Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Intelegensi

Definisi intelegensi menurut beberapa ahli (Azwar, 2011) :


1. Francis Galton, Galton tidak menemukan secara jelas mengenai definisi intelegensi.
Namun, ia percaya bahwa orang yang memiliki intelegensi tinggi adalah orang yang
memiliki kemampuan untuk bekerja dan peka terhadap stimulus fisik. Paham Galton ini
merupkan pendekatan yang berciri psikofisik.
2. Alfred Binet dan Theodore Simon, menurut keduanya, intelegensi terdiri dari tiga
komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan
mengubah arah tindakan bila telah dilaksanakan dan kemampuan untuk mengkritik diri
sendiri (autocriticism)
3. Lewis Madison Terman, mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan seseorang untuk
berpikir secara abstrak
4. H.H. Goddard, mendefinisikan intelegensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman
seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah
yang akan datang
5. Walters dan Gardner, mendefinsiikan intelegensi sebagai suatu kemampuan atau
serangkaian kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah.
6. David Weschler, menyatakan bahwa intelegnsi adalah kemampuan bertindak secara
terarah, berpikir rasional, dan menghadapi lingkungan secara efektif.
Dari berbagai uraian di atas secara garis besar dapat ditarik kesimpulan mengenai
pengertian intelegensi, yaitu suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir
secara rasional, sehingga intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus
disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir
rasional tersebut.
Dari berbagai perbedaan sudut pandang mengenai definisi intelegensi tersebut, terdapat
dua tema yang selalu muncul dalam definisi tersebut, para ahli sepakat menyatakan bahwa
intelegensi merupakan (a) kapasitas untuk belajar dari pengelaman dan (b) kapasitas
seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
1. Faktor Bawaan atau Keturunan
Berdasarkan beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa intelegensi berasal dari
faktor bawaan atau herediter. Penelitian membuktikan bahwa korelasi tes IQ dari satu
keluarga sekitar 0,50, dan diantara anak kembar dihasilkan korelasi tes IQ yang sangat
tinggi, yaitu mencapai 0,90. Penelitian pada anak yang diadopsi menujukkan bahwa
IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40-0,50 dengan ayah dan ibu sebenarnya dan
sebaliknya korelasi IQ anak dengan ayah dan ibu angkat hanya berkisar 0,10-0,20.
Lebih lanjut, bukti pada anak kembar yang diasuh secara terpisah menunjukkan
bahwa IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, meskipun mungkin mereka tidak
pernah saling mengenal.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan dapat memberikan perubahan-perubahan yang berarti pada kapasitas
intelegensi seseorang, walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak
lahir. Intelegensi tidak dapat terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat
dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-ransangan yang
bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat
penting.
Menurut Azwar (2011), proses lingkungan yang juga berpengaruh terhadap
intelegensi adalah proses belajar. Proses belajar menyebabkan perbedaan perilaku
individu satu dengan yang lainnya. Apa yang dipelajari dan diajarkan pada seseorang
akan menentukan apa dan bagaimana reaksi individu terhadap stimulus yang
dihadapinya. Sikap, perilaku, reaksi emosional, dan sebagainya merupakan atribut
yang dipelajari dari lingkungan. Lewat belajar, pengaruh budaya secara tidak
langsung juga mempengaruhi individu. Standard dan norma sosial yang berlaku pada
suatu kelompok budaya tempat individu berada akan menjadi acuan individu dalam
berpikir dan berperilaku.
Dengan demikian, pengaruh faktor herediter atau warisan yang dibawa individu dan
pengaruh lingkungan tempat individu berada akan bersama-sama membentuk sifat
dan karakter individu, dalam hal ini termasuk kapasitas intelegensinya, sehingga
individu yang satu tidak sama persis dengan individu lainnya.
Pendekatan Teoritis Mengenai Intelegensi
Maloney dan Ward (dalam Azwar, 2011) mengajukan empat jenis pendekatan untuk
memahami hakikat intelegensi, yaitu pendekatan teori belajar, neurobiologis, pendekatan
teori-teori psikometri, teori perkembangan dan teori pemrosesan informasi. Berikut
penjelasan mengenai keempat pendekatan tersebut:
1. Pendekatan Teori Belajar
Pendekatan ini berfokus pada perilaku yang tampak, yakni respon seseorang terhadap
situasi tertentu dan cara menyesuaikan terhadap situasi tersebut. Suatu perilaku
intelegensi adalah suatu perilaku di mana proses belajar terjadi (pada tingkat
fungsional yang tinggi) dan merupakan respon individu terhadap situasi eksternal.
Intelegensi bukanlah traits, tetapi merupakan kualitas belajar yang telah terjadi.
Lingkungan belajar sendiri menentukan kualitas dan keluasan cadangan perilaku
seseorang dan karenanya dianggap menentukan relativitas intelegensi individu.
2. Pendekatan Neurobiologis
Pendekatan neurolobiologis beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis
dan biolgis sehingga perilaku intelegen dapat ditelusuri dasar-dasar neuroanatomis
dan neurofisiologisnya. Pendekatan ini menimbulkan berbagai teori intelegensi yang
mengaitkan perilaku intelegensi serta ciri-cirinya dengan aspek biologis. Hal ini dapat
terlihat dari teori Halstead serta teori intelegensi Cattell dan Hebb. Halstead
mengemukakan teori Intelegensi biologis, dimana ia percaya bahwa ada sejumlah
fungsi otak yang berhubungan dengan intelegensi, yang relatif tidak tergantung pada
pertimbangan budaya. Sedangkan Cattel dan Hebb, mengemukakan bahwa terdapat
dua jenis Intelegensi, yaitu Fluid Intelligence (Gf) dan Crystallized Intelligence (Cc).
3. Pendekatan Psikometris
Pendekatan ini berasumsi bahwa intelegensi adalah sesuatu konstruk atau traits, yang
kadarnya bisa berbeda-beda setiap individu. Pendektan ini bersifat kuantitatif. Para
ahli psikometri lebih tertarik pada pengukuran psikologis, maka lebih mengutamakan
pada cara praktis untuk melakukan klasifikasi dan prediksi berdasarkan hasil
pengukuran intelegensi daripada meneliti hakekat intelegensi. Umumnya setelah
mereka menyusun tes intelegensi baru kemudian ditetapkan konstruk/ konsep yang
sebenarnya diukur. Tedapat dua arah studi pada pendekatan ini, yaitu, pertama yang
bersifat praktis dan lebih menekankan pada pemecahan masalah dan kedua adalah
lebih menekankan konsep dan penyusunan teori. Pendekatan psikometri melahirkan
berbagai skala pengukuran intelegensi yang dipergunakan saat ini.
4. Pendekatan Teori Perkembangan
Studi intelegensi dipusatkan pada masalah perkembangan intelegensi secara kualitatif
dalam kaitannya dengan tahap perkembangan biologis individu. Piaget sebagai salah
seorang tokoh pendekatan ini mengemukakan bahwa intelegensi merupakan bentuk
khusus adaptasi biologis antara individu dengan lingkungannya.
Teori dan Model Intelegensi
1. Alfred Binet
Menurut Binet, inteligensi bersifat monogetik, artinya berkembang hanya dari faktor
umum (g) atau kriteria tertentu. Binet menggambarkan intelegensi sebagai suatu yang
fungsional sehingga memungkinkan orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat
perkembangan individu berdasar suatu kriteria individu. Jadi, untuk melihat seseorang
cukup intelegen atau tidak, dapat diamati dari cara dan kemampuannya untuk
mengubah arah tindakan apabila diperlukan. Hal ini yang dimaksud sebagai
komponen arah, adaptasi dan kritik dalam definisi intelegensi.
2. Jean Piaget
Teori inteligensi Piaget menekankan pada aspek perkembangan kognitif. Pada
dasarnya, Piaget lebih melihat inteligensi pada aspek isi, struktur, dan fungsinya.
Dalam menjelaskan aspek-aspek tersebut Piaget mengaitkannya pada periodesasi
perkembangan biologis anak. Ada empat jenis inteligensi yang dikemukakan oleh
Piaget, sesuai dengan tahap perkembangan kognitif, yaitu :
a. Inteligensi sensori motoris, tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap ini dimulai
sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu
pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman
sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik. Dengan
berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan
melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada
dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
b. Inteligensi praoperasional, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya.
Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar
ataupun simbol. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif
bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu tidak
dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan
satu sama lain.
c. Inteligensi operasional, inteligensi yang memiliki ciri memahami operasi nyata.
Bentuk operasi nyata yaitu, konversi, perubahan dapat terjadi secara bolak balik ;
dan klasifikasi, penggolongan sesuatu menurut jenis atau tingkatan.
d. Inteligensi operasional formal, inteligensi yang memiliki ciri mampu berpikir
hipotetik, mampu menguji secara sistematik berbagai penjelasan mengenai
kejadian tertentu, dan mampu berpikir abstrak.
3. Edward Lee Thorndike
Menurut Thorndike inteligensi terdiri atas berbagai kemampuan spesifik yang
ditunjukkan dalam berbagai perilaku inteligen. Thorndike meyakini bahwa tingkat
inteligensi tergantung pada banyaknya neural connection/ ikatan syaraf antara
rangkaian stimulus dan respon karena adanya penguatan yang dialami seseorang.
Thorndike mengklasifikasikan inteligensi ke dalam tiga kemampuan, yaitu : (a)
abstraksi atau kemampuan bekerja dengan menggunakan gagasan atau simbol; (b)
mekanik atau kemampuan bekerja dengan menggunakan alat mekanis dan
kemampuan melakukan pekerjaan yang memerlukan aktivitas indera gerak
(sensorymotor); (c) sosial atau kemampuan untuk menghadapi orang lain dengan cara
yang efektif. Ketiga kemampuan ini tidak terpisah secara ekslusif tetapi juga tidak
selalu berkorelasi satu sama lain. Ada individu yang cakap dalam kemampuan
abstraksi namun lemah pada aspek lainnya, namun adapula yang memiliki kecakapan
tinggi dalam ketiga bentuk.
4. Howard Gardner
Gardner merumuskan konsep teori Inteligensi Majemuk (Multiple Intelligence), yang
merupakan sanggahan terhadap konsep tunggal inteligensi. Ada beberapa intelegensi
yang dikemukakan oleh Gardner, diantaranya adalah kecerdasan linguistik,
matematis-logis, spasial, musik, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
Berikut uraian masing-masing intelegensi tersebut :
a. Kecerdasan bahasa (linguistic intelligence), merupakan kemampuan seseorang
dalam menggunakan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan, untuk
mengekspresikan ide-ide atau gagasan-gagasan yang dimilikinya.
b. Kecerdasan matematis-logis (logic-mathematical intelligence), merupakan
kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan penggunaan bilangan dan logika
secara efektif. Termasuk dalam kecerdasan ini adalah kepekaan pada pola logika,
abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan.
c. Kecerdasan ruang visual (spatial intelligence), kemampuan seseorang dalam
menangkap dunia ruang visual secara tepat, termasuk kemampuan untuk
mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan bentuk benda
dalam pikiran dan mengenali perubahan tersebut, menggambarkan suatu hal/benda
dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata serta mengungkapkan data
dalam suatu grafik
d. Kecerdasan kinestetis (bodily-kinesthetic intelligence), merupakan kemampuan
seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya
untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah. Orang yang mempunyai
kecerdasan ini dengan mudah dapat mengungkapkan diri dengan gerak tubuh
mereka.
e. Kecerdasan Musikal (musical intelligence), merupakan kemampuan untuk
mengembangkan dan mengekspresikan, menikmati bentuk-bentuk musik dan
suara, peka terhadap ritme, melodi dan intonasi serta kemampuan memainkan alat
musik, menyanyi, menciptakan lagu dan menikmati lagu.
f. Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence), merupakan kemampuan
seseorang untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, motivasi, watak,
temperamen, ekspresi wajah, suara dan isyarat dari orang lain. Secara umum,
intelligence interpersonal merupakan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi
dan komunikasi dengan orang lain.
g. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence), merupakan kemampuan
seseorang untuk mengerti tentang diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif
berdasarkan pengenalan diri. Kecerdasan ini termasuk kemampuan seseorang
untuk berefleksi dan menyeimbangkan diri, mempunyai kesadaran tinggi akan
gagasan-gagasan, mempunyai kemampuan mengambil keputusan pribadi, sadar
akan tujuan hidup dapat mengendalikan emosi sehingga kelihatan sangat tenang.
h. Kecerdasan lingkungan/ natural (natural intelligence), memiliki kemampuan
mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat memahami dan menikmati alam dan
menggunakannya secara produktif dalam bertani, berburu dan mengembangkan
pengetahuan akan alam. Orang yang mempunyai kecerdasan lingkungan/natural
memiliki kemampuan untuk tinggal di luar rumah, dapat berhubungan dan
berkawan dengan baik.
Peran Intelegensi dalam Kehidupan Manusia
Menurut Binet (Suryabrata, 2004), sifat hakikat inteligensi ada tiga macam, yaitu:
1. Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan
tertentu. Semakin cerdas seseorang, akan makin cakaplah ia membuat tujuan sendiri,
tidak menunggu perintah. Semakin cerdas seseorang, maka dia akan makin tetap pada
tujuan itu, tidak mudah dibelokkan oleh orang lain dan suasana lain.
2. Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud mencapai tujuan.
Semakin cerdas seseorang dia akan makin dapat menyesuaikan cara-cara menghadapi
sesuatu dengan semestinya dan makin dapat bersikap kritis.
3. Kemampuan untuk oto-kritik, yaitu kemampuan untuk mengkritik diri sendiri,
kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya. Semakin cerdas
seseorang semakin dapat ia belajar dari kesalahannya, kesalahan yang telah dibuatnya
tidak mudah di ulang lagi.
Multiple Intelligences
Multiple Intelligences merupakan sebuah teori tentang kecerdasan yang artinya “kecerdasan
ganda” atau “kecerdasan majemuk”.Secara bahasa Multiple Intelligences diartikan
Kecerdasan Majemuk.Ada juga yang mengartikan Kecerdasan Beragam.Multiple intelligence
atau yang dikenal juga dengan kecerdasan majemuk adalah kemampuan untuk memecahkan
masalah atau melakukan sesuatu yang ada nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan
bukan sesuatu yang dapat dilihat atau dihitung, melainkan potensi sel otak yang aktif atau
nonaktif tergantung pada pengalaman hidup sehari-hari, baik di rumah, sekolah atau di
tempat lain. Gardner menyatakan bahwa:
“An intelligence entails the ability to solve problems or fashion products that
are of consequence in a particular cultural setting or community. The problem
solving skill allows one to approach a situation in which a goal is to be
obtained and to locate the appropriate route to that goal.”
Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofis.Hal ini tampak pada
sikapnya terhadap belajar dan pandangannya terhadap pendidikan atau
pembelajaran.Pendidikan/pembelajaran ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih
mengarah kepada hakikat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung
berhubungan dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan.
Teori kecerdasan ganda merupakan model kognitif yang menjelaskan bagaimana individu-
individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan bagaimana
hasilnya.Setiap siswa memiliki perbedaan kecenderungan dalam perkembangan kecerdasan
gandanya, maka guru perlu menggunakan strategi yang cocok digunakan bagi semua siswa.
Dalam hal pengukuran kecerdasan ganda lebih mengutamakan pada studi dokumentasi dan
proses pemecahan masalah.
Dalam buku Freme of Mind, gardner mengatakan bahwa ”intelligence is the ability to find
and solve problems and create products of value in one’s own culture”. Menurut gardner;
kecerdasan seseorang tiba-tiba tidak diukur dari hasil tes psikologis standar, namun dapat
dilihat dari kebiasaan seseorang terhadap dua hal. Pertama, kebiasaan seseorang
menyelesaikan masalahnya sendiri (problem solving).Kedua, kebiasaan seseorang
menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya (creatvity).
Teori kecerdasan ganda diperkirakan dapat memberikan dampak terhadap pembelajaran
terkait dengan:
1. Kurikulum, kurikulum tradisional umumnya terlalu menitikberatkan pada
pengembangan kecerdasan verbal-linguistik dan logikamatematik. Kurikulum harus
diimbangi dan diperkaya dengan pembelajaran seni, kesadaran diri, komunikasi dan
pendidikan jasmani.
2. Pengajaran, disarankan dalam praktek pengajaran memberdayakan semua jenis
kecerdasan, misalnya dengan penerapan metode bermain peran, kehadiran musik di ruang
kelas, pembelajaran kooperatif, penerapan refleksi pada akhir pembeelajaran, visualisasi,
misalnya dengan pembelajaran menggunakan media animasi atau pembelajaran di luar
kelas, dan sebagainya.
3. Penilaian, harus juga mengakomodasi adanya perbedaan potensi kecerdasan di antara
para siswa. Inilah yang paling sulit dan kompleks
Konsep multiple intelligence yang dikemukakan Gardner memandang kecerdasan manusia
meliputi tujuh macam kecerdasan. Multiple intelligence sebagai satu gagasan bahwa
kecerdasan yang dimiliki manusia adalah beragam, dan masing masing individu memiliki
keunikan tidak sama satu dengan lainnya. Dalam bidang pendidikan, multiple intelligence
kini telah banyak dikembangkan dari sejak kajian teoritis sampai pada berbagai praktek
kegiatan pendidikan dan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Kajian-kajian
tentang pengembangan kemampuan peserta didik berdasarkan multiple intelligence ini
memberikan pengetahuan bagaimana sebenarnya hakikat manusia dari sisi potensi, bakat dan
kemampuannya dapat dikembangkan secara optimal. Konsep multiple intelligence, bila
dipahami dengan baik, akan membuat semua pendidik memandang potensi anak lebih positif.
Konsep multiple intelligence ini juga mendorong guru untuk berpikir lebih terbuka agar
keluar dari paradigma tradisional yang beranggapan bahwa kecerdasan hanya dilihat dari satu
kemampuan intelektual atau kognitif saja. Guru yang memiliki wawasan multiple intelligence
akan mampu merancang kurikulum, mengembangkan metodologi pembelajaran, dan
mengevaluasi hasil belajar anak dengan lebih optimal. Terlebih lagi, para guru pun dapat
menyiapkan sebuah lingkungan yang menyenangkan dan memberdayakan di sekolah.
Konsep multiple intelligence memiliki peran dalam mengembangkan kemampuan peserta
didik dengan mempertimbangkan berbagai potensi, bakat dan kemampuannya yang dimiliki
oleh masing-masing peserta didik. Proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah harus
memperhatikan keragamam keceradasan yang dimiliki anak, dengan cara seperti ini, potensi
dan hak anak akan dapat dihargai atas dasar perbedaan dan kemampuan. Akhirnya anak akan
nyaman belajar dan dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang ditetapkan.
Konsep Gardner mengenai multiple intelligence khususnya kecerdasan interpersonal
ditempatkan oleh Salovey dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional (Goleman,
2001). Gardner menjelaskan kecerdasan emosional sama dengan kecerdasan pribadi yang
terdiri dari kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal. Kecerdasan emosional
merupakan kemampuan individu untuk mengenali emosi diri sendiri dan emosi orang lain,
memotivasi diri sendiri, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungannya dengan orang lain. Goleman (2001) menegaskan, dengan mengoptimalkan
pengelolaan kecerdasan emosional akan menghasilkan empat domain kompetensi yang
sangat efektif yaitu, kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan pengelolaan relasi.
Kecerdasan emosional memberi individu kesadaran mengenai perasaaan milik diri sendiri
dan juga perasaaan menjadi milik orang lain. Kecerdasan emosional memberikan individu
rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan
secara tepat.
Intisari kecerdasan pada aspek interpersonal dan antarpribadi mencakup kemampuan untuk
membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat
keinginan orang lain. Akan tetapi, kecerdasan antarpribadi ini lebih menekankan pada aspek
kognisi atau pemahaman, sementara faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan. Faktor
emosi ini sangat penting dan memberikan suatu warna yang kaya dalam kecerdasan
antarpribadi. Ada lima wilayah kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosional. Lima
wilayah tersebut adalah:
1. Kemampuan Mengenali Emosi Diri, merupakan kemampuan dalam mengenali
perasaan sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul. Seseorang yang mengenali
emosinya sendiri memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan mereka, kemudia mengambil
keputusan secara mantap, seperti menentukan pilihan untuk sekolah, sahabat, pekerjaan,
sampai pasangan hidup.
2. Kemampuan mengelola Emosi, merupakan kemampuan untuk mengendalikan
perasaan sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat memengaruhi perilakunya
secara salah. Misalnya orang yang sedang marah dapat mengendalikan kemarahannya
secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya disesali di kemudian hari.
3. Kemampuan memotivasi Diri, merupakan kemampuan memberikan semangat kepada
diri sendiri untuk meletakkan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung
unsur harapan dan optimisme.
4. Kemampuan Mengenali Emosi Orang lain, merupakan kemampuan untuk mengerti
perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain akan merasa senang dan dimengerti
perasaannya.
5. Kemampuan Membina Hubungan, merupakan kemampuan untuk mengelola emosi
orang lain, sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan
seseorang menjadi lebih luas. Peserta didik dengan kemampuan ini, cenderung mempunyai
banyak teman, pandai bergaul, menjadi lebih popular.
Dapus
Fatmawiyati J. Telaah Intelegensi. Researchgate. 2018;(October):1. Accessed February 8, 2022.
https://www.academia.edu/37568258/Telaah_Intelegensi

Indria A, Stit D, Bukittinggi A, Islam P. MULTIPLE INTELLIGENCE. J Kaji dan Pengemb Umat. 2020;3(1).
AccessedFebruary 8, 2022.
http://jurnal.umsb.ac.id/index.php/ummatanwasathan/article/view/1968

Anda mungkin juga menyukai