Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

INTELEGENSI DAN KREATIFITAS

PROGRAM STUDI : PROFESI NERS

MATA KULIAH : PSIKOLOGI

BEBAN STUDI : 2 sks (T: 1 sks; P: 1 sks)

PENEMPATAN : Semester III TA 2019 / 2020

PENYUSUN :

1. DIKA ARDHIA P3.73.20.2.18.009


2. DARMA NATASHA P3.73.20.2.18.010
3. ERVIYANTI P3.73.20.2.18.011
4. FITRAH NURRABIAH P3.73.20.2.18.012
5. FEBY RIZKY SUDRAJAT P3.73.20.2.18.013
6. FITRIYANI P3.73.20.2.18.014
7. GILANG LAZUARDY SUBHI SAJID P3.73.20.2.18.015

PROGRAM SARJANA TERAPAN DAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI


NERS PROGRAM PROFESI

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tentang Intelegensi dan Kreatifitas. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah psikologi.

Suatu kebanggan tersendiri bagi penulis dapat menyelesaikan makalah


ini.Pernulis menyadari bahwa keberhasilan penulis makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membatu menyelesaikan makalah ini. Rasa terima kasih tersebut
penulis sampaikan kepada:

1. Dosen mata kuliah Psikologi di Poltekkes Kemenkes Jakarta 3.


1. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat


bermanfaat untuk para pembaca.Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam
penulisan dan penulis siap menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Bekasi, 21 Oktober 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.............................................................................................................4

A. Latar Belakang.......................................................................................................4

B. Rumusan Masalah..................................................................................................5

C. Tujuan....................................................................................................................5

BAB II...............................................................................................................................6

PEMBAHASAN...............................................................................................................6

A. Pengertian Intelegensi............................................................................................6

B. Konsep Kreativitas...............................................................................................13

C. Hubungan Intelegensi dan Kreativitas..................................................................18

D. Intelegensi dan Kreativitas dalam Keperawatan...................................................19

BAB III...........................................................................................................................21

PENUTUP.......................................................................................................................21

A. Simpulan..................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................22
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang unik. Artinya, tidak ada satu individu pun
yang persis sama denga individu yang lain. Salah satu perbedaan yang sering
kita jumpai adalah kecepatan dan kemampuan individu dalam memecahkan
suatu masalah atau persoalan yang di hadapi. Untuk memecahkan masalah
atau persoalan yang sama, ada individu yang mampu dengan cepat
memecahkannya, namun ada juga individu yang lambat bahkan tidak mampu
memecahkannya.

Hal itulah yang memperkuat pendapat bahwa taraf kecerdasan atau


inteligensi itu memang ada, dan berbeda – beda antara satu individu dengan
individu yang lain. Individu yang taraf inteligensinya tinggi akan mudah
memecahkan suatu persoalan, sedangkan individu yang taraf inteligensinya
rendah hanya mampu memecahkan masalah yang mudah. Misalnya, pada
beberapa mahasiswa yang menghadapi soal ujian yang sama, ada yang
mampu dengan cepat dan benar menyelesaikan soal tersebut dan ada juga
yang sebaliknya.

Inteligensi disebut sebagai kecerdasan atau kecakapan atau kemampuan


dasar yang bersifat umum. Sementara itu, kecerdasan atau kecakapan atau
kemampuan dasar yang bersifat khusus disebut dengan bakat (aptitude).
Dalam proses belajar – mengajar, prestasi belajar mahasiswa salah satunya di
tentukan oleh inteligensi. Oleh sebab itu, kami akan membahas tentang
intelegensi, bakat dan kreativitas.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dalam pembuatan makalah ini, kami memiliki


beberapa rumusan masalah yang akan dibahas, yaitu :

1. Apa yang dimaksud intelegensi ?


2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi dan faktor-
faktor yang menyebabkannya ?
3. Bagaimana konsep kreativitas dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kreativitas ?
4. Bagaimanakah aplikasi intelegensi dan kreativitas terhadap
keperawatan ?
C. Tujuan

Dari rumusan masalah yang telah disebutkan, yang menjadi tujuan dalam
pembuatan makalah ini, yaitu :

1. Mengetahui dan mampu menjelaskan apa yang dimaksud


intelegensi.
2. Mengetahui dan mampu menjelaskan apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi intelegensi dan faktor-faktor yang
menyebabkannya.
3. Mengetahui dan mampu menjelaskan bagaimana konsep kreativitas
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas.
4. Mengetahui dan mampu menjelaskan bagaimana aplikasi
intelegensi dan kreativitas terhadap keperawatan.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Intelegensi

Dalam menyelesaikan suatu maslah ada yang cepat, ada juga yang lambat,
keadaan demikian ditentukan juga oleh faktor inteligensi dari indviu
bersangkutan. Inteligensi berasal dari bahasa Inggris “intelligence” yang artinya
menghubungkan ata menangkut satu sama lain. Secara umum, inteligensi sering
kali disebut kecerdasan, oleh karena itu seseorang yang mrmiliki inteligensi tinggi
disebut cerdas atau jenius.Sampai saat ini, para ahli belum ada kesamaan pendapat
tentang pengertian inteligensi, mengingat intelignsi merupakan suatu konsep yang
kompleks, sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari sejumlah kemampuan atau
kapasitas pikiran (Wechsler, 1975).Soslo (1988) mendefinisikan inteligensi
sebagai kemampuan dalam memperoleh dan menggali pengetahuan,
menggunakan pengetahuan untuk memahami berbagai konsep konkret dan absrak,
dan menghubungkan di antara objek dengan gagasan, menggunakan pengetahuan
dengan cara-cara yang lebih efektif. Stern ( dala Walgito, 2008) mengemukakan
inteligensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru menggunakan
organ berpikir seseuai tujuannya. Dari pengertian ini, tampak bahwa Stern
menekankan tentang inteligensi pada soal penysuaian diri terhadap keadaan yang
ada.

Orang yang inteligensi lebih cepat dapat menyesuaikan diri daripada orang
yang kurang inteligensi.Thorndiken (dalam Skinner, 1959) menyatakan seseorang
dianggap inteligensi jika responnya merupakan respons yang baik atau sesuai
dengan stimulus yang diterimanya.Agar dapat memberikan respons yang tepat,
individu harus memiliki lebih banyak hubungan stimulus-respons.Keadaan
demikian dapat diperoleh dari pengalaman yang diperolehnya. Terman
membedakan adanya ability yang berkaitan dengan hal-hal yang konkret dan
ability yang berkaitan dengan hal-hal yang abstrak (Harriman, 1958)
Tergambar tentang beragamnya pengertian atau definisi inteligensi tersebut,
Morgon, King, dan Robinson (1984) menyatakan bahwa ada dua pendekatan
pokok dalammemberikandefinisi tentang inteligensi, yaitu :

1. Pendekatan atau teori faktor

Dapat dikemukakan bahwa dalam dalam inteligensi tersebut terdapat


faktor tertentu yang membentuk inteligensi faktor yang membentuk
inteligensi di antara para ahli juga belum terdapat satu kesamaan.Thorndike
dengan teori multifaktornya menyatakan bahwa inteligensi tersusun dari
berbagai faktor, dan faktor itu terdiri dari elemen-elemen, dan tiap elemen
terdiri dari atom-atom, dan tiap-tiap atom merupakan hubungan stimulus
respons (Skinner, 1959).Jadi, aktivitas yang berkenaan dengan inteligensi
merupakan kumpulan dari atom-atom aktivitas yang berkombinasi satu
dengan yang lainnya. Menurut Spearman, intelignsi itu mengandung dua
macam faktor yaitu, general ability dan faktor umum (faktor G), dan special
ability atau faktor khusus (faktor S) oleh karena itu terori Spearman terkenal
dengan teori dwifaktor atau two-factor theory (Walgito, 2018). General
ability terdapat pada semua individu tetapi berbeda antara individu yang satu
dengan yang lainnya.General ability selalu terdapat dalam setiap
performance, sedangkan special ability merupakan faktor yang khusus
mengenai bidang tertentu.Jadi, faktor S itu banyak S1, S2, S3, S4, dan
seterusnya. Tiap-tiap performance selalu ada faktor G dan faktor S, sehingga
dapat diformulasikan sebagai P=G+S. Faktor S itu bersifat khusus, jika
individu menghadapi persoalan yang berdeda-beda, faktot S-nya pun akan
berbeda-beda. Misalnya, seseorang menghadapi tiga macam persoalan yang
berbeda-beda, secara skematis dapat dikemukakan :
 P1= G+S1

 P2=G+S2

 P3=G+S3

Burt memiliki pandangan yang berbeda, tetapi melengkapi pandangan


Spearman. Menurut Burn, di samping general ability dan special ability

iii
masih terdapat faktor yang lain lagi common ability atau common factor atau
disebut juga group factor (Walgito, 2010). Common factor merupakan faktor
kelompok dalam kemampuan tertentu misalnya common factor dalam hal
bahasa dan matematika. Berdasarkan pandangannya, maka dalam inteligensi
ada tiga macam faktor, yaitu faktor, yaitu faktor G, faktor S, dan faktor C, dan
faktor-faktor ini akan nampak dalam performance individu. Jadi,
performance individu dapat digambarkan sebagai berikut :

 P1 = G+S1+Cx

 P2=G+S2+Cx

 P3=G+S3+Cy

Misalnya : Cx adalah common factor berhitung dan Cy adalah common


factor kesenian.

Thurstone memiliki pandangan yang berbeda lagi dengan para ahli


sebelumnya. Menurut Thurstone, dalam inteligensi terdapat faktor-faktor
primer sebagai berikut :

a. S (spatial relation)
b. Kemampuan untuk melihat atau mempersepsi gambar dengan dua
atau tiga dimensi yang berkenaan dengan jarak.
c. P (perceptual speed)
d. Kemampuan yang berkenaan dengan kecepatan dan ketepatan
dalam memberikan judging mengenai persamaan dan perbedaan
atau dalam respons terhadap sesuatu yang dilihatnya secara detail.
e. V (verbal comprehension)
f. Kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman kosakata, analogi
verbal, dan sejenisnya.
g. W ( word fluency)
h. Kemampuan yang berkaitan dengan kecepatan berkaitan dengan
kata-kata, anagram, dan sejenisnya.
i. N (number facility)
j. Kemampuan yang berkenaan dengan kecepatan dan ketetapan
dalam berhitung.
k. M (associative memory)
l. Kemampuan yang berkenaan dengan ingatan, khususnya yang
berpasangan.
m. I (induction)
n. Kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk
memperoleh prinsip atau hukum (Walgito, 2010)

2. Teori Orientasi Proses

Teori ini berpijak atas orientasi proses intelektual dalam penyelesaian


masalah. Para ahli cenderung mengulas proses kognitif daripada intelegensi,
tetapi dengan maksud tentang hal yang sama ( Morgan, King, dan Robinson,
1984). Kean Piaget merupakan pendukung teori ini. Jean Piaget belajar
tentang biologi, filsafat, khususnya epistemology, namun kemudian ia bekerja
di laboratorium Binet dan membantu dalam standarisasi tes. Dari sinilah Jean
Piaget memulai psikologi khususnya dalam intelectual ability dalam
pengertian kognitif. Teori orientasi proses mengemukakan bahwa intelegensi
diukur dari fungsi proses sensoris, koding, ingatan, dan kemampuan mental
yang lain termasuk belajar dan menimbulkan kembali dalan ingatan (Walgito,
2008).

3. Faktor yang Mempengaruhi Inteligensi

Inteligensi sebagai suatu kapasitas yang bersifat umun, dipengaruhi oleh


berbagai faktor.Faktor tersebut berasal dari dalam diri seseorang maupun
yang berasal dari luar dirinya.Suatu pertanyaan mengenai apakah inteligensi
merupakan suatu kemampuan genetik (keturunan) atau faktor lingkungan,
sampai saat ini masih dalam perdebatan. Kecenderungan hasil penelitian
genetik menunjukan bahwa faktor genetik (keterununan) maupun lingkungan
memberi andil yang besar berkisar 50-89% terhadap keberadaan inteligensi
seseorang ( Suharnan, 2005).

iii
Plomin dan Spinath (2004) mengemukakan bahwa dalam perspektif
berkembang, pengaruh terbesar lingkungan terhadap inteligensi terjadi ketika
masa anak-anak, kemudian mengalami penurunan setelah bertambah dewasa,
sebaliknya makin bertambah dewasa usia anak, maka faktor genetik makin
besar pengaruhnya terhadap inteligensi. Menurut Irwanto dkk.(1991), dari
faktor bawaan hasil penelitian menunjukan bahwa individu-individu yang
berasal dari suatu keluarga atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka
berkolerasi tinggi (0,50), bahkan di antara kembar berkolerasi sangat tinggi
(0.90), sebaliknya di antara individu yang tidak bersanak saudara korelasinya
rendah sekali (0.20).

Buktu lain dari adanyapemgaruh bawaab adalah hasil-hasil penelitian


terhadapt anak-anak yang diadopsi IQ mereka ternyata masih berkolerasi
tinggi dengan ayah ibunya bergerak antara 0.40-0.50, sedangkan korelasinya
dengan orang tua angkatnya sangat rendah yaitu 0.10-0.20. Selanjutnya, studi
terhadap kembar yang diasuh secara terpisah juga menunjukkan bahea IQ
mereka tetap berkorelasi sangat tinggi.Ini menunjukkan bahwa meskipun
lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi kecerdasan seseorang,
namun ada beberapa hal dalam inteligensi yang tidak terpengaruh pada
individu bersangkutan.Ternyata, lingkungan juga memberikan perubahan
yang bermakna di mana pertumbuhan organik otak samgat memengaruhi
inteligensi seseorang, pertumbuhan otak ini sangat dipengaruhu oleh zat gizi
yang dikonsumsi.Pemberian makanan bergizi ini merupakan satu di antaranya
pengaruh lingkungan yang amat penting.

Irwanto dkk.(1991) menyatakan penelitian menunjukkan bahwa


inteligensi bisa berkurang karena tidak adanya rangsangan tertentu dalam
awal-awal kehidupan individu. Skeels dan Skodak dalam auatu studi
logitudinal menemukan bahwa anak-anak yang didikan dalam lingkungan
yang kaku, kurang perhatian, dan kurang dorongan lalu dipindahkan ke
lingkungan yang hangat, penuh perhatian, rasa percaya, dorongan
menunjukkan peningkatan skor yang cukup berarti pada tes kecerdasan.
Selain itu, seseorang yang hidup bersama dalam keluarga, memiliki kolerasi
kecerdasan yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang dirawat
secara terpisah. Zajonc dalam berbagai penelitiannya menemukan bahwa
anak pertama biasanya memiliki taraf kecerdasan yang lebih tinggi dari adik-
adiknya. Hal yang bisa terjadi karena anak pertama dalam jangka waktu yang
cukup lama hanya dikelilingi oleh orang-orang dewasa, suatu lingkungan
yang memberinya keuntungan intelektual dalam bentuk suatu stimulasi yang
lebih terarah (Irwanto dkk,1991).

4. Gangguan Intelegensi serta Fator yang Menyebabkannya

Individu tidak selamanya mengalami hidup normal. Dalam hidup, selalu


ada gangguan dan hambatan yang dialami individu. Begitu juga dalam hal
inteligensi, beberapa individu dapat mengalami gangguan inteligensi.

Gangguan inteligensi dapat terjadi karena kerusakan otak, psikosis, dan


sosio – budaya. Kerusakan otak yang menyebabkan gangguan inteligensi
terjadi pada (trauma), inflamasi, neoplasma, dan gangguan pembuluh darah.
Sementara itu, psikosis yang menyebabkan gangguan inteligensi terjadi
secara fungsonal atau karena adanya Sindrom Otak Organik (SOO). Terakhir,
faktor sosio-budaya yang menyebabkan gangguan inteligensi adalah memberi
makanan yang kurang protein pada anak usia kurang dari 5 tahun. Berikut ini
akan dijelaskan gangguan inteligens yang umum dialami individu, yaitu
retardasi mental dan demensia.

a. Retardasi Mental
Merupakan istilah yang ering kita engar dalam kehidupan sehari –
hari. Maramis (1999) mengungkapkan bahwa retardasi mental ialah
keadaan inteligensi yang kurang (abnormal) sejak masa perkembangan
(sejak lahir atau sejak masa kanak – kanak) atau keadaan kekurangan
inteligensi sehingga daya guna sosial dan pekerjaan seseorang menjadi
terganggu. Retardasi mental dapat terjadi karena adanya retardasi mental
primer dan sekunder.
Retardasi mental primer merupakan faktor keturunan atau retardasi
mental genetik. Umumnya kejadian retardai ini tidak diketahui atau biasa

iii
disebut retardasi mental simplek. Sementara itu, retardasi mental
sekunder merupakan faktor dari luar yang diketahui dan memengaruhi
otak (pada periode prenatal, perinatal, an postnatal). Misalnya,
infeksi/intoksikasi, rudapaksa (trauma), gangguan metabolisme/gizi,
penyakit otak, kelainan kromosom, prematuritas, dan gangguan jiwa
berat.
Selanjutnya, retardasi mental memiliki beberapa tingkatan. Menurut
kesepakatan American Association of Mental Retardation dalam
Sarwono (2000), tingkat retardasi mental meliputi :
1) Retardasi mental lambat belajar (slow learner). IQ = 85 – 90.
2) Retardasi mental taraf perbatasan (borderline). IQ = 70 – 84.
3) Retardasi mental ringan (mild). IQ = 55 – 69
4) Retardasi mental sedang (moderate). IQ = 36 – 54
5) Retardasi mental berat (severe) IQ = 20 – 35
6) Retardasi mental sangat berat (profound) IQ = 0 – 19

Sementara itu,penderita retardasi mental memiliki pendidikan khusus


yang ditujukan bagi mereka. Pendidikan bagi penderita retardasi mental
tersebut adalah Sekolah Luar Biasa (SLB) bagian C (Tuna Mental).
Adapun tanda – tanda retardasi mental yang diderita oleh mereka adalah:

1) Taraf kecerdasan (IQ) sangat rendah.


2) Daya ingat ( memori ) lemah.
3) Tidak mampu mengurus diri sendiri
4) Tidak peduli terhadap lingkungan ( apatis )
5) Minat hanya mengarah pada hal – hal yang sederhana.
6) Perhatian mudah berpindah – pindah (labil)
7) Miskin dan keterbatasan emosi (hanya terdapat perasaan takut,
marah, senang, benci, an terkejut)
8) Kelainan jasmani yang khas.
b. Demensia.
Demensia adalah kemunduran inteligensi karena kerusakanotak yang
sudah tidak dapat diperbaiki lagi (irreversible). Sementara itu, Maramis
(1999) mengungkapkan bahwa demensia adalah kemunduran fungsi
mental umum, terutama inteligensi, yang disebabkan oleh kerusakan
jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible). Ada dua
macam demensia, yaitu demensia senelis, dan demensia presenelis.
Pertama, demensia senelis. Demensia senelis adalah demensia yang
gejalanya muncul pada usia tua, yaitu setelah usia 60 tahun. Penyebabnya
adalah usia lanjut. Gejala fisik yang terjadi adalah atropi pada kulit dan
otot, kulit tipis dan keriput, berjalan tidak stabil, bicara pelan, suara
kasar, serta tremor pada tangan dan kepala. Sementara itu, gejala
psikologik nyang ditampilkan adalah kemunduran mental umum atau
sering disebut demensia simplek, delirium, bingung, depresi, agitasi,
paranoid, dan bisa terjadi gangguan ingatan.
Kedua, demensia presenilis. Demensia presenilis adalah demensia
yang gejalanya muncul sebelum masa senil (usia tua). Penyebabnya
belum diketahui dengan pasti. Demensia presenilis ada dua macam, yaitu
penyakit Alzheimer dan Morbus pic. Penyakit Alzheimer adalah jenis
penyakit demensia senilis yang terjadi antara umur 50 tahun sampai 60
tahun. Penyebabnya adalah atrofi otak pada lapis luar, terutama bagian
frontal dan temporal. Gejalanya timbul secara perlahan, tidak ada ciri
khas gangguan inteligensi dan perilaku, diantaranya disorientasi,
gangguan ingatan, emosi labil, kekeliruan mengenai hitungan dan
pembicaraan sehari – hari, afasia, perseverasi, logoklonia, gelisah dan
hiperaktif.
Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan perawat sebagai pemberi
asuhan kepada penderita demensia adalah pengajaran kepada keluarga
agar memperhatikan dan memuaskan kebutuhan rasa kasih sayang, harga
diri, rasa masuk hitungan, rasa tercapainya sesuatu, pertahanan perasaan
aman, dan harga diri. Upayakan kamar penderita dalam keadaan terang,
taruh barang – barang yang sudah dikenal sejak dahulu.

B. Konsep Kreativitas

1. Definisi Kreativitas

iii
Munandar (1999) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data,
informasi, atau unsur-unsur yang ada. Secara operasional kreativitas
dapat dirumuskan sebagai “kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir,
serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya,
memperinci) suatu gagasan”.

Kim (2007) mengungkapkan bahwa kreativitas adalah fenomena


antara individu dan kebudayaan yang memungkinkannya untuk
mengubah kemungkinan menjadi kenyataan. Ketika seorang individu
menemukan wawasan atau menghasilkan bentuk-bentuk seni yang baru
dan diterima dari orang lain, maka temuan tersebut menjadi bagian dari
tradisi budaya, tercatat, dan dikirim ke generasi selanjutnya.

Hurlock (1999) menambahkan mengenai kreativitas, menurutnya


kreativitas adalah proses mental yang unik, suatu proses yang semata-
mata dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda, dan
orisinal. Begitu juga Sternberg (2008) yang juga menyatakan bahwa
kreativitas sebagai proses memproduksi sesuatu yang orisinil dan bernilai.
Sesuatu yang dimaksud adalah berupa sebuah teori, tarian, zat kimia,
suatu proses atau prosedur, cerita, simfoni, dan lain-lain. Lalu
Santrock (2007) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan
untuk berpikir dalam cara-cara yang baru dan tidak biasa serta
menghasilkan pemecahan masalah yang unik. Maksud dari definisi
tersebut, kreativitas adalah bagaimana seseorang berfikir dengan cara baru
yang menghasilkan pemecahan masalah yang belum ada sebelumnya
sehingga seseorang dapat menemukan produk atau solusi yang belum
pernah ditemukan orang lain.

2. Ciri Kreativitas

Ciri kreativitas individu dapat ditinjau dari dua aspek , yaitu aspek
afektif dan aspek kognitif. Gufron & Risnawati (2010) merumuskan
pendapat Munandar (1995) terkait ciri0ciri afektif dan kognitif kreativitas,
yaitu :

a. Ciri afektif kreativitas

1) Perasaan ingin tahu. Individu yang kreatif selalu merasa masih


kurang mengetahui berbagai hal sehingga terdorong untuk lebih
banyak tahu melalui banyak pertanyaan, kepekaan dalam
pengamatan, serta perhatian terhadap objek dan situasi.
2) Bersifat mengkhayalkan. Individu yang kreatif pada umumnya
memiliki daya khayal atau fantasi tinggi terhadap hal-hal yang
belum ada.
3) Tantangan kemajemukan. Individu yang kreatif merasa
tertantang untuk menghadapi dan memecahkan masalah dan
situasi yang sulit, serta tertantang untuk melakukan hal sulit.
4) Keberanian mengambil resiko. Individu yang kreatif terpanggil
untuk berani mengambil resiko untuk menghadapi dan
memecahkan masalah yang dihadapi.
5) Bersifat menghargai. Individu yang kreatif memiliki sikap
mental yang dapat menghargai pemberian bimbingan dan
pengarahan untuk pengembangan kemampuan dan bakat yang ada
pada dirinya.

b. Ciri Kognitif Kreativitas

1) Kelancaran berpikir. Individu yang kreatif pada umumnya


memiliki banyak gagasan, cara, jawaban, saran, pertanyaan dan
pemecahan dalam menghadapi suatu masalah.
2) Keluwesan berpikir. Individu yang kreatif memiliki kemampuan
luwes untuk memberikan bermacam-macam alternatif guna
memecahkan masalah.
3) Keaslian berpikir. Individu yang kreatif memiliki kemampuan
untuk menghasilkan gagasan baru yang belum ada sebelumnya.

iii
4) Elaborasi. Individu yang kreatif memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dan memperkaya gagasan.

3. Proses Berpikir Kreatif dan Pribadi Kreatif

Wallas & Solso (1998) dalam Gufron & Risnawati (2010)


menyebutkan empat tahap berpikir kreatif, yaitu :

a. Tahap persiapan. Tahap ini merupakan tahap awal untuk mencari dan
mengumpulkan informasi yang diperlukan guna memecahkan suatu
masalah.
b. Tahap inkubasi. Merupakan tahap diterimanya proses pemecahan
masalah pada alam prasadat.
c. Tahap iluminasi (pencerahan). Tahap timbulnya inspirasi atau gagasan
untuk memecahkan suatu masalah.
d. Tahap verifikasi. Tahap untuk menguji ide atau kreasi dengan suatu
kenyataan.
Gufron & Risnawati (2010) merumuskan pendapat McKinon, et al.
(1974) tentang ciri-ciri pribadi yang memiliki kreativitas, yaitu :
a. Cerdas. Individu yang kreatif umumnya memiliki kecerdasan yang
tinggi.
b. Mandiri. Yaitu mampu berpikir dan bertindak mandiri.
c. Terbuka. Yaitu terbuka terhadap dunia luar dan mudah menerima
masukan baik dari dalam maupun luar dirinya.
d. Intuitif. Tidak hanya terpaku pada sesuatu yang tampak, tetapi juga
selalu berusaha untuk menangkap isi yang terkandung dan
kemungkinan apa yang terjadi.
e. Menjunjung tinggi teori dan estetika. Dengan ingin mengetahui
kebenaran dibalik apa yang tampak serta menjunjung tinggi nilai
estetika untuk menyelesaikan masalah sehingga penyelesaiannya
menjadi luwes dan indah.
f. Berani dan teguh hati. Memiliki sikap yang menonjol, yaitu
keberanian melawan anggapan umum dengan mengkhayalkan hal
yang mustahil, berani menantang dengan pandangan masyarakat,
memiliki keteguhan hati dalam berprinsip serta berani menjadi dirinya
sendiri.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Ambalie (1983) sebagaimana dikutip oleh Gufron & Risnawati (2010)


mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas
adalah :
a. Kemampuan kognitif. Adalah kemampuan yang terkait dengan
pendidikan formal dan informal individu, yang mempengaruhi
keterampilan sesuai dengan masalah dan bidang yang dihadapi.
b. Disiplin. Individu yang disiplin mampu mandiri dan memecahkan
masalah melalui ide – ide yang kreatif sehingga tidak mudah frustasi.
c. Motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri individu
yang memengaruhi kreativitas dengan cara membangkitkan semangat
untuk belajar sebanyak – banyaknya serta menambah pengetahuan dan
keterampilan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
d. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang dimaksud adalah
lingkungan yang tidak menimbulkan tekanan pada individu, mis.,
pengawasan yang ketat, pembatasan, dan penilaian, dapat
menghasilkan ide – ide kreativitas dalam memecahkan suatu masalah.
Selanjutnya, Kuwato (1993) sebagaimana dikutip oleh Gufron &
Risnawati (2010) menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang
memengaruhi kreativitas, yaitu:
a. Inteligensi. Inteligensi adalah indikator kualitas berpikir individu yang
diperlukan agar mampu memecahkan masalah secara rasional.
Misalnya, individu yang memiliki IQ di atas rata – rata akan lebih
berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dibandingkan individu
yang memiliki IQ di bawah rata – rata.
b. Kepribadian. kepribadian individu yang memiliki imajinasi, banyak
insiatif, minat yang luas, kebebasan berpikir, keingintahuan yang
tinggi, keinginan memiliki banyak pengalaman, semangat, percaya

iii
diri, energik, dan berani mengambil risiko berpengaruh besar terhadap
tumbuhnya kreativitas.
c. Lingkungan. Lingkungan yang dapat mendukung dan memberikan
rasa aman, berupa lingkungan yang memberikan kebebasan sesuai
norma dan etika yang berlaku di masyarakat, saling menghargai satu
dengan yang lain, dapat memberikan rangsangan tumbuhnya
kreativitas.

5. Halangan Kreativitas

Adam (1983) yang dikutip oleh Evans (1994) menyebutkan bahwa


terdapat empat macam halangan terhadap kreativitas, yaitu :
a. Halangan persepsual, yaitu halangan yang mencegah individu
pemecah masalah untuk menerima secara jelas masalah itu sendiri
atau informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut.
b. Halangan emosional, yaitu halangan karena takut membuat kesalahan
atau mengambil resiko, tidak mampu menoleransi ambiguitas dan
kebutuhan akan keamanan dan keteraturan.
c. Halangan budaya dan lingkungan, yaitu halangan yang diperoleh dari
unsur dan pola-pola budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat.
d. Halangan intelektual dan ekspresi, yaitu halangan yang berkaitan
dengan pilihan taktik mentalyang tidak efisien atau kurangnya bahan
intelektual.

C. Hubungan Intelegensi dan Kreativitas

Kreativitas merupakan suatu aktivitas berpikir untuk menghasilkan


gagasan-gagasan baru, tindakan baru, dan penyelesaian suatu masalah yang
baru.Sudah tentu kreativitas memerlukan peran inteligensi pada tingkatan
tertentu, karena ingteligensi maupun kreativitas merupakan suatu kemampuan
intelektual, namun keduannya memiliki dimensi yang berbeda. Inteligensi lebih
dekat dengan berpikir konvergen yaitu mencari dan memilih satu jawaban yang
terbaik atau paling cocok, sedangkan kreativitas lebih dekat dengan dimensi
berpikir divergen yang menghasilkan berbagai alternatif jawaban (Hattie dan
Rogers,1986). Di dalam proses kreatif, sudah barang tentu terdapat tahapan-
tahapan berpikir konvergen, sehingga sampai saat ini inteligensi dianggap
sebagai variabel penting dalam hubungannya dengan kreativitas.

Penelitian Munandar (1982) menemukan korelasi positif dan signifikan


antara inteligensi dengan kreativitas dengan angka korelasi sebesar
0.53.Suharnan (1998) menemukan angka korelasi sebesar 0.23, dan hasil
penelitian terbaru dari Kuncel, Hezlett, dan Ones (2004) menemukan korelasi
sebesar 0.36.Berdasarkan hasil penelitian ini dan hasil penelitian sebelumnya,
korelasi antara inteligensi dengan kreativitas bergerak dari tingkat rendah
sampai sedang. Dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki inteligensi
tinggi cenderung lebih kreatif daripada mereka yang memiliki inteligensi
rendah, tetapi hal ini tidak berarti bahwa dengan makin tinggi inteligensi
seseorang, maka dengan sendirinya akan menjadikan ia lebih kreatif daripada
yang lain. Hal ini harus disadari mengingat antara inteligensi dengan
kreativitas menunjukkan korelasi yang tidak sempurna (Halpern,1996).

D. Intelegensi dan Kreativitas dalam Keperawatan

Saat ini, perkembangan ilmu teknologi dan informasi terlihat begitu pesat
sehingga memiliki implikasi yang sangat besar terhadap kehidupan individu.
Masalah yang dihadapi individu semakin kompleks dan menuntut pemecahan
masalah serta pengambilan keputusan yang tepat. Demikian pula,
perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan pada umumnya dan
keperawatan pada khusunya, juga sangat berpengaruh terhadap kualitas
pelayanan kesehatan dan keperawatan. Disamping itu, hubungan perawat
dengan pasien, keluarga dan masyarakat; perawat dengan dokter, perawat
dengan tenaga kesehatan lainnya tidak jarang menimbulkan permasalahan bagi
seorang perawat.
Sehubungan dengan itu, seorang perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan sering berhadapan dengan berbagai masalah yang harus
dipecahkan sehingga diperlukan pengambilan keputusan yang tepat guna

iii
memberikan pelayanan yang memberi kepuasan kepada pasien, keluarga,
kelompok, dan masyarakat. Oleh sebab itu, dengan memahami teori inteligensi
dan kreativitas, seorang perawat dapat melakukan introspeksi diri mengenai
tingkat inteligensi dan kreativitas yang dimiliki dirinya. Perawat yang tingkat
inteligensi dan kreativitasnya tinggi, akan dengan mudah memecahkan masalah
dan mengambil keputusan yang tepat. Sebaliknya, perawat yang taraf
inteligensi dan kreativitasnya dibawah rata – rata, akan mengalami hambatan
dalam menghadapi masalah. Atas dasar itu, kerja sama tim dan sikap bahu –
membahu sangat diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien karena dapat saling menutup kekurangan dan kelebihan masing –
masing sehingga pada akhirnya akan memberikan kepuasan kepada pasien,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Selain itu, perawat sering menghadapi hambatan dalam berkomunikasi,
memberi nasehat, memberikan pendidikan kesehatan, dan memberikan
perintah pada pasien. Pasien adalah manusia yang memiliki keunikan sehingga
inteligensi dan kreativitas yang dimilikinya juga berbeda – beda. Karena itu,
hendaknya perawat memahami tingkat intelegensi dan kreativitas pasien yang
di rawatnya agar asuhan keperawatan yang mereka berikan tepat sasaran, dan
akhirnya dapat memberikan kepuasan pada pasien.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Inteligensi disebut sebagai kecerdasan atau kecakapan atau kemampuan


dasar yang bersifat umum. Sementara itu, kecerdasan atau kecakapan atau
kemampuan dasar yang bersifat khusus disebut dengan bakat (aptitude).
Dalam proses belajar – mengajar, prestasi belajar mahasiswa salah satunya di
tentukan oleh inteligensi.

Ditinjau dari aspek pendorong kreativitas dalam perwujudannya


memerlukan dorongan internal maupun eksternal dari lingkungannya. Jadi
peranan Intelegensi / kecerdasan setiap orang sangat mempengaruhi
kreativitas. Seseorang yang Tingkat intelegensinya (IQ) tinggi belum tentu
memiliki kreativitas, bakat, dan prestasi belajarnya tinggi pula karena setiap
individu memiliki motivasi yang berbeda. Tetapi individu yang memiliki IQ
lebih tinggi akan lebih mudah berkreativitas dan meraih prestasi belajar yang
tinggi dibandingkan dengan yang memiliki IQ rendah, gangguan kesehatan
juga mempengaruhi tingkat kretifitas dan intelegensi seseorang.

Dikarenakan perkembangan ilmu teknologi dan informasi terlihat begitu


pesat sehingga memiliki implikasi yang sangat besar dan membuat masalah
individu semakin kompleks dan menuntut pemecahan masalah serta
pengambilan keputusan yang tepat. Oleh karena itu, hendaknya perawat
memahami tingkat intelegensi dan kreativitas pasien yang di rawatnya agar
asuhan keperawatan yang mereka berikan tepat sasaran, dan akhirnya dapat
memberikan kepuasan pada pasien.

iii
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock. Child development, Perkembangan anak. Meitasari Tjandrasa.


Terj.1999. Jakarta : Erlangga.

Kim, U. (2007). Creating a world of possibilities: indigenous and cultural


perspectives. Dalam Ai-Girl Tan (ed). Creativity a handbook for teacher
(11- 16). Singapore: World Scientific.

M. Suyanto, 2005. Strategi Perancangan Iklan. Yogyakarta: Andi Offset.


Munandar, S.C.U. (1999). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak

sekolah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarna Indonesia.

Sunaryo. (2010). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Penerbit Buku


Kedokteran

Notoadmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka


Cipta

Anda mungkin juga menyukai