Anda di halaman 1dari 5

Nama : Danti Amelia Putri

NIM : 1702598
Kelas : 1A
Prodi : Pendidikan Manajemen Bisnis
Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan
Tugas : Resume Bab Intelegensi

INTELEGENSI
1. Pengertian Intelegensi Secara Etimologis
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari
bahasa latin “Intellectus dan Intelligentia atau Intellegere”, yang berarti
memahami. Jadi intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan
perwujudan dari daya atau potensi untuk memahami sesuatu.
2. Pengertian Intelegensi Menurut Para Ahli

a. K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai


dengan pemahaman atau pengertian.
b. Intelegensi menurut John W Santrock adalah keahlian memecahkan masalah
dan kemampuan untuk beradaptasi kepada, dan belajar dari, pengalaman
hidup sehari-hari.
c. Menurut David Wechsler (1958), intelegensi adalah kemampuan untuk
bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi
lingkungannya secara efektif.
d. Menurut William Stern (1986) , intelegensi merupakan kesanggupan untuk
menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat
berfikir yang sesuai dengan tujuannya. Dan inteligensi sebagian besar
tergantung dengan dasar dan keturunan
e. Menurut Claparde dan Stern intelegensi adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu
kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan proses berpikir secara
rasional untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang baru
3. Ciri – Ciri Intelegensi

Ciri-ciri intelegensi yaitu :


a. Intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir
secara rasional (intelegensi dapat diamati secara langsung).
b. Intelegensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap
lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul dari padanya.
4. Macam-Macam Intelegensi

Macam-macam Intelegensi yaitu:


a. Intelegensi Terikat dan Bebas.
Intelegensi terikat adalah intelegensi suatu makhluk terhadap sesuatu
yang vital dan harus segera dipenuh. Misalnya intelegensi binatang dan anak-
anak yang belum berbahasa.
Intelegensi bebas ada pada manusia yang berbudaya dan berbahasa.
Yaitu, orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai
suatu tujuan. Kalau tujuan sudah dapat dicapai, manusia ingin mencapai
tujuan yang lebih tinggi dan lebih maju.
b. Intelegensi Menciptakan (Kreatif) dan Meniru (Eksekutif).
Intelegensi kreatif ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru
dan mencari alat-alat yang sesuai untuk mencapai tujuan itu.
Intelegensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti
pikiran atau hasil penemuan orang lain yang sudah ada, baik yang dibuat,
diucapkan maupun yang ditulis.

5. Hubungan Intelegensi Dengan Tingkah Laku

Kemampuan berfikir abstrak menunjukan perhatian seseorang terhadap kejadian


dan peristiwa yang tidak kongkrit, misalnya, pilihan pekerjaan, corak hidup
bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh didepannya.
Kemampuan abstrak akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya.
Kemampuan abstraksi mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa yang
seharusnya terjadi sesuai pemikirannya. Situasi ini dapat menimbulkan perasaan tidak
puas dan putus asa.
Ciri – ciri tingkah laku yang intelegen menurut Effendi dan Praja (1993):
a. Purposeful behavior, artinya selalu terarah pada tujuan atau mempunyai tujuan yang
jelas.
b. Organized behavior, artinya tingkah laku yang terkoordinasi, senua tenaga dan alat-
alat yang digunakan dalam suatu pemecahan masalah terkoordinasi dengan baik.
c. Physical well toned behavior, artinya memiliki sikap jasmaniah yang baik, penuh
tenaga, ketangkasan, dan kepatuhan.
d. Adaptable behavior, artinya tingkah laku yang luas fleksibel, tidak statis, dan kaku,
tetapi selalu siap untuk mengadakan penyesuaian/perubahan terhadap situasi yang
baru.
e. Success oriented behavior, artinya tingkah laku yang didasari rasa aman, tenang,
gairah, penuh kepercayaan, akan sukses/optimal.
f. Clearly motivated behavior, artinya tingkah laku yang memenuhi kebutuhannya dan
bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat.
g. Rapid behavior, artinya tingkah laku yang efisien, efektif dan cepat atau
menggunakan waktu yang singkat.
h. Broad behavior, artinya tingkah laku yang mempunyai latar belakang dan
pandangan luas yang meliputi sikap dasar dan jiwa yang terbuka.
6. Karakteristik Perkembangan Intelegensi Remaja

Intelegensi pada remaja tidak mudah diukur karena perubahan perkembangan


yang sangat cepat. Pada umumnya tiga sampai empat tahun pertama
menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan terjadi
perkembangan yang teratur. 
Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk
bertambah. Pada masa awal remaja (12 tahun) anak berada pada masa yang
disebut "Masa operasional formal" (berfikir abstrak), yaitu remaja mulai berpikir
terhadap hal-hal yang mungkin dapat terjadi. Pada usia remaja ini anak sudah
dapat berfikir abstrak dan hitotek. Dan dalam berfikir operasional formal atau
berfikir abstrak untuk remaja setidak-tidaknya, terdapat dua hal yang penting
yaitu:
a. Sifat Deduktif Hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan
mengawalinya dengan pemikiran teoritik dengan menganalisis masalah dan
mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin. Pada dasarnya
pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berfikir induktif disamping
deduktif yaitu membuat strategi penyelesaian dan dapat dilakukan secara
verbal. Anak lalu mengajukan pendapat-pendapat tertentu, yang juga disebut
proporsi-proporsi. Kemudian mencari hubungan antra proporsi yang
berbeda-beda tadi.
b. Berpikir Operasional juga Berpikir Kombinatoris 
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan
dengan cara melakukan analis. Secara teoritik membuat matriksnya
mengenai segala macam kombinasi yang mungkin, secara sistematik
mencoba mengisi setiap sel matriks tersebut secara empiris.
Seorang remaja dengan kemampuan berpikir normal tetapi hidup dalam
lingkungan atau kebudayaan yang tidak merangsang cara berpikir, maka
tidak akan sampai pada taraf berpikir abstrak.

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelegensi

Dalam hubungannya dengan perkembangan intelegensi ada yang


berpandangan bahwa keliru jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun
perkembangan IQ dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Menurut Andi Mappiare (1982: 80) faaktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi itu antara lain:
a. Bertabahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia
mampu berpikr reflektif.
b. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga
seseorang bisa berpikir proporsional.
c. Adanya kebebasan berpikir,menimbulkan keberanian seseorang dalam
menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah
secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak memecahkan
masalahdan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Tiga kondisi di atas sesuai dengan dasar-dasar teori Piaget mengenai
perkembangan intelegendi, yakni:
a. Fungsi intelegensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis.
b. Berkembangnya usia menyebabkan berkembangnya struktur intelegensi baru,
sehingga pengaruh pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif
Wechsler berpendapat bahwa keseluruhan intelegensi seseorang tidak dapat
diukur. IQ adalah suatu nilai yang hanya dapat ditentukan secara kira-kira karena
selalu dapat terjadi perubahan-perubahan berdasarkan faktor-faktor individual dan
situasional.

8. Pengukuran Intelegensi

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal
Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi
siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang
pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini,
pertama kali diberi nama : “Chelle Matrique de l’inteligence” atau skala pengukur
kecerdasan. Tes binet-simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang
telah dikelompok-kelompokkan menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15
tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang
tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah.
Dengan tes semacam inilah usia seseorang diukur atau ditentukan. Dari hasil
tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia kecerdasan itu sama dengan usia
sebenarnya. Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-
perbedaan IQ (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak. Test ini kemudian
direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan
banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Yaitu menetapkan indeks numerik yang
menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan
chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti
ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama
William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes
Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak
sampai usia 13 tahun.
Karena tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet terlalu umum. Seorang tokoh
dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak
hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri
dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut teori faktor (Factor Theory
of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah
WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC
(Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak. Di samping alat-alat
tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik,
sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.

Anda mungkin juga menyukai