net/publication/328224033
TELAAH INTELEGENSI
CITATIONS
READS
0
62,778
1 author:
Jati - Fatmawiyati
Airlangga University
15 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
All content following this page was uploaded by Jati - Fatmawiyati on 11 October 2018.
A. Pengertian Intelegensi
Definisi intelegensi menurut beberapa ahli (Azwar, 2011) :
1. Francis Galton, Galton tidak menemukan secara jelas mengenai definisi
intelegensi. Namun, ia percaya bahwa orang yang memiliki intelegensi tinggi
adalah orang yang memiliki kemampuan untuk bekerja dan peka terhadap
stimulus fisik. Paham Galton ini merupkan pendekatan yang berciri
psikofisik.
2. Alfred Binet dan Theodore Simon, menurut keduanya, intelegensi terdiri dari
tiga komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan,
kemampuan mengubah arah tindakan bila telah dilaksanakan dan kemampuan
untuk mengkritik diri sendiri (autocriticism)
3. Lewis Madison Terman, mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan
seseorang untuk berpikir secara abstrak
4. H.H. Goddard, mendefinisikan intelegensi sebagai tingkat kemampuan
pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dan untuk
mengantisipasi masalah yang akan datang
5. V.A.C Henmon, menyatakan bahwa intelegensi terdiri dari dua faktor, yaitu
kemampuan memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.
6. Baldwin, mendefinisikan intelegensi sebagai daya atau kemampuan untuk
memahami.
7. Edward Lee Thorndike, mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan
memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan dapat memberikan perubahan-perubahan yang berarti pada
kapasitas intelegensi seseorang, walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah
dibawa sejak lahir. Intelegensi tidak dapat terlepas dari otak. Perkembangan otak
sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-ransangan
yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat
penting.
Menurut Azwar (2011), proses lingkungan yang juga berpengaruh terhadap
intelegensi adalah proses belajar. Proses belajar menyebabkan perbedaan perilaku
individu satu dengan yang lainnya. Apa yang dipelajari dan diajarkan pada seseorang
akan menentukan apa dan bagaimana reaksi individu terhadap stimulus yang
dihadapinya. Sikap, perilaku, reaksi emosional, dan sebagainya merupakan atribut
yang dipelajari dari lingkungan. Lewat belajar, pengaruh budaya secara tidak
langsung juga mempengaruhi individu. Standard dan norma sosial yang berlaku pada
suatu kelompok budaya tempat individu berada akan menjadi acuan individu dalam
berpikir dan berperilaku.
Dengan demikian, pengaruh faktor herediter atau warisan yang dibawa
individu dan pengaruh lingkungan tempat individu berada akan bersama-sama
membentuk sifat dan karakter individu, dalam hal ini termasuk kapasitas
intelegensinya, sehingga individu yang satu tidak sama persis dengan individu
lainnya.
2. Pendekatan Neurobiologis
Pendekatan neurolobiologis beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar
anatomis dan biolgis sehingga perilaku intelegen dapat ditelusuri dasar-dasar neuro-
anatomis dan neurofisiologisnya. Pendekatan ini menimbulkan berbagai teori
intelegensi yang mengaitkan perilaku intelegensi serta ciri-cirinya dengan aspek
biologis. Hal ini dapat terlihat dari teori Halstead serta teori intelegensi Cattell dan
Hebb. Halstead mengemukakan teori Intelegensi biologis, dimana ia percaya bahwa
ada sejumlah fungsi otak yang berhubungan dengan intelegensi, yang relatif tidak
tergantung pada pertimbangan budaya. Sedangkan Cattel dan Hebb, mengemukakan
bahwa terdapat dua jenis Intelegensi, yaitu Fluid Intelligence (Gf) dan Crystallized
Intelligence (Cc).
3. Pendekatan Psikometris
Pendekatan ini berasumsi bahwa intelegensi adalah sesuatu konstruk atau
traits, yang kadarnya bisa berbeda-beda setiap individu. Pendektan ini bersifat
kuantitatif. Para ahli psikometri lebih tertarik pada pengukuran psikologis, maka
lebih mengutamakan pada cara praktis untuk melakukan klasifikasi dan prediksi
berdasarkan hasil pengukuran intelegensi daripada meneliti hakekat intelegensi.
Umumnya setelah mereka menyusun tes intelegensi baru kemudian ditetapkan
konstruk/ konsep yang sebenarnya diukur. Tedapat dua arah studi pada pendekatan
ini, yaitu, pertama yang bersifat praktis dan lebih menekankan pada pemecahan
masalah dan kedua adalah lebih menekankan konsep dan penyusunan teori.
Pendekatan psikometri melahirkan berbagai skala pengukuran intelegensi yang
dipergunakan saat ini.
3. Charles E Spearman
Pandangan Spearman mengenai intelegensi (dalam Azwar, 2011) ditunjukkan
dalam two factor theory. Intelegensi mengandung dua komponen kualitatif yaitu (a)
edukasi relasi dan (b) edukasi korelasi. Edukasi relasi adalah kemampuan untuk
menemukan suatu hubungan dasar yang berlaku diantara dua hal. Misalnya,
menemukan keterkaitan antara kata “panjang-pendek”. Edukasi korelasi adalah
kemampuan untuk menerapkan hubungan dasar yang telah diterapkan dalam proses
edukasi relasi sebelumnya ke dalam situasi baru. Sebagai contoh, apabila telah
mengetahui “panjang-pendek” memiliki makna berlawan arti, maka hal ini dapat
diterapkan ke situasi pertanyaan seperti ” baik-….” tentu dapat dilakukan. Konsep ini
disebut sebagai proses enkoding, proses penyimpulan dan aplikasi. Hal ini merupakan
proses penalaran dengan menggunakan analogi, yang menurut Spearman, sebagai
salah satu indikator faktor g-terbaik.
5. Cyril Burt
Burt meyakini bahwa inteligensi merupakan kumpulan kemampuan yang
terorganisasikan secara hierarkhis. Artinya, kemampuan mental terbagi atas beberapa
faktor yang berada pada tingkatan yang berbeda. Faktor-faktor tersebut, yaitu: (a)
satu faktor umum (general); (b) faktor-faktor kelompok besar (broad group), (c)
faktor-faktor kelompok kecil (narrow group); dan (d) faktor-faktor spesifik (specific).
Model tingkat mental hiraki ini digambarkan sangat erat kaitannya dengan
suatu hirarki fungsional yang diurutkan berdasarkan kompleksitas kognitifnya.
Tingkat mental terendah berupa kemampuan penginderaan (sensory) dan proses
penggerak (motor). Berada di atasnya adalah tingkat kemampuan yang lebih tinggi
berupa proses persepsi atau pengamatan dan gerakan terkoordinasi (perceptual
process dan coordinated movement). Selanjutnya proses asosiasi yang lebih
kompleks dengan melibatkan ingatan (memory) dan pembentukan kebiasaan (habit).
Berada di atasnya adalah proses relational yang pada puncaknya adalah intelegensi
umum, yang dianggap memiliki peranan integrative yang terlibat dalam setiap tingkat
hirarki.
6. Philip Ewart Vernon
Vernon mengemukakan model hirarkis dalam menjelaskan teori mengenai
inteligensi. Vernon menempatkan satu faktor umum di puncak hirarki. Di bawahnya
terdapat dua jenis kemampuan mental yaitu verbal education dan practical
mechanical, yang termasuk dalam faktor intelegensi utama atau kelompok mayor.
Masing-masing kelompok mayor ini terbagi lagi menjadi faktor minor yang terpecah
lagi menjadi bermacam-macam faktor spesifik. Vernon berpendapat, faktor spesifik
tidak banyak memiliki nilai praktis karena kurang relevan dengan dunia nyata
sehingga difokuskan pada faktor-faktor umum yang lebih berkorelasi dan substansial
dengan masalah kehidupan sehari-hari.
8. C. Halstead
Teori ini merupakan teori inteligensi dengan pendekatan neurobiologis.
Halstead berpendapat bahwa ada sejumlah fungsi otak yang berkaitan dengan
inteligensi. Ada empat faktor inteligensi yang oleh Halstead disebut sebagai
Inteligensi Biologis.Keempat faktor tersebut adalah :
a. Central Integrative, merupkan kemampuan mengorganisasikan pengalaman.
Fungsi faktor ini adalah penyesuaian, latar belakang pengalaman seseorang dan
hasil belajarnya akan mengintegrasikan pengalaman-pengalaman baru
b. Abstraction, kemampuan mengelompokkan sesuatu dengan cara yang berbeda,
melihat persamaan-perbedaan diantara benda, konsep, peristiwa
c. Power, kemampuan mengendalikan emosi, sehingga kemampuan rasional dan
intelektual dapat berkembang
d. Directional , kemampuan memberikan arah dan sasaran bagi kemampuan
individu, yang menunjukkan secara spesifik cara mengekspresikan intelektual dan
perilaku.
9. Donald Olding Hebb
Hebb membedakan inteligensi menjadi dua macam, yaitu intelegensi A dan
intelegensi B. Berikut urain mengenai kedua macam intelegensi tersebut:
a. Inteligensi A, merupakan kemampuan dasar manusia (human basic potentiality)
untuk belajar dari lingkungan. Inteligensi ini ditentukan kompleksitas dan
kelenturan sistem syaraf pusat yang dipengaruhi oleh gen.
b. Inteligensi B, merupakan tingkat kemampuan yang diperlihatkan seseorang
dalam bentuk perilaku yang dapat diamati secara langsung. Inteligensi ini disebut
juga kemampuan actual. Intelegnsi B merupkan hasil gabungan antara keadaan
alamiah seseorang (potensi genetik) dengan asuhan (stimulasi lingkungan) yang
diterimanya.
10. Raymond Bernard Cattell
Cattell mengklasifikasikan inteligensi menjadi dua macam, yaitu :
a. Fluid intelligence (Gf), inteligensi yang merupakan faktor bawaan biologis, yang
diperoleh sejak lahir dan lepas dari pengaruh pendidikan dan pengalaman.
Inteligensi ini sangat penting dalam keberhasilan melakukan tugas yang menuntut
kemampuan adaptasi pada situasi baru. Inteligensi ini cenderung tidak berubah
setelah usia 14 atau 15 tahun.
b. Crystallized intelligence (Gc), inteligensi yang merefleksikan adanya pengaruh
pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang. Inteligensi ini
masih dapat terus berkembang sampai usia 30 atau 40 tahun, bahkan lebih. Hal
ini disebabkan karena perkembangan inteligensi jenis ini tergantung pada
bertambahnya pengalaman dan pengetahuan sehingga adanya peningkatan usia
berarti peningkatan pengalaman akan terus berpengaruh terhadap perkembangan
intelegensi crystallized.
Meskipun berbeda, akan tetapi kedua intelegensi tersebut dapat tampak
serupa. Pada umumnya kemampuan keduanya menunjukkan korelasi yang tinggi satu
sama lain.
11. Jean Piaget
Teori inteligensi Piaget menekankan pada aspek perkembangan kognitif. Pada
dasarnya, Piaget lebih melihat inteligensi pada aspek isi, struktur, dan fungsinya.
Dalam menjelaskan aspek-aspek tersebut Piaget mengaitkannya pada periodesasi
perkembangan biologis anak. Ada empat jenis inteligensi yang dikemukakan oleh
Piaget, sesuai dengan tahap perkembangan kognitif, yaitu :
a. Inteligensi sensori motoris, tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap ini dimulai
sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu
pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman
sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik. Dengan
berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan
melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada
dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
b. Inteligensi praoperasional, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya.
Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar
ataupun simbol. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif
bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu tidak
dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan
satu sama lain.
c. Inteligensi operasional, inteligensi yang memiliki ciri memahami operasi nyata.
Bentuk operasi nyata yaitu, (1) konversi, perubahan dapat terjadi secara bolak
balik ; dan (2) klasifikasi, penggolongan sesuatu menurut jenis atau tingkatan.
d. Inteligensi operasional formal, inteligensi yang memiliki ciri mampu berpikir
hipotetik, mampu menguji secara sistematik berbagai penjelasan mengenai
kejadian tertentu, dan mampu berpikir abstrak
12. Howard Gardner
Gardner merumuskan konsep teori Inteligensi Majemuk (Multiple
Intelligence), yang merupakan sanggahan terhadap konsep tunggal inteligensi. Ada
beberapa intelegensi yang dikemukakan oleh Gardner, diantaranya adalah kecerdasan
linguistik, matematis-logis, spasial, musik, kinestetik, interpersonal, intrapersonal,
dan naturalis. Berikut uraian masing-masing intelegensi tersebut :
a. Kecerdasan bahasa (linguistic intelligence), merupakan kemampuan seseorang
dalam menggunakan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan, untuk
mengekspresikan ide-ide atau gagasan-gagasan yang dimilikinya.
b. Kecerdasan matematis-logis (logic-mathematical intelligence, merupakan
kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan penggunaan bilangan dan logika
secara efektif. Termasuk dalam kecerdasan ini adalah kepekaan pada pola logika,
abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan.
c. Kecerdasan ruang visual (spatial intelligence), kemampuan seseorang dalam
menangkap dunia ruang visual secara tepat, termasuk kemampuan untuk
mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan bentuk benda
dalam pikiran dan mengenali perubahan tersebut, menggambarkan suatu
hal/benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata serta
mengungkapkan data dalam suatu grafik
d. Kecerdasan kinestetis (bodily-kinesthetic intelligence), merupakan kemampuan
seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya
untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah. Orang yang mempunyai
kecerdasan ini dengan mudah dapat mengungkapkan diri dengan gerak tubuh
mereka.
e. Kecerdasan Musikal (musical intelligence), merupakan kemampuan untuk
mengembangkan dan mengekspresikan, menikmati bentuk-bentuk musik dan
suara, peka terhadap ritme, melodi dan intonasi serta kemampuan memainkan alat
musik, menyanyi, menciptakan lagu dan menikmati lagu.
f. Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence), merupakan kemampuan
seseorang untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, motivasi, watak,
temperamen, ekspresi wajah, suara dan isyarat dari orang lain. Secara umum,
intelligence interpersonal merupakan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi
dan komunikasi dengan orang lain.
g. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence), merupakan kemampuan
seseorang untuk mengerti tentang diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif
berdasarkan pengenalan diri. Kecerdasan ini termasuk kemampuan seseorang
untuk berefleksi dan menyeimbangkan diri, mempunyai kesadaran tinggi akan
gagasan-gagasan, mempunyai kemampuan mengambil keputusan pribadi, sadar
akan tujuan hidup dapat mengendalikan emosi sehingga kelihatan sangat tenang.
h. Kecerdasan lingkungan/ natural (natural intelligence), memiliki kemampuan
mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat memahami dan menikmati alam dan
menggunakannya secara produktif dalam bertani, berburu dan mengembangkan
pengetahuan akan alam. Orang yang mempunyai kecerdasan lingkungan/natural
memiliki kemampuan untuk tinggal di luar rumah, dapat berhubungan dan
berkawan dengan baik.
13. Robert J Sternberg
Stenberg mengemukakan teori intelegensi triarchic. Teori ini berusaha
menjelaskan secara terpadu hubungan antara (a) intelegensi dan dunia internal
seseorang, atau mekanisme mental yang mendasari perilaku mental seseorang; (b)
intelegensi dan dunia eksternal seseorang, atau penggunaan mekanisme mental
sehari-sehari guna mencapai kesesuaian dengan lingkungan, dan (c) intelegensi dan
pengalaman, atau peranan perantara antara dunia eksternal dan internal dalam hidup
seseorang. Oleh karena itu sesuai dengan fungsinya, teori ini berisikan tiga sub teori,
yaitu konteks (contextual), subteori pengalaman (experience) serta subteori
komponen (componential) (Azwar, 2011).
Subteori konteks berusaha menjelaskan dan menunjukkan perilaku-perilaku
yang dianggap perilaku intelegen pada lingkungan budaya tertentu, yaitu intelegensi
kontekstual. Menurut Stenberg, perilaku intelegen suatu budaya adalah perilaku yang
melibatkan penyesuaian atau adaptasi pada lingkunga budaya tersebut, pemilihan
lingkungan yang optimal, atau pembentukan lingkungan yang ada sehingga lebih
sesuai dengan kemampuan, minat, dan nilai-nilai seseorang. Jadi, perilaku intelegen
menurut konteks ini bersifat relatif menurut individu dan menurut keadaan sosial-
budaya tempat individu berbeda (Azwar, 2011).
Subteori pengalaman, menyatakan bahwa perilaku yang intelegen menurut
konteksnya tidak selalu berarti intelegen pula menurut aspek pengalaman. Intelegensi
pengalaman, menurut subteori ini, paling jelas diperlihatkan oleh kemampuan
indvidu dalam memberikan respon terhadap situasi yang baru (novel) secara otomatis
dan tanpa kesukaran. Intelegensi pengalaman menekankan pentingnya insight dan
kemampuan untuk meneruskan gagasan-gagasan baru.
Subteori komponen, berupaya menunjukkan dan menjelaskan stuktur dan
proses kognitif yang mendasari semua perilaku intelegen, yaitu intelegensi
komponensial. Intelegensi komponensial menekankan pentingnya efektivitas
pengolahan informasi.
Anastasia, A & Urbina S. (1998). Tes Psikologi (edisi Bahasa Indonesia). Jakarta:
PT.Prenhallindo
Azwar, S. 2011. Pengantar Psikologi Inteligensi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Goleman Daniel. 2001. Emosional Intelligence: mengapa EI lebih penting dari
pada
IQ, Jakarta: Gramedia. (Terj.)
Guilford, J.P. 1950. Creativity. American Psychologist, Vol. 5
Hurlock, Elizabeth. 2005. Perkembangan Anak. Bandung: Erlangga
Rhodes, M. 1961. An Analysis Of Creativity. The Phi Delta Kappan, 42(7), 305-310.
Lingkaran
Tes Kreativitas Figural. (TKF) Usia 12-13 Tahun. Skripsi: Universitas
Airlangga.
Semiawan, Conny dkk, 1994. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah
Menengah, Gramedia, Jakarta.
Stenberg, Robert J, Edward E. Smith. 1988. The Psychology of Human Thought.
USA: Cambridge University Press.
Stenberg, R. J., Kaufman J.C., & Prez J.E. 2002. The Creativity. New York:
Psychology Press
Solso, R.l., Maclin, O.H., & Machlin, M.K. 2008. Psikologi Kognitif. Jakarta :
Erlangga.
Sukardi, Dewa Ketut & Desak P. E. Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan
dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : ANDI
Weisberg, Robert W. 2006. Creativity: Understanding Innovation in Problem
Solving, Science, Invention and the Art. USA: John Willey & Sons, Inc.