Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

“SIFAT-SIFAT KHAS INDUVIDU LAIN : MASALAH


INTELEGENSI”

Diajuahkan sebagai presentasi


Dalam mata kuliah ; BIMBINGAN DAN KONSELING DI MI/SD
Dosen pengampuh ; Yati Bt. Samsuddin, M.I.Kom.

DI SUSUN :

KELOMPOK IV
MIFTAHUL JANNAH 18 35 009
RIZAL 18 35 017
ANWAR ISRAK 18 35 015

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


DARUD DAKWAH WAL IRSYAD
(STAI DDI) MAROS
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatu


Bismillahirohmanirohim
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami
bisa menyusun dan menyelesaikan makalah yang berisi tentang
“SIFAT-SIFAT KHAS INDUVIDU : MASALAH INTELEGENSI”
sebagai salah satu tugas mata pelajaran “PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN” Kami juga mengucapkan kepada berbagai pihak
yang telah memberikan informasi yang sebagian besar di ambil dari
internet.
Kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna
menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam
menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya. Kami juga
memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan
pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam
memahami maksud penulis.

Penulis
18 0ktober 2021

KELOMPOK IV

i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I.................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.............................................................................................................2
A. Latar belakang........................................................................................................2
B. Rumusan masalah...................................................................................................3
C. Tujuan.......................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. Hakikat Inteligensi.................................................................................................4
B. Pengukuran Inteligensi...........................................................................................5
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi.......................................................7
D. Teori Inteligensi...................................................................................................10
BAB III............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
A. Kesimpulan..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16

iii
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam bidang pendidikan inteligensi dimanfaatkan untuk
mengetahui sejauh mana prestasi belajar yang dapat dicapai oleh
individu, untuk penyesuaian dalam sekolah, jurusan, dan perlakuan
kepada subjek didik. Dalam penerimaan tes untuk masuk atau
melanjutkan pendidikan serta masuk di suatu bidang kerja pun saat ini
salah satunya melalui tes inteligensi. Individu dalam menyelesaikan
masalah, apakah cepat atau lambat, faktor yang turut menentukan adalah
faktor inteligensi dari individu yang bersangkutan. (Walgito, 2010:210)
Inteligensi dan keberhasilan dalam pendidikan adalah dua hal
yang saling berkaitan. Di mana biasanya anak yang memiliki
inteligensi yang tinggi dia akan memiliki prestasi yang membanggakan
di kelasnya, dan dengan prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah
meraih keberhasilan.
Ada ragam pendapat mengenai inteligensi. Bagi kaum awam,
inteligensi dianggap unsur mutlak dalam menentukan kecerdasan
seseorang. Inteligensi sering juga disamakan dengan IQ. Beberapa
pertanyaan umum yang sering muncul berkaitan dengan inteligensi
misalnya: apakah inteligensi itu dan dapatkah inteligensi ditingkatkan,
serta apakah tes inteligensi menjadi patokan kecerdasan seseorang?
Melihat betapa pentingnya manfaat inteligensi sebagaimana
disebutkan, dan adanya ragam pendapat, anggapan serta untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan umum mengenai inteligensi di atas,
pada artikel ini akan diuraikan hakikat inteligensi, pengukuran, faktor-
faktor yang mempengaruhi, teori, pengaruh inteligensi pada belajar,
dan implikasinya dalam pendidikan atau pembelajaran.
B. Rumusan masalah
1. Apa hakikat dari intelegensi ?
2. Bagaimana cara mengukur intelegensi ?
3. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi intelegensi ?
4. Apa saja Teori-teori Intelegtual ?

C. Tujuan
1.Untuk mengetahui hakikat intelegtual.
2. Untuk mengetahui cara mengukur intelegensi.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi.
4. Untuk mengetahui teori teori intelegtual

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Inteligensi
Perkataan inteligensi dari kata latin intelligere yang berarti
mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan satu dengan yang
lain (to organize, to relate, to bind together). Istilah inteligensi kadang-
kadang atau justru sering memberikan pengertian yang salah, yang
memandang inteligensi sebagai kemampuan yang mengandung
kemampuan tunggal, padahal menurut para ahli inteligensi mengandung
bermacam-macam kemampuan. Namun demikian pengertian inteligensi
itu sendiri memberikan berbagai macam arti bagi para ahli.
Menurut istilah padagogik (Walgito, 2010:210) yang mengangkat
pendapat Stern yang dimaksud dengan inteligensi adalah “daya
menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat
berpikir menurut tujuannya”. Dari pengertian ini dapat dilihat bahwa Stern
menitikberatkan masalah inteligensi pada soal adjustment atau
penyesuaian diri terhadap masalah yang dihadapinya. Pada orang yang
inteligen akan lebih cepat dalam menyelesaikan masalah-masalah baru
apabila dibandingkan dengan orang yang kurang inteligen. Dalam
menghadapi masalah atau situasi baru orang yang inteligen akan cepat
dapat mengadakan adjustment terhadap masalah atau situasi yang baru
tersebut.
Thorndike (Walgito, 2010:211) mengemukakan pendapatnya bahwa
orang dianggap inteligen apabila responnya merupakan respon yang baik
atau sesuai terhadap stimulus yang diterimanya.
Terman (Walgito, 2010:211) memberikan pengertian inteligensi
sebagai ability yang berkaitan dengan hal-hal yang kongkrit dan ability
yang berkaitan dengan hal-hal yang abstrak. Individu itu inteligen apabila
dapat berpikir secara abstrak secara baik. Ini berarti bahwa apabila
individu kurang mampu berpikir abstrak, individu bersangkutan

4
5

inteligensinya kurang baik.


C.P. Chaplin (Yusuf, 2006:106) mengartikan inteligensi itu sebagai
kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru
secara cepat dan efektif.

Anita E. Woolfolk (Yusuf, 2006:106) mengemukakan bahwa


menurut teori- teori lama, inteligensi itu meliputi tiga pengertian, yaitu (1)
kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh;
dan (3) kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi atau
lingkungan pada umumnya. Selanjutnya Woolfolk mengemukakan
inteligensi itu merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk
memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka menyelesaikan
masalah dan beradaptasi dengan lingkungan

Clarrade dan Stern (Arisandy, 2006:1) berpendapat bahwa


inteligensi adalah menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau
kondisi baru. David Wechsler (Arisandy, 2006:1) mengartikan inteligensi
sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan untuk bertindak secara
terarah, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungan secara efektif.
Banyak tokoh yang mendeskripsikan inteligensi sebagai kemampuan
individu memecahkan masalah (problem solving) dan ada juga pakar yang
mendeskripsikan inteligensi sebagai kemampuan beradaptasi dan belajar
dari pengalaman sehari-hari. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Inteligensi
ialah kemampuan individu dalam mendayagunakan potensi yang ada pada
dirinya sebagai upaya memecahkan suatu permasalahan untuk beradaptasi
pada lingkungannya.

B. Pengukuran Inteligensi
Masing-masing individu berbeda-beda dalam segi
inteligensinya. Untuk dapat mengetahui taraf inteligensi seseorang,
orang menggunakan tes inteligensi. Dengan tes inteligensi diharapkan
dapat mengungkap inteligensi seseorang, akan dapat diketahui tentang
keadaan tarafnya.
6

Ahli yang dipandang pertama menciptakan tes inteligensi adalah


Binet. Tes inteligensi Binet disusun pertama kali di tahun 1905 yang
kemudian mendapatkan revisi baik dari Binet sendiri maupun dari para
ahli. Tahun 1949 diciptakan Wechsler Intelligence Scale for Children
atau tes WISC, yang khusus diperuntukkan anak-anak. Selanjutnya di
tahun 1955 Wechsler menciptakan tes inteligensi untuk orang dewasa
yang dikenal dengan Wechsler Adult Intelligence Scale yang dikenal
dengan tes WAIS.
Tes inteligensi terus mengalami perkembangan. Beberapa jenis alat
tes yang digunakan untuk mengukur inteligensi yang dikenal sebagai
berikut.

1. Tes Inteligensi berdasarkan usia

a. Tes inteligensi untuk anak-anak : WPPSI, WISC, CPM, TES


BINET

b. Tes inteligensi untuk dewasa : WBIS, WAIS, IST, FRT,


SPM,APM, PM-60, CFIT

2. Tes Inteligensi berdasarkan jumlah peserta

a. Tes inteligensi individual : WPPSI, WISC, WBIS,


WAIS, BINET

b. Tes inteligensi kelompok : CPM, IST, FRT, SPM, APM,


PM-60, CFIT

3. Tes Inteligensi berdasarkan aspek-aspek yang dapat diungkap

a. Penalaran verbal

b. Penalaran kuantitatif

c. Penalaran visual abstrak

d. Memori
7

e. Sequantial Processing Scale

f. Simul taneous Processing Scale

Pembicaran mengenai tes inteligensi secara mendalam dikaji khusus


dalam psikodiagnostik dimana seorang psikolog dan atau orang yang
ahli/berkompeten dalam pelaksanaanya.
Unit skala yang digunakan untuk menunjukkan skor inteligensi ini
disebut IQ (Intelligence Quotient). Berdasarkan hasil pengukuran atau
tes inteligensi terhadap sampel yang dipandang mencerminkan
populasinya, maka dikembangkan suatu sistem norma ukuran kecerdasan
sebaran berikut.
Tingkatan Inteligensi

IQ (Intelligence Quotient) Klasifikasi


140- ke atas Jenius
130 – 139 Sangat cerdas
120 – 129 Cerdas
110 – 119 Di atas normal
90 – 109 Normal
70 – 79 Bodoh
50 – 69 Terbelakang (Moron/Debil)
49 ke bawah Terbelakang (Imbecile/ dan Idiot)

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi


Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap individu memiliki
tingkat inteligensi yang berbeda. Adanya perbedaan tersebut dapat
diketahui bahwa inteligensi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut (Senjaya, 2010).
1. Pengaruh faktor bawaan

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-


8

individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara,


nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi (+ 0,50), orang yang
kembar (+ 0,90) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20), anak yang
diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 – + 0,20 ).
2. Pengaruh faktor lingkungan

Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang


dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian
makanan bergizi dengan inteligensi seseorang. Pemberian makanan
bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat
penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif
emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat
penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan
lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).
3. Stabilitas inteligensi dan IQ

Inteligensi bukanlah IQ. Inteligensi merupakan suatu konsep


umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari
suatu tes inteligensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai
kelompok dari inteligensi). Stabilitas inteligensi tergantung
perkembangan organik otak.
4. Minat dan pembawaan yang khas

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan


merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia
terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong
manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
5. Kebebasan

Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih


metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-
masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga
bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain.
9

Untuk menentukan inteligensi seorang anak, kita tidak dapat hanya


berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena inteligensi
adalah faktor total. Keseluruhan faktor turut serta menentukan
dalam inteligensi seseorang.
Inteligensi dapat ditingkatkan walaupun peningkatan tidak
menghasilkan skor yang signifikan (pada range yang sama).
Inteligensi dapat ditingkatkan pada masa perkembangan bukan
pada masa pembentukan. Maksudnya ialah inteligensi dapat
ditingkatkan ketika seseorang sudah berada pada tahap dapat
berpikir secara abstrak bukan pada tahap dimana anak masih
berpikir secara kongkrit (nyata).
Inteligensi dapat ditingkatkan melalui stimulus lingkungan,
gizi/nutrisi, dan ketika memasuki masa golden age (5 tahun
pertama) si anak diberi stimulus- stimulus yang dapat
membangkitkan daya pikir dan daya nalar terhadap suatu objek
atau hal-hal tertentu. Peningkatan inteligensi tidak berkaitan
dengan genetika namun dipengaruhi oleh stimulus-stimulus yang
diberikan lingkungan.
Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak
cukup bagi seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya
secara maksimal. Justru peran orang tua dalam memberikan
latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting
dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak. Jadi
untuk menjamin anak yang berhasil, kita tidak bisa
menggantungkan pada sukses sekolah semata.
Kedua orang tua harus berusaha sebaik mungkin untuk
menentukan dan mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan
yang dimiliki oleh masing-masing anak. Sebaliknya, lingkungan
yang buruk dapat saja mengubah inteligensi seseorang yang
semata-mata karena ia berada dalam didikan lingkungan tersebut
(Komorita dalam Azwar, 2004:87).
10

Dari penelitian di atas menunjukkan bahwa inteligensi


seseorang dapat mengalami perubahan, baik meningkat maupun
menurun karena faktor lingkungan.

D. Teori Inteligensi
a. Teori “Two Factors”

Teori ini dikemukakan oleh Charles Spearmen (Yusuf,


2006:107). Dia berpendapat bahwa inteligensi itu meliputi
kemampuan umum yang diberi kode “G” (general factors), dan
kemampuan khusus yang diberi kode “S” (specific factors). Setiap
individu memiliki kedua kemampuan ini yang keduanya
menentukan penampilan atau perilaku mentalnya.
i. Faktor umum (G), general factor

Faktor G, mencakup semua kegiatan intelektual yang


dimiliki oleh setiap orang dalam berbagai derajat tertentu.
Contohnya penyanyi, orang yang mempunyai suara yang merdu
dengan musikalitas yang tinggi tanpa latihan. General factor
mempunyai beberapa karakteristik, antara lain sebagai berikut:
1. Merupakan kemampuan umum yang dibawa sejak lahir

2. Bersifat konstan

3. Dipergunakan dalam setiap kegiatan individu

4. Jumlah faktor G setiap individu berbeda

5. Semakin besar jumlah G yang ada dalam diri


seseorang, maka makin besar kemungkinan
kesuksesan hidupnya
ii. Faktor khusus (S), specific factors

Faktor S, mencakup berbagai faktor khusus tertentu yang


relevan dengan tugas tertentu. Contohnya pianis, dengan
11

latihan yang giat setiap orang

dapat bermain piano dengan baik. Atau seorang ahli matematika,


dengan terus menerus berlatih mengerjakan soal-soal matematika
seseorang akan dapat mengerjakan soal dengan baik. Specific
factor mempunyai beberapa karakteristik, antara lain sebagai
berikut:
1. Dipelajari dan diperoleh dari lingkungan

2. Bervariasi dari kegiatan yang satu dengan lainnya


dari individu yang sama
3. Jumlah muatan S pada tiap-tiap individu berbeda
Kedua faktor di atas terkadang tumpang tindih dan terkadang pula
terlihat berbeda. Menurut Spearman, faktor G lebih banyak mewakili
segi genetis dan faktor S lebih banyak diperoleh melalui latihan dan
pendidikan. Kedua faktor diatas sangat penting untuk melihat
kemampuan individu saat berpindah dari situasi satu ke situasi yang
lainnya. Teori “Primary Mental Abilities”

Teori ini dikemukakan oleh Thurstone (Yusuf, 2006:107).


Thurstone berpendapat bahwa inteligensi merupakan penjelmaan dari
kemampuan primer, yaitu (a) kemampuan berbahasa: verbal
comprehension; (b) kemampuan mengingat: memory; (c) kemampuan
nalar atau berpikir logis: reasoning; (d) kemampuan tilikan ruang;
spatial factor; (e) kemampuan bilangan: numerical abilty; (f)
kemampuan menggunakan kata-kata: word fluency; dan (g)
kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat: perceptual speed.
b. Teori “Multiple Intelligence”

Teori ini dikemukakan oleh J.P. Guilford dan Howard Gardner


(Yusuf, 2006:107). Guilford berpendapat bahwa inteligensi itu dapat
dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu sebagai
berikut.
i. Operasi Mental (Proses Berpikir)
12

ii. Content (Isi yang Dipikirkan)

iii. Product (Hasil Berpikir)

Tokoh berikutnya dari teori multiple intelligence ini adalah


Howard Gardner (Yusuf, 2006:108). Gardner membagi inteligensi itu
dalam 7 jenis, yaitu:

1) Logical-Mathematical (Kepekaan dan kemampuan untuk


mengamati pola- pola logis dan bilangan serta kemampuan
untuk berpikir rasional/logis)
2) Linguistic (Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-
kaata, dan keragaman fungsi-fungsi bahasa)
3) Musical (Kemampuan untuk menghasilkan dan
mengapresiasikan ritme. Nada, dan bentuk-bentuk
ekspresi musik)
4) Spatial (Kemampuan mempersepsi dunia ruang-visual
secara akurat dan melakukan transformasi persepsi
tersebut)
5) Bodily Kinesthetic (Kemampuan untuk mengontrol
gerakan tubuh dan menangani objek-objek secara
terampil)
6) Interpersonal (Kemampuan untuk mengamati dan
merespon suasana hati, temperamen, dan motivasi orang
lain)
7) Intrapersonal (Kemampuan untuk memahami perasaan,
kekuatan dan kelemahan, serta inteligensi sendiri).
Dalam buku terbarunya, “Intelligence Reframed : Multiple
Intelligence for The 21st Century” (1999), Howard Gardner
(Badruddin, 2009) menjelaskan 8 kecerdasan yang tersimpan
dalam otak manusia. Ada penambahan satu dari tujuh jenis
kecerdasan/keahlian sebelumnya, yaitu keahlian naturalis (Cerdas
Alam/Nature Smart): kemampuan mengamati pola-pola alam,
13

memahami sistem alam, dan sistem-sistem buatan manusia.


Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan
kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak. Peran orang tua
dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang
mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan
kecerdasan seorang anak. Jadi jelaslah bahwa kecerdasan, yang
biasanya diukur dengan skala IQ, memang bukan elemen tunggal
atau tiket menuju sukses (John Wareham dalam Badruddin, 2009).
c. Teori “Triachic of intelligence”

Teori ini dikemukakan olh oleh Robert Stenberg (Yusuf,


2006:109). Teori ini merupakan pendekatan proses kognitif untuk
memahami inteligensi. Stenberg mengartikannya sebagai suatu
deskripsi tiga bagian kemampuan mental (proses berpikir, mengatasi
pengalaman atau masalah baru, dan penyesuaian terhadap situasi
yang dihadapi) yang menunjukkan tingkah laku inteligen. Dengan
kata lain, tingkah laku inteligen itu merupakan produk (hasil) dari
penerapan strategi berpikir, mengatasi masalah-masalah baru secara
kreatif dan cepat, dan penyesuaian terhadap konteks dengan
menyeleksi dan ber-adaptasi dengan lingkungan.
Uraian di atas menjelaskan inteligensi dalam ukuran
kemampuan intelektual atau tataran kognitif. Pandangan lama
menunjukkan bahwa kualitas inteligensi yang tinggi dipandang
sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan individu dalam
belajar atau meraih kesuksesan dalam hidupnya. Menurut Goleman
(Yusuf, 2006:113), saat ini telah berkembang pandangan lain yang
menyatakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi
keberhasilan individu bukan semata- mata ditentukan oleh tingginya
kecerdasan intelektual, tetapi oleh faktor kemantapan emosional yang
oleh ahlinya, yaitu Daniel Goleman disebut Emotional Intelligence
(Kecerdasan Emosional).
Berdasarkan pengamatannya, banyak orang yang gagal dalam
14

hidupnya bukan karena kecerdasan intelektualnya rendah, namun


karena mereka kurang memiliki kecerdasan emosional. Tidak sedikit
orang yang sukses dalam hidupnya karena mereka memiliki
kecerdasan emosional meskipun kecerdasan intelektualnya hanya
pada tingkat rata-rata (Yusuf, 2006:113).
Kecerdasan emosional ini merujuk kepada kemampuan-
kemampuan kesadaran diri, mengendalikan diri (mengelola emosi),
memotivasi diri (me- manfaatkan emosi secara produktif), dan
berempati, dan membina hubungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat di simpulkan bahwa
1. Hakikat Inteligensi ialah kemampuan individu dalam mendayagunakan
potensi yang ada pada dirinya sebagai upaya memecahkan suatu
permasalahan untuk beradaptasi pada lingkungannya.
2. Untuk dapat mengetahui taraf inteligensi seseorang, orang
menggunakan tes inteligensi. Ahli yang dipandang pertama
menciptakan tes inteligensi adalah Binet. Tes inteligensi Binet disusun
pertama kali di tahun 1905 yang kemudian mendapatkan revisi baik
dari Binet sendiri maupun dari para ahli. Tahun 1949 diciptakan
Wechsler Intelligence Scale for Children atau tes WISC, yang khusus
diperuntukkan anak-anak.
3. Faktor faktor yang mempengaruhi intelegensi
a. Faktor bawaan
b. Faktor lingkungan
c. Stabilitas intelegensi dan IQ
d. Minat dan pembawaan yang khas
e. Kebebasan
4. Teori Intelegensi meliputi
a. Teori two factors
b. Teori Multiple Intelligence
c. Teori Triachic of intelligence

15
DAFTAR PUSTAKA

Arisandy, Desy. 2006. Psikodiaknostik III-Inteligensi (Diktat).


Palembang: Bina Darma.
Azwar, Saifuddin. 2004. Pengatar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Badruddin, Imam. Penerapan Konsep Multiple Inteligensi (Kecerdasan
Majemuk) dalam Pembelajaran Sebagai Upaya Mencerdaskan
Bangsa. imambadruddin.wordpress.com: TembolokMirip.
Khadijah, Nyanyu. 2009. Psikologi Pendidikan. Palembang: Grafika
Telindo Press.
Senjaya, Sutisna. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inteligensi
(Artikel).
Sutisna.Com:Tembolok.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo. Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum.
Yogyakarta: Andi.
Yusuf, Syamsu. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: PT Remaja Rosdakary.

16
17

Anda mungkin juga menyukai