegensi?
5. Apa pengertian dari kreatifias?
6. Apa itu perkembangan kreatifitas?
7. Bagaimana hubungan antara intelegensi dan kreatifitas?

1
1.3 Tujuan masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka kami simpulkan tujuan masalah sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui apa pengertian dari intelegensi?


2. Dapat mengetahui apa itu perkembangan intelegensi (IQ) ?
3. Dapat mengetahui bagaimana pengukuran intelegensi?
4. Dapat mengetahui apa saja teori-teori intelegensi?
5. Dapat mengetahui apa pengertian dari kreatifias?
6. Dapat mengetahui apa itu perkembangan kreatifitas?
7. Dapat mengetahui bagaimana hubungan antara intelegensi dan kreatifitas?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian intelegensi


Konsep intelegensi sendiri masih abstrak dan sampai saat ini belum
ditemukan pengertian yang benar-benar mencapai definisi dari intelegensi
tersebut. Dari sekian banyaknya definisi intelegensi yang sudah dirumuskan oleh
para ahli, secara rangkum dapat kita artikan dengan, kemampuan seseorang dalam
mempelajari sesuatu dan seberapa banyaknya kapasitas yang dia punya, serta cara
seseorang berfikir kritis, ide-ide yang dikeluarkan dan bagaimana seseorang itu
menggunakannya secara luas simbol-simbol dan konsep-konsep (Phares, 1988).

Berikut ini beberapa rumusan pengertian tentang intelegensi yang dapat


dimasukkan kedalam pengertian diatas

Intelligence refer to a general ability to learn from experience. also refers to


ability to reason abstractly, (Seifert dan Hoffnung,1964)

Intelligence is the capacity for goal-directed and adaptive behavior, involves the
abilities to profit from experience, solve problem, reason, and successfully meet
challenges and achieve goals, (Myers, 1996).

Intelligence is defined as the entire repertoire of acquired skills, knowledge,


learning sets, and generalization tendencies considered

intellectual in nature that are available at any one period in time (Cleary, et.al.,
1975) Intelligence is verbal ability, problem-solving skills, and the ability to learn
from and adapt to the experiences of everyday life, Santrock, 19.

Dapat disimpulkan intelegensi adalah kemampuan berpikir, memecahkan


suatu masalah dengan makna yang lebih kompleks (symbol-simbol verbal),
kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dari pengalaman hidupnya
merupakan definisi luas intelegensi yang kita dapatkan.

3
Namun pada kenyataannya, topik tentang intelegensi ini masih didominasi
oleh pandangan traidisonal, yang lebih mengarah pada cara pemikiran dan
pemecahan masalah, oleh karena itu ada banyak standar uji yang telah
dikembangkan untuk mengukur bentuk-bentuk intelegensi (Seifert & Huffnung,
1994)

2.2 Perkembangan Intelegensi (IQ)


Dalam perkembangan kognitif anak usia sekolah, intelegensi atau masalah
kecerdasan sangat amat banyak menarik perhatian dari banyak kalangan dalam
dunia psikolog. Hal ini dikarenakan intelegensi telah dianggap sebagai suatu
aturan/norma yang menentukan perkembangan kemampuan dan pencapaian
optimal hasil kompetensi seorang anak.

Oleh karena itu dengan kita mengetahui intelegensinya, seorang anak dapat
dikategorikan sebagai anak yang cerdas, sedang, atau bodoh (idiot)

2.3 Pengukuran Intelegensi


Masing-masing anak memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda
untuk mengukur kemampuan setiap individu. Alfret Binet (1857-1911), seorang
dokter psikolog dari perancis dipandang secara luas sebagai orang yang paling
berjasa sebagai pelopor pengembanga uji inteligensi ini.

Tahun 1904 Binet bersama mahasiswanya, Theophile Simon, mulai


merancang sebuah uji intelegensi, yang diberi nama “chelle Matrique de
l’inteligence (Skala Pengukur Inteligensi). Tes ini ditujukan untuk membedakan
antara anak yang dapat mengikuti pelajaran disekolah dengan baik dana nak-anak
yang malah sebaliknya.

Uji intelegensi yang dirancang oleh Binet dimulai dari konsep usia mental
(Mental Age-MA) yang telah dikembangkannya. Menurut binet anak-anak yang
terbelakang secara mental akan bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak
normal yang berusia lebih muda. Binet mengembangkan aturan-aturan intelegensi
dengan cara memberi tes kepada lima puluh orang anak dimulai dari usia tiga
hingga sebelas tahun. Tidak luput juga teruntuk anak-anak yang memiliki

4
keterbatasan secara mental pun juga melalui tes, dan performa mereka
dibandingkan dengan anak-anak yang usia kronologisnya sama didalam sampel
yang normal.

Perbedaan antara usia mental (MA) dengan usia-usia kronologis (CA) usia
sejak lahir- inilah yang digunakan sebagai batas ukur intelegensi seseorang. Untuk
anak yang cerdas memiliki MA di atas CA, sedangkan anak yang kurang cerdas
memiliki MA di bawah CA.

William Stern (1871-1938), seorang psikolog Jerman, kemudian


menyempurnakan tes inteligensi Binet dan mengembangkan sebuah istilah yang
sangat populer hingga sekarang, yaitu Intelli- gence Quotient (IQ). IQ
menggambarkan inteligensi sebagai rasio antara usia mental (MA) dan usia
kronologis (CA), dengan rumus:

IQ= MA/CA x100

Angka seratus digunakan sebagai bilangan penggali agar seratus digunakan


sebagai bilangan pengali supaya IQ bernilai seratus bila MA sama dengan CA.
bila MA lebih kecil dari CA, maka IQ kurang dari seratus. Begitu pula sebaliknya,
jika MA lebih besar dari CA, maka IQ lebih dari seratus. Berdasarkan hasil tes
inteligensi yang disebarkan ke sejumlah besar orang, baik anak-anak maupun
orang dewasa dari usia yang berbeda, ditemukan bahwa inteligensi diukur dengan
perkiraan distribusi normal Binet. Distribusi normal ialah simetris dengan kasus
mayoritas yang berada di tengah-tengah rentang skor tertinggi dan skor terendah
yang tampak pada kedua titik ekstrim skor.

2.4 Teori-teori Inteligensi


Salah satu isu penting yang menjadi perdebatan di kalangan psikolog
mengenai inteligensi adalah sifat dasar dari inteligensi itu, apakah inteligensi
terdiri atas satu kemampuan umum atau beberapa kemampuan khusus? Dalam hal
ini psikolog terbagi dalam dua kubu. Kubu pertama menganggap inteligensi
sebagai suatu kemampuan umum yang merupakan satu kesatuan. Sedangkan kubu
kedua menganggap bahwa inteligensi ditentukan oleh banyaknya kemampuan
yang saling terpisah.

5
Charles Spearman (1863-1945), orang yang berjasa mengem- bangkan
pendekatan analisis faktor (factor analysis) misalnya, ia percaya adanya suatu
faktor inteligensi umum, atau faktor "G" y mendasari faktor-faktor khusus atau
faktor "S" dalam jumlah yang yang berbeda-beda.

Menurut Spearman, orang yang cerdas mempunyai banyak sekali faktor umum,
dan faktor umum ini merupakan dasar dari semua perilaku cerdas manusia, mulai
dari keunggulan di sekolah sampai pada kemampuan berlayar di laut (Myers,
1996).

Pandangan Spearman yang lebih menekankan pada inteligensi umum tersebut


ditolak oleh Louis Thurstone (1887-1955), yang menekankan pada aspek yang
terbagi-bagi dari inteligensi. Thurstone menganggap bahwa inteligensi dapat
dibagi menjadi sejumlah kemampuan primer. Menurut Thurstone, inteligensi
umum yang dikemukakan oleh Spearman itu pada dasarnya terdiri dari 7
kemampuan primer yang dapat dibedakan dengan jelas serta dapat digali melalui
test inteligensi, yaitu:

1. Pemahaman verbal (verbal comprehension)


2. Kefasihan menggunakan kata-kata (word fluency)
3. Kemampuan bilangan (numerical ability)
4. Kemampuan ruang (spatial factor)
5. Kemampuan mengingat (memory)
6. Kecepatan pengamatan (perceptual speed)
7. Kemampuan penalaran (reasoning) (Ferrari & Sternberg, 1998).

Psikolog Howard Gadner (1983) mendukung gagasan bahwa kita tidak


mempunyai satu inteligensi, tetapi malah memiliki banyak inteligensi (multiple
intelligence), yang berbeda antara satu sama lain. Masing-masing inteligensi ini
meliputi keterampilan-keteram- pilan kognitif yang unik, dan bahwa masing-
masing ditampilkan di dalam bentuk yang berlebihan pada orang-orang berbakat
dan idiot (orang-orang yang secara mental terbelakang tetapi memiliki
keterampilan yang sulit dipercaya dalam bidang tertentu, seperti melukis, musik,
atau berhitung). Gardner juga mencatat bahwa kerusakan otak mungkin
mengurangi satu jenis kemampuan, tetapi tidak pada kemampuan lain.

6
Teori kontemporer tentang inteligensi berasal dari Robert J. Sternberg (1988),
yang dikenal dengan "Triarchic Theory of Intelli- gence. "Teori ini merupakan
perluasan dari pendekatan psikometrik dan menggabungkannya dengan ide-ide
terbaru dari riset terhadap bagaimana pemikiran terjadi. Dalam hal ini, Sternberg
menyatakan bahwa inteligensi memiliki tiga bidang, yang disebutnya dengan
triarchic:

1) Inteligensi komponensial,

Inteligensi komponensial berhubungan dengan komponen berpikir, yang


menyerupai unsur-unsur dasar dari model pemro- sesan informasi. Komponen-
komponen ini meliputi keterampilan atau kemampuan memperoleh, memelihara
atau menyimpan dan mentransfer informasi, kemampuan merencanakan,
mengambil keputusan, dan memecahkan masalah, serta kemampuan mener
jemahkan pemikiran-pemikiran sendiri dalam wujud performa.

2) Inteligensi eksperiensial,

Inteligensi eksperiensial difokuskan pada bagaimana penga- laman


seseorang sebelum mempengaruhi inteligensi, dan bagai- mana pengalaman itu
difokuskan pada pemecahan masalah dalam berbagai situasi

3) inteligensi kontekstual.

Inteligensi kontekstual difokuskan pada pertimbangan bagaimana orang


bisa berhasil dalam menghadapi tuntutan lingkungannya sehari-hari, bagaimana ia
keluar dari kesulitan, atau bagaimana ia bergaul dengan orang lain. Inteligensi
praktis atau kontekstual ini menurut Sternberg sangat diperlukan untuk
menyesuaikan diri dengan dunia nyata yang memang tidak diajarkan di sekolah.

Beberapa teori kontemporer tentang inteligensi lebih difokuskan pada inteligensi


praktis (practical intelligence) inteligensi yang dihubungkan dengan semua
kesuksesan dalam kehidupan sehari- hari dari Sternberg tersebut dibandingkan
pada prestasi akademis dan intelektual. Hal ini karena kesuksesan dalam hidup
atau karir de dibutuhkan suatu tipe inteligensi yang sangat berbeda dengan yang -

7
dibutuhkan dalam kesuksesan akademis, dan kebanyakan psikolog percaya bahwa
IQ tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesuksesan dalam
berkarir.

2.5. Pengertian Kreatifitas


Kreatifitas sulit didefinisikan secara operasional. Definisi paling sederhana yang
sering digunakan mengenai kreatifitas yaitu kemampuan seseorang untuk
menciptakan sesuatu yang baru dalam wujud tindakan manusia. Proses kreatifitas
tersebut dapat menciptakan produk-produk kreatif yang sangat beragam, seperti
lukisan, tulisan, musik, dan puisi.

Dalam menciptakan produk kreatif, selalu ada sifat yang menandai produk
tersebut. Sifat itu memiliki ciri-ciri:

 produk yang belum pernah ada sebelumnya


 produk baru sebagai hasil kombinasi beberapa produk sebelumnya
 produk baru sebagai hasil inovasi dan evolusi dari produk sebelumnya.

Kreativitas merupakan salah satu aspek dari kualitas manusia yang saat ini
sangat berperan penting dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara
Indonesia yang sedang mengalami permasalahan-permasalahan yang
kompleks. Sebab dengan kreativitas, manusia akan memiliki kemampuan
adaptasi kreatif dan kepiawaian yang imajinatif, sehingga manusia akan
mampu mencari penyelesaian masalah dengan cara yang baru di dalam
mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi yakni akan terus bergerak ke
arah kemajuan untuk tidak hanyut dan tenggelam dalam persaingan antar bangsa
dan negara, terutama didalam era globalisasi ini.
Kreativitas di dalam pendidikan yaitu bila siswa mengerti suatu cara diluar
dari kebiasaannya dan tetap tenang untuk menyelesaikan masalah didalam
kelompoknya. (Sternberg, 1999). Kreativitas adalah proses penyatuan
pengetahuan dari berbagai bidang pengalaman yang berlainan untuk
menghasilkan ide yang baru dan lebih baik. (West,M,2000). Ford (dalam West,
M., 2000), menyatakan bahwa kreativitas adalah suatu pertimbangan

8
subyektif dan berkontek spesifik mengenai kebaruan dan nilai suatu hasil dari
perilaku individual dan kolektif.
Menurut Cambell (1986), dan Glover (1990), kreativitas merupakan
kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya :
 Baru (novelty), yang berarti invasi, belum pernah ada sebelumnya dan
aneh
 Berguna (useful), yang berarti lebih praktis, mempermudah, mengatasi
kesulitan, dan menghasilkan yang lebih baik
 Dimengerti (under-standable), yang berarti hasil yang sama dapat
dimengerti atau dipahami dan dapat dibuat pada waktu yang berbeda.

Kreatifitas mulai menjadi perhatian para psikolog dan dunia pendidikan


semenjak J.P. Guilford berpidato pada tahun 1950. Dalam pidatonya, Guilford
menyampaikan bahwasanya kreatifitas perlu dikembangkan melalui dunia
pendidikan untuk mengembangkan potensi yang ada para seorang anak. Guilford
juga menjelaskan bahwa ada dua jenis kemampuan dalam berpikir, yaitu:
1. Berpikir konvergen (convergent thinking), disebut juga penalaran logis
yang mengarah pada pemikiran yang menghasilkan satu jawaban
berdasarkan tes intelegensi standar.
2. Berpikir Divergen (divergent thingking), mengarah pada pemikiran yang
menghasilkan beragam jawaban atas pertanyaan yang sama.

9
2.6. Perkembangan Kreatifitas
Getzels dan Jackson (1962) merupakan pakar psikolog dari Universitas
Chicago yang telah melakukan penelitian mengenai kreatifitas. Salah satu hasil
dari penelitian tersebut bahwa siswa yang memiliki kreatifitas tinggi memiliki
prestasi sekolah yang tidak jauh berbeda dengan siswa yang intelegensinya lebih
tinggi.

Utami Munandar (1977) juga melakukan penelitian terhadap siswa. Hasil


dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kreatifitas sama berlakunya seperti
intelegensi sebagai perkiraan dari prestasi siswa di sekolah. Setelah melakukan
penelitiannya di Indonesia, Utami Munandar (1977) menyebutnya ciri-ciri
kepribadian kreatif yang diinginkan oleh bangsa Indonesia yaitu :
1. Memiliki imajinasi yang kuat
2. Memiliki sifat inisiatif
3. Memiliki minat yang luas
4. Memiliki kebebasan berpikir
5. Mempunyai sifat ingin tahu yang tinggi
6. Senantiasa ingin mendapatkan pengalaman baru
7. Percaya diri
8. Penuh semangat
9. Berani dalam mengambil resiko
10. Berani menyampaikan pendapat dan memiliki keyakinan

Pengembangan ciri-ciri kepribadian kreatif dipengaruhi oleh lingkungan,


terutama lingkungan keluarga dan sekolah. Guru juga dapat mengajarkan
keterampilan kreatif seperti cara berpikir menghadapi masalah-masalah secara
kreatif, atau teknik-teknik untuk memunculkan gagasan orisinal. Walaupun
demikian, kenyataannya guru tidak dapat mengajarkan kreatifitas, melainkan
dapat memacu munculnya kreatifitas dan merangsang pertumbuhannya.

Utami Munandar (1991) memberikan saran beberapa pedoman mengajar yang


perlu dikembangkan guru dalam menimbulkan kreatifitas para peserta didiknya,
yaitu:

1. Belajar adalah suatu hal yang sangat penting dan menyenangkan.

10
2. Seorang anak perlu dihargai dan disayangi.
3. Seorang anak sebaiknya menjadi pelajar yang aktif, didorong untuk
membawa pengalaman, gagasan, dan minat ke kelas.
4. Seorang anak perlu merasa nyaman tanpa adanya tekanan dan ketegangan
di kelas.
5. Harus mempunyai rasa memiliki dan kebangsaan di dalam kelas, serta
dilibatkan dalam merencanakan kegiatan belajar.
6. Guru seharusnya berperan sebagai narasumber agar anak dapat
menghormati dan merasa nyaman serta aman bersama guru.
7. Selalu menumbuhkan sifat kerjasama yang tinngi daripada kompetisi.
8. Pengalaman belajar sebaiknya sama dengan pengalaman yang terjadi di
dunia nyata.

2.7. Hubungan antara Intelegensi dan Kreatifitas


Kajian keterkaitan antara intelegensi dengan kreativitas selalu menarik
perhatian para pakar dan masyarakat pada umumnya. Bila kajian ini dibahas maka
timbul beberapa pertanyaan. Apakah orang memiliki intelegensi tinggi adalah
orang yang kreatif atau apakah orang yang kreatif adalah yang berintelegensi
tinggi? Apakah orang-orang kreatif yang ada disekitar kita memang benar
memiki intelegensi yang tinggi? Lalu orang tidak kreatif berarti dia memiliki
intelegensi rendah? Mozart seorang seniman musik klasik yang sangat kreatif
menyebutkan ia mendapatkan ilham untuk penciptaan musiknya ketika ia sedang
bergembira dan berjalan-jalan dikebun, sedang merenung karena tidak bisa tidur
dimalam hari atau ketika habis makan. Ia sendiri tidak dapat menjelaskan
mengapa itu bisa terjadi. Kelihatanya, para seniman yang sangat kreatif tidak
bisa menjelaskan secara gamblang karya seninya dapat tercipta dengan baik.
Psikolog pun menyadari hal ini sebagai sesuatu yang rumit untuk dipahami.

Davidoff mengatakan bahwa kreativitas dan kecerdasan seseorang


tergantung pada kemampuan mental yang berbeda-beda. Davidoff (1991: 121)
menyebutkan bahwa ukuran intelegensi pengarang, seniman, ahli matematika dan
ilmuwan hampir selalu diatas rata-rata. Tetapi angka kecerdasan itu sendiri
tidak bisa memprediksi seberapa tinggi tingkat kreatifitas seseorang itu

11
nantinya. Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen
karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif.
Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu
menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa
kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan intelegensi,
tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu.

Joel Barker (dalam Stoltz, 2000) menjelaskan kecerdasan menghadapi


rintangan sangat mempengaruhi kreativitas. Hal ini dikarenakan kecerdasan
dalam menghadapi rintangan menuntut kemampuan kreativitas yang timbul oleh
hal-hal yang tidak pasti. Orang-orang yang tidak mampu menghadapi rintangan
menjadi tidak mampu juga untuk berpikir kreatif. Skor IQ yang rendah memang
diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ,
tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ
tertentu, masih terdapat korelasi yangcukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi,
ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.

Sehubungan dengan intelegensi ini, Guilford mengeluarkan model


Struktur Intelektual (Structure of Intellect) untuk menjelaskan kreativitas manusia.
Struktur intelegensi dibagi menjadi dua bagian, yakni berpikir konvergen dan
berpikir divergen. Berpikir konvergen adalah kemampuan untuk melakukan
penalaran dengan cara konvensional dan sampai pada satu jawaban yang
benar. Kecerdasan atau intelegensi yang diukur oleh tes kecerdasan tradisonal
menekankan pada berpikir konvergen. Sedangkan berpikir divergen adalah
proses berfikir yang memberikan serangkaian alternatif jawaban bias beraneka
ragam, baru, yang akan berbeda dari pola pikir sebelumnya dan menghasilkan
lebih dari satu pemecahan permasalahan. Berpikir divergen ini terkait dengan
kreativitas. Kemampuan berfikir divergen merupakan indikator dari kreativitas
yang ditunjukkan beberapa karakteristik berikut:
1. Kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide-
ide atau solusi masalah dalam waktu singkat.
2. Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk secara bersamaan mengusulkan
berbagai pendekatan untuk masalah tertentu.
3. Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk memproduksi hal baru, ide-ide asli.

12
4. Elaborasi, yaitu kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan
mengatur rincian ide di kepala dan membawanya keluar.

Guilford meyakini bahwa standar tes intelegensi yang ada pada saat
itu tidak mendukung proses berpikir divergen. Tes intelegensi hanya dirancang
untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen. Ini merupakan
akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang
memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini
terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu
pengetahuan. Renzulli (Akbar & Hawadi, 2006 : 12) seorang pakar pendidikan
Amerika mengatakan bahwa individu yang memiliki keunggulan dan mampu
berprestasi tinggi adalah mereka yang memiliki kemampuan diatas rata-rata,
kreativitas, serta pengikatan diri terhadap tugas. Semuanya memiliki keterkaitan,
mereka yang memiliki kemampuan intelegensi tinggi dituntut memiliki
kreativitas sebagai kemampuan untuk :
a. Bersikap luwes(flexibility)
b. Lancar dalam memberikan pendapatnya(fluency)
c. Mampu menciptakan sesuatu yang baru(originality)
d. Mampu memperkaya suatu ide (elaboration)
Keterkaitan antara kreativitas dan intelegensi menurut Satiadarma dan
Waruwu (2003: 111) menunjukkan bahwa hingga tingkat tertentu terdapat
hubungan antara kreativitas dan inteligensi. Hubungan itu merupakan sesuatu
yang mutlak karena kreativitas tidak dapat berfungsi dalam suatu kekosongan.
Kreativitas menjurus ke penciptaan suatu yang baru tergantung pada kemampuan
untuk mendapatkan pengetahuan yang sudah umum diterima sebelumnya
dan ini tergantung pada kemampuan intelektual seseorang. Senada dengan
sebelumnya, Mulyadi (Pamilu, 2007: 11) mengatakan antara kecerdasan dan
kreativitas anak itu mempunyai hubungan yang sangat erat, oleh karena itu anak
tidak boleh hanya di didik menjadi seorang anak yang cerdas saja, tetapi juga
menjadi anak yang kreatif dan mempunyai emosi stabil.

Intelegensi mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan


dengan kreativitas, artinya semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang maka
akan semakin tinggi pula tingkat kreativitasnya. Hal ini sesuai dengan teori

13
Anderson (Munandar, 1999). Kreativitas merupakan suatu proses penyatuan
pengetahuan dari berbagai bidang pengalaman yang berlainan untuk
menghasilkan ide-ide yang bermanfaat dengan cara baru dan lebih baik serta
mampu merealisasikannya; dan kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas
antara tiga atribut psikologis yaitu inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian,
yang secara bersamaaan membantu memahami apa yang melatar belakangi
individu yang kreatif. Mendukung pendapat sebelumnya, Glinow (2012:216)
menyebutkan ada empat karakteristik utama yang menjadikan seseorang
berpotensi lebih kreatif yaitu: kecerdasan, ketekunan, pengetahuan dan
pengalaman, ciri personal dan nilai yang mempresentasikan kebebasan imajinasi.

Berbeda dengan pendapat sebelumnya Kristi Aguirre (2011) menyatakan


tidak ada hubungan yang signifikan antara IQ dan kreativitas pada anak pra
sekolah. Getzels dan Jackson, Hampir tidak ada hubungan antara kreativitas dan
inteligensi. Menurut teori ini orang yang mempunyai IQ tinggi bisa saja
kreativitasnya rendah atau sebaliknya, hal itu menunjukkan kreativitas dan
inteligensi adalah dua ranah kemampuan manusia yang berbeda dalam sifat
dan orientasinya, inteligensi tidak dapat dijadikan kriteria tunggal untuk
mengidentifikasi orang-orang kreatif.

Kemudian Taylordan Holand (Slameto, 2010) berpendapat bahwa,


kecerdasan hanya memegang peranan yang kecil saja di dalam tingkah laku
kreatif, dan dengan demikian tidak memadai untuk dipakai sebagai ukuran
kreativitas. Berdasarkan teori ini, mengukur kreativitas tidak hanya
menjadikan inteligensi sebagai alat ukur, namun ada aspek aspek lain yang
perlu dikaitkan dalam mengukur kreativitas. Selain itu ditambahkan oleh Hurlock
(2010) dalam bukunya yang mengatakan bahwa kecerdasan dan kreativitas
berjalan seiring tergantung pada faktor diluar kreativitas dan kecerdasan itu
sendiri. Faktor lingkungan atau dalam diri seseorang sering mengganggu
perkembangan kreativitas.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Intelegensi adalah kemampuan berpikir, memecahkan masalah secara
kompleks, dan menyesuaikan diri dari pengalaman hidup.

2. Pengukuran intelegensi telah melibatkan berbagai pendekatan, termasuk


skala usia mental dan konsep IQ.

3. Teori-teori tentang intelegensi mencakup pandangan tentang kemampuan


umum, kemampuan khusus, multiple intelligence, dan Triarchic Theory.

4. Kreativitas adalah kemampuan menciptakan ide-ide baru dan orisinal,


melibatkan berbagai faktor seperti inovasi, fleksibilitas, dan orisinalitas.

5. Hubungan antara intelegensi dan kreativitas kompleks; ada korelasi


positif, namun kreativitas juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
kepribadian.

6. Guru memiliki peran penting dalam merangsang kreativitas siswa melalui


pendekatan yang menghargai keragaman pikiran dan mendorong
pemikiran divergen.

Kesimpulan ini menggambarkan pentingnya intelegensi dan kreativitas dalam


perkembangan individu serta interaksi kompleks di antara keduanya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ali, P. D. (2004). PSIKOLOGI REMAJA PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK.


Jakarta: PT Bumi Aksara.

Desmita. (2005). PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Bandung: PT REMAJA


ROSDAKARYA.

Fatmawati, F. (2022). Kreativitas dan Intelegensi. Jurnal Pendidikan dan


Konseling (JPDK, 188-195.

Setyabudi, I. (2011). Hubungan Antara Adversiti Dan Inteligensi Dengan


Kreativitas. Jurnal Psikologi Unggul, 1-8. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/126306-ID-hubungan-antara-
adversiti-dan-inteligens.pdf

iii

Anda mungkin juga menyukai